Eksposisi Surat Roma
oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, M.Th.
ROMA 1:18-3:20 UNIVERSALITAS DOSA
Bukti bahwa
ROMA 1:18-32
KEBERDOSAAN BANGSA YUNANI
Isu utama
berkaitan dengan 1:18-32 adalah identitas golongan manusia yang dimaksud Paulus
dalam bagian ini. Sebagian sarjana modern berpendapat bahwa
Paulus memaksudkan bagian ini untuk semua orang (bukan hanya bangsa Yunani).
Beberapa argumentasi yang dipakai untuk mendukung pandangan ini antara lain:
(1) Objek murka Allah dalam bagian ini
(ay. 18) adalah manusia (a;nqrwpoj), bukan bangsa Yunani (e;qnoj atau {Ellhn). Dua kata tersebut bahkan tidak muncul sama sekali dalam 1:18-32.
(2) Penyembahan berhala di sini
digambarkan melalui diskripsi PL tentang peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa
(Kej 1-3): rujukan tentang penciptaan dunia (ay. 20); pembagian makhluk hidup
ke dalam golongan burung, binatang dan binatang melata (ay. 23); rujuan tentang
‘gambar’ (ay. 23); rujuan tentang pengetahuan (ay. 19, 21) dan kebijaksanaan palsu
manusia (ay. 22); penggantian kebenaran dari Allah dengan dusta (ay. 25).
(3) Rujukan tentang berhala ‘binatang
berkaki empat’ (ay. 23) mengingatkan pada dosa bangsa Israel di Keluaran 32-34
(band. Mzm 106:20 dan Yer 2:11).
(4) Transisi dari
Terlepas dari beberapa argumentasi di atas yang meyakinkan, pandangan
tradisional yang menganggap bagian ini sebagai rujukan pada bangsa Yunani tetap
lebih bisa diterima, meskipun bagian ini tidak secara eksklusif merujuk pada
bangsa Yunani.
(1)
Bagian ini mengingatkan pada argumentasi apologetik Yahudi yang melecehkan
praktek penyembahan berhala yang dilakukan bangsa kafir dan menganggapnya
sebagai akar dari dosa perzinahan (band.
(2)
Pengetahuan yang dibahas di 1:18-32 hanya terbatas pada pengetahuan alami
(melalui ciptaan). Hal ini sangat berbeda dengan pemaparan Paulus tentang
bangsa Yahudi di pasal 2 yang banyak menyangkut isu tentang Taurat.
(3)
Struktur
Struktur
bagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Murka
Allah bagi manusia yang menindas kebenaran (ay. 18-20)
Penjelasan
detail tentang menindas kebenaran (ay. 21-31)
Bagian ini dibagi menjadi
tiga berdasarkan paralelisme antara tindakan manusia dan respon Allah. Respon
Allah ini terlihat dari pengulangan frase “Allah menyerahkan mereka” yang
muncul 3 kali (ay. 24, 26, 28).
Mereka
mengganti kemuliaan Allah – Allah menyerahkan... (21-24)
Mereka
mengganti kebenaran dengan dusta – Allah menyerahkan... (25-27)
Mereka
tidak mau mengakui Allah – Allah menyerahkan...(28-31)
Konklusi (ay. 32)
Murka Allah bagi manusia
yang menindas kebenaran (ay. 18-20)
Alur
pemikiran Paulus dalam bagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Murka
Allah dinyatakan dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia (18a)
|
|_____ Dosa di atas merupakan tindakan menindas [part.
kateco,ntwn] kebenaran (18b)
|
|_____ Karena [dio,ti] Allah telah memberikan pengetahuan
ttg diri-Nya (19-20a)
|
|_____ Karena itu [eivj to. + infinitif]
mereka tidak dapat berdalih (20b)
Konsep tentang Allah yang murka seringkali dianggap kontradiktif dengan
eksistensi Allah, sehingga menimbulkan kesulitan bagi sebagian orang. Filsafat Yunani menganggap Allah
yang murka berkontradiksi
dengan keilahian-Nya. Marcion sengaja
menghilangkan kata “Allah” dalam bagian ini. C. H. Dodd, salah satu
penafsir modern, bahkan menganggap konsep ini sebagai sesuatu yang kuno. Ia melihat “murka Allah” di sini tidak lebih daripada sekedar
realisasi hukum sebab-akibat yang sifatnya alamiah dan tidak terkait secara
langsung dengan Allah.
