Eksposisi Kitab Imamat

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


I M A M A T

 

Pendahuluan.

 

Mengapa dan apa pentingnya belajar kitab Imamat?

 

1)  Kitab ini adalah kitab yang sukar, dan jarang dipelajari / diajarkan. Karena itu ada banyak hal-hal yang membingungkan dan tidak dimengerti.

 

Contoh:

 

  • mengapa ada begitu banyak detail-detail yang harus dilakukan pada waktu seseorang memberikan korban kepada Allah (Im 1-7)?

 

  • mengapa dilarang makan lemak dan darah (Im 7:22-27  17:10-16))?

 

  • mengapa ada binatang-binatang yang boleh dimakan dan ada yang tidak boleh dimakan (Im 11)?

 

  • mengapa perempuan yang melahirkan anak menjadi najis (Im 12)?

 

  • mengapa ada begitu banyak hal yang alamiah, seperti perempuan datang bulan, laki-laki mengeluarkan mani, dsb, yang bisa menajiskan orang (Im 15)?

 

  • mengapa Tuhan berlaku ‘kejam’ terhadap orang yang cacat?

 

Im 21:16-23 - “(16) TUHAN berfirman kepada Musa: (17) ‘Katakanlah kepada Harun, begini: Setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya, (18) karena setiap orang yang bercacat badannya tidak boleh datang mendekat: orang buta, orang timpang, orang yang bercacat mukanya, orang yang terlalu panjang anggotanya, (19) orang yang patah kakinya atau tangannya, (20) orang yang berbongkol [NIV: ‘hunchback’ (= orang yang bungkuk)] atau yang kerdil badannya atau yang bular matanya [NIV: ‘who has any eye defect’ (= yang mempunyai cacat mata apapun)], orang yang berkedal atau berkurap [NIV: ‘who has festering or running sores’ (= yang mempunyai luka yang bernanah / membusuk atau mengalir)] atau yang rusak buah pelirnya. (21) Setiap orang dari keturunan imam Harun, yang bercacat badannya, janganlah datang untuk mempersembahkan segala korban api-apian TUHAN; karena badannya bercacat janganlah ia datang dekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya. (22) Mengenai santapan Allahnya, baik persembahan-persembahan maha kudus maupun persembahan-persembahan kudus boleh dimakannya. (23) Hanya janganlah ia datang sampai ke tabir dan janganlah ia datang ke mezbah, karena badannya bercacat, supaya jangan dilanggarnya kekudusan seluruh tempat kudusKu, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan mereka.’”.

 

  • ayat-ayat / peraturan-peraturan yang aneh seperti:

 

*        Im 19:19 - “Kamu harus berpegang kepada ketetapanKu. Janganlah kawinkan dua jenis ternak dan janganlah taburi ladangmu dengan dua jenis benih, dan janganlah pakai pakaian yang dibuat dari pada dua jenis bahan”.

 

*        Im 19:27-28 - “(27) Janganlah kamu mencukur tepi rambut kepalamu berkeliling dan janganlah engkau merusakkan tepi janggutmu. (28) Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah TUHAN”.

 

*        Im 22:23 - “Tetapi seekor lembu atau domba yang terlalu panjang atau terlalu pendek anggotanya bolehlah kaupersembahkan sebagai korban sukarela, tetapi sebagai korban nazar TUHAN tidak akan berkenan akan binatang itu”.

 

*        Im 22:28 - “Seekor lembu atau kambing atau domba janganlah kamu sembelih bersama dengan anaknya pada satu hari juga”.

 

Jadi, pada waktu kita mempelajarinya kita bisa mendapatkan banyak hal-hal baru, yang penting dan jarang / tak pernah diajarkan.

 

2)  Ini adalah kitab yang paling banyak mengandung kata-kata Allah secara langsung.

