DOKTRIN KRISTUS: Christology

oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div.


 

THE HUMILIATION OF CHRIST

 

(PERENDAHAN KRISTUS)

 

 

Ada 5 tahap perendahan yang dialami oleh Kristus:

 

I) Inkarnasi.

 

A)  Arti kata ‘inkarnasi’.

 

Kata ini berasal dari kata bahasa Latin IN [= in (= dalam)] + CARO / CARNIS [= flesh (= daging)]. Jadi, inkarnasi bisa diartikan ‘masuk ke dalam daging’. Tentu saja yang dimaksud dengan ‘daging’ bukan hanya ‘tubuh’, tetapi ‘seluruh manusia’.

 

Catatan: Jangan menyamakan ‘inkarnasi’ dengan ‘reinkarnasi’. Kekristenan mempercayai inkarnasi, yaitu waktu Yesus, yang adalah Allah, menjadi manusia. Tetapi kekristenan menolak reinkarnasi, yang merupakan ajaran agama Hindu / Buddha, karena bertentangan dengan Kitab Suci, khususnya Ibr 9:27, yang mengatakan bahwa manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali dan sesudah itu dihakimi.

 

B)  Subyek dari inkarnasi.

 

Bukan Allah Tritunggal, tetapi Allah Anaklah yang berinkarna­si dan mengambil hakekat manusia. Tetapi juga harus diingat bahwa setiap pribadi dalam Allah Tritunggal ikut aktif dalam inkarnasi (Mat 1:20  Luk 1:35  Yoh 1:14  Kis 2:30  Ro 8:3  Gal 4:4  Fil 2:5-7).

 

Bahwa yang berinkarnasi adalah Allah Anak, merupakan sesuatu yang perlu diingat / dicamkan, untuk menghadapi ajaran sesat yang disebut Modalistic Monarchianism / Patripassianism / Sabellianism, yang mengatakan bahwa Allah Bapa sendirilah yang berinkarnasi sebagai Anak.

 

Penerapan:

 

Banyak orang kristen berdoa secara salah dengan berkata: ‘Yesus, Bapa yang di surga, ...’. Atau: ‘Kami bersyukur kepadaMu Bapa, karena Engkau telah rela menjadi manusia dan mati bagi dosa kami’. Ini doa yang salah secara theologis karena mengacau-balaukan Yesus dengan Bapa / menganggap bahwa Bapa berinkarnasi menjadi Yesus / Anak.

 

C)  Inkarnasi dan kelahiran.

 

Inkarnasi berbeda dengan kelahiran karena:

 

1)  Inkarnasi menunjukkan tindakan aktif, sedangkan kelahiran menunjukkan pada tindakan pasif.

 

Karena itu Yesus selalu berkata ‘Aku datang’ (misalnya: Luk 19:10  Yoh 9:39  Yoh 10:10 dsb) - yang menunjukkan tindakan aktif, bukannya ‘Aku dilahirkan’ - yang menunjukkan tindakan pasif.

 

(Catatan: memang dalam Yoh 18:37b Yesus berkata: ‘Untuk itulah Aku lahir, tetapi Ia langsung menyambung dengan kata-kata ‘dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini’).

 

Ini menunjukkan bahwa Yesus bukan sekedar manusia biasa, tetapi juga adalah Allah sendiri, karena tidak ada orang biasa yang kelahirannya merupakan tindakan aktif.

 

2)  Inkarnasi menunjukkan bahwa Yesus mempunyai Pre-existence / keberadaan sebelumnya (Yoh 1:1  6:38  8:58  2Kor 8:9  Fil 2:6-7).

 

Kalau sekedar dikatakan bahwa Yesus dilahirkan, maka itu menunjukkan bahwa sebelum Ia dilahirkan, Ia tidak ada. Tetapi kalau dikatakan bahwa Yesus berinkarnasi, karena inkarnasi merupakan tindakan aktif, maka itu menunjukkan bahwa Ia sudah ada sebelum saat itu.

 

Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya sekedar manusia biasa, tetapi juga adalah Allah sendiri.

 

D)  Perlunya inkarnasi.

 

Upah dosa adalah maut / kematian (Ro 6:23  Kej 2:16-17  Kej 3:19). Untuk menebus dosa manusia, Allah harus mengalami kematian itu. Karena Allah tidak bisa mati, maka Ia harus menjadi manusia lebih dulu, baru Ia bisa mati untuk menebus dosa manusia.

 

Tetapi ada ajaran yang mengatakan bahwa Yesus tetap harus menjadi manusia sekalipun manusia tidak jatuh ke dalam dosa.

 

Alasannya:

 

·        inkarnasi pasti ada dalam Rencana Allah.

 

Rencana Allah tidak mungkin gagal, dan pasti akan dilaksana­kan. Karena itu, tidak jadi soal apakah manusia jatuh ke dalam dosa atau tidak, Yesus tetap harus menjadi manusia.

 

·        pekerjaan Kristus bukan hanya penebusan dan penyelamatan.

 

Ia adalah Pengantara, tetapi juga adalah Kepala. Karena itu, andaikatapun manusia tidak jatuh ke dalam dosa, Yesus tetap harus menjadi manusia supaya Ia bisa menjadi Kepala bagi Gereja.

 

Bantahan terhadap ajaran ini:

 

a)  Kitab Suci menunjukkan bahwa inkarnasi ada karena adanya dosa (Luk 19:10  Yoh 3:16  Yoh 10:10  Gal 4:4-5  1Tim 1:15  1Yoh 3:8).

 

b)  Rencana Allah hanya satu dan dalam Rencana ini sudah terma­suk dosa maupun inkarnasi, bahkan dalam Rencana Allah, inkarnasi itu ada karena adanya dosa.

 

Banyak orang kristen tidak mau menerima bahwa dalam Rencana Allah, dosa juga sudah ditetapkan. Anehnya, biasanya mereka tetap percaya bahwa penebusan dosa oleh Kristus sudah direncanakan oleh Allah sebelum dunia dijadikan (bdk. 1Pet 1:18-20). Padahal penebusan dosa oleh Kristus hanya bisa terjadi kalau ada dosa yang ditebus. Bagaimana mungkin penebusannya ditetapkan tetapi dosanya tidak? Disamping itu, pembunuhan terhadap Kristus, yang memung­kinkan penebusan itu terjadi, juga adalah dosa. Dan itupun terjadi karena telah ditetapkan oleh Allah (Kis 2:23  Kis 4:27-28).

 

Catatan: kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang dosa dalam Rencana Allah, bacalah buku saya yang berjudul ‘The Providence of God’.

 

Jadi kesimpulannya: inkarnasi ada karena adanya dosa. Tetapi sekalipun ada dosa, Allah melakukan inkarnasi dan penebusan dosa bukan sebagai kewajiban / keharusan, tetapi karena kasihNya dan karena itulah yang Ia kehendaki.

 

E)  Apa yang terjadi pada saat inkarnasi.

 

1)  ‘Firman / LOGOS menjadi manusia’ (Yoh 1:14).

 

Ini tidak berarti bahwa:

 

a)  LOGOS kehilangan seluruh atau sebagian keilahianNya.

 

b)  LOGOS setelah inkarnasi berbeda dengan LOGOS sebelum inkarnasi.

 

Seseorang berkata: “Incarnation does not mean that the LOGOS ceased to be what He was before” (= inkarnasi tidak berarti bahwa LOGOS itu berhenti menjadi apa adanya Dia sebelum saat itu).

 

Kalau kita menyoroti kata ‘menjadi’ dalam Yoh 1:14, maka kita perlu ingat bahwa kata ini bisa digunakan dalam 2 arti:

 

·        kalau kita berkata ‘nasi sudah menjadi bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula hanya ada nasi, dan setelah itu hanya ada bubur, sedangkan nasinya hilang / tidak ada lagi.

 

·        kalau saya berkata ‘tahun 1993 saya menjadi pendeta’, maka itu berarti mula-mula ada saya, dan pada tahun 1993 itu saya tetap ada / tidak hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta.

 

Kalau kita berbicara tentang ‘Firman / Allah yang menjadi manusia’, maka kita harus mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Jadi, pada waktu Allah menjadi manusia, keilahian Yesus tidak hilang / tidak berkurang sedikitpun, tetapi Ia justru ketambahan hakekat manusia pada diriNya.

 

2)  ‘Firman / LOGOS menjadi manusia’ berarti bahwa LOGOS mengambil hakekat manusia (tubuh & jiwa):

 

a)  Tanpa mengalami perubahan dalam hakekatNya.

 

b)  Tanpa kehilangan sifat-sifatNya.

 

c)  Tanpa menghentikan / mengurangi kegiatanNya.

 

Beberapa kutipan penting tentang ketidak-berubahan LOGOS pada saat inkarnasi:

 

·        Christ was lowered not by losing but rather by taking” (= Kristus direndahkan bukan dengan kehilangan tetapi dengan mengambil).

