Eksposisi Surat Yohanes yang Pertama

oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.


I YOHANES 3:1-10

 

I) Orang kristen sebagai anak Allah.

 

1)  Kita bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah.

 

Ay 1a: Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.

 

Catatan: Bagian yang saya garis bawahi dobel, tidak ada dalam KJV karena KJV menggunakan manuscript yang tidak mempunyai bagian ini. Pada umumnya bagian ini dianggap asli.

 

Calvin mengatakan bahwa ay 1a ini menunjukkan bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah. Orang Arminian mengatakan bahwa kita dipilih Allah karena Allah melihat lebih dulu sesuatu yang baik yang akan ada dalam diri kita. Tetapi kalau demikian halnya, maka itu bukan kasih karunia Allah. Disamping itu ajaran Arminian tersebut bertentangan dengan Ro 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

 

Hal ini seharusnya memotivasi / mendorong kita untuk mengasihi Allah, dan mewujudkan kasih kepada Allah itu dengan menguduskan kehidupan kita.

 

2)  Keadaan anak-anak Allah sekarang.

 

Fakta bahwa kita adalah anak-anak Allah seringkali tidak terlihat pada saat ini.

 

Ay 1b-2a: “(1b) Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (2a) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak.

 

Bagian yang saya garis bawahi itu oleh NIV diterjemahkan sebagai berikut: and what we will be has not yet been made known (= dan kita akan jadi apa, belum dinyatakan).

 

a)  Ay 1bnya menunjukkan bahwa sekalipun kita adalah anak-anak Allah tetapi dunia tidak mengakui hal itu dan tidak memperlakukan kita sebagai anak-anak Allah, karena dunia tidak mengenal Allah.

 

Bdk. Yoh 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku”.

 

b)  Setan bekerja sedemikian rupa sehingga mengaburkan fakta ini.

 

Calvin: “Hence it can hardly be inferred from our present state that God is a Father to us, for the devil so contrives all things as to obscure this benefit” (= Karena itu hampir tidak bisa disimpulkan dari keadaan kita sekarang ini bahwa Allah adalah Bapa kita, karena setan mengatur segala sesuatu sehingga mengaburkan keuntungan ini) - hal 204.

 

Calvin: “our present condition is very short of the glory of God’s children; for as to our body we are dust and a shadow, and death is always before our eyes; we are also subject to thousand miseries, and the soul is exposed to innumerable evils; so that we find always a hell within us” (= keadaan kita sekarang ini sangat jauh dari kemuliaan dari anak-anak Allah; karena berkenaan dengan tubuh kita, kita adalah debu dan bayangan, dan kematian selalu ada di depan mata kita; kita juga menjadi sasaran dari seribu kesengsaraan, dan jiwa terbuka terhadap kejahatan / bencana yang tak terhitung banyaknya; sehingga kita selalu menjumpai neraka dalam diri kita) - hal 204.

 

c)  Karena itu Calvin mengatakan (hal 204) bahwa kita tidak boleh mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang sekarang ini supaya kesengsaraan-kesengsaraan jangan menggoncangkan iman kita. Kita harus memandang dan percaya pada apa yang belum terlihat.

 

3)  Keadaan anak-anak Allah nanti.

 

Pada saat Yesus datang keduakalinya, kita akan menjadi seperti Dia.

 

Ay 2b: “akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.

 

a)  Yang dimaksud dengan ‘Kristus menyatakan diriNya’ jelas adalah kedatangan Yesus yang keduakalinya.

 

b)  Perhatikan kata-kata ‘kita akan menjadi sama seperti Dia’.

 

Kata ‘sama’ seharusnya tidak ada.

 

KJV: ‘we shall be like him’ (= kita akan seperti Dia).

 

Tentu kita tidak menjadi setara dengan Dia / menjadi Allah.

 

Calvin mengatakan bahwa kita tidak akan menjadi setara dengan Dia, karena harus ada perbedaan antara kepala dan anggota-anggota tubuh. Sang rasul mengatakan bahwa kita akan seperti Dia karena Ia akan mengubah tubuh kita yang hina sehingga menjadi seperti tubuhNya yang mulia.

