RASO DIBAWA NAIK KE OTAK KANAN,
PARESO DIBAWA TURUN DARI OTAK KIRI

Pada hakekatnya mata tidak memahami sesuatu yang dilihatnya.
Telinga tidak mengerti apa yang didengarnya.
Hidung dan lidah tidak bisa membedakan busuk dengan wangi atau pahit dengan manis, sedangkan kulit tak mampu mengetahui rasa sakit dengan rasa enak.

Meskipun organ-organ pancaindera yang disebutkan itu normal, namun apabila otak sebagai pengelola merasa dan memeriksa sedang tidak berfungsi ataupun rusak, maka otak tak akan mampu memahami sesuatu yang dipandang, didengar, diraba tersebut (pemeriksaan tidak diturunkan dari otak).

Memahami-mengenali penglihatan, merasakan perabaan, penciuman, pendengaran dilaksanakan oleh otak.

Di dalam seni pertunjukan, kita sering disuguhi keajaiban orang yang mampu membaca, berjalan dengan mata tertutup.
Kesan melihat kilatan petir dapat dibuat tanpa melibatkan mata dengan cara mengulum ujung dua batang logam.
Kedua ujung logam zinc dan perak di dalam rongga mulut dipisahkan.
Ketika ujung logam di luar mulut dipertemukan, maka di dalam mulut terjadi loncatan electron dan hal ini akan dipahami oleh otak sebagai kilatan petir.
Demikian pula orang yang mengalami demam panas pada penderita typhus, malaria sering melihat makhluk-makhluk atau bayangan sesuatu karena otaknya terganggu.
Hal ini disebut sebagai halusinasi.

Masing-masing alat pancaindera memiliki kemampuan merasa dan memeriksa yang sangat terbatas pada saat menerima getaran gelombang dari benda di sekitarnya.

Seperti pesawat radio yang memiliki keterbatasan menangkap gelombang dari stasiun pemancar, maka demikian pulalah kemampuan mata, telinga, kulit, lidah, hidung ketika melihat, mendengar, meraba objek di luar tubuh.

Mata tidak bisa menerima sinar rontgen dan juga tak mampu memeriksa (membedakan satu-persatu) jenis warna jumlahnya lebih dari 16 juta macam.

Telinga hanya mampu menerima gelombang bunyi diantara 30 sampai dengan 20.000 Herzt.

Pada kulit berkumpul ujung-ujung syaraf peraba-perasa sakit, panas, geli.
Ujung-ujung syaraf yang bentuknya runcing pada kulit apabila dirangsang akan menimbulkan rasa sakit.
Demikian pula pada kulit ada titik-titik panas, dingin.
Untuk rasa geli-enak ujung syarafnya bundar dan lebih besar, terletak lebih ke dalam.
Syaraf-syaraf ini menerima geli-enak ketika mengecap makanan, meraba, syahwat, mencium (rasa kekasih- kekeluargaan).
Pada bagian-bagian tertentu atau organ dari tubuh, syaraf ini lebih banyak jumlahnya sehingga bagian tersebut sangat sensitif.

Selaput lendir pada hidung berhubungan dengan ujung syaraf penghidu.
Bau yang masuk ke dalam rongga hidung berujud gas yang dapat mengadakan reaksi kimia dengan selaput lendir di hidung.

Semua rangsangan yang telah diterima pancaindera ini, dapat saja disalahtafsirkan oleh otak yang tidak beres, sakit ataupun salah memberi input pada saat menerima nilai-nilai/ norma sebelumnya.

Perkembangan pancaindera makhluk, mengikuti proses evolusi kemampuan merasa dan memeriksa dari masing-masing makhluk pula.

Binatang yang tidak bertulang belakang seperti cacing dan serangga tidak mempunyai benak ataupun otak yang mengkoordinasikan syaraf-syaraf perasanya.

Untuk mempertahankan diri dari perubahan yang terjadi di lingkungannya, cacing memiliki syaraf perasa yang tersebar dipermukaan tubuh.
Serangga memiliki sungut antene yang dapat mengetahui lingkungannya.
Meskipun memiliki mata, tapi mata tersebut tak mampu melihat dan hal ini disebut sebagai mata facet.