 

Ini bisa diilustrasikan sebagai berikut: kita bisa meren­dahkan seorang yang kaya bukan dengan mengambil kekayaan­nya, tetapi dengan memakaikan / menambahkan kepadanya pakaian yang buruk. Jadi orang itu direndahkan bukan dengan kehilangan apapun, tetapi sebaliknya dengan ketam­bahan sesuatu.

 

·        Leon Morris: “When the Word became flesh His cosmic activities did not remain in abeyance” (= Ketika Firman menjadi daging, kegiatan-kegiatan alam semestaNya tidaklah dibiarkan terkatung-katung).

 

·        Leon Morris: “We must surely hold that the incarnation meant the adding of something to what the Word was doing, rather than the cessation of most of His activites” (= Kita harus berpegang / percaya bahwa inkarnasi berarti penam­bahan terhadap sesuatu yang sedang dilakukan oleh Firman, dan bukannya penghentian dari sebagian besar kegiatan-kegiatanNya).

 

·        Calvin: “For even if the Word in his immeasurable essence united with the nature of man into one person, we do not imagine that he was confined therein. Here is something marvel­ous: the Son of God descended from heaven in such a way, that without leaving heaven, he willed to be borne in the virgin’s womb, to go about the earth, and to hang upon the cross, yet he continuously filled the world even as he had done from the beginning” (= Karena bahkan ketika Firman dalam hakekatNya yang tak terbatas, bersatu dengan hakekat manusia dalam satu pribadi, kami tidak membayang­kan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan: Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga, Ia mau dikandung dalam kandungan perawan, berjalan-jalan di bumi, dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara terus-menerus meme-nuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan dari semula) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIII, no 4.

 

Kata-kata Calvin ini didasarkan atas Yoh 1:18. Kalau kita melihat kontex Yoh 1 itu maka akan terlihat bahwa mula-mula digambarkan bahwa LOGOS itu bersama-sama dengan Allah (ay 1: ‘pada mulanya’). Setelah itu digambarkan bahwa LOGOS itu berinkarnasi dan diam di antara manusia (ay 14). Tetapi dalam ay 18 tetap digambarkan bahwa LOGOS itu ada di pangkuan (Lit: ‘dada’) Bapa di surga!

 

Selanjutnya, dalam membahas ketidakberubahan LOGOS baik dalam hakekat, sifat, maupun kegiatanNya pada saat berin­karnasi ini, kita perlu membahas suatu ajaran yang disebut Teori Kenosis (= teori pengosongan diri). Teori Kenosis ini merupakan suatu ajaran yang sangat populer, tetapi salah / sesat!

 

Teori Kenosis ini, berdasarkan Fil 2:6-7, mengatakan bahwa Anak Allah mengesampingkan sebagian / seluruh sifat-sifat ilahiNya supaya Ia bisa menjadi manusia yang terbatas (Contoh: Mat 24:36 menunjukkan Yesus tidak maha tahu).

          

Kesalahan dari Teori Kenosis ini:

 

a)  Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (bdk. Maz 102:26-28  Mal 3:6  Yak 1:17). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekalipun hanya untuk sementara!

 

b)  Kalau Teori Kenosis itu benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal bubar!

 

c)  Kalau Teori Kenosis itu benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia! Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka Ia tak bisa menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan penebusanNya tidak bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.

 

Dalam tafsirannya tentang Fil 2:7, Calvin mengatakan bahwa istilah ‘mengosongkan diri’ itu tidak berarti bahwa Kristus melepaskan keilahianNya, tetapi menyembunyikannya dari pandangan manusia.

 

Calvin: “Christ, indeed, could not divest himself of Godhead; but he kept it con-cealed for a time, that it might not be seen, under the weakness of the flesh. Hence, he laid aside his glory in the view of men, not by lessening it, but by concealing it” (= Kristus tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari keilahianNya; tetapi menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaanNya dalam pandangan manusia, bukan dengan mengurangi-nya, tetapi dengan menyembunyikannya).

 

Herman Hoeksema menambahkan bahwa sekalipun pada saat inkarnasi itu kemuliaan Kristus disembunyikan, tetapi kadang-kadang tetap bisa terlihat sekilas, misalnya pada waktu Ia melakukan mujijat:

“This does not mean that the Son of God temporarily laid aside the divine nature, in order to exchange it with the human nature. This would be impossible, for the divine nature is unchangeable. ... But it certainly means that He entered into the state of man in such a way that before man His divine glory and majesty was hid, although even in the state of humiliation it flashed out occasionally, as, for instance, in the performance of His wonders” (= Ini tidak berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi, untuk menukarnya dengan hakekat manusia. Ini mustahil, karena hakekat ilahi tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan ilahiNya tersembunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahanpun itu kadang-kadang memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaibanNya) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 399.

 

F)  Inkarnasi menjadikan Kristus manusia yang sama dengan kita.

 

Ajaran Anabaptist mengatakan bahwa Kristus membawa hakekat manusiaNya dari surga (berdasarkan 1Kor 15:47b) dan bahwa Maria hanya merupakan saluran melalui mana Ia datang ke dunia. Jadi hakekat manusiaNya betul-betul merupakan ciptaan yang baru, yang serupa / mirip dengan kita tetapi secara organic tidak berhubungan dengan kita.

 

Kalau ini benar, maka boleh dikatakan bahwa Kristus adalah semacam bayi tabung yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria!

 

Ajaran Reformed menentang ajaran Anabaptist tersebut di atas, dan mengajarkan bahwa Kristus mendapatkan hakekat manusiaNya dari ibuNya / Maria. Dengan kata lain, sebagai manusia, Yesus berasal dari sel telur Maria. Dasar Kitab Suci pandangan ini:

 

1)  Fil 2:7 mengatakan bahwa Ia ‘menjadi sama dengan manusia’, bukan  ‘menjadi seperti manusia’. Ibr 2:14-17 juga mengatakan bahwa ‘dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya’.

 

2)  Kalau hakekat manusia Kristus tidak diturunkan dari Maria, dan Kristus hanya serupa / mirip dengan kita, maka sebetulnya tidak ada hubungan antara Kristus dengan kita sehingga Ia tidak bisa menjadi Pengantara antara kita dengan Allah dan Ia juga tidak bisa menjadi Penebus kita (bdk. Ibr 2:14-17).

 

3)  Yesus disebut ‘tunas Daud’, ‘tunas yang keluar dari tunggul Isai’, ‘taruk dari pangkal Isai’ (Yes 11:1,10  Yes 4:2  Yes 53:2  Yer 23:5  Wah 5:5  Wah 22:16). Perlu diingat bahwa ‘tunas’ menunjukkan bahwa Ia betul-betul adalah keturunan Daud, dan mempunyai hubungan organic dengan Daud.

 

4)  Ibr 7:14 mengatakan bahwa ‘Tuhan kita berasal dari suku Yehuda’ [Lit: out of / keluar dari (Yunani: EX) Judah]. Kalau Yesus adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria, maka Ia tidak bisa dikatakan ‘keluar dari Yehuda’ ataupun ‘berasal dari suku Yehuda’. Kalau Ia memang adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria, maka sebetulnya Ia bahkan bukan orang Israel / Yahudi.

 

5)  Ibr 2:11.

 

a)  Ia yang menguduskan (= Yesus) dan mereka yang dikuduskan (manusia yang ditebus) semua berasal dari satu (Ibr 2:11a).

 

Ibr 2:11a: ‘Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu’.

 

TB2-LAI hampir sama dengan TB1.

 

NASB: are all of one Father (= semua dari satu Bapa).

 

Kitab Suci Indonesia (TB1 maupun TB2) dan NASB salah, karena kata ‘satu’ diartikan menunjuk kepada Allah.

 

NIV: are of the same family (= semua dari satu keluarga).

 

RSV: have all one origin (= semua mempunyai satu asal mula).

 

KJV: are all of one (= semua dari satu).

 

Terjemahan-terjemahan ini lebih benar karena kata ‘satu’ sebetulnya bukan menunjuk kepada Allah, tetapi menunjuk kepada Adam, karena maksud bagian ini adalah untuk menunjukkan bahwa Yesus betul-betul telah menjadi manusia yang sama dengan kita.

 

Ini menunjukkan bahwa Yesus betul-betul berasal dari benih Maria! Yesus bukanlah semacam bayi tabung ‘made in heaven’ (= buatan surga) yang lalu dimasukkan ke dalam kandungan Maria!

 

Sekalipun ada orang yang berpendapat bahwa kata ‘satu’ di sini menunjuk kepada Allah, tetapi Calvin, John Owen, dsb, menganggap bahwa kontex menunjukkan kalau kata ‘satu’ ini menunjuk kepada ‘Adam’, atau kepada ‘satu hakekat’, karena tujuan kontex ini memang menunjukkan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia yang sama dengan kita (baca Ibr 2 itu terus sampai ay 17).

 

Kalau Yesus adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria, maka kata ‘satu’ dalam Ibr 2:11 harus diganti dengan ‘dua’!

 

b)  Itu menyebabkan Ia tidak malu menyebut mereka ‘saudara’ (Ibr 2:11b).

