KONSEP ANUGERAH  PAULUS DALAM SURAT ROMA

oleh: Ev. Heren, STh.


 

BAB IV

 

PENUTUP

 

 

KESIMPULAN

 

            Berdasarkan pemaparan dari hasil kajian pustaka terhadap pendapat beberapa teolog dan penggalian terhadap surat Roma itu sendiri, maka tidak diragukan lagi bahwa anugerah merupakan isi pengajaran Paulus dalam surat Roma sekaligus menjadi sebuah tema sentral yang sangat signifikan dalam kekristenan.  Memang ada perbedaan-perbedaan di antara para teolog yang disebut dalam bab II dalam memahami anugerah, namun di dalam berbagai pandangan ini ditemukan kesepakatan pemikiran berkenaan dengan tujuan diberikannya anugerah, yaitu untuk memberikan keselamatan melalui sebuah pembenaran oleh iman.  Sementara itu, berkenaan dengan isu bahwa anugerah mendorong manusia berbuat dosa lebih banyak maka baik dari pemaparan tulisan para teolog tersebut maupun dari hasil eksegesis terhadap surat Roma ditemukan bahwa anugerah tidak mendukung manusia berbuat dosa lebih banyak.  Sebaliknya, anugerah berkontradiksi dengan dosa. Dengan demikian konsep yang mengatakan anugerah memberikan kebebasan berbuat dosa merupakan sebuah  konsep yang salah.  Untuk menghindari kesalahan dalam konsep seperti yang pernah dan masih terjadi tersebut kita perlu memiliki konsep anugerah Paulus yang ditulisnya dalam surat Roma ini secara utuh dan benar sesuai firman Tuhan itu sendiri.  Konsep tersebut yang disimpulkan sebagai berikut:

 

 

 Anugerah Merupakan Inisiatif Allah

 

            Anugerah artinya suatu pemberian gratis dan lebih mengacu kepada tindakan kebaikan hati dari Allah kepada manusia yang tidak disebabkan oleh sesuatu apa pun  dalam diri manusia.  Anugerah secara faktual merupakan tindakan penyelamatan hasil keputusan Allah sendiri di dalam Yesus Kristus.  Paulus,  baik melalui salam pembuka surat maupun dalam isi suratnya, memperlihatkan bahwa sumber anugerah itu datang dari Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus.  Keselamatan yang diteruskan dengan panggilan kerasulannya datang dari Allah.   Secara ringkas dapat dikatakan bahwa inisiatif pemberian anugerah adalah bukan dari manusia melainkan sepenuhnya dari Allah.  

 

 

Anugerah Berbentuk Sebagai Pembenaran oleh Iman

 

            Dalam pengajaran Paulus terhadap jemaat Roma, bentuk anugerah yang diberikan Allah itu secara jelas diungkapkan sebagai sebuah pemberian berupa pembenaran oleh iman.  Paulus melihat bahwa untuk bisa menerima keselamatan dan masuk dalam persekutuan dengan Allah, manusia sangat membutuhkan sebuah pembenaran, penyebabnya adalah karena semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah.  Manusia dalam keberdosaannya tidak dapat menolong dirinya sendiri.  Berdosa berarti perseteruan dengan Allah, hal ini membuat manusia terpisah dari Allah dan tidak memungkinkan ia untuk hidup sebab upah dosa adalah maut.  Dosa ini melanda semua manusia tanpa terkecuali.  Untuk menggambarkan hal ini Paulus menggunakan figur Adam yang melambangkan satu dosa berakibat kepada dosa semua orang.  Figur Adam digunakan supaya jemaat Roma yang berada dalam dua kelompok (Yahudi dan non- Yahudi) yang saling merasa paling benar, menyadari bahwa mereka berasal dari satu keturunan yang sama dan bahwa mereka punya  hubungan satu sama lain dan punya status dan perilaku yang sama, yaitu sebagai orang berdosa.  Oleh sebab itu, maka secara pasti arah jalan hidup manusia menuju kepada satu tujuan yang sama yaitu kematian atau maut sebagai upah dosanya.

 

            Kondisi ini membuat manusia tidak berdaya dan tidak dapat menolong dirinya sendiri,  bahkan hukum Taurat pun tidak menyelamatkannya dari maut sebagai akibat dosa itu.  Dalam surat Roma ini Paulus menunjukkan bahwa hukum Taurat yang selama ini diandalkan orang orang Yahudi bahkan dianggap sarana keselamatan hanya memainkan peranan sekunder.  Lebih dari itu, hukum Taurat bahkan berakibat makin bertambahnya pelanggaran karena pada dasarnya fungsi hukum Taurat itu hanya untuk mendefinisikan dosa.  Oleh karena dorongan dari natur manusia yang berdosa maka semakin dosa dijabarkan semakin manusia melakukannya.

