Eksposisi Surat Roma

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, M.Th.


 

STRUKTUR ROMA 1:1-7

 

Tidak seperti surat Hellenis pada umumnya maupun surat-surat Paulus yang lain, pendahuluan surat Roma merupakan pendahuluan yang tergolong panjang. Bagian ini dapat dibagi menjadi 5 bagian:

Identitas pengirim (ay. 1)

Penjelasan tentang Injil yang diberitakan (ay. 2-4)

Penjelasan tentang tugas khusus (ay. 5-6)

Identitas penerima (ay. 7a)

Salam (ay. 7b)

 

Para sarjana biasanya mengusulkan dua alasan bagi pendahuluan yang tidak lazim ini:[1]

1.      Paulus ingin memperkenalkan diri dan ajarannya sedini mungkin kepada jemaat yang ia tidak pernah kunjungi atau dirikan (Moo, 40).

2.      Paulus ingin ‘membela diri’ sedini mungkin terhadap kesalahpahaman konsep tentang ajarannya yang mungkin sempat terdengar oleh jemaat di Roma (Murray).

 

 

FIGUR SEORANG HAMBA TUHAN (ROMA 1:1)

 

Dalam bagian ini Paulus memberikan 3 deskripsi penting tentang dirinya. Seperti kebiasaan Paulus di suratnya yang lain, deskripsi diri ini berkaitan dengan isi surat secara keseluruhan (band. terutama Gal 1:1, 10). Di ayat ini ia mendeskripsikan dirinya sebagai hamba Kristus Yesus, dipanggil menjadi rasul dan dikhususkan untuk pemberitaan Injil.

 

Hamba Tuhan yang memiliki dedikasi total (1a)

Ungkapan dou/loj Cristou/ VIhsou/ hanya dipakai Paulus di bagian ini dan Fil 1:1. Dalam konteks ini, mayoritas sarjana[2] menduga adanya makna sosiologis dalam ungkapan ini, yang menunjukkan dedikasi total seseorang kepada tuannya. Mengingat Paulus mengaitkan “hamba” dengan “Kristus Yesus”, latar belakang pemikiran di balik konsep ini berakar dalam konsep “hamba TUHAN” di PL. Kata kerja douleu,ein dalam LXX merupakan ekspresi umum untuk pelayanan kepada Allah dalam arti ‘total allegiance’ dan bukan hanya ‘isolated acts of worship’ (Cranfield, 50).

 

Beberapa sarjana yang meyakini adanya nuansa ‘otoritatif’ dalam ungkapan ini (merujuk pada tokoh-tokoh penting sebagai hamba TUHAN yang spesial, misalnya Musa [Yos 14:7; 2Raj 18:12], Yosua [Yos 24:29], Elia [2Raj 10:10], Nehemia [Neh 1:6]  dan terutama  Daud)  bahkan  tetap memberikan penekanan yang lebih pada aspek totalitas dedikasi. Moo mengatakan, “the phrase connotes total devotion, seggesting that the servant is completely at the disposal of his or her Lord” (40). Cranfield menulis, “the term expresses the total unconditional character of his belonging and dependence. The phrase is belongingness, total allegiance, correlative to the absolute ownership and authority denoted by ku,rioj used of Christ” (h. 50-51). Makna ini juga didukung oleh Gal 1:10 “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

 

Hamba Tuhan yang memiliki otoritas (1b)

Deskripsi kedua yang dipakai Paulus adalah ‘terpanggil [sebagai] rasul’ (klhto.j avpo,stoloj). Istilah “rasul”[3] yang dipakai di sini bukan hanya dimaksudkan sebagai rujukan umum, tetapi Paulus ingin menunjukkan bahwa apa yang akan ia sampaikan bukan didasarkan pada hikmat dan kelayakan pribadi Paulus, tetapi melalui panggilan (pengutusan) khusus yang ia terima dari Kristus.[4] Beberapa sarjana bahkan melihat ungkapan ini dalam kaitan dengan otoritas Paulus yang bersumber dari panggilan Kristus untuk pendirian gereja (1Kor 9:1-2, Dunn, h. 9; Ef 2:20, Moo, h. 41).