 

Kalau Yesus tidak berasal dari sel telur Maria, maka Ia tidak bisa menyebut kita sebagai ‘saudara’.

 

c)  Bandingkan juga dengan Ibr 2:14-17 yang menunjukkan bahwa untuk bisa menjadi Penebus kita, Ia harus menjadi manusia yang sama dengan kita!

 

6)  Yesus disebut sebagai:

 

·        keturunan perempuan / Hawa (Literal: seed of the woman) - Kej 3:15.

 

·        keturunan Abraham [Literal: your seed (= benihmu)] - Kej 22:18 (bdk. Kis 3:25).

 

·        keturunan Daud (Literal: seed of David) - 2Tim 2:8.

 

Istilah seed / benih jelas menunjukkan adanya hubungan organic!

 

7)  Dalam Luk 1:42, Elisabet menyebut Yesus sebagai ‘buah rahim’ dari Maria (NASB / Literal: the fruit of your womb). Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus memang berasal dari benih / sel telur Maria.

 

8)  Dalam Luk 1:34 Maria bertanya bagaimana mungkin ia bisa mengandung padahal ia belum bersuami. Kalau Yesus memang adalah ciptaan baru yang dimasukkan ke dalam perut Maria (semacam ‘bayi tabung’), maka dalam Luk 1:35 seharusnya Gabriel akan menjawab bahwa Roh Kudus akan memasukkan bayi dari surga ke dalam kandungan Maria. Tetapi ternyata Gabriel tidak menjawab begitu melainkan ia berkata bahwa:

 

·        Roh Kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau. Ini menunjukkan bahwa Maria sendiri dipakai oleh Roh Kudus dalam menjadikan / mencipta janin Yesus itu.

 

·        anak yang akan dilahirkan itu akan disebut kudus.

 

Ini menunjukkan bahwa Yesus bisa lahir kudus karena pekerjaan Roh Kudus dalam pembuahan tersebut. Padahal kalau Yesus adalah bayi tabung dari surga, maka tentu tidak dibutuhkan pengudusan seperti itu. Tetapi karena Yesus memang berasal dari benih Maria (yang juga adalah orang berdosa), maka dibutuhkan pengudusan dari Roh Kudus supaya Yesus bisa lahir suci.

 

Bahwa ini memang ajaran Reformed terlihat jelas karena hal ini masuk dalam ‘Westminster Confession of Faith’ pasal 8 ayat 2 yang berbunyi:

“being conceived by the power of the Holy Ghost in the womb of the virgin Mary, of her substance (= dikandung oleh kuasa Roh Kudus dalam rahim perawan Maria, dari zatnya / Maria).

 

Pandangan ini juga didukung oleh Athanasian Creed / Pengakuan Iman Athanasius:

“28. It is, therefore, true faith that we believe and confess that our Lord Jesus Christ is both God and man.  29. He is God, generated from eternity from the substance of the Father; man, born in time from the substance of his mother.” (= 28. Karena itu adalah iman yang benar bahwa kita percaya dan mengaku bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah Allah dan manusia.  29. Ia adalah Allah, diperanakkan dari kekekalan dari zat Sang Bapa; manusia, dilahirkan dalam waktu dari zat ibuNya.) - A. A. Hodge, ‘Outlines of Theology’, hal 117-118.

 

Bahwa manusia Yesus / hakekat manusia Yesus itu berasal dari Maria, juga menunjukkan bahwa manusia Yesus / hakekat manusia Yesus itu adalah makhluk ciptaan, dan jelas tidak kekal, atau mulai ada di dalam waktu.

 

Perlu diingat bahwa kata-kata ‘begotten, not made’ (= ‘diperanakkan, bukan dicipta’) dalam Pengakuan Iman Nicea - Konstantinople, tidak menunjuk kepada kemanusiaan / hakekat manusia Yesus, tetapi menunjuk kepada keilahianNya.

 

Perhatikan beberapa kutipan pendukung di bawah ini.

 

John Owen: “The framing, forming, and miraculous conception of the body of Christ in the womb of the blessed Virgin was the peculiar and especial work of the Holy Ghost. ... The act of the Holy Ghost in this matter was a creating act; not, indeed, like the first creating act, which produced the matter and substance of all things out of nothing, causing that to be which was not before, neither in matter, nor form, nor passive disposition; but like those subsequent acts of creation, whereby, out of matter before made and prepared, things were made that which before they were not, and which of themselves they had no active disposition unto nor concurrence in. So man was created or formed of the dust of the earth, and woman of a rib taken from man. There was a previous matter unto their creation, but such as gave no assistance nor had any active disposition to the production of that particular kind of creature whereinto they were formed by the creating power of God. Such was this act of the Holy Ghost in forming the body of our Lord Jesus Christ; for although it was effected by an act of infinite creating power, yet it was formed or made of the substance of the blessed Virgin” [= Penyusunan, pembentukan, dan pembuahan yang bersifat mujijat dari tubuh Kristus di dalam kandungan Perawan yang diberkati merupakan pekerjaan yang khas dan khusus dari Roh Kudus. ... Tindakan Roh Kudus dalam persoalan ini merupakan tindakan penciptaan; memang tidak seperti tindakan penciptaan pertama, yang menghasilkan bahan dan zat dari segala sesuatu dari tidak ada, menyebabkannya ada padahal tadinya tidak ada, baik dalam bahannya, bentuknya, maupun penyusunan / kecondongan pasif (?); tetapi seperti tindakan-tindakan penciptaan yang berikutnya, dengan mana, dari bahan yang sudah dibuat dan dipersiapkan sebelumnya, benda-benda / hal-hal yang sebelumnya tidak ada dibuat / dicipta, dan yang dari dirinya sendiri mereka tidak mempunyai kecondongan aktif kepada hal itu maupun persetujuan. Demikianlah manusia / orang laki-laki diciptakan atau dibentuk dari debu tanah, dan perempuan dari tulang rusuk laki-laki. Disana sudah ada bahan untuk penciptaan mereka, tetapi sedemikian rupa sehingga tidak memberikan bantuan atau mempunyai kecondongan aktif pada produksi dari jenis ciptaan tertentu ke dalam mana mereka dibentuk oleh kuasa penciptaan Allah. Demikian jugalah tindakan Roh Kudus dalam membentuk tubuh dari Tuhan Yesus Kristus; karena sekalipun itu dihasilkan oleh tindakan dari kuasa penciptaan yang tak terbatas, tetapi itu dibentuk atau dibuat dari zat dari sang Perawan yang diberkati] - ‘The Works of John Owen’, vol 3, ‘The Holy Spirit’, hal 162,163-164.

 

John Owen: the creating act of the Holy Ghost, in forming the body of our Lord Jesus Christ in the womb, ... the conception of Christ in the womb, being the effect of a creating act, was not accomplished successively and in process of time, but was perfected in an instant” (= tindakan penciptaan dari Roh Kudus, dalam membentuk tubuh dari Tuhan kita Yesus Kristus dalam kandungan, ... pembuahan Kristus dalam kandungan, yang merupakan hasil dari tindakan penciptaan, tidak dicapai secara berturutan dan dalam proses waktu, tetapi disempurnakan dalam sesaat) - ‘The Works of John Owen’, vol 3, ‘The Holy Spirit’, hal 165.

 

Herman Bavinck:

 

·        “Even though Christ has assumed a human nature which is finite and limited and which began in time, as person, as Self, Christ does not in Scripture stand on the side of the creature but on the side of God” (= Sekalipun Kristus telah mengambil suatu hakekat manusia yang terbatas dan yang dimulai dalam waktu, tetapi sebagai pribadi, sebagai Diri / Ego, dalam Kitab Suci Kristus tidak berdiri di pihak makhluk ciptaan tetapi di pihak Allah) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 317.

 

·        “The relationship is that of Creator and creature, and the creature from the nature of his being can never become Creator, nor have the significance and worth for us human beings of the Creator” (= Hubungan itu adalah hubungan Pencipta dan makhluk ciptaan, dan makhluk ciptaan sesuai dengan keadaan alamiah keberadaannya tidak pernah bisa menjadi Pencipta, atau mempunyai arti dan nilai dari sang Pencipta bagi kita manusia) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 323.

 

·        That human nature did not exist beforehand. ... But in the incarnation, also, Scripture holds to the goodness of creation and to the Divine origin of matter” (= Hakekat manusia itu tidak ada sebelumnya. ... Tetapi juga dalam inkarnasi, Kitab Suci berpegang pada kebaikan penciptaan dan pada asal usul ilahi dari zat / bahan) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 325.

 

·        “Just as the human nature of Christ did not exist before the conception in Mary, so it did not exist for sometime before, nor some time after, in a state of separation from Christ” (= Sebagaimana hakekat manusia Kristus itu tidak ada sebelum pembuahan di dalam Maria, begitu juga hakekat manusia itu tidak ada sebelumnya, ataupun setelahnya, dalam keadaan terpisah dari Kristus) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 326.