 

Andrew Bonar: “There is no book, in the whole compass of that inspired Volume which the Holy Ghost has given us, that contains more of the very words of God than Leviticus. It is God that is the direct speaker in almost every page; His gracious words are recorded in the form wherein they were uttered. This consideration cannot fail to send us to the study of it with singular interest and attention” (= Tidak ada kitab, dalam seluruh batasan dari jilid yang diinspirasikan, yang diberikan oleh Roh Kudus kepada kita, yang mengandung lebih banyak kata-kata Allah sendiri dari pada Imamat. Allahlah yang merupakan pembicara langsung dalam hampir setiap halaman; kata-kataNya yang penuh kasih karunia dicatat dalam bentuk sebagaimana mereka diucapkan. Pertimbangan ini tidak bisa gagal untuk menyuruh kita untuk mempelajarinya dengan minat dan perhatian yang istimewa) - hal 1.

 

3)  Kitab ini dipenuhi dengan Injil.

 

Andrew Bonar: “The Gospel of the grace of God, with all that follows in its train, may be found in Leviticus. This is the glorious attraction of the book to every reader who feels himself a sinner. The New Testament has about forty special references to its various ordinances” (= Injil dari kasih karunia Allah, dengan semua rentetan yang mengikutinya, bisa ditemukan dalam Imamat. Ini merupakan daya tarik yang mulia dari kitab ini bagi setiap pembaca yang merasa dirinya sendiri sebagai orang berdosa. Perjanjian Baru mempunyai sekitar 40 referensi khusus kepada peraturan-peraturannya yang beraneka ragam) - hal 2.

 

4)  Kitab Imamat mempunyai theologia yang masih sah dan relevan.

 

Kitab Imamat bukan sekedar mencatat sejarah ataupun hukum-hukum kuno yang sudah tak berlaku lagi; sebaliknya kitab ini menceritakan karakter dan kehendak Allah bagi umatNya. Dan karena Allah itu tak berubah, maka dari kitab ini kita bisa mempelajari theologia yang tetap sah dan relevan.

 

Wenham (NICOT): “Leviticus is a book of laws set within a narrative framework, and it may therefore seem odd to talk about its theology. But the biblical writers believed, and the Church always accepted, that they were writing more than history. They were recording God’s word to his people. Leviticus is therefore more than a description of past historical events and more than a collection of dated laws. It tells us about God’s character and will, which found expression in his dealings with Israel and in the laws he gave them. Those who believe that God the Lord ‘is the same yesterday and today and for ever’ may look to the book’s theology for insights that are still valid and relevant” (= Imamat adalah suatu kitab hukum-hukum yang disusun dalam kerangka cerita, dan karena itu bisa kelihatan aneh untuk berbicara tentang theologianya. Tetapi penulis-penulis yang alkitabiah percaya, dan Gereja selalu menerima, bahwa mereka adalah tulisan yang lebih dari sekedar sejarah. Mereka mencatat firman Allah bagi umatNya. Karena itu Imamat adalah lebih dari sekedar suatu penggambaran dari peristiwa-peristiwa sejarah di masa yang lampau, dan lebih dari suatu kumpulan dari hukum-hukum yang sudah tidak berlaku lagi. Itu menceritakan kepada kita karakter dan kehendak dari Allah, yang dinyatakan dalam hubunganNya dengan Israel dan dalam hukum-hukum yang Ia berikan kepada mereka. Mereka yang percaya bahwa Tuhan Allah ‘adalah sama kemarin dan hari ini dan selama-lamanya’ bisa melihat pada theologia dari kitab ini untuk pengertian / wawasan yang tetap sah dan relevan) - hal 15-16.

 

Memang semua ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan) dalam kitab ini sudah tidak berlaku, atau sudah tidak perlu dilakukan lagi, tetapi makna dari hukum-hukum itu tetap berlaku! Misalnya: pada saat itu kalau seseorang berdosa, ia harus mempersembahkan korban. Karena Kristus sudah mati disalib bagi kita, maka sekarang kalau kita berdosa, kita tidak perlu, dan bahkan tidak boleh, mempersembahkan korban binatang lagi. Tetapi makna dari hukum kuno itu tetap berlaku, yaitu ‘dosa membutuhkan korban’. Dulu korbannya adalah binatang, sekarang korbannya adalah Kristus!