Semua pendapat di atas justru berkontradiksi dengan ajaran Alkitab tentang
Allah. Sifat
Allah yang selalu benar membuat Ia tidak bisa
mentolerir dosa sekecil apapun. Allah selalu meresponi dosa
dengan murka (Kel
Ayat 18-20 memaparkan berbagai aspek dari penyataan murka Allah.
1. Cara murka Allah dinyatakan (18a).
a. Murka Allah dinyatakan dalam
kekinian.
Alkitab sering mengajarkan bahwa murka Allah dinyatakan
secara futuris pada jaman akhir (1Tes
b. Murka Allah dinyatakan melalui
tindakan dalam sejarah.
Kata
avpokalu,ptw bukan hanya berarti penyataan (pemberitahuan) secara kognitif kepada
pikiran manusia (kontra Barth), meskipun Paulus kadangkala memakai kata ini
dalam arti kognitif (1Kor
(1)
Paralelisme penggunaan kata avpokalu,ptw di ayat 17 dan 18.
Penggunaan
kata yang sama dalam dua ayat yang berurutan seperti
ini mengindikasikan bahwa kata tersebut memiliki arti yang sama. Berdasarkan
penggunaan tense perfect pada kata pefane,rwtai
di
(2)
Konteks 1:18-32.
Konteks ayat
18-32 secara eksplisit mengindikasikan bahwa penyataan Allah yang bersifat
kekinian diwujudkan dalam bentuk “Allah menyerahkan manusia pada jalan dosa
yang dipilih dengan segala konsekuensinya” (ayat 24, 26, 28). Sikap Allah yang
meninggalkan manusia berdosa pada keberdosaan mereka merupakan salah satu
bentuk penghukuman Allah (band. Mzm 81:13; Hos 4:17; Kis 7:42; 14:16).
c. Murka Allah dinyatakan dari surga.
Frase
“dari surga” (avpV ouvranou/)
bisa menerangkan kata “Allah”, sehingga terjemahan ayat 18a menjadi “murka Allah
yang dari surga dinyatakan”. Bagaimanapun, semua sarjana
dan penerjemah menganggap hal tersebut kurang lazim. Mereka umumnya melihat
sebagai keterangan terhadap avpokalu,ptetai. Penambahan frase “dari surga” di
sini mungkin dimaksudkan untuk menerangkan:
(1)
Kemuliaan murka Allah. Dalam arti ini, “dari surga” merujuk pada tempat
Allah (Cranfield). Murka Allah merupakan konsekuensi logis dari kekudusannya.
Seorang pribadi yang tidak marah terhadap suatu dosa/kejahatan adalah pribadi
yang tidak kudus.
(2)
Jangkauan murka Allah. Murka Allah ditujukan pada segala sesuatu di
bawah langit (Moo). Dalam arti ini, “dari surga” merujuk pada tempat yang
tertinggi, tetapi tidak selalu berarti tempat Allah berdiam.
2. Objek murka Allah (18b).
Preposisi evpi. (“atas”) dalam ayat 18
menunjukkan objek dari murka. Murka ini ditujukan pada segala kefasikan dan
kelaliman manusia (evpi. pa/san avse,beian kai. avdiki,an
avnqrw,pwn).
(1)
Konteks 1:18-32 menunjukkan perkembangan konsep yang sama.
Dosa religius terhadap Allah (ayat 19-27) akan
berdampak pada dosa moral terhadap sesama (ayat 28-32).