 

·        “In short, to one and the same subject, one and the same person, Divine and human attributes and works, eternity and time, omnipresence and limitation, creative omnipotence and creaturely weakness are ascribed” (= Singkatnya, subyek yang satu dan yang sama, pribadi yang satu dan yang sama, dianggap mempunyai sifat-sifat dasar dan pekerjaan-pekerjaan Ilahi dan manusia, kekekalan dan waktu / terbatas waktu, kemahaadaan dan keterbatasan, kemaha-kuasaan yang bersifat mencipta dan kelemahan makhluk ciptaan) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 326.

 

Calvin tentang kata-kata seperti anak manusia’ dalam Daniel 7:13:

“We must now see why he uses the word ‘like’ the Son of man; ... the Prophet says, ‘He appeared’ to him ‘as the Son of man,’ as Christ had not yet taken upon him our flesh. And we must remark that saying of Paul’s: When the fulness of time was come, God sent his Son, made of a woman. (Gal. 4:4). Christ then began to be a man when he appeared on earth as Mediator, for he had not assumed the seed of Abraham before he was joined with us in brotherly union. This is the reason why the Prophet does not pronounce Christ to have been man at this period, but only like man; for otherwise he had not been that Messiah formerly promised under the Law as the son of Abraham and David. For if from the beginning he had put on human flesh, he would not have been born of these progenitors. It follows, then, that Christ was not a man from the beginning, but only appeared so in a figure. ... This was a symbol, therefore, of Christ’s future flesh, although that flesh did not yet exist (= Kita mesti sekarang melihat mengapa dia memakai kata ‘seperti’ Anak manusia; … sang Nabi berkata, ‘Dia tampak’ baginya ‘seperti Anak manusia’, karena Kristus belum mengambil bagiNya tubuh kita. Dan kita mesti mengamati bahwa ucapan dari Paulus: Ketika genap waktunya, Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan. (Gal 4:4). Kristus lalu mulai menjadi seorang manusia ketika Ia tampil di dunia sebagai Perantara, karena Ia belum mengambil benih Abraham sebelum bergabung bersama kita dalam persekutuan persaudaraan. Inilah alasan mengapa sang Nabi tidak menyatakan Kristus sudah menjadi manusia pada masa ini, tetapi hanya seperti manusia; karena sebaliknya Ia bukanlah Mesias yang dahulu dijanjikan di bawah hukum Taurat sebagai anak Abraham dan Daud. Karena jika dari semula Ia sudah mengambil tubuh manusia, Ia tidak akan dilahirkan dari para leluhur tersebut. Ini berlanjut, kemudian, bahwa Kristus bukan seorang manusia dari semula, tetapi hanya tampil dalam sesosok tokoh. ... Ini adalah sebuah simbol, oleh karena itu, dari tubuh masa depan Kristus, meskipun tubuh tersebut belum ada) - hal 41.

 

Dan dalam tafsirannya tentang Mikha 5:1, Calvin berkata sebagai berikut:

“others bring a new refinement, - that the Prophet uses plural number, ‘his goings forth’, to designate the twofold nature of Christ: but there is in this an absurdity; for the Prophet could not properly nor wisely mention the human nature of Christ with the divine, with reference to eternity. The Word of God, we know, was eternal; and we know, that when the fulness of time came, as Paul says, Christ put on our nature, (Gal. 4:4.) Hence the beginning of Christ as to the flesh was not so old, if his existence be spoken of: to set them together then would have been absurd” (= yang lain membawa suatu perbaikan baru, - bahwa sang Nabi memakai jumlah jamak, ‘permulaan-permulaanNya’, untuk menunjukkan hakekat ganda dari Kristus; tetapi ada di dalamnya suatu kemustahilan; karena sang Nabi tidak dapat dengan tepat dan bijak menyebutkan hakekat manusia dari Kristus bersama yang Ilahi, berkenaan dengan kekekalan. Firman Tuhan, kita tahu, adalah kekal; dan kita tahu, bahwa ketika genap waktunya, seperti Paulus berkata, Kristus mengambil hakekat kita, (Gal 4:4). Karenanya permulaan dari Kristus terhadap tubuh tidaklah terlalu lama, jika keberadaanNya dibicarakan: untuk menggabungkan mereka maka akan menjadi mustahil) - hal 299.

 

Philip Schaff: “The Son, as man, is produced; as God, he is unproduced or uncreated; he is begotten from eternity of the unbegotten Father. To this Athanasius refers the passage concerning the Only-begotten who is in the bosom of the Father” [= Anak, sebagai manusia, dihasilkan / diciptakan; sebagai Allah, Ia tidak dihasilkan atau tidak diciptakan; Ia diperanakkan dari kekekalan dari Bapa yang tidak diperanakkan. Untuk ini Athanasius menunjuk pada text tentang Satu-satunya yang diperanakkan, yang ada di dada Bapa (Yoh 1:18)] - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 658.

 

Robert M. Bowman Jr.: “In his ‘Prologue’ John contrasts the Word, which ‘was’ (EN, third person imperfect form of EIMI) in the beginning, with his bringing into existence (EGENETO, the third person singular indicative form of GENESTHAI) of all things (John 1:1-3). ... to say that the Word was continuing to exist at the beginning of created time is simply another way of saying that the Word was eternal. By going on to say that this uncreated Logos ‘became’ (egeneto) flesh (1:14), John draws another contrast between the two natures of Christ. To put it in the classic terminology of orthodox incarnational theology, Christ was uncreated (EN) with respect to his deity, but created (EGENETO) with respect to his humanity” [= Dalam ‘Pendahuluan’nya Yohanes mengkontraskan Firman, yang ‘was’ / telah ada (EN, orang ketiga, bentuk imperfect dari EIMI) pada mulanya, dengan pembuatan / penciptaan (EGENETO, orang ketiga tunggal, bentuk indikatif dari GENESTHAI) dari segala sesuatu (Yoh 1:1-3). ... mengatakan bahwa Firman terus ada pada permulaan dari waktu yang diciptakan hanyalah merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa Firman itu kekal. Dengan mengatakan selanjutnya bahwa Logos yang tidak diciptakan ini ‘became’ / ‘menjadi’ (EGENETO) daging (1:14), Yohanes membuat kontras yang lain antara kedua hakekat Kristus. Untuk mengatakannya dalam ungkapan klasik dari theologia inkarnasi yang ortodox, Kristus tidak diciptakan (EN) berkenaan dengan keallahanNya, tetapi diciptakan (EGENETO) berkenaan dengan kemanusiaanNya] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 114.

 

G) Peranan Roh Kudus dalam inkarnasi.

 

1)  Roh Kuduslah yang menjadikan Maria mengandung (Mat 1:18-20  Luk 1:34-35).

 

Yang dilahirkan oleh Maria bukanlah pribadi manusia, tetapi pribadi Anak Allah [Luk 1:32,35  bdk. Luk 1:43 dimana Elizabeth menyatakan Maria sebagai ‘ibu Tuhanku’ / ‘the mother of my Lord’ (NIV)].

 

Karena itu Maria secara tepat disebut THEOTOKOS (= bunda Allah), bukan sekedar CHRISTOTOKOS (= bunda Kristus).

 

2)  Roh Kudus menguduskan hakekat manusia dari Kristus sejak dari saat pertama pembuahan dan menjagaNya dari polusi dosa (bdk. Yoh 3:34  Ibr 9:14).

 

Jadi, bahwa Maria mengandung bukan dari seorang laki-laki, masih belum cukup untuk menyebabkan Yesus itu lahir suci, karena Maria juga adalah orang berdosa. Masih dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menyucikan bayi Yesus sejak dari saat pertama pembuahan supaya Yesus betul-betul suci.

 

Calvin: “For we make Christ free from all stain not just because he was begotten of his mother without copulation with man, but because he was sanctified by the Spirit that the generation might be pure and undefiled as would have been true before Adam’s fall” (= Karena kita membuat Kristus bebas dari segala noda / kekotoran bukan hanya karena Ia diperanakkan dari ibuNya tanpa hubungan sex dengan laki-laki, tetapi karena Ia dikuduskan oleh Roh sehingga kelahiranNya bisa murni dan tidak tercemar seperti sebelum kejatuhan Adam) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIII, No 4.

 

Ada beberapa hal yang perlu dibahas di sini:

 

a)  Adanya pekerjaan Roh Kudus yang menyucikan bayi Yesus ini, menyebabkan Yesus tidak membutuhkan ibu yang suci supaya bisa lahir dan hidup suci.

 

Karena itu doktrin Immaculate Conception dari Roma Kato­lik, yang menyatakan bahwa Maria dilahirkan dan hidup suci tanpa dosa, sama sekali tidak dibutuhkan di dalam gereja.

 

Catatan:

 

·        Doktrin Immaculate Conception ini baru muncul pada tahun 1854. Karena itu perlu dipertanyakan: kalau doktrin ini memang ada dalam Kitab Suci / berasal dari Kitab Suci, mengapa dibutuhkan waktu 18 abad untuk menemukan­nya?

 

·        Doktrin ini bukan hanya tidak punya dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi juga bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci, seperti:

 

*        Ro 3:10-12,23  Pengkhotbah 7:20  Ayub 4:17  Ayub 25:4.