 

Agumentasi yang mendukung  nuansa otoritas dalam kata avpo,stoloj antara lain:

1.      Pemakaian kata sifat klhto.j di depan avpo,stoloj. Paulus biasanya hanya menggunakan kata avpo,stoloj (tanpa klhto.j ), kecuali di 1Kor 1:1. Dengan memakai kata ini ia ingin menegaskan bahwa kerasulannya tidak didasarkan pada keinginan atau pilihan manusia, tetapi langsung bersumber dari Allah.[5]

2.      Paulus belum dikenal jemaat di Roma, sedangkan kerasulannya termasuk hal yang unik. Ia tidak termasuk dalam golongan 12 murid Tuhan Yesus. Ia tidak mewarisi langsung tradisi kehidupan Yesus (tidak memenuhi kriteria di Kis 1:21-22), sehingga ia hanya menerima tradisi dari para rasul (Gal 1:17). Ia bahkan telah menganiaya orang Kristen (Kis 7:58; 8:1; 9:1-2; 1Kor 15:9). Dengan kondisi latar belakang seperti ini, Paulus perlu menegaskan bahwa kerasulannya diterima langsung dari Tuhan Yesus (Kis 9:15-16).

 

Hamba Tuhan yang memiliki panggilan khusus (1c)

Deskripsi ketiga yang dipakai Paulus adalah ‘dikhususkan untuk [pemberitaan] Injil’ (avfwrisme,noj eivj euvagge,lion qeou/). Beberapa sarjana berpendapat bahwa avfwrisme,noj (dipisahkan) menerangkan kata avpo,stoloj, tetapi kata ini lebih baik dipahami dalam kedudukan sejajar dengan avpo,stoloj dan keduanya menerangkan Pau/loj.[6]

 

Beberapa sarjana berspekulasi tentang pemikiran Paulus di balik kata avfwrisme,noj. Meskipun kata kerja avforizw bisa merujuk pada ide pemisahan secara umum (Mat 13:49, Mat 25:32; Luk 6:22; Kis 13:2; 19:9; 2Kor 6:17; Gal 1:15; 2:12), namun Paulus kemungkinan besar merujuk pada pengkhususan dirinya sejak dari kandungan.[7] Dalam Gal 1:15 Paulus menggunakan kata ini untuk panggilan Allah sejak dalam kandungan, sedangkan untuk panggilan kerasulannya di Damaskus ia memakai kata yang memiliki akar sama dengan klhto.j. Gal 1:15 “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih (avfori,saj) aku sejak kandungan ibuku dan memanggil (kale,saj) aku oleh kasih karunia-Nya”.

 

Terlepas dari benar tidaknya asumsi di atas, penekanan frase ‘dikhususkan untuk [pemberitaan] Injil’ terletak pada bagian terakhir (Injil), karena kata inilah yang kemudian dijelaskan Paulus dari ayat 2-4. Paulus bukan hanya menyadari panggilan Allah sebagai rasul, tetapi ia juga mengerti tugas/panggilan khusus yang ia terima dari Allah, yaitu pemberitaan Injil. Seorang rasul memang bisa menjabat sebagai pemimpin gereja (Yohanes, Yakobus, Petrus), tetapi Paulus sadar bahwa ia sejak dari kandungan sudah ditetapkan untuk memfokuskan diri pada pemberitaan Injil.

 

 

INJIL YANG BENAR (ROMA 1:2-4)

 

Setelah Paulus menjelaskan deskripsi dirinya, sekarang ia menjelaskan berita yang ia sampaikan. Ada berapa penjelasan tentang “Injil” (euvagge,lion) dalam konteks ini? Dengan menganggap bentuk genitif qeou/ (Allah) pada kata euvagge,lion qeou/ (ay. 1c) sebagai penjelasan terhadap euvagge,lion,[8] berarti ada 3 macam deskripsi tentang “Injil”.

1.      [Dari] Allah (ay. 1c).