(2)
Pemikiran ini juga sesuai dengan konsep Yudaisme di kitab Kebijaksanaan
Salomo yang menjadi latarbelakang pemikiran Paulus di 1:18-32.
(3)
Pemikiran ini juga sesuai dengan komposisi Sepuluh Perintah (perintah 1-4
relasi dengan Allah, sedangkan perintah 5-10 relasi dengan sesama).
Apapun pendapat sarjana tentang perbedaan makna yang ada,
inti ayat 18a adalah murka Allah dinyatakan atas segala macam bentuk dosa
manusia. Inti
ini dinyatakan dalam penambahan kata pa/san (“segala”) di depan kata avse,beian dan avdiki,an.
3. Justifikasi bagi murka Allah
(18c-20).
Komposisi ayat 18-20 mengindikasikan bahwa fokus
pembahasan Paulus terletak pada justifikasi bagi penyataan murka Allah. Fokus ini dibahas
mulai dari ayat 18b (lihat “menindas kebenaran”) sampai ayat 20 (lihat
“mereka tidak dapat berdalih”). Dengan kata lain,
ayat 18-20 sebenarnya hanya menerangkan “menindas kebenaran”. Fokus ini bahkan juga menjadi inti pembahasan seluruh ayat 18-32.
Hal ini dibuktikan dengan penggunaan frase seperti “sekalipun
mereka mengenal Allah” (ay. 21), “menggantikan kebenaran Allah” (ay. 25),
“mengakui Allah” (ay. 28). Pemikiran ini juga akan
dipakai Paulus ketika ia membahas keberdosaan bangsa Yahudi (2:1, 18, 20). Bangsa Yahudi memiliki kebenaran melalui Taurat, tetapi mereka
menindas kebenaran tersebut, sehingga mereka juga tidak bisa berdalih.
Semua dosa yang dibahas di bagian ini pada dasarnya
adalah tindakan menindas kebenaran. Allah telah menyatakan diri-Nya
melalui ciptaan. Wahyu umum ini seharusnya membuat
manusia menyadari eksistensi Allah dan menyembah Dia. Sebaliknya, manusia
justru menyembah ciptaan Allah (ay. 21-27). Mereka
juga menggantikan tatanan alam yang ditetapkan Allah dalam bidang seksual
dengan pilihan mereka sendiri (ay. 28-31). Semua ini
membuat mereka tidak bisa berdalih.
Penjelasan
detail tentang menindas kebenaran (ay. 21-31)
Seperti sudah disinggung sebelumnya, ayat 21-32 masih berpusat pada inti
pembahasan di ayat 18b, yaitu tentang tindakan menindas kebenaran melalui
ketidakbenaran (band. ay. 21, 25, 28). Relasi tersebut juga bisa dilihat dari penggunaan kata
sambung dio,ti (“sebab”) di ayat 21 yang menerangkan alasan mengapa
manusia tidak dapat berdalih (ay. 20).
Mereka
mengganti kebenaran dengan berhala – Allah menyerahkan... (21-24)
Bagian ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu diskripsi tentang dosa (ay.
21-23) dan konsekuensi dari dosa tersebut (ay. 24). Selanjutnya, ayat
21-23 dapat dibagi lagi menjadi dua bagian utama berdasarkan kata kerja
participle yang memulai ayat 21 dan 22. Dua kata kerja
participle tersebut diikuti oleh beberapa kata kerja dalam bentuk aorist
indikatif.