Pada binatang yang lebih tinggi tingkatannya yaitu binatang menyusui, sudah memiliki pancaindera yang lengkap.
Aktivitas pancaindera ini dikoordinasi oleh benak.

Benak binatang–binatang tersebut belum mampu menilai-menghitung dengan angka-angka sesuatu yang dilihat, didengar, dirabanya.

Binatang juga tidak memiliki nilai-nilai perasaan, sekurang-kurangnya itulah yang dapat dilihat oleh manusia.
Meskipun binatang memiliki sifat setia, marah, senang tetapi hal itu bukanlah rasa setia, rasa marah, rasa senang, karena binatang tak pernah mengekspresikannya sambil memegang dadanya.

Adapun tingkah binatang ketika merah, senang hanyalah gerakan terpola yang semacam saja, seperti menggerakan ekor dan kakinya.

Meskipun benak manusia secara anatomis hampir sama bentuknya dengan benak binatang, tetapi benak ini telah mengalami peningkatan fungsinya, sehingga benak manusia disebut sebagai otak.

Otak telah mampu menerima pesan-pesan dari perasaan yang dibawa naik dari hati-nurani badan halus manusia dan juga mampu menyimpan nilai-nilai kualitatifnya.
Selain dari pada itu, otak juga telah bisa menyimpan nilai-nilai kuantitatatif informasi bit materi sehingga mampu mengatur makhluk lainnya, entah makhluk itu bernyawa ataupun makhluk tidak bernyawa.

Tapi hal ini kadang-kadang sering tidak disadari orang, sehingga otaknya masih tetap sebagai benak dan pancainderanya tidak mampu melihat kebenaran.

Secara alamiah dengan bahasa isyarat tubuh

Orang akan mendekapkan telapak tangannya ke dada saat memunculkan perasaannya; dan manusia menempelkan ujung jari tangannya ke kepala/otak ketika memeriksa permasalahan/berfikir.

Hal ini akan lebih jelas lagi terlihat pada penghormatan dalam upacara kenegaraan seperti hormat kepada lambang negara dengan mendekatkan tangan ke kening atau meletakkan telapak tangan di dada saat menyanyikan lagu kebangsaan.

Hal ini menunjukkan lokasi-tempat penerimaan petunjuk (hidayah Allah) yang hanya khusus untuk manusia, yaitu di dada/hati dan di kepala.

Otak kanan dan kiri mengelola daya merasa serta daya memeriksa (setelah perasaan dibawa naik dari dada ke otak).

Berkat dua macam daya inilah manusia mampu mengatasi berbagai tantangan alam.

Milenium kedua diakhiri dengan berkembangnya tehnologi digital, yang mengubah konsep nilai materi dari atom menjadi bit (Negroponte, 1995).

Tubuh Manusia

Bit atau binary digital adalah informasi tentang nilai materi dalam bentuk kode 0 dan 1, dapat dijadikan analogi untuk menerangkan tubuh manusia yang terdiri dari badan kasar dan badan halus.

Badan halus diibaratkan dgn lambang 0, dan badan kasar dgn lambang 1.
Dengan teori atom, kita tidak mungkin dapat menjelaskan keberadaan badan halus; atom hanya ada di benda kasat mata saja.

Badan kasar dengan pancaindera yg dimilikinya, mampu melakukan pemeriksaan serta merasakan sesuatu/perubahan secara terukur pasti.

Angka 1, apabila dikalikan atau dibagi dengan bilangan lain, maka dapat diketahui hasilnya.
Parameter hasil-hasil pemeriksaan ialah angka-angka jumlah, volume, lebar dst; sedangkan parameter untuk merasakan gelap, bising, dingin, panas, dst. adalah hertz, angstrom, desibel, derajad, dst.
Ibarat angka 1, itulah keadaan badan kasar manusia.

Badan halus karena gaib, maka tidak ada kesepakatan manusia untuk menyamakan sifat, ukuran, dan istilahnya.
Bermacam-macam sebutan dipakai untuk mengatakannya seperti roh, ruhani, jiwa, hati, nurani, nafsu, eteris, prana, chi dsb.
Kecuali dengan foto Kirlian dan pengakuan orang-orang tertentu yang mampu melihat sebagian sinar badan halus ini, maka sedikit sekali pengetahuan manusia tentang hal ini.