 

Bdk. Fil 3:21 - “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diriNya”.

 

c)  sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya.

 

·        sebab.

 

Calvin menafsirkan kata ‘sebab’ bukan sebagai ‘cause’ (= penyebab), tetapi sebagai ‘effect’ (= akibat). Jadi, pada saat kita menjadi seperti Dia, maka kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Kata Yunani yang digunakan adalah HOTI, yang bisa berarti ‘because’ (= sebab), tetapi bisa juga berarti ‘that’ (= sehingga / supaya).

 

Tetapi John Stott menganggap bahwa pada saat kita melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya, maka kita akan menjadi seperti Dia.

 

·        kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya’.

 

*        Memang orang kafir / tidak percaya juga akan melihat Dia, tetapi mereka melihat Dia sebagai Hakim yang mengerikan, sedangkan kita melihat Dia sebagai teman.

 

*        Sekarangpun kita ‘melihat’ Dia, tetapi kita melihat Dia hanya secara samar-samar. Nanti kita akan melihat Dia apa adanya.

 

1Kor 13:12 - “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.

 

d)  Ini bukan hanya merupakan suatu kemungkinan tetapi suatu kepastian.

 

Ini terlihat dari:

 

·        kata ‘tahu’ dalam ay 2b - “akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.

 

·        kata ‘pengharapan’ dalam ay 3.

 

Ay 3: Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.

 

Dalam Kitab Suci kalau kata ‘pengharapan’ digunakan dalam arti seperti ini, maka kata itu memang tidak berarti sebagai suatu pengharapan yang tidak pasti (bdk. Kis 24:15  26:7  28:20  Ro 8:21,24  1Kor 15:19  Ef 1:18  Kol 1:5,23,27  Tit1:2  2:13  3:7  Ibr 10:23).

 

Di sini saya hanya memberikan 2 ayat saja.

 

Tit 1:2 - “dan berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta.

 

Ibr 10:23 - “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.

 

John Stott (Tyndale): “This is not an uncertain hope, like the hopes of men, because it is grounded upon the promise of Christ (cf. Heb. 10:23), and we know (verse 2) the truth for which we hope” [= Ini bukan pengharapan yang tidak pasti, seperti pengharapan dari manusia, karena ini didasarkan pada janji Kristus (bdk. Ibr 10:23), dan kita tahu (ay 2) kebenaran yang kita harapkan] - hal 120.

 

e)  Setiap orang yang mempunyai pengharapan untuk melihat Kristus dan menjadi seperti Kristus, harus menyucikan dirinya.

 

Ay 3: Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.

 

II) Orang kristen ‘tidak bisa berbuat dosa’.

 

1)  Ay 4-7: (4) Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. (5) Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. (6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. (7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar.

 

a)  Ay 4: Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.

 

1.  ‘Berbuat dosa’.

 

Ini ada dalam present tense, dan Calvin menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘berbuat dosa’ di sini bukanlah kalau seorang anak Tuhan jatuh ke dalam dosa, tetapi kehidupan di dalam dosa / kehidupan yang terus berdosa.

 

Bdk. Yoh 8:34 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat (present participle) dosa, adalah hamba dosa”.

 

Herschel H. Hobbs: “the present tense in Greek carries the force of habitual sinning” (= present tense dalam bahasa Yunaninya membawa arti berdosa sebagai suatu kebiasaan) - hal 82.

 

2.  Kata Yunani yang diterjemahkan ‘pelanggaran hukum Allah’ / ‘melanggar hukum Allah’ adalah ANOMIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘no law’ (= tidak ada hukum) atau ‘lawlessness’ (= ke-tidak-ada-an hukum).

 

Kata ‘melanggar’ (ini seharusnya melakukan lawlessness) juga ada dalam present tense, dan karena itu Herschel H. Hobbs menterjemahkan ay 4 ini sebagai berikut: “Every one having the habit of doing sin, also has the habit of doing lawlessness, and sin is lawlessness” (= Setiap orang yang mempunyai kebiasaan berbuat dosa, juga mempunyai kebiasaan melakukan ke-tidak-ada-an hukum, dan dosa adalah ke-tidak-ada-an hukum).