2.      Dijanjikan sebelumnya melalui nabi-nabi dalam Kitab Suci (ay. 2).

3.      Mengenai Yesus Yesus – Anak Allah (ay. 3-4).

 

Injil bersumber dari Allah sendiri (ay. 1c).

Terlepas dari pandangan bahwa genitif qeou/ di sini harus dipahami sebagai genitive of source (‘berasal dari Allah)[9] atau subjective genitive (‘dinyatakan oleh Allah’)[10], frase  euvagge,lion qeou/ tetap menegaskan keterlibatan Allah dalam penyataan Injil. Allah adalah sumber sekaligus inisitator penyataan kebenaran-Nya melalui Injil (1:19). Hal ini konsisten dengan penekanan surat Roma yang berfokus pada Allah. Penambahan genitif ini diperlukan untuk menjelaskan spesifikasi berita baik yang diberitakan Paulus, mengingat kata euvagge,lion (berita baik) merupakan kata yang sangat umum pada waktu itu.[11] Berita baik (euvagge,lion) ini bukan hanya sekedar berita baik yang biasa atau umum – seperti berita baik tentang kemenangan perang atau ulang tahun kaisar – tetapi berita ini sangat istimewa, karena dinyatakan oleh Allah dan tentang Allah sendiri.

 

Injil sudah dijanjikan sebelumnya dalam PL (ay. 2).

Ayat ini dimulai dengan kata ganti orang relatif (relative pronoun) yang menerangkan kata euvagge,lion di ayat 1c. Ayat ini merupakan introduksi bagi argumentasi Paulus selanjutnya yang banyak memakai ayat-ayat PL sebagai argumentasi (band. Rom 3:11-20; 4:1-25). Paulus perlu menegaskan hal ini untuk menunjukkan bahwa Injil bukanlah penemuan baru para rasul, bukan pula diberikan kepada orang-orang Yunani melulu sebagai akibat penolakan bangsa Yahudi terhadap Mesias. Pola keselamatan yang diterapkan Allah dalam PL dan PB adalah sama. Keselamatan melalui iman kepada Injil bukanlah perubahan strategi Allah karena kegagalan wahyu sebelumnya.[12]

 

Ada beberapa hal dalam teks ini yang menunjukkan bahwa Paulus memang ingin menekankan kontinuitas Injil dari PL sampai PB.

1.      Pengulangan ide dalam kata kerja proephggei,lato (dijanjikan sebelumnya).

Selain di sini, kata proephggei,lato hanya dipakai di 2Kor 9:5. Penambahan kata depan pro di depan kata evpaggellomai merupakan pengulangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Melalui penambahan ini Paulus ingin menekankan urutan waktu antara janji Allah (dalam PL) dan penggenapannya (dalam PB).[13]

2.      Pemakaian frase dia. tw/n profhtw/n auvtou/ (melalui nabi-nabi-Nya).

Mayoritas sarjana meyakini bahwa istilah ‘nabi-nabi’ di sini tidak hanya merujuk pada arti teknis kata tersebut (merujuk pada orang-orang tertentu yang berperan khusus sebagai nabi), tetapi seluruh penulis PL (Ibr 1:1). Musa (Kis 3:21-22) dan Daud (Kis 2:30) juga disebut sebagai nabi.

3.      Pemakaian frase evn grafai/j a`gi,aij (dalam Kitab Suci).

Penambahan frase ‘dalam Kitab Suci’ pada frase ‘melalui nabi-nabi-Nya’ sebenarnya hanya berfungsi sebagai penekanan. Seperti sudah dijelaskan di atas, ‘nabi-nabi’ merujuk pada penulis PL secara umum, sehingga arti frase ‘melalui nabi-nabi-Nya’ tersebut sebenarnya sama dengan ‘dalam Kitab Suci’. Mayoritas sarjana meyakini bahwa Paulus tidak sedang memikirkan teks PL tertentu pada saat ia memakai istilah ‘Kitab Suci’.

 

Injil berfokus pada Yesus sebagai Anak Allah (ay. 3-4).

