Bolehkah Kita Merayakan Natal?

oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.


 

3) Merayakan Natal berarti menilai Kristus menurut daging (2Kor 5:16).

 

Internet: Ada satu ALASAN YANG SANGAT PENTING mengenai hal ini. Paulus mengatakan kepada kita di 2Kor. 5:16, Jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian. Ayat ini di dalam Alkitab versi Amplified dikatakan sbb: Tidak, sekalipun kami pernah menilai Kristus dari sisi pandang manusia dan sebagai manusia, akan tetapi kami sekarang telah memiliki pengetahuan tentang Dia sedemikian sehingga kami tidak lagi mengenal Dia secara daging atau jasmani; Yang Paulus maksudkan adalah bahwa kita harus MENGENAL KRISTUS SECARA ROHANI, di dalam dan oleh ROH, dan bukan MENURUT DAGING, bukan sebagai seorang manusia, bukan menurut huruf-huruf, bukan sebagai seorang bayikarena hal-hal tersebut TIDAK ADA ARTINYA bagi kita yang memiliki HIDUP ROHANI!”.

 

Jawaban saya:

 

a)  Orang bodoh ini menuduh dengan menggunakan ayat, tanpa mengerti arti ayat itu.

 

2Kor 5:16 - Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia (Literal: ‘menurut daging’), sekarang kami tidak lagi menilaiNya demikian.

 

Ada 2 penafsiran yang memungkinkan tentang ayat ini:

 

1.  Menilai Kristus menurut daging artinya menilainya sesuai dengan pengertian agama Yahudi pada jaman itu, dimana Mesias dianggap sebagai raja duniawi yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Sebaliknya menilai Kristus secara rohani, berarti menerima / mempercayai Dia sebagai Raja dan Juruselamat secara rohani.

 

2.  Menilai Kristus menurut daging artinya menganggap Dia hanya sebagai manusia saja. Sedangkan menilai Kristus secara rohani artinya menilaiNya sesuai dengan ajaran Kitab Suci, yang menyatakan Kristus bukan hanya sebagai manusia tetapi juga sebagai Allah, Juruselamat, Mesias, dsb.

 

Yang manapun yang benar dari kedua penafsiran di atas ini, jelas menunjukkan bahwa kita tidak bisa menggunakan ayat ini sebagaimana para penulis yang anti Natal itu menggunakannya!

 

b)  Perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi dari kutipan dari internet di atas.

 

Dari bagian-bagian itu terlihat bahwa rupanya orang bodoh dan sesat ini hanya mau mempedulikan Yesus sebagai Allah tetapi tidak Yesus sebagai manusia. Ini bodoh dan sesat. Keilahian maupun kemanusiaan Yesus sama pentingnya bagi kita. Tanpa kemanusiaanNya, Ia tidak bisa menderita dan mati untuk menebus dosa-dosa kita.

 

Kitab Suci dalam banyak bagian lain, menekankan kemanusiaan Yesus, seperti dalam:

 

·        1Tim 2:5 - Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.

 

·        Fil 2:5-7 - “(5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, (6) tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

 

·        1Yoh 1:1-3 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus Kristus.

 

Bandingkan dengan kata-kata Hobbs dalam tafsirannya tentang 1Yoh 1:1 di bawah ini:

 

¨       Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - ‘The Epistles of John’, hal 21.

 

¨       Herschel H. Hobbs mengutip Robert G. Lee: “As in eternity he leaned upon the bosom of his Father without a mother, so in time he leaned upon the bosom of his mother without a father” (= Sebagaimana dalam kekekalan Ia bersandar pada dada BapaNya tanpa seorang ibu, demikian juga dalam waktu Ia bersandar pada dada ibuNya tanpa seorang bapa) - ‘The Epistles of John’, hal 21.

 

Juga bandingkan dengan komentar dari John Stott dan Calvin dalam tafsiran mereka tentang 1Yoh 4:2-3 - “(2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.

 

John Stott (Tyndale): “The Person of Christ is central. No system can be tolerated, however loud its claims or learned its adherents, if it denies that Jesus is the Christ come in the flesh, that is, if it denies either His eternal deity or His historical humanity. Its teachers are false prophets and its origin is the spirit of antichrist” (= Pribadi dari Kristus adalah sentral. Tidak ada sistim yang bisa ditoleransi, betapapun keras claimnya atau terpelajarnya para pengikutnya, jika itu menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus yang datang dalam daging, yaitu, jika itu menyangkal atau keilahianNya yang kekal atau kemanusiaanNya yang bersifat sejarah. Pengajar-pengajarnya adalah nabi-nabi palsu dan asal usulnya adalah roh antikristus) - ‘The Epistles of John’, hal 155.

 

Calvin: “as Christ is the object at which faith aims, so he is the stone at which all heretics stumble. ... when the Apostle says that Christ ‘came’, we hence conclude that he was before with the Father; by which his eternal divinity is proved. By saying that he came ‘in the flesh,’ he means that by putting on flesh, he became a real man, of the same nature with us, that he might become our brother, except that he was free from every sin and corruption” (= karena Kristus adalah obyek kepada mana iman ditujukan, demikianlah Ia adalah batu pada mana semua orang-orang sesat tersandung. ... pada waktu sang Rasul berkata bahwa Kristusdatang’, dari sini kita menyimpulkan bahwa tadinya Ia bersama dengan Bapa; dengan mana keilahianNya yang kekal dibuktikan. Dengan mengatakan bahwa Ia datangdalam daging’, ia memaksudkan bahwa oleh pengenaan daging, Ia menjadi manusia yang sungguh-sungguh, dengan hakekat yang sama dengan kita, supaya Ia bisa menjadi saudara kita, kecuali bahwa Ia bebas dari setiap dosa dan kerusakan) - hal 232.