Berdasarkan
sintaks teks Yunani, struktur bagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
à mereka
tidak dapat berdalih (ay. 20)
|
|_____ sebab sekalipun
mengenal (participle) Allah
| _____
| _____ | mereka
tidak memuliakan (Dia) sebagai Allah
| | | atau
| | |_____ mengucap
syukur (kepada-Nya)
| |
______|
sebaliknya __|
| | | _____
| | | | mereka
menjadi sia-sia dalam pikiran mereka
| | |_____ | dan
| | |_____ hati mereka yang tidakberpenertian menjadi
gelap
| |
| |_____ (sebab) sekalipun mengklaim (participle) sebagai orang berhikmat
| _____
| | mereka menjadi bodoh
| | dan
| |_____ mereka mengganti kemuliaan Allah yang tidak
fana
| dengan gambaran yang mirip dengan
| |
manusia yang tidak fana
| |
burung-burung
| |
hewan-hewan berkaki empat
| |
hewan-hewan melata
|
Karena
itu (Dio.), Allah
menyerahkan mereka dalam hawa nafsu hati kepada kecemaran
sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka
Inti ayat 21-23 adalah penyembahan berhala, seperti dijelaskan secara
eksplisit di ayat 23. Dengan kata lain, ayat 21-23 sebenarnya memberikan
penjelasan terhadap penyembahan berhala.
1.
Penyembahan berhala secara esensial adalah respon manusia yang salah
terhadap wahyu Allah (ay. 21a).
Allah telah mengambil inisiatif untuk menyatakan diri-Nya
yang tidak terlihat melalui ciptaan yang dapat dilihat (ay. 19-20), sehingga
manusia bisa mengenal Dia (ay. 21). Pengenalan ini pasti bukan dalam
pengertian pribadi (subjektif), karena pengetahuan pribadi hanya dimungkinkan
bagi orang yang percaya (band. 1Kor
Respon yang tepat dari wahyu ini seharusnya adalah
memuliakan dan mengucap syukur kepada-Nya. Kenyataannya, manusia tidak
mau meresponi dengan tepat, sehingga tindakan tersebut dikategorikan sebagai
penyembahan berhala. Konsep ini juga terlihat dari
peristiwa penyembahan anak lembu emas di Kel 32-34. Bangsa
2.
Penyembahan berhala adalah pikiran yang sia-sia (ay. 21b).
Frase
‘pikiran mereka menjadi sia-sia’ sangat mungkin merujuk pada penyembahan
berhala, karena kata mataio,w biasanya dikaitkan dengan
penyembahan berhala. Dari tujuh pemunculan kata kerja mataio,w
di LXX, tiga di antaranya terkait dengan penyembahan berhala (2Sam
3.
Penyembahan berhala adalah tindakan yang bodoh (ay. 22-23).
Orang-orang yang menyembah berhala menyangka bahwa mereka
berhikmat, tetapi mereka sebenarnya bodoh (Yer
Kata sambung dio. (“karena itu”) di awal ayat 24 mengindikasikan
konsekuensi dari tindakan manusia di ayat 21-23. Respon (baca: hukuman Allah)
atas mereka adalah Ia menyerahkan (pare,dwken) mereka dalam hawa nafsu hati
mereka terhadap kecemaran. Tindakan ini tidak berarti bahwa
Allah menyebabkan mereka berbuat dosa (Yak
Isu penting seputar hal ini terkait dengan pertanyaan apakah tindakan ini
bersifat final (tidak mungkin ada kemungkinan keselamatan) atau reformatoris
(bertujuan untuk menyadarkan). Pilihan pertama disiratkan dalam
terjemahan “give them up” (ASV, KJV, RSV), sedangkan pilihan kedua dalam
terjemahan “give them over” (NIV, NASB). PL berkali-kali
menunjukkan bahwa tindakan Allah menyerahkan umat-Nya ke tangan musuh mereka
atau dosa mereka hanyalah sebuah instrumen untuk mempertobatkan mereka (Yes
Mereka
mengganti kebenaran dengan dusta – Allah menyerahkan... (25-27)
Beberapa
versi menerjemahkan permulaan ayat 25 dengan kata sambung “karena” (RSV,