 

3.  Maksud Yohanes dengan ay 4 ini.

 

Calvin: “he means simply to teach us, that sin arises from a contempt of God, and that by sinning, the law is violated” (= ia hanya bermaksud untuk mengajar kita bahwa dosa muncul dari suatu perasaan jijik / sikap memandang rendah terhadap Allah, dan bahwa dengan berbuat dosa, hukum dilanggar) - hal 208.

 

John Stott (Tyndale): “today the truth about sin is concealed by euphemisms, and our sins become mere ‘peccadilloes’, ‘temperamental weaknesses’ or ‘personality problems’. In contrast to such underestimates of sin, John declares that it is not just a negative failure ... but essentially an active rebellion against God’s will and violation of His holy law” (= pada jaman sekarang kebenaran tentang dosa disembunyikan oleh ungkapan-ungkapan pelembut, dan dosa-dosa kita menjadi sekedar ‘dosa-dosa kecil’, ‘kelemahan temperamental’ atau ‘problem kepribadian’. Bertentangan dengan peremehan dosa seperti itu, Yohanes menyatakan bahwa itu bukan hanya suatu kegagalan yang negatif ... tetapi secara hakiki suatu pemberontakan aktif terhadap kehendak Allah dan pelanggaran terhadap hukumNya yang kudus) - hal 122.

 

John Stott (Tyndale): “It is important to acknowledge this, because the first step towards holy living is to recognize the true nature and wickedness of sin” (= Adalah penting untuk mengakui ini, karena langkah pertama menuju kehidupan yang kudus adalah mengenali hakekat yang sebenarnya dan kejahatan dari dosa) - hal 122.

 

b)  Ay 5: Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.

 

1.  Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa.

 

Kata ‘menyatakan diriNya’ di sini menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematianNya pada kayu salib.

 

Bdk. Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia”.

 

2.  dan di dalam Dia tidak ada dosa.

 

Digunakan present tense di sini, dan John Stott (hal 123) mengatakan bahwa ini disebabkan karena Yohanes tidak bermaksud untuk menunjuk pada keberadaan Kristus sebelum lahir, atau pada saat Kristus menjadi manusia, atau pada saat Kristus sudah ada di surga, tetapi menunjuk kepada sifat dasarNya yang hakiki dan kekal.

 

c)  Ay 6: Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.

 

1.  Kata ‘berbuat dosa’ lagi-lagi ada dalam present tense, dan karena itu harus diartikan ‘berbuat dosa terus menerus’ atau ‘berbuat dosa sebagai kebiasaan’.

 

NIV: No one who lives in him keeps on sinning. No one who continues to sin has either seen him or known him (= Tidak seorangpun yang hidup di dalam Dia terus menerus berbuat dosa. Tidak seorangpun yang terus berbuat dosa telah melihat atau mengenal Dia).

 

Herschel H. Hobbs: “The verbs for ‘sinning’ are present tenses expressing repeated action in the present time. ... whosoever makes sinning the habit of life has never (past or present) had a vital contact with Christ” [= Kata-kata kerja untuk ‘berbuat dosa’ ada dalam bentuk present yang menyatakan tindakan yang berulang-ulang pada masa sekarang. ... siapapun yang membuat dosa sebagai kebiasaan dari kehidupan tidak pernah (lampau dan sekarang) mempunyai kontak yang hidup dengan Kristus] - hal 85.

 

2.  Kata-kata ‘tidak melihat dan tidak mengenal Dia’ artinya ‘tidak percaya kepada Kristus’.

 

Orang-orang seperti itulah yang berbuat dosa terus menerus. Sebaliknya, orang kristen pasti menyucikan dirinya.

 

John Stott (Tyndale): “Not until He appears in glory shall we ‘see him as he is’ (verse 2); yet every Christian has seen Him with the eye of faith. And the sight of Christ, both in present experience and in future prospect, is a strong incentive to holiness. These verses teach the utter incongruity of sin in the Christian” [= Baru pada saat Ia muncul dalam kemuliaan kita akan melihatNya sebagaimana adanya Dia (ay 2); tetapi setiap orang Kristen telah melihatNya dengan mata iman. Dan penglihatan tentang Kristus, baik pada pengalaman masa kini maupun pada masa yang akan datang, merupakan suatu dorongan kepada kekudusan. Ayat-ayat ini mengajar ketidak-pantasan sepenuhnya dari dosa dalam diri orang kristen] - hal 123.