 

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa semua manusia berdosa. Satu-satunya orang yang dikecualikan dalam Kitab Suci hanyalah Yesus saja (Ibr 4:15  2Kor 5:21). Kitab Suci tidak pernah mengecualikan Maria!

 

*        Luk 1:46,47 menunjukkan bahwa Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya. Kalau memang ia suci murni, mengapa ia membutuhkan Juruselamat?

 

*        Luk 2:22-24 (bdk. Im 12:1-8) menunjukkan bahwa Maria disebut najis (Im 12:2), karena melahirkan anak. Ini menyebabkan ia harus mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus dosa sebagai pendamaian (Im 12:8), supaya bisa ditahirkan. Sekalipun ‘kenajisan’ di sini bukanlah suatu dosa moral, tetapi rasanya sukar diharmoniskan dengan ‘suci murni’.

 

·        Doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai beri­kut: kalau Maria harus suci supaya Yesus bisa suci, maka demikian juga kedua orang tua Maria harus suci supaya Maria bisa suci, dan keempat  kakek nenek Maria harus suci supaya kedua orang tua Maria bisa suci, dan kalau ini diterukan maka akhirnya Adam dan Hawapun harus suci. Ini jelas merupakan pandangan yang tidak Alkitabiah, yang orang Roma Katolikpun tidak akan mau menerimanya!

 

b)  Kalau memang fakta bahwa Yesus dilahirkan oleh seorang perawan itu belum cukup untuk menyebabkan Yesus lahir suci, dan masih dibutuhkan penyucian dari Roh Kudus, lalu untuk apa Yesus harus dilahirkan dari seorang perawan / perempuan yang mengandung tanpa hubungan sex dengan laki-laki? Mengapa tidak menggunakan kelahiran biasa saja dan ditambah dengan penyucian dari Roh Kudus?

 

Jawab:

 

·        Sekalipun kelahiran dari perawan masih belum cukup untuk membuat Yesus lahir suci, tetapi setidaknya dengan cara ini bisa ditambahkan penyucian dari Roh Kudus sehingga Yesus lahir suci. Tetapi kalau digunakan kelahiran biasa, sekalipun ditambahkan penyucian dari Roh Kudus, tetap tidak mungkin Yesus lahir suci.

 

·        Calvin: Tidak terlalu cocok bahwa pribadi yang adalah Allah dan manusia itu dilahirkan dengan cara yang sama seperti kita. Harus dengan cara yang berbeda supaya cocok dengan kewibawaan pribadiNya.

 

Catatan: jawaban yang kedua ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci.

 

 

II) Penderitaan Kristus.

 

A)  Kristus menderita sepanjang hidupNya.

 

1)  Ia menderita karena Ia yang suci harus hidup ditengah-tengah orang-orang berdosa (bandingkan dengan Lot dalam 2Pet 2:7-8).

 

Penerapan:

 

Adalah sesuatu yang aneh kalau ada orang kris­ten yang bukannya menderita tetapi sebaliknya justru merasa senang kalau bergaul / berkumpul dengan orang-orang yang brengsek! Apakah saudara termasuk orang seperti itu?

 

2)  KetaatanNya menyebabkan Ia menderita (bdk. Yoh 3:19-20).

 

Ada banyak ketaatan yang bisa menyebabkan penderitaan bahkan penganiayaan. Misalnya kalau kita mau hidup dan berkata jujur, atau kalau kita menegur orang yang berbuat dosa, dsb. Kristus rela menderita demi mentaati Firman Tuhan; bagaimana dengan saudara?

 

3)  Ia menderita karena serangan setan (bdk. Luk 4:1-13, khususnya ay 13).

 

Ingat bahwa ke-tidak-bisa-berdosa-an Kristus tidak berarti bahwa Ia tidak menderita pada waktu mengalami serangan setan (bdk. Ibr 2:18 - ‘Ia sendiri telah menderita karena pencobaan’)!

 

4)  Ketidak-percayaan / kebencian orang-orang di sekitarNya memberikan penderitaan kepadaNya.

 

Ketidakpercayaan ini datang dari:

 

·        dunia (Yoh 1:10).

 

·        bangsanya (Yoh 1:11  Yoh 10:20).

 

·        orang-orang sekampungnya (Mat 13:53-57).

 

·        keluarganya (Yoh 7:3-5  Mark 3:21).

 

·        Yudas Iskariot.

 

·        murid-muridNya yang lain.

 

Hal tersebut lebih-lebih terasa menyakitkan karena Yesus mencintai manusia dan Ia bahkan datang ke dunia dengan maksud mengorbankan diriNya untuk menyelamatkan manusia. Tetapi ternyata manusia memberi­kan balasan yang begitu jelek.

 

Kalau saudara pernah tidak dipercayai oleh orang yang saudara cintai, seperti orang tua saudara, suami / istri / pacar saudara, maka saudara tentu bisa merasakan sakitnya hal itu.

 

Penerapan:

 

Demi melayani saudara, Yesus pernah mengalami hal seperti itu. Kalau dalam saudara melayani Dia, saudara harus menghadapi hal seperti itu, maukah saudara terus melayani Dia?

 

5)  PenderitaanNya makin lama makin hebat dan mencapai puncak­nya di kayu salib.

 

Untuk bisa lebih menyadari penderitaan Kristus di sekitar salib, khususnya pada saat pencambukan dan penyaliban, perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini:

 

a)  Tentang pencambukan:

 

Leon Morris (NICNT): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of man’s back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung orang menjadi bubur).

 

Leon Morris (NICNT): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (=  Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).

 

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death” [= Cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].

 

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied to a post  with his back bent double and conven­iently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it” [= Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu men­jadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berda­rah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi gila?) karenanya, dan sedi­kit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].

 

Saudara adalah orang berdosa dan karena itu sebetulnya saudaralah yang seharusnya mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi Kristus sudah mengalami pencambukan itu supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara menerima Dia?

 

b)  Tentang penyaliban:

 

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).

 

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Some­times prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= Ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila].

 

Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di paku.

 

Ini ia dasarkan pada:

 

·        tradisi.

 

·        Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.

 

Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya.

 

Alasan saya:

 

¨      Penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tra­disinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay. Misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas. Dan juga Barnes’ Notes, dalam tafsirannya tentang Mat 27:32, berkata sebagai berikut:

“The feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku).

 

Juga ada penafsir yang berkata bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.

 

¨      Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

 

¨      Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

 

Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:

“The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds” (= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah).

 

Barclay lalu mengatakan:

“It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

 

Saya masih ingin menambahkan komentar dari Barnes’ Notes tentang Mat 27:35 yang makin memperjelas penderitaan orang yang disalib. Ia berkata sebagai berikut:

“The manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya).

 

Barnes’ Notes melanjutkan:

“As it was the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there was a great increase in the veins of the head, producing an intense pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no rest.” [= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan penyaliban suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat].

 

Sekali lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?

 

Satu hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa yang Kristus lakukan / alami bagi kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan kepada Dia. Pada waktu Yesus memikul salib keluar kota, terjadi peris­tiwa yang diceritakan dalam Luk 23:27-32, dimana banyak perempuan menangisi dan meratapi Dia, tetapi lalu justru ditegur oleh Yesus.

 

Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan berkata:

“He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

 

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Karena itu janganlah sekedar merasa kasihan kepada Yesus, tetapi datanglah kepadaNya dan percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

 

Karena Kristus telah menderita dalam sepanjang hidupNya, jangan merasa heran kalau di dalam mengikut Kristus saudara­pun menderita dalam sepanjang hidup saudara. Kristus berka­ta: ‘seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya’ (Yoh 15:20)! Penderitaan seperti ini statusnya bukanlah hukuman dari Allah (bdk. Ro 8:1), tetapi memikul salib / menderita bagi Kristus (bdk. Mat 16:24). Karena Kristus sudah rela mengalami semua penderitaan itu demi saudara, maka saudarapun harus rela mengalami penderi­taan demi Kristus!

 

B)  Kristus menderita tubuh dan jiwa.

 

Seluruh manusia (tubuh dan jiwa) jatuh ke dalam dosa dan seluruh manusia dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Karena itu Kristus harus mengalami penderitaan dalam tubuh dan jiwaNya, barulah Ia bisa menebus kita secara lengkap.

 

Pada waktu Ia dicambuki dan disalibkan, itu jelas merupakan penderitaan jasmani. Pada waktu Ia dihina, diludahi, nyaris ditelanjangi di depan umum, dan terutama ditinggalkan oleh BapaNya, itu merupakan penderitaan jiwa / rohani.

 

C)  Penderitaan Kristus adalah unik.

 

1)  Karena kesucianNya, Kristus mengalami penderitaan akibat dosa di sekelilingNya dengan suatu perasaan yang tidak bisa dialami oleh orang lain.

 

2)  Allah menumpahkan kepada Kristus kejahatan kita sekalian (Yes 53:6,10). Ini tidak pernah dialami oleh siapapun juga.