 

5)  Kitab Imamat menekankan 2 hal, yaitu:

 

a)  Ibadah / jalan mencapai Allah.

 

b)  Kekudusan.

 

dan kedua hal ini jelas merupakan hal-hal yang sangat penting untuk dipelajari.

 

Victor P. Hamilton: “Norman L. Geisler has suggested that Leviticus be understood as a two-part book: the way to the Holy One (chaps. 1-10), that way being by sacrifice and priesthood; the way to holiness (chaps. 11-27), that way involving both sanitation and sanctification” [= Norman L. Geisler mengusulkan bahwa Imamat bisa dimengerti sebagai suatu kitab dengan 2 bagian: jalan kepada Yang Kudus (pasal 1-10), melalui korban dan keimaman; jalan kepada kekudusan (pasal 11-27), yang mencakup baik kebersihan dan pengudusan] - ‘Handbook on the Pentateuch’, hal 245.

 

Catatan: kata ‘sanitation’ bisa diartikan ‘kebersihan’, dan bisa juga diartikan ‘ilmu dan praktek tentang kondisi yang menyehatkan’.

 

Victor P. Hamilton: “Leviticus underscores that the material found in its chapters is divinely-revealed content. No hint is given that any institution described is incorporated from another religious system. Nor is there any indication that the substance of the book is the product of a committee on liturgy that imposes on the community its recommended means of worshipping God” (= Kitab Imamat menekankan bahwa materi yang didapatkan dalam pasal-pasalnya dinyatakan secara ilahi. Tidak ada petunjuk yang diberikan bahwa hukum-hukum manapun yang digambarkan, dimasukkan dari sistim agama lain. Juga tidak ada petunjuk bahwa isi dari kitab ini merupakan hasil dari suatu komisi liturgi yang menentukan bagi masyarakat cara-cara menyembah Allah yang dianjurkannya) - ‘Handbook on the Pentateuch’, hal 245.

 

Victor P. Hamilton: “The first seven chapters are devoted to a description of sacrifices ordained by God that bear on the perpetuation of man’s relationship with God. Worship without sacrifice is inconceivable. Wherever sin has driven a wedge between God and man, both sacrifice (the outer act) and penitence (the inner attitude) become incumbent on the sinner” [= 7 pasal yang pertama disediakan bagi suatu penggambaran dari korban-korban yang ditentukan oleh Allah yang berhubungan dengan penghidupan terus menerus dari hubungan manusia dengan Allah. Penyembahan / ibadah tanpa korban tak bisa dibayangkan. Dimanapun dosa telah memancangkan suatu pasak antara Allah dan manusia, maka baik korban (tindakan lahiriah) maupun pertobatan (sikap batin) menjadi suatu kewajiban bagi orang berdosa] - ‘Handbook on the Pentateuch’, hal 247.

 

Dan tentang hubungan dari kedua hal ini, perhatikan komentar dari penafsir ini.

 

Victor P. Hamilton: “Sacrifice must never be used as a smokescreen for ethical depravity. Outward conformity must be matched by inner holiness” (= Korban tidak pernah boleh digunakan sebagai tabir asap untuk kebejatan etika. Kesesuaian lahiriah harus cocok dengan kekudusan batin) - ‘Handbook on the Pentateuch’, hal 253.

 

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

 

·        Maz 51:18-19 - “(18) Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. (19) Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah”.

 

·        Yes 1:11-17 - “(11) ‘Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?’ firman TUHAN; ‘Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. (12) Apabila kamu datang untuk menghadap di hadiratKu, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait SuciKu? (13) Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagiKu. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. (14) Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagiKu, Aku telah payah menanggungnya. (15) Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah. (16) Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mataKu. Berhentilah berbuat jahat, (17) belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!.