 

d)  Ay 7: Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar.

 

Ini merupakan present imperative, dan itu berarti bahwa perintah ini harus dilakukan terus menerus.

 

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa penyesat yang dimaksudkan oleh Yohanes adalah para pengikut Gnosticisme, yang menganggap bahwa tubuh tidak mempengaruhi roh.

 

John Stott (Tyndale): “The false teachers, ... were seeking to lead them astray, not only theologically (2:26) but morally as well. ... The heretics appear to have indulged in the subtly perverse reasoning that somehow you could ‘be’ righteous without necessarily bothering to ‘practice’ righteousness” [= Guru-guru palsu, ... berusaha untuk menyesatkan mereka, bukan hanya secara theologis (2:26) tetapi juga secara moral. ... Orang-orang sesat / bidat itu kelihatannya menuruti kata hati mereka dalam pemikiran jahat yang licik bahwa entah bagaimana engkau bisa menjadi benar tanpa harus bersusah-susah untuk mempraktekkan kebenaran] - hal 124.

 

2)  Ay 8-10 - “(8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu. (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. (10) Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya”.

 

a)  Ay 8: barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.

 

1.  barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis.

 

·        Kata ‘berbuat’ lagi-lagi merupakan present tense, yang menunjukkan tindakan terus menerus / kebiasaan.

 

·        Dari ayat ini Calvin mengatakan (hal 211) bahwa tidak ada keadaan di tengah-tengah. Atau seseorang adalah milik Kristus, yaitu kalau ia berbuat kebenaran (ay 7), atau seseorang adalah milik setan, yaitu kalau ia berbuat dosa (ay 8).

 

2.  sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya.

 

Kata-kata ‘dari mulanya’ / ‘from the beginning’ tidak sama dengan ‘Beginning’ dalam Yoh 1:1, yang betul-betul menunjuk pada kekekalan. Yang di sini menunjuk pada saat kejatuhan setan (malaikat).

 

3.  Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.

 

·        Kata ‘menyatakan diri’ di sini juga menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematian pada salib.

 

·        Calvin berkata (hal 212) bahwa mereka dalam siapa dosa berkuasa tidak bisa dianggap sebagai anggota-anggota dari Kristus, karena dimanapun Kristus menyatakan kuasaNya, Ia mengusir setan maupun dosa.

 

b)  Ay 9: Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.

 

1.  Ada bermacam-macam penafsiran tentang ungkapan ‘tidak berbuat dosa lagi’ / ‘tidak dapat berbuat dosa’ dalam ay 9 ini (juga dalam ay 6,8).

 

a.  Ayat-ayat ini dipakai oleh orang-orang tertentu untuk mengajarkan ‘Perfectionisme’, yang mengatakan bahwa dalam hidup ini orang kristen bisa mencapai kesucian yang sempurna.

 

Perfectionisme jelas salah karena bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.

 

Calvin: “all those who dream of a perfection of this kind, sufficiently shew what stupid conscience they must have” (= semua mereka yang bermimpi tentang suatu kesempurnaan dari jenis ini, menunjukkan secara cukup betapa bodoh hati nurani yang mereka miliki) - hal 212.

 

b.  Dosa yang dimaksudkan adalah dosa-dosa yang hebat / besar.

 

Ini jelas salah, karena kata ‘dosa’ di sini digunakan dalam arti umum, bukan spesifik.

 

c.  Ada yang menganggap bahwa apa yang dianggap sebagai dosa oleh Allah dalam diri orang yang tidak percaya, tidak dianggap demikian oleh Allah dalam diri orang percaya.

 

Ini jelas juga salah, karena Allah tidak mungkin mempunyai standard ganda seperti itu.

 

d.  Ada yang membedakan manusia lama dan manusia baru, dan mengatakan bahwa manusia lama memang terus berbuat dosa, tetapi manusia baru tidak.