 

Herman Hoeksema berkata:

“No one, therefore, even in hell, can even suffer what Christ suffered during His entire life and especially on the cross. For, in the first place, no one can possibly taste the wrath of God as the Sinless One. And, in the second place, no one could possibly bear the complete burden of the wrath of God against the sin of the world. Even in hell everyone will suffer according to his personal sin and in his personal position in desolation. But Christ bore the sin of all His own as the Sinless One” [= karena itu, tak seo­rangpun, bahkan dalam neraka, bisa menderita apa yang dide­rita oleh Kristus dalam sepanjang hidupNya dan terutama di kayu salib. Karena, yang pertama, tak seorangpun bisa mera­sakan murka Allah sebagai orang yang tak berdosa. Dan, yang kedua, tak seorangpun bisa memikul seluruh beban murka Allah terhadap dosa dunia. Bahkan dalam neraka setiap orang akan menderita sesuai dengan dosa pribadinya dan dalam posisi pribadinya dalam kesendirian. Tetapi Kristus memikul dosa dari semua milikNya sebagai Orang yang Tidak Berdosa] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 401.

 

 

III) Kematian Kristus.

 

A)  The extent of His death (= luas kematianNya).

 

Kematian yang dialami oleh Kristus mencakup:

 

1)  Kematian jasmani: yaitu perpisahan tubuh dengan jiwa.

 

2)  Kematian rohani: perpisahan dengan Allah.

 

Ini terjadi pada saat Kristus berkata: ‘ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI?’ (Mat 27:46).

 

Ada beberapa pandangan tentang arti kalimat ini:

 

a)  Yesus tidak sungguh-sungguh ditinggal / mengalami keterpisahan dengan Allah, karena kata-kata yang Ia ucapkan itu hanyalah:

 

·        perasaan Yesus saja (bahasa Jawa: Yesus kroso-kroso­en), atau,

 

·        doa Yesus sambil mengutip Maz 22, atau,

 

·        perenungan Yesus tentang firman Tuhan dalam Maz 22.

 

Keberatan terhadap pandangan ini:

 

Kalau demikian Yesus tidak sungguh-sungguh memikul hukuman dosa kita, karena keterpisahan dengan Allah merupakan hukuman dosa! Bdk. Yes 59:1-2  2Tes 1:9.

 

b)  Allah Anak meninggalkan Yesus sebagai manusia.

 

Alasannya: Biasanya Yesus selalu menyebut Allah dengan sebutan ‘Bapa’, tetapi kali ini Yesus berkata ‘AllahKu’, bukan ‘BapaKu’. Ini dianggap menunjukkan bahwa saat itu Yesus betul-betul berbicara sebagai manusia biasa kepada AllahNya.

 

Keberatan terhadap pandangan ini:

 

·        Dalam Luk 23:34,46 Yesus tetap menyebut ‘Bapa’, padahal ini adalah kalimat pertama dan terakhir di kayu salib.

 

·        Dalam inkarnasi, Anak Allah mengambil hakekat manu­sia, yang lalu mendapatkan kepribadiannya dalam diri Anak Allah itu. Kalau terjadi perpisahan antara Allah Anak dan manusia Yesus, ini berarti bahwa Hypostati­cal / Personal Union hancur, maka yang tertinggal di atas kayu salib hanyalah hakekat manusia itu. Ini tidak mungkin!

 

·        Andaikata Yesus memang mati sebagai manusia saja, maka penebusan yang Ia lakukan tidak bisa mempunyai kuasa yang tidak terbatas!

 

Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7): “No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is cost­ly, no payment is ever enough” (= tak seorang manu­siapun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberi­kan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tak ada pembayaran yang bisa mencukupi).

 

Adam Clarke tentang Mat 27:46: “Some suppose ‘that the divinity had now departed from Christ, and that his human nature was left unsupported to bear the punishment due to men for their sins.’ But this is by no means to be admitted, as it would deprive his sacrifice of its infinite merit, and consequently leave the sin of the world without an atonement. Take deity away from any redeeming act of Christ, and the redemption is ruined” (= Sebagian orang menganggap ‘bahwa keilahian sekarang telah pergi dari Kristus, dan bahwa hakekat manusiaNya ditinggalkan tanpa dukungan untuk memikul hukuman yang seharusnya bagi manusia untuk dosa-dosa mereka’. Tetapi ini sama sekali tidak boleh diterima, karena itu akan mencabut / menghilangkan manfaat yang tak terbatas dari pengorbananNya, dan sebagai akibatnya dosa dari dunia ditinggalkan tanpa penebusan. Ambillah keilahian dari tindakan penebusan Kristus, dan penebusan itu dihancurkan).

 

c)  Allah Bapa meninggalkan Yesus sebagai Allah dan manu­sia.

 

Keberatan terhadap pandangan ini:

 

Terjadi perpisahan dalam diri Allah Tritunggal.

 

Jawaban atas keberatan ini:

 

·        Ini memang merupakan misteri yang tidak bisa kita mengerti sepenuhnya.

 

·        Perpisahan Allah Bapa dengan Allah Anak bukan bersi­fat lokal, seakan-akan yang satu ada di sini dan yang lain ada disana. Perpisahan secara lokal ini tidak mungkin terjadi karena baik Bapa maupun Anak adalah Allah yang mahaada. Jadi perpisahan ini hanyalah dalam persoalan hubungan / persekutuan saja.

 

Perlu diingat bahwa kalau nanti orang berdosa masuk ke neraka, ia bukannya berpisah secara lokal dengan Allah, karena Allah yang mahaada itu ada dimanapun juga termasuk di neraka. Jadi, perpisahan yang terja­di antara orang berdosa dengan Allah di neraka, adalah rusaknya hubungan / persekutuan antara mereka secara kekal. Dan hukuman inilah yang dipikul oleh Kristus pada saat itu!

 

Penerapan:

 

Karena Kristus sudah mengalami keterpisahan derngan Allah, maka orang yang sudah percaya kepada Yesus dipersatukan / diperdamaikan kembali dengan Allah, dan tidak akan pernah berpisah dengan Allah / ditinggal oleh Allah, baik dalam hidup ini maupun dalam kekekalan! (Bdk. Yoh 14:16  Ibr 13:5).

 

Bagusnya pandangan ini:

 

¨      Kristus betul-betul memikul hukuman dosa.

 

¨      Karena Kristus memikul hukuman dosa itu sebagai Allah dan manusia, maka penebusannya mempunyai kuasa / nilai yang tak terbatas!

 

Catatan: Ini tidak bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (= penebusan terbatas) dari Calvinisme, karena dalam doktrin Limited Atonement itu, yang dianggap terbatas bukanlah kuasa / nilai penebusan Kristus, tetapi design (= rencana / tujuan) penebusan Kristus.

 

¨      Hypostatical / Personal Union tetap terjaga.

 

d)  William G.T. Shedd menggabungkan pandangan b) dan c).

 

Ia berkata sebagai berikut:

“The Logos at this moment did not support and comfort the human soul and body of Jesus. This may be regarded equally as desertion by the Father or by the Logos, because of the unity of es­sence. ... God the Father deserted the human nature, and God the Logos also deserted it” (= Pada saat ini Logos tidak menopang dan menghibur jiwa dan tubuh manusia dari Yesus. Ini bisa dianggap secara sama sebagai ditinggal oleh Bapa atau ditinggal oleh Logos, karena adanya kesatuan hakekat. ... Allah Bapa mening­galkan hakekat manusia, dan Allah Logos juga meninggal­kannya) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 278.

 

Keberatan terhadap pandangan Shedd ini sama dengan keberatan pada pandangan b) di atas, point ke 2 dan 3.

 

Penerapan:

 

Bagi orang yang tidak percaya, kematian Yesus secara jasma­ni maupun rohani ini tak ada gunanya. Mereka akan mengalami kematian jasmani dan rohani (dalam neraka).

 

Sedangkan orang yang percaya hanya akan mengalami kematian jasmani, dan itupun bukan lagi sebagai hukuman dosa, tetapi sebagai jalan masuk ke surga! Karena itulah orang kristen yang sejati tidak perlu, bahkan tidak boleh, takut pada kematian. Sama seperti Paulus, kitapun bisa berkata: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Fil 1:21).

 

B)  The judicial character of His death (= sifat hukum kematianNya).

 

1)  Kristus tidak boleh mati wajar atau akibat kecelakaan / pembunuhan (bdk. Yoh 7:1,19,25-26,30,44  Yoh 8:59  Mat 12:14-15a).

 

2)  Kristus harus mati karena hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan. Ia harus diperhitungkan / dianggap sebagai pelanggar hukum dan dihukum sebagai seorang krimi­nil.

 

3)  Allah mengatur sehingga Kristus diadili oleh pemerintah Roma, dinyatakan tidak bersalah, tetapi toh dijatuhi hukuman mati (Luk 23:4,14,15,22,24).

 

Dengan demikian terlihat bahwa Ia mati / dihukum bukan karena dosaNya sendiri, tetapi untuk menebus orang lain.