 

·        Yer 6:20 - “Apakah gunanya bagiKu kamu bawa kemenyan dari Syeba dan tebu yang baik dari negeri yang jauh? Aku tidak berkenan kepada korban-korban bakaranmu dan korban-korban sembelihanmu tidak menyenangkan hatiKu”.

 

·        Yer 7:9-10 - “(9) Masakan kamu mencuri, membunuh, berzinah dan bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal, (10) kemudian kamu datang berdiri di hadapanKu di rumah yang atasnya namaKu diserukan, sambil berkata: Kita selamat, supaya dapat pula melakukan segala perbuatan yang keji ini!.

 

·        Hos 6:6 - “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran”.

 

·        Amos 5:21-24 - “(21) ‘Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. (22) Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. (23) Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. (24) Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.’”.

 

·        Mikha 6:6-8 - “(6) ‘Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun? (7) Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?’ (8) ‘Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?’”.

 

Catatan: awas, ayat-ayat di atas ini sama sekali tidak berarti bahwa Allah tak senang dengan korban / persembahan. Yang tidak Ia senangi adalah kalau seseorang memberikan korban / persembahan, tetapi hidupnya dibiarkan kotor.

 

Dan khusus tentang kekudusan, penafsir yang sama memberikan komentar di bawah ini.

 

Victor P. Hamilton: “More than any other Old Testament book, at least in terms of prominent vocabulary, Leviticus summons Israel to a holy life. Precisely what is involved in the holy life will surface as we make our way through the book. But for starters, we note that the word ‘holy’ occurs in this book of the Bible more often than in any other. Strong’s Exhaustive Concordance, based on the KJV, lists ninety uses of ‘holy’ in Leviticus, and fifty of these occur in chapters 19-27. Strong also cites seventeen uses of the verb ‘to sanctify,’ and again  a majority of these are in chapters 19-27 (i.e., 14 of 17). ... And lest it be thought that Leviticus addresses itself to the holiness demanded exclusively, or even primarily, of the priest, we need to observe that just the opposite is the situation. Precious little in this book is directed exclusively at the clergy (these exceptions are chapters 8-10,16 partially, and 21:1-22:16). The remainder is addressed to all the people. So Leviticus is describing a holiness that applies to everyone, not just for the religious hierarchy” [= Lebih dari kitab manapun dalam Perjanjian Lama, setidaknya dalam istilah-istilah dari perbendaharaan kata yang menyolok, Imamat memanggil Israel kepada hidup yang kudus. Dengan tepat apa yang terlibat dalam hidup yang kudus akan muncul ke permukaan pada waktu kita mempelajari kitab ini. Tetapi untuk pemula-pemula, kami memperhatikan bahwa kata ‘kudus’ muncul dalam kitab ini lebih sering dari pada dalam kitab yang lain dalam Alkitab. Strong’s Exhaustive Concordance, yang didasarkan pada KJV, memberikan daftar 90 penggunaan dari kata ‘kudus’ dalam Imamat, dan 50 darinya muncul dalam pasal 19-27. Strong juga mengutip 17 penggunaan dari kata kerja ‘menguduskan’, dan lagi-lagi mayoritas darinya ada dalam pasal 19-27 (yaitu 14 dari 17). ... Dan supaya jangan dianggap bahwa Imamat menujukan dirinya kepada kekudusan yang dituntut secara exklusif, atau bahkan terutama, dari imam-imam, kami perlu mengamati bahwa situasinya justru adalah sebaliknya. Sangat sedikit dalam kitab ini yang ditujukan secara exklusif kepada imam-imam (perkecualiannya adalah sebagian dari pasal 8-10,16, dan 21:1-22:16). Sisanya ditujukan kepada seluruh bangsa / umat. Jadi Imamat menggambarkan suatu kekudusan yang berlaku bagi setiap orang, bukan hanya untuk pejabat-pejabat agamawi] - ‘Handbook on the Pentateuch’, hal 246.

 

 

-AMIN-