 

Ini juga salah karena subyek dari tindakan berdosa itu selalu adalah ‘he’, bukan ‘it’.

 

e.  Yohanes tidak membicarakan realita tetapi keadaan ideal.

 

Ini juga salah karena kalau Yohanes berbicara secara ideal, ia akan menggunakan kata ‘should not sin’ (= tidak boleh berbuat dosa). Tetapi ia menggunakan kata-kata ‘tidak berbuat dosa’, dan ‘tidak bisa berbuat dosa’. Ini jelas menunjukkan bahwa ia tidak membicarakan keadaan ideal, tetapi membicarakan realita.

 

f.  Ada orang-orang kristen, tetapi tidak semua orang kristen, yang tidak berdosa.

 

Ini tetap salah, karena bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10.

 

g.  Dosa yang dimaksudkan adalah dosa sengaja.

 

Ini juga salah, karena semua orang kristen pasti pernah, bahkan sering, berbuat dosa dengan sengaja.

 

Disamping itu Yohanes mengatakan bahwa dosa adalah ‘lawlessness’ (= ke-tidak-ada-an hukum), suatu pelanggaran terhadap hukum Allah. Yohanes tidak membedakan antara sengaja atau tidak.

 

h.  Dosa yang dimaksudkan adalah dosa yang merupakan kebiasaan dan dilakukan secara terus menerus (hidup di dalam dosa).

 

Ini penafsiran yang benar, yang harus diambil, karena kata-kata ‘tidak berbuat dosa lagi’ dan ‘tidak dapat berbuat dosa’ ada dalam present tense.

 

NIV: No one who is born of God will continue to sin, because God’s seed remains in him; he cannot go on sinning, because he has been born of God (= Tidak seorangpun yang dilahirkan dari Allah akan terus berbuat dosa, karena benih Allah tetap di dalam dia; ia tidak dapat terus berbuat dosa, karena ia telah dilahirkan dari Allah).

 

Herschel H. Hobbs: “again the Greek tense of ‘commit’ has a different shade of meaning. It is the present tense of the verb ‘to do,’ expressing habitual action” (= lagi-lagi tense bahasa Yunani dari ‘berbuat’ mempunyai bayangan arti yang berbeda. Itu adalah present tense dari kata kerja ‘to do’ / ‘berbuat / melakukan’, yang menyatakan tindakan kebiasaan) - hal 87-88.

 

John Stott (Tyndale): “the Christian ‘cannot sin’ ... ‘he is not able to sin’, where ‘to sin’ is a present, not an aorist, infinitive. If the infinitive had been an aorist it would have meant ‘he is not able to commit a sin’; the present infinitive, however, signifies ‘he is not able to sin habitually’” (= orang kristen ‘tidak dapat berbuat dosa’ ... ‘ia tidak bisa berbuat dosa’, dimana ‘berbuat dosa’ adalah suatu infinitif bentuk present, bukan aorist / lampau. Seandainya infinitif itu merupakan suatu aorist / lampau, maka artinya adalah ‘ia tidak bisa melakukan suatu dosa’; tetapi infinitif bentuk present berarti ‘ia tidak bisa berbuat dosa sebagai kebiasaan’) - hal 126.

 

2.  benih ilahi tetap ada di dalam dia’.

 

a.  ‘benih ilahi’.

 

Kata ‘ilahi’ sebetulnya tidak ada. Lit: ‘benihNya’.

 

John Stott kelihatannya condong pada anggapan bahwa ‘benih ilahi’ ini menunjuk kepada ‘hakekat ilahi’ (hal 127). Tetapi pada hal 130 ia mengatakan bahwa mungkin kita tidak akan pernah bisa tahu dengan pasti arti dari ungkapan ini. Tetapi apakah ‘benih’ ini menunjuk kepada ‘benih Injil’, atau kepada ‘Roh Kudus’, atau kepada ‘hakekat ilahi yang diberikan / ditanamkan’ (bdk. 2Pet 1:4), maksud Yohanes tetap sama, yaitu bahwa kelahiran orang kristen secara supranatural dari Allah, menjaganya dari tindakan berbuat dosa.