Terlepas dari perdebatan apakah ayat 3-4 menerangkan kata proephggei,lato (dijanjikan sebelumnya)[14] di ayat 2 atau kata euvagge,lion di ayat 1c,[15] inti ayat 3-4 tetaplah sama: fokus Injil adalah pribadi Yesus sebagai Anak Allah.[16] Paulus kemungkinan besar hanya mengutip formula kredo Kristologis yang ada pada waktu itu. Pertama, bentuk paralelisme yang dipakai. Kedua, Paulus perlu memakai kredo ini sebagai dasar pijakan (common ground) dengan jemaat yang belum ia kenal atau mengenal dirinya. Ketiga, konsep ‘keturunan Daud’ hanya muncul sekali dalam tulisan Paulus (2Tim 2:8). Keempat, kata o`ri,zein tidak pernah dipakai oleh Paulus.[17]

 

Ayat 3-4 ditulis dalam bentuk paralelisme yang menerangkan kata tou/ ui`ou/ auvtou/ (Anak-Nya) di bagian awal ayat 3. Perhatikan struktur berikut ini (berdasarkan terjemahan literal):

 

3Mengenai Anak-Nya

|           yang telah datang dari keturunan Daud menurut daging

|               4yang telah dipilih sebagai Anak Allah menurut Roh kekudusan

|                                   sejak kebangkitan dari antara orang mati

Yesus Kristus Tuhan kita

 

Paralelisme di atas mencakup dua sisi dari kehidupan Yesus sebagai Anak Allah (menurut daging dan menurut Roh).

1.      Yesus adalah Anak Allah dalam keadaan-Nya sebagai manusia.

“Menurut daging” (kata. sa,rka) dalam ayat 3 tidak menunjukkan natur manusiawi Yesus yang tercemar dosa (baca: kedagingan), meskipun sarx dalam tulisan Paulus sering merujuk pada arti ini (Rom 7:5; 8:8; 13:14; Gal 5:13-18). sarx bisa merujuk pada daging makhluk hidup secara fisik (1Kor 15:39), aspek jasmaniah manusia (Rom 4:1), suku/keturunan (Rom 11:14), dll. Jadi, sarx sendiri merupakan kata yang netral dan artinya sangat ditentukan oleh konteks pemakaian. Dalam konteks ini, kata. sa,rka (muncul 21 kali dalam tulisan Paulus) sebaiknya dipahami sebagai sinonim dari “sebagai manusia” dengan penekanan pada natur eksistensi tersebut yang bersifat sementara dan lemah.[18]

2.      Yesus dipilih menjadi Anak Allah dalam kuasa sejak kebangkitan-Nya.

Mayoritas terjemahan mengartikan o`risqe,ntoj dengan ‘mendeklarasikan’ (KJV/NKJV, NIV, LAI:TB, dll) untuk menghindari kesan bahwa ayat ini mendukung pandangan bidat Adoptionist yang mempercayai Yesus baru diangkat sebagai Anak Allah pada saat kebangkitan (atau baptisan). Usaha ini umumnya ditolak oleh para sarjana karena arti ini tidak ditemukan dalam literatur sebelum maupun pada masa PB. o`risqe,ntoj memang harus diterjemahkan ‘dipilih’,[19] namun ayat ini sama sekali tidak mendukung pandangan Adoptionist.

Ø      Ayat 3b dan 4a adalah penjelasan tentang “Anak Allah” di ayat 3a. “This is the Son who is ‘appointed’ Son”.[20]

Ø      Dalam Kis 13:33 (“telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini”), pemilihan Yesus sebagai Anak Allah pada saat kebangkitan dikaitkan dengan Mzm 2:7 (band. Ibr 1:5). Kutipan ini jelas mengindikasikan penahbisan Mesias dari keturunan Daud. Pernyataan ini tidak berkaitan dengan perubahan esensi/natur, tetapi perubahan status atau fungsi.[21] Ia sudah dinyatakan sebagai Mesias di bagian sebelumnya (bandingkan frase “dari keturunan Daud”), sekarang Ia dinyatakan sebagai Mesias sekaligus Tuhan yang berkuasa.