 

            Dengan adanya kenyataan bahwa manusia tidak bisa menolong dirinya sendiri dengan melakukan hukum Taurat, maka Allah memberikan solusi yaitu pembenaran oleh iman sebagaimana yang berulang-ulang disebut oleh Paulus dalam surat Roma. Keselamatan bagi manusia berdosa yang adalah seteru dan musuh Allah hanya bisa dimungkinkan terjadi oleh sebuah pembenaran, yaitu pemberian kebenaran yang dilakukan oleh Allah sendiri kepada manusia.  Dalam hal ini pembenaran adalah terhadap relasi manusia dengan Allah, dan bukan pembenaran terhadap perbuatan-perbuatan dosa manusia.  Melalui  pembenaran,  maka Allah mengubah seluruh hubungan manusia dengan-Nya menjadi sebuah hubungan yang dipulihkan dan dibenarkan sehingga ketika manusia nantinya berhadapan dengan Allah sebagai Hakim maka manusia itu berstatus benar dan bebas dari penghukuman kekal. Anugerah berupa pembenaran hanya diterima dengan iman kepada Yesus Kristus dan pengorbananNya di kayu Salib.  Ini adalah pemberian cuma-cuma bagi mereka yang percaya tanpa jasa perbuatan baik manusia, dan bagi mereka yang percaya atau beriman inilah kebenaran Kristus diimputasikan kepada diri orang tersebut.  Kebenaran Kristus itu adalah bahwa Ia telah dengan sempurna menaati hukum Taurat yang tidak bisa ditaati manusia, dan bahwa Ia telah menanggung murka yang selayaknya ditimpakan kepada manusia atas dosa-dosa manusia itu sendiri.

 

 

Anugerah Merupakan Lawan dari Dosa

 

            Anugerah dan dosa adalah dua kekuatan yang saling bertentangan.  Anugerah tidak mendorong perbuatan dosa dengan lebih besar dan banyak lagi, demikian juga dosa yang bertambah-tambah bukan jalan mendapatkan anugerah yang lebih besar lagi.  Jika Paulus dalam Rm 5:2-21 berkata  “dosa bertambah banyak” yang dilanjutkan dengan frasa “kasih karunia menjadi berkelimpahan,” maksud Paulus adalah untuk menyatakan suatu kategori  keadaan anugerah yang berlimpah-limpah  yang melampaui kelimpahan dosa.  Kalimat Paulus tidak dimaksudkan untuk membicarakan tentang penambahan dosa secara kualitas maupun kuantitas.  Namun Paulus sedang menggambarkan kekuatan anugerah yang super, melebihi kekuatan dosa di mana anugerah menang mengatasi dosa.

 

 

 Anugerah Berlanjut kepada Pengudusan

 

            Anugerah tidak berhenti pada pembenaran oleh iman, namun berlanjut kepada pengudusan orang percaya yang menerima anugerah.  Pengudusan ini bukan merupakan pengudusan terhadap status dan relasi manusia secara rohani di hadapan Allah, akan tetapi mengacu kepada tindakan luar manusia di hadapan tuntutan kebenaran dan standar kekudusan Allah sendiri.  Jika pada tahap penganugerahan pembenaran peran manusia tidak dilibatkan di dalamnya, maka pada tahap ini manusia terlibat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sesuai dengan statusnya yang baru dengan kekuatan dari Roh Kudus yang diberikan kepadanya.

 

            Setelah manusia dibenarkan Allah, ia tidak lagi memilih hidup di bawah dosa.  Hidupnya telah mati terhadap dosa, saat itu adalah akhir dari kehidupan yang lama yang ada di bawah pemerintahan dosa.  Paulus menegaskan bahwa pembenaran itu membawa manusia kepada pembaharuan hidup yang di dalamnya mengandung makna pertumbuhan pada diri manusia baru tersebut.  Dalam hidup yang baru, manusia lama telah disalibkan bersama Kristus dan bersamaan dengan  itu kuasa dosa hilang.   Namun hilangnya kuasa dosa terhadap diri orang yang mengalami anugerah bukan berarti dosa yang dilenyapkan sama sekali.  Dosa  tetap ada dan mungkin dilakukan oleh manusia, bedanya adalah jika  dalam manusia lama natur yang dimiliki oleh orang tersebut adalah natur berdosa dan  selalu dikontrol oleh dosa sehingga perbuatan dan pikirannya selalu kepada dosa, maka dalam diri manusia yang baru ia menyerahkan diri pada Allah untuk dikontrol oleh-Nya.  Manusia yang baru menyandarkan pengetahuan dan keputusannya kepada Tuhan.  Sesuai dengan naturnya yang baru, maka keputusan-keputusan, tindakan, pemikiran, dan kehendak manusia baru disandarkan pada pimpinan Tuhan.  Manusia baru berusaha bertanggung jawab atas hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus dengan kehendak untuk mengambil keputusan dan pilihan yang benar sesuai dengan statusnya yang baru di hadapan Allah.