 

4)  Hukuman dari Pontius Pilatus juga adalah hukuman dari Allah, tetapi dasarnya berbeda. Allah memberikan hukuman mati kepada Yesus, supaya manusia berdosa bisa ditebus, tetapi Pontius Pilatus memberikan hukuman mati kepada Yesus, karena ia takut kepada orang-orang Yahudi.

 

Karena itu jangan pernah berpikir bahwa Pontius Pilatus berjasa karena membantu terlaksananya rencana Allah tentang penebusan dosa.

 

5)  Hukuman mati yang dijatuhkan bukanlah pemenggalan / perajaman dengan batu, tetapi penyaliban. Ini adalah cara Romawi yang paling hina.

 

Dengan kematian semacam itu Kristus memenuhi tuntutan hukum Taurat, dan Ia menjadi terkutuk karena kita (Ul 21:23  Gal 3:13).

 

Alasan lain mengapa Kristus harus mati melalui penyaliban adalah karena Ia harus mencurahkan darahNya untuk menebus dosa manusia (bdk. Ibr 9:22) dan untuk menggenapi TYPE korban dosa dalam Perjanjian Lama.

 

Kalau hanya untuk menggenapi Ul 21:23 (bdk. Gal 3:13), maka bisa saja Kristus dihukum mati dengan hukuman gan­tung, karena itu juga merupakan kematian terkutuk.

 

Tetapi perlu diingat bahwa hukuman gantung tidak menye­babkan Ia mencurahkan darah, dan karenanya tidak mungkin Kristus mati melalui hukuman gantung.

 

 

IV) Penguburan Kristus.

 

A)  Kematian bukanlah tahap terakhir dari perendahan Kristus. Kata-kata ‘sudah selesai’ tak berhubungan dengan perendahan tetapi dengan penderitaan aktif dalam memikul hukuman dosa.

 

B)  Penguburan adalah suatu tahap perendahan.

 

Ini terlihat dari:

 

1)  Kuburan merupakan tempat dimana tubuh itu hancur / membu­suk.

 

2)  Kembalinya manusia kepada debu adalah sebagian dari hukuman dosa (Kej 3:19).

 

3)  Maz 88:5-6 dan Kis 2:31 menunjukkan bahwa penguburan merupakan perendahan.

 

C)  Penguburan Kristus tidak hanya menunjukkan bahwa Ia betul-betul sudah mati tetapi juga untuk menghilangkan kengerian terhadap kuburan dalam diri orang yang percaya.

 

Karena itu, kalau saudara betul-betul adalah orang kristen, saudara tidak boleh takut lagi pada kuburan. Ingat bahwa Kristus sudah pernah masuk ke sana dan bahkan mengalahkan­Nya!

 

Catatan:

 

·        Calvin menggabungkan kematian dan penguburan Kristus dalam satu tahap perendahan saja.

 

·        Disamping itu Calvin juga berpendapat bahwa penguburan terhadap Kristus menunjukkan bahwa kutuk sudah mulai disingkirkan.

 

Calvin: “Christ should be buried, that it might be more fully attested that he suffered real death on our account. But yet it ought to be regarded as the principal design, that in this manner the cursing, which he had endured for a short time, began to be removed; for his body was not thrown into a ditch in the ordinary way, but honourably laid in a hewn sepulcher” [= Kristus harus dikuburkan, supaya itu bisa membuktikan secara lebih penuh bahwa Ia mengalami kematian yang sungguh-sungguh karena kita. Tetapi harus dianggap sebagai tujuan utama, bahwa dengan cara ini kutuk, yang Ia alami untuk waktu yang singkat, mulai disingkirkan; karena tubuhNya tidak dibuang di got (?) dengan cara biasa, tetapi dengan hormat diletakkan di suatu kuburan galian] - hal 330.

 

 

V) Turun ke neraka / HADES.

 

A)  Arti SHEOL / HADES.

 

Kata bahasa Ibrani SHEOL / kata bahasa Yunani HADES (dalam Kitab Suci Indonesia biasanya diterjemahkan ‘dunia orang mati’ atau ‘alam maut’) tidak selalu mempunyai arti yang sama.

 

1)  Kadang-kadang SHEOL / HADES tidak menunjuk pada suatu tempat tertentu, tetapi dipakai dalam arti yang abstrak untuk menunjuk pada ‘keadaan kematian / the state of death’ atau ‘keadaan terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh’. Misalnya: Hos 13:14.

 

2)  Kalau menunjuk pada tempat, maka SHEOL / HADES berarti:

 

a)  Kuburan (Kej 37:35).

 

b)  Neraka (Maz 9:18  Maz 49:15  Amsal 15:24  Luk 16:23).

 

Perhatikan bahwa dalam ayat-ayat ini ada ancaman kepada orang berdosa. Kalau dalam ayat-ayat ini SHEOL / HADES diartikan sebagai ‘tempat netral’ kemana setiap orang akan pergi setelah mati, maka ayat-ayat itu kehilangan ancamannya! Jadi, dalam ayat-ayat ini SHEOL / HADES harus diartikan sebagai ‘neraka’!

 

B)  ‘Turun ke neraka / kerajaan Maut’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli.

 

12 Pengakuan Iman Rasuli

 

1)  Aku percaya kepada Allah, Bapa yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi.

2)  Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan kita.

3)  Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.

4)  Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikubur­kan, turun ke dalam neraka / kerajaan maut.

5)  Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati.

6)  Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang mahakuasa.

7)  Dan dari sana Ia akan datang, untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

8)  Aku percaya kepada Roh Kudus.

9)  Gereja yang Kudus dan Am, persekutuan orang kudus.

10) Pengampunan dosa.

11) Kebangkitan orang mati / daging.

12) Dan hidup yang kekal. Amin.

 

Hal-hal yang perlu diketahui tentang kalimat ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’ ini:

 

1)  Kata-kata ini tidak ada dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli yang mula-mula, dan baru muncul pada tahun 390 M.

 

2)  Berbeda dengan bagian-bagian yang lain dari 12 Pengakuan Iman Rasuli, kata-kata ini tidak ada dalam Kitab Suci dan tidak didasarkan pada suatu pernyataan yang explicit / jelas dalam Kitab Suci.

 

3)  Ayat-ayat Kitab Suci yang sering dipakai (secara salah) sebagai dasar dari doktrin ini:

 

a)  Ef 4:9.

 

‘Bagian bumi yang paling bawah’ sering diartikan sebagai HADES. Tetapi penafsiran ini sangat meragukan karena dalam Ef 4:9 ini Paulus hanya berargumentasi bahwa Kris­tus bisa naik karena Ia telah turun (bandingkan dengan Yoh 3:13). Jadi ‘bagian bumi yang paling bawah’ harus diartikan sebagai ‘bumi’ (seperti dalam Maz 139:15). Dengan demikian Ef 4:9 berarti: ‘Kristus bisa naik ke surga karena Ia sudah berinkarnasi’. Karena itu Ef 4:9 ini sebetulnya tidak berbicara tentang turunnya Kristus ke HADES / neraka.

 

b)  1Pet 3:18-20.

 

Bagian ini sering dianggap sebagai bagian yang menunjuk­kan bahwa Kristus memang turun ke HADES dan bagian ini juga dianggap memberi penjelasan tentang tujuan Kristus pergi ke HADES, yaitu memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah mati. Tetapi tafsiran seperti ini bertentangan dengan Maz 88:12 yang jelas menunjukkan bahwa tidak ada pemberitaan Injil dalam dunia orang mati!

 

Disamping itu, ‘Roh’ (ay 19) = ‘Roh’ (ay 18). Dan kata-kata ‘menurut Roh’ (ay 18) seharusnya adalah ‘oleh Roh / by the Spirit’, dan jelas menunjuk kepada Roh Kudus.

 

Penafsiran Reformed yang umum tentang ayat ini adalah: dalam Roh / oleh Roh, Kristus berkhotbah (memberitakan Injil) mela­lui Nuh kepada orang-orang yang tidak taat yang hidup sebelum air bah. Orang-orang ini masih hidup pada saat diinjili, tetapi disebut ‘roh-roh yang ada dalam penjara’ karena pada waktu Petrus menulis suratnya mereka sudah mati (Louis Berkhof).

 

Herman Hoeksema, seorang ahli theologia Reformed, mempunyai pandangan / penafsiran yang lain tentang 1Pet 3:18-20 ini. Ia berpendapat bahwa arti ayat ini adalah:

 

·        Kristus memang pergi kepada roh-roh yang ada dalam penjara (atau kepada roh-roh orang jahat yang menunggu penghakiman), tetapi:

 

*        Ia tidak pergi secara pribadi, tetapi melalui Roh Kudus.

 

*        Ia pergi bukan antara kematian dan kebangkitanNya, tetapi setelah kebangkitan dan kenaikanNya ke surga.

 

·        Kristus memang memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada dalam penjara itu, tetapi ini bukanlah pemberitaan Injil yang memungkinkan suatu pertobatan. Ini hanya merupakan pengumuman / proklamasi tentang kemenangan yang telah Ia dapat-kan.

 

Yang manapun arti yang benar, tetap tidak menunjukkan bahwa 1Pet 3:18-20 ini berhubungan dengan kata-kata ‘turun ke neraka’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli.