Ø      Frase “Anak Allah dalam kuasa[22] merupakan kontras yang sesuai dengan gambaran Anak Allah di ayat 3 (Anak Allah dalam eksistensi manusiawi-Nya yang tampak lemah dan miskin).[23] Seandainya Paulus ingin mengajarkan perubahan esensi dari manusia menjadi Anak Allah, ia tidak perlu menambahkan frase “dalam kuasa”. Tambahan ini justru untuk menunjukkan bahwa ayat 3 dan 4 sama-sama berbicara tentang Anak Allah, tetapi dalam keadaan-Nya yang berbeda.

Ø      Dalam tulisannya yang lain, Paulus secara eksplisit mengajarkan  kekekalan esensi Yesus sebagai Allah (band. Fil 2:6-7).

 




[1] Untuk penjelasan lain, lihat Kasemann, 3.

[2] Lihat Cranfield, Moo, Dunn. Kasemann menolak nuansa kerendahhatian di balik ungkapan ini. Sebaliknya, ia mengusulkan nuansa heroik, karena ungkapan ‘hamba TUHAN’ di PL menunjukkan jabatan khusus yang menunjukkan otoritas (h. 5).

[3] Kata avpo,stoloj dalam PB kadangkala dipakai secara umum (merujuk pada utusan/yang diutus, band. Yoh 13:16; 2Kor 8:23; Fil 2:25), tetapi kata ini seringkali dipakai dalam arti teknis. Dalama pengertian ini, secara sempit merujuk pada 12 murid Tuhan Yesus dan secara lebih luas pada beberapa orang yang dikategorikan sebagai rasul, misalnya Barnabas dan Paulus (Kis 14:14), Andronikus dan Yunias (Rom 16:7).

[4] Cranfield, h. 52.

[5] Cranfield, h. 51; Kasemann, 6; Sanday, h. 4-5; Moule, h. 49.

[6] Cranfield, h. 53; McClain, h. 35-37. Untuk penjelasan, lihat Cranfield, h. 53, n. 1.

[7] Kasemann, h. 6; Cranfield, h. 53; Dunn, h. 22; Bruce, h. 71.

[8] Cranfield, h. 55, 57.

[9] Cranfield, h. 55; Murray, h. ?; Dunn, h. 40; Morris, h. 40.

[10] Moo, h. 43; Kasemann, h. 8.

[11] Arthur, h. 9.

[12] Arthur, h. 11.

[13] Moo, h. 44; Cranfield, h. 55, n. 3.

[14] Lihat Shedd, h. 8; Moule, h. 50.

[15] Lihat Cranfield, h. 57; Morris, h. 41-42; Barret, h. 18. RSV menerjemahkan ayat 3: “the gospel concerning his Son...”.

[16] Moo, h. 44.

[17] Lihat Cranfield, h. 57; Moo, h. 45.

[18] Moo, h. 47; Cranfield, h. 60; Barret, h. 18-19; Morris, h. 44.

[19] Cranfield, h. 61-62; Moo, h. 47-48. Bandingkan pemunculan kata ini di Luk 22:22; Kis 2:23; 10:42; 11:29; 17:26, 31; Ibr 4:7.

[20] Moo, h. 48.

[21] Moo, h. 48.

[22] Beberapa sarjana menafsirkan “dalam kuasa” sebagai penjelasan bagi “dipilih”, bukan “Anak Allah” (Hodge, band. NIV “was declared with power to be the Son of God”). Mayoritas sarjana modern umumnya menganggap “dalam kuasa” sebagai keterangan bagi “Anak Allah”. Berdasarkan analogi dari 2Kor 13:4 “Ia telah disalibkan oleh karena kelemahan, namun Ia hidup karena kuasa Allah”, ‘dengan kuasa’ lebih tepat dilihat sebagai penjelasan tentang ‘Anak Allah’ (Morris, h. 45). Kontras ini juga sesuai dengan kontras di Rom 1:3-4.

[23] Cranfield, h. 62.