 

2Pet 1:4 - “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi [NIV/NASB: ‘divine nature’ (= hakekat ilahi)], dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia”.

 

b.  Kata-kata tetap ada di dalam dia’ oleh Calvin dipakai sebagai dasar dari doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus).

 

c)  Ay 10: Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.

 

1.  Anak Allah atau anak iblis.

 

John Stott (Tyndale): “Our parentage is either divine or diabolical. The universal fatherhood of God is not taught in the Bible, except in the vague, physical sense that God is the Creator of all (Acts 17:28). But in the intimate, spiritual sense God is not the Father of all men, and all men are not His children” [= Bapa kita adalah Allah atau setan. KeBapaan universal dari Allah tidak diajarkan dalam Alkitab, kecuali dalam arti yang samar-samar dan bersifat fisik bahwa Allah adalah Pencipta dari semua (Kis 17:28). Tetapi dalam arti yang intim / mendalam dan rohani Allah bukan Bapa dari semua orang, dan tidak semua orang adalah anak-anakNya] - hal 128.

 

William Barclay: “It is by the gift of God that a man becomes a child of God. By nature a man is the creature of God, but it is by grace that he becomes the child of God. There are two English words which are closely connected but whose meanings are widely different, paternity and fatherhood. Paternity describes a relationship in which a man is responsible for the physical existence of a child; fatherhood describes an intimate, loving, relationship. In the sense of paternity all men are children of God; but in the sense of fatherhood men are children of God only when he makes his gracious approach to them and they respond. ... While all men are children of God in the sense that they owe their lives to him, they become his children in the intimate and loving sense of the term only by an act of God’s initiating grace and the response of their own hearts” (= Adalah oleh karunia Allah seseorang menjadi anak Allah. Secara alamiah seorang manusia adalah makhluk ciptaan Allah, tetapi oleh kasih karunia ia menjadi anak Allah. Ada dua kata bahasa Inggris yang berhubungan dekat tetapi yang artinya sangat berbeda, yaitu ‘paternity’ dan ‘fatherhood’. ‘Paternity’ menggambarkan suatu hubungan dalam mana seseorang bertanggung jawab untuk keberadaan secara fisik dari seorang anak; ‘fatherhood’ menggambarkan hubungan yang intim dan mengasihi. Dalam arti ‘paternity’ semua orang adalah anak-anak Allah; tetapi dalam arti ‘fatherhood’ orang-orang adalah anak-anak Allah hanya pada waktu Ia membuat pendekatan yang bersifat kasih karunia kepada mereka dan mereka menanggapi. ... Sementara semua orang adalah anak-anak Allah dalam arti mereka berhutang kehidupan mereka kepadaNya, mereka menjadi anak-anakNya dalam arti intim dan mengasihi dari ungkapan ini hanya oleh suatu tindakan yang dimulai oleh kasih karunia Allah dan tanggapan dari hati mereka sendiri) - hal 73,74.

 

2.  Cara mengetest.

 

Herschel H. Hobbs: “he divides the human race into two groups: sons of God and sons of the devil. ... They are distinguished by two simple tests: those who do or do not righteousness and those who love or do not love” (= ia membagi umat manusia menjadi dua kelompok; anak-anak Allah dan anak-anak setan. ... Mereka dibedakan oleh dua test yang sederhana: mereka yang melakukan atau tidak melakukan kebenaran dan mereka yang mengasihi atau tidak mengasihi) - hal 88.

 

Catatan: lagi-lagi baik kata ‘berbuat’ maupun ‘mengasihi’ ada dalam present tense, yang menunjukkan tingkah laku dan sikap yang terus menerus.

 

Kesimpulan / penutup.

 

Seluruh text ini menekankan keharusan untuk melakukan pengudusan. Sebagai orang kristen kita memang harus berusaha mati-matian untuk membuang dosa / menguduskan diri kita.

 

John Owen: “Cease not a day from this work; be killing sin or it will be killing you” (= Jangan berhenti satu haripun dari pekerjaan ini; bunuhlah dosa atau dosa itu akan membunuhmu) - ‘Temptation and Sin’, hal 9.

 

 

-AMIN-