 

c)  Maz 16:10.

 

Ini diartikan: ‘Roh / jiwa Kristus ada di neraka / HADES sebelum kebangkitanNya’. Tetapi ini jelas merupakan penafsiran yang sa-lah, karena apa yang diajarkan oleh ayat ini hanyalah bahwa ‘Kristus tidak dibiarkan dalam kuasa maut’ (bdk. Kis 2:30-31 dan Kis 13:34-35 dimana Maz 16:10 ini dikutip untuk membuktikan kebangkitan Kristus).

 

Jadi lagi-lagi terlihat bahwa ayat inipun tidak ada hubungannya dengan turunnya Kristus ke HADES / neraka.

 

4)  Macam-macam penafsiran tentang ‘turun ke HADES’:

 

a)  Berdasarkan arti dari kata HADES di atas, dimana HADES bisa menunjuk pada keadaan kematian atau kuburan, maka ada orang yang beranggapan bahwa ‘turun ke HADES’ berarti ‘turun ke dalam keadaan kematian’ atau ‘turun ke kuburan’.

 

Keberatan terhadap penafsiran ini:

 

Penafsiran ini tak cocok dengan kontex dari 12 Pengakuan Iman Rasuli. Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli itu sudah dikatakan bahwa Kristus ‘menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan’. Kalau kalimat selanjutnya yaitu ‘turun ke neraka’ diartikan ‘turun ke dalam keadaan kematian’ atau ‘turun ke kuburan’, maka ini merupakan suatu pengulangan yang tidak perlu. Lebih dari itu, kalimat yang tadinya sudah jelas, sekarang diulangi secara kabur / tidak jelas.

 

b)  Ada juga yang beranggapan bahwa Kristus benar-benar turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka untuk menebus dosa kita.

 

Keberatan terhadap penafsiran ini:

 

·        antara kematian dan kebangkitanNya, tubuh Kristus ada dalam kuburan dan roh / jiwaNya ada di surga (Luk 23:43,46). Karena itu, baik tubuh maupun jiwa / roh dari manusia Yesus Kristus tidak mungkin turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka tersebut.

 

·        sesaat sebelum kematianNya, Yesus berkata ‘Sudah sele­sai’ (Yoh 19:30). Ini menunjukkan bahwa penderitaanNya untuk menanggung hukuman dosa umat manusia sudah sele­sai, sehingga tidak ada lagi penderitaan yang harus Ia alami untuk menebus dosa kita.

 

c)  Roma Katolik:

 

Sesudah mati, Kristus pergi ke LIMBUS PATRUM (= tempat penantian dimana orang-orang suci jaman Perjanjian Lama menantikan kebangkitan Kristus), menyampaikan Injil kepada mereka dan lalu membawa mereka ke surga.

 

Dasar Kitab Suci yang dipakai adalah Maz 107:16  Zakh 9:11.

 

Keberatan terhadap ajaran ini:

 

·        ayat-ayat itu ditafsirkan out of context (= keluar dari kontexnya). Bacalah seluruh kontex dari ayat-ayat itu dan saudara akan melihat bahwa baik Maz 107:16 maupun Zakh 9:11 menunjuk pada pembebasan / pertolongan yang Allah lakukan terhadap orang yang tadinya mengalami penderitaan sebagai hukuman dosa mereka. Jadi, ayat-ayat ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Kristus turun ke neraka / Hades / Limbus Patrum.

 

·        orang suci jaman Perjanjian Lama itu adalah orang percaya; lalu mengapa mesti diinjili lagi?

 

·        pandangan ini bertentangan dengan 2Raja-raja 2:11 yang menyatakan bahwa Elia naik ke surga, bukan pergi ke Limbus Patrum.

 

·        apa perlunya Kristus pergi ke sana? Kalau hanya untuk membebaskan mereka, Kristus tidak perlu pergi ke sana.

 

d)  Lutheran:

 

‘Turun ke HADES’ merupakan tahap pertama dari pemuliaan Kristus. Kristus turun ke HADES untuk menyelesaikan kemenanganNya atas setan dan untuk menyampaikan hukuman mereka.

 

Keberatan terhadap ajaran ini:

 

·        tidak ada dasar Kitab Sucinya.

 

·        pemuliaan Kristus baru dimulai pada saat Kristus bang­kit.

 

·        agak sukar membayangkan bahwa kata ‘turun’ bisa menun­juk pada ‘pemuliaan Kristus’.

 

e)  The Church of England:

 

Tubuh Kristus ada di kuburan, tetapi roh / jiwaNya pergi ke HADES, atau, lebih khusus lagi, ke Firdaus, tempat penantian dari roh orang-orang benar dan memberi penjelasan tentang kebenaran.

 

Keberatan terhadap ajaran ini:

 

·        tak ada dasar Kitab Sucinya.

 

·        orang benar yang sudah mati tak perlu diajar lagi.

 

·        Firdaus bukanlah tempat penantian orang benar, tetapi Firdaus jelas adalah surga. Hal ini bisa terlihat dari:

 

*        membandingkan Luk 23:43 dengan Luk 23:46.

 

*        membandingkan 2Kor 12:2 dengan 2Kor 12:4.

 

*        membandingkan Wah 2:7 dengan Wah 22:2,14,19.

 

f)  Calvin:

 

‘Turun ke neraka’ menunjukkan penderitaan rohani yang dialami oleh Kristus. Calvin berkata bahwa 12 Pengakuan Iman Rasuli itu mula-mula menunjukkan penderitaan Kristus yang terlihat oleh manusia (yaitu menderita, disalibkan, mati, dikuburkan), dan setelah itu 12 Pengakuan Iman Rasuli itu melanjutkan dengan menunjukkan penderitaan Kristus secara rohani, yang tidak terlihat oleh manusia. Ini terjadi pada saat Ia berteriak: ‘ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI?’ (Mat 27:46).

 

Dengan demikian jelas bahwa Calvin tidak mempercayai bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Kristus betul-betul turun ke neraka atau HADES atau tempat manapun. Antara kematian dan kebangkitanNya, roh / jiwa dari manusia Yesus pergi ke surga (sesuai dengan kata-kataNya dalam Luk 23:43,46), sedangkan tubuh manusia Yesus ada di kuburan.

 

g)  Ada juga orang Reformed yang menganggap bahwa ‘turun ke neraka / Kerajaan Maut’ berarti bahwa Yesus ada dalam kuasa maut sampai hari yang ke 3.

 

‘Westminster Confession of Faith’, chapter VIII, 4 berbunyi sebagai berikut:

“... was crucified, and died, was buried, and remained under the power of death, yet saw no corruption. On the third day He arose from the dead ...” (= ... disalibkan, dan mati, dan dikuburkan, dan tetap ada di bawah kuasa kematian, tetapi tidak menjadi rusak / busuk. Pada hari ketiga Ia bangkit dari antara orang mati ...).

 

Sama seperti penafsiran Calvin, pandangan yang inipun tidak mempercayai bahwa Yesus betul-betul turun ke neraka / HADES.

 

Catatan: Ada keberatan terhadap ajaran yang mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak turun kemana-mana tetapi naik ke surga, karena setelah kebangkitanNya, dalam Yoh 20:17 Yesus berkata kepada Maria: “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa”.

 

Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus tidak pergi ke surga.

 

Jawaban terhadap keberatan ini:

 

a)  Yoh 20:17 ini tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan Luk 23:43,46 yang jelas menunjukkan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus naik ke surga.

 

b)  Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau Yesus melarang Maria memegang (dalam arti menyentuh) Dia, karena dalam Mat 28:9 dan Yoh 20:27 Ia mengijinkan diriNya untuk dipegang. Karena itu, kata ‘memegang’ dalam Yoh 20:17 seharusnya diartikan ‘memegang erat-erat / menahan / nggandoli’. Bandingkan dengan terjemahan NASB yang mengatakan ‘Stop clinging to Me’ (= berhentilah berpegang teguh kepadaKu), dan juga terjemahan NIV yang mengatakan ‘Do not hold on to Me’ (= jangan berpegang erat-erat kepadaKu).

 

c)  Selanjutnya, kata-kata ‘Aku belum pergi kepada Bapa’ dalam Yoh 20:17a itu, tidak menunjuk pada saat antara kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi menunjuk pada hari kenaikanNya ke surga. Ini terlihat dengan jelas karena dalam Yoh 20:17b yang berbunyi ‘sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu’, kata ‘pergi’ ini jelas menunjuk pada kenaikanNya ke surga.

 

Jadi kesimpulannya, arti dari Yoh 20:17 adalah: jangan nggandoli / menahan Aku, karena Aku harus pergi kepada Bapa / naik ke surga. Rupa-rupanya Yesus tahu akan isi hati Maria yang begitu mencintai Dia, sehingga ingin menahan Dia terus menerus dan tidak mau berpisah lagi dengan Yesus. Karena itulah Ia lalu mengucapkan Yoh 20:17 ini.

 

Dengan demikian jelaslah bahwa Yoh 20:17 ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak naik ke surga.