 

            Di dalam kehidupan yang sudah diperbaharui seseorang tidak mungkin untuk  berada di bawah kuasa dosa dan berada di bawah kuasa kebenaran secara berganian dan bergiliran terus-menerus.  Selain itu juga tidak ada jalan tengah di antara keduanya. Kejatuhan manusia dalam dosa dalam hidup baru  bukan sesuatu yang disengaja dan dilakukan berulang-ulang.  Dengan menyebutkan bahwa  manusia baru sudah dibaptiskan (bersatu) dengan Kristus, dalam konsep yang diajarkan Paulus jelas bahwa orang yang sudah menerima anugerah memiliki kehendak sesuai dengan Kristus.  Kondisi ini yang tidak memungkinkan manusia baru dengan  sengaja menghendaki untuk melakukan dosa.

 

            Manusia baru bisa sesekali gagal dalam pergumulannya antara menuruti keinginan dosa dan melakukan kehendak Allah sehingga ia gagal pula dalam tanggung jawab pribadinya untuk mengambil keputusan yang benar.  Hal ini  sangat mungkin terjadi di dalam proses pengudusan, namun orang yang hidup dalam anugerah akan kembali kepada kehendak Allah dalam suatu penyesalan akan dosa-dosanya dan tidak berkehendak untuk melakukan mengulangi apalagi menambah dosanya.

 

            Ketika hidup manusia berakhir di dunia (mengalami kematian fisik) maka proses pengudusan pun berakhir.  Pada akhir dari proses pengudusan tersebut manusia baru menerima pemberian hidup yang sudah dimulai sejak ia dibenarkan oleh Allah.  Hidup kekal maupun pembenaran oleh iman adalah bentuk pemberian anugerah oleh Allah kepada manusia secara gratis. 

 

 

IMPLIKASI

 

Implikasi bagi Jemaat Gereja

 

            Permasalahan yang terjadi pada zaman  Paulus  ternyata juga merupakan permasalahan yang masih terjadi hingga zaman sekarang, oleh sebab itu  penting bagi kita umat Tuhan untuk memahami konsep anugerah yang dipaparkan Paulus dalam surat Roma ini dengan benar.  Selanjutnya, konsep anugerah yang sudah dipahami dengan benar tersebut sepatutnya teraplikasi secara nyata dalam kehidupan kita sebagai orang yang ditebus Kristus yang dimulai dari kesadaran bahwa masing-masing kita adalah orang berdosa.  Pada dasarnya tidak ada satu orang  pun yang lebih baik dari yang lainnya.  Dengan kesadaran seperti ini tentunya diharapkan semua orang percaya menjadi orang-orang yang rendah hati dan mengakui dalam seluruh kehidupan kita bahwa pembenaran yang kita terima adalah oleh iman bukan oleh perbuatan baik kita.  Kita tidak berjasa apa pun dalam pembenaran itu.  Kesadaran seperti ini juga diharapkan akan mengurangi gap yang terjadi di antara jemaat yang disebabkan oleh kesombongan rohani.

 

            Hal yang juga harus benar-benar jelas bagi jemaat Tuhan adalah bahwa pembenaran oleh iman yang dilakukan Allah terhadap manusia adalah berkenaan dengan status dan relasi manusia di hadapan-Nya.  Ketika hal ini terjadi, betapapun banyaknya dosa manusia dapat dihapuskan oleh karena Tuhan Yesus sudah membayar penghukuman atas dosa itu di atas kayu salib.  Pembenaran yang dilakukan Tuhan sama sekali tidak berarti membenarkan  tindakan dosa.  Allah membenci dosa, dengan demikian anugerah tidak bisa dijadikan surat izin bagi tindakan dosa kita. Sebaliknya, sebagai orang yang hidup dalam anugerah, kita  selayaknya menjauhkan diri dari dosa di mana saja kita berada, baik di lingkungan orang percaya maupun di luar lingkungan itu.