Karena tidak memiliki pancaindera secara langsung, maka badan halus tak bisa melaksanakan pemeriksaan.
Badan halus hanya mampu merasa, dan kemampuan ini disebut sebagai perasan batin, hati-nurani.

Lambang 0, apabila dibagi dan dikalikan dengan bilangan lainnya, hasilnya tetap 0 atau tiada ada samasekali.
Sebaliknya suatu bilangan apabila dibagi dengan 0, akan menghasilkan nilai tiada terhingga.

Demikianlah ibarat lambang 0, maka nilai rasa hati nurani atau batin seseorang, terentang diantara tidak ada sama-sekali sampai dengan tiada terhingga.

Untuk mengekpresikan rasa yang dimiliki badan halus, maka rasa batin ini harus disatukan (digabung) dengan kemampuan merasa objektif yang berada di badan kasar, sehingga orang sering mendekapkan tangannya di dada sendiri guna menunjukkan perasaannya.

Hal inilah sesungguhnya yang disebut sebagai rasa atau perasaan seseorang.
Karena letak ekspresi perasaan seseorang berada di tengah-tengah tubuh, maka bawalah rasa tersebut naik ke arah bagian atas tubuh, yaitu ke otak kanan.

Jangan didiamkan saja di dada (menjadi paham kebatinan), apalagi langsung dibawa ke arah bagian bawah tubuh yang secara rutin kotor (tempat nafsu birahi).
Padahal disinilah causa prima penyebab terjadi dan kemunculan pertama kali badan kasar.

Pada saat manusia berniat memeriksa (berfikir, menilai, menghitung, meneliti) tentang alam terkembang, harus dimulai dari otak kiri lalu diturunkan ke pancaindera sehingga hasilnya objektif kuantitatif.

Nenek moyang kita mewariskan sikap ini di dalam adagium: Rasa dibawa naik, periksa dibawa turun (ke/dari otak).

Pemahaman terhadap yang serba nan Dua inilah, yang merupakan adat sebenarnya adat di dunia, yang perlu dipahami, agar kekacauan perilaku sebahagian masyarakat yang terjadi saat ini dapat segera diatasi.

IBARAT FUNGSI LAMPU PENERANG
PILIHLAH OTAK SEBAGAI PELITA
JADILAH ORANG SEBENARNYA ORANG
PAKAILAH RASA, GUNAKAN PERIKSA

Dari hasil merasa dan memeriksa, manusia menyusun empat kelompok ilmu-ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban (civilization).

Kesimpulan dari perasaan orang saat berkomunikasi dengan orang-orang lainnya disebut sebagai ilmu budaya-sosial*; sedangkan alat untuk melaksanakan komunikasi tersebut dikatakan sebagai ilmu bahasa

Kesimpulan yang didapat manusia ketika memeriksa benda bernyawa disebut sebagai ilmu biologi, sedangkan kesimpulan manusia hasil memeriksa benda tak bernyawa disebut sebagai ilmu fisika.

Seharusnya setiap orang mengetahui dasar-dasar pokok empat macam ilmu ini dan dapat mengembangkannya secara proporsional atau spesialisasi pada diri pribadi maupun dalam masyarakat, sehingga menjadi adat yang teradat dipakai sehari-hari.
Keadaan inilah yang disebut sebagai orang yang Tahu pada nan Empat

Secara matematis dapat dibuktikan, bilangan 4 merupakan angka yang paling efisien dan efektif dibandingkan dengan bilangan lainnya untuk menetapkan suatu sistem klasifikasi atau sistematika yang dibuat manusia.

Ilmu syarak/syariat serta ilmu berhitung dengan angka/arithmatika/matematika, akan memberi nilai-nilai subjektif dan objektif pada ilmu nan Empat, sehingga menjadi sendi atau landasannya.

Hal ini sesuai dengan adagium:

Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah
atau syarak yang berkata, adat nan dipakai
atau syarak yang telanjang, adat nan bersisamping.

TERASA SESUATU ADA YANG HILANG
KETIKA ORANG LUPA ADAT
TIADA HIDUP YANG LEBIH MALANG
SAAT DIKATAKAN TAK TAHU NAN EMPAT


Kembali ke Halaman Utama