Struktur
ayat 25-27 dapat digambarkan sebagai berikut:
_____ Mereka menggantikan kebenaran Allah dengan
dusta
| dan
___|_____ [Mereka] menyembah
| | dan
| |_____ [Mereka]
melayani ciptaan daripada Pencipta
| yang adalah terpuji selamanya
|
|________ Karena itu (Dia.), Allah menyerahkan mereka ke dalam hawa nafsu yang
memalukan
____________________________________________________________|
| _____
|_____
| Karena wanita2x mereka
menggantikan seksualitas yang wajar dengan yang tidak
| dan
|_____ begitu juga laki-laki
saling birahi satu sama lain
_______________________ dengan meninggalkan
(participle) seksualitas wajar dengan wanita2x
| _____
|_____ | melakukan
(participle) kemesuman laki-laki dengan laki-laki
| dan
|_____ menerima (participle)
dalam diri mereka balasan
yang setimpal dengan kesalahan mereka
Mereka
tidak mau mengakui Allah – Allah menyerahkan...(28-31)
Mayoritas penerjemah umumnya mengartikan kata sambung kaqw.j secara causal, yaitu
“sebab”. Terjemahan literal dari ayat 28a sebenarnya adalah “dan karena
mereka tidak menganggap layak untuk memiliki Allah dalam pengetahuan mereka”
(ASV, KJV). Penerjemah modern biasanya melihat frase
di atas sebagai sebuah ungkapan yang berarti “tidak mau mengakui Allah”.
Hukuman Allah atas tindakan ini adalah menyerahkan mereka
kepada pikiran-pikiran yang tidak layak dengan akibat mereka melakukan hal-hal
yang tidak patut. Selanjutnya “hal-hal yang tidak patut” ini diterangkan
dalam tiga kelompok: (1) di bawah kategori participle peplhrwme,nouj pa,sh| (“dipenuhi oleh berbagai...”, ay. 29a); (2) di bawah
kategori kata sifat mestou.j (“penuh
dengan”, ay. 29b); (3) kata sifat + kata benda akusatif (ay. 30-31).
Struktur
ayat 28-31 dapat digambarkan sebagai berikut:
Dan
karena mereka tidak menganggap layak untuk mengakui Allah
|
|_____ Allah menyerahkan mereka kepada pikiran yang
tidak layak
|
|_____ sehingga melakukan hal-hal
yang tidak patut
| _____
|_____ Dipenuhi segala | kelaliman,
| | kejahatan,
| | keserakahan
| | dan
| |_____ kebusukan
|_____ Penuh kedengkian,
| pembunuhan,
| perselisihan,
| tipu
muslihat
| dan
| kefasikan
| _____
|_____ [adalah] | pengumpat,
| pemfitnah,
| pembenci Allah,
| kurang ajar,
| congkak,
| sombong,
| pandai dalam kejahatan,
| tidak taat kepada orang tua,
| tidak berakal,
| tidak setia,
| tidak penyayang,
|_____ tidak mengenal belas kasihan
Konklusi (ay. 32)
Fungsi ayat ini sebagai konklusi bagi ayat 18-31 sangat
kentara, karena Paulus mengulang fokus utama bagian ini – yaitu menindas
kebenaran (ay. 18) – dengan frase “sebab sekalipun mereka mengetahui
hukum Allah...”. Frase to. dikai,wma tou/
qeou/ (“hukum Allah”)
dalam
Ayat ini
menimbulkan kesulitan karena Paulus tampaknya menganggap tindakan menyetujui
perbuatan dosa orang lain lebih berdosa daripada
melakukan dosa (band. “bukan hanya melakukan,
tetapi juga menyetujui mereka yang melakukannya”).
(1)
Orang yang melakukan dosa biasanya berada dalam tekanan atau cobaan yang
kuat dalam situasi tertentu, sedangkan mereka yang menyetujui dosa tidak selalu
menghadapi tekanan tersebut.
(2)
Mereka yang menyetujui dosa berarti memiliki mentalitas terhadap dosa yang
memang sudah buruk.
(3)
Mereka yang menyetujui dosa memiliki potensi untuk mempengaruhi opini
publik, sehingga semakin membuka peluang untuk tindakan dosa.