 

            Setelah pembenaran maka kita adalah orang dengan status yang benar di hadapan  Allah dan memiliki natur yang baru.  Oleh sebab itu dalam kehidupan kita yang baru, yaitu di bawah anugerah kita memasuki proses pengudusan, kita harus hidup sesuai status dan natur kita yang diperbaharui.  Segala pikiran dan keputusan-keputusan kita hendaknya disandarkan pada Tuhan untuk memperoleh pimpinan Tuhan.  Segala kehendak kita adalah berada di bawah kuasa kebenaran dan bukan kuasa dosa.  Dengan demikian, kritik Nitzsche yang pernah dilontarkannya berkenaan dengan kehidupan orang Kristen yang tidak sesuai dengan imannya tidak kembali terulang, sebaliknya kehidupan kita akan menjadi suatu kesaksian yang hidup bagi orang  yang tidak percaya.

 

            Jika kita memahami konsep anugerah dengan benar maka kita juga akan lebih kritis terhadap isu-isu yang muncul, misalnya issue yang dimunculkan oleh para antinomianis zaman ini yang menganggap anugerah sebagai surat izin untuk berbuat dosa sebanyak-banyaknya, bahkan anugerah dipakai sebagai alat untuk melegalkan penyimpangan seksual.  Pemahaman konsep anugerah yang benar akan menguatkan kita untuk tidak terpengaruh dengan issue tersebut, bahkan kita bisa melihat dan menilainya dari sudut pandang firman Tuhan, tetap hidup  berdasarkan firman Tuhan, menjalankan proses pengudusan dengan tekun.  Pada tahap yang lebih maju, orang percaya harus bisa memberikan penjelasan dan membimbing sesama untuk tidak jatuh dalam dosa akibat mengikuti pengajaran yang tidak benar tersebut.  Tindakan seperti ini akan saling mendorong sesama anak Tuhan untuk bertumbuh di dalam anugerah, membimbing ke luar dari dosa dan hidup sejalan dengan konsep anugerah yang benar.  Lebih lanjut, Terhadap setiap issue lain yang muncul, kita juga diharapkan bisa berhati-hati dan selalu menilainya dalam kerangka firman Tuhan.

 

 

Implikasi bagi Para Rohaniwan

 

            Apa yang dikatakan oleh Paulus dalam 6:1 merupakan logika yang secara otomatis bisa muncul dalam pemikiran orang yang dikuasai oleh dosa dan merupakan alasan logis mereka untuk mencari alasan bagi perbuatan dosa.  Untuk itu pada rohaniwan dan pengajar firman Tuhan (guru sekolah minggu, pembimbing  remaja/pemuda/komisi lainnya, dan guru agama) memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan konsep anugerah  yang benar dengan utuh.  Hanya dengan mendidik jemaat agar membaca dan mempelajari firman Tuhan dengan utuh dan benar maka kita bisa mengurangi kemungkinan kesalahan pengertian atau penyalahgunaan ayat firman Tuhan untuk mendukung dosa.  Ketaatan pada firman Tuhan merupakan hal yang harus dipelajari dan dilatih, maka dari itu mendidik dan melatih  jemaat untuk bertanggung jawab dalam proses pengudusan seperti yang dikehendaki Tuhan dan hidup sesuai dengan status dan naturnya yang baru adalah tugas yang tidak boleh terlewatkan oleh para rohaniwan.  Sebagaimana proses pengudusan bisa disebut juga dengan proses pertumbuhan, kita sebagai rohaniwan adalah pendamping dalam proses pertumbuhan jemaat tersebut.

 

            Di samping itu, para rohaniwan juga perlu mengingat bahwa di antara jemaat masih ada yang perlu diyakinkan bahwa keselamatan hanya oleh iman pada Kristus bukan karena perbuatan baik oleh sebab semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah.  Harus kita akui bahwa ketika seseorang menerima Kristus konsep keselamatan mereka dari agama atau kepercayaan yang lama tidak langsung lenyap.  Dalam  konteks Indonesia, semua agama di luar kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan diusahakan melalui perbuatan baik.  Jadi, bukan suatu hal yang aneh jika ada orang-orang yang sudah menyatakan diri menerima Yesus Kristus tapi masih merasa perlu berbuat baik untuk bisa mencapai keselamatan itu.   Berkenaan dengan kondisi yang seperti ini maka para rohaniwan perlu meluruskan konsep keselamatan mereka, bahwa keselamatan diterima oleh anugerah semata.