Eksposisi Surat Yohanes yang Pertama

oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.


I Yohanes 1:5-10

 

I) Allah adalah terang (ay 5).

 

Herschel H. Hobbs: “‘Light’ is symbolic of ‘good’; ‘darkness’ depicts ‘evil’” (= ‘Terang’ merupakan simbol dari ‘kebaikan’; ‘kegelapan’ menggambarkan ‘kejahatan’) - hal 30.

 

William Barclay: “A man’s own character will necessarily be determined by the character of the god whom he worships” (= Karakter / sifat manusia pasti akan ditentukan oleh karakter / sifat dari allah yang ia sembah) - hal 25.

 

II) ‘Hidup’ dan ‘persekutuan dengan Allah dan manusia’ (ay 6-7).

 

1)  Yohanes membicarakan persekutuan dengan Allah (ay 6: ‘persekutuan dengan Dia’) dan persekutuan dengan manusia (ay 7: ‘persekutuan seorang dengan yang lain’).

 

William Barclay: “True religion is that by which every day a man comes closer to his fellow-men and closer to God. It produces fellowship with God and fellowship with men - and we can never have the one without the other (= Agama yang benar adalah agama dengan mana setiap hari seseorang datang lebih dekat kepada sesama manusianya dan lebih dekat kepada Allah. Agama itu menghasilkan persekutuan dengan Allah dan persekutuan dengan manusia - dan kita tidak pernah bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lain) - hal 31.

 

Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi dari kutipan di atas ini. Memang ‘persekutuan dengan Allah’ dan ‘persekutuan dengan sesama’ sangat berhubungan satu dengan yang lain.

 

a)  Dalam ay 7 terlihat bahwa persekutuan dengan Allah mendasari persekutuan dengan manusia.

 

Herschel H. Hobbs: “Because the nature of Christian fellowship is the result of our relation to God, John places the greater emphasis upon the latter. Without it Christian fellowship is impossible” (= Karena sifat dari persekutuan Kristen merupakan hasil / akibat dari hubungan kita dengan Allah, Yohanes memberikan penekanan yang lebih besar kepada yang terakhir. Tanpa itu persekutuan Kristen adalah mustahil) - hal 29.

 

b)  Tetapi juga harus diingat bahwa kalau kita membenci sesama kita, maka itu berarti juga hidup dalam kegelapan, sehingga tidak memungkinkan persekutuan dengan Allah (ay 6 bdk. Mat 5:23-24).

 

2)  Ay 6-7 mengkontraskan orang yang berjalan dalam kegelapan dengan orang yang berjalan dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang. Apa maksudnya ‘hidup dalam kegelapan’ dan ‘hidup dalam terang’?

 

a)  Kata ‘hidup’, baik dalam ay 6 maupun ay 7, sebetulnya adalah ‘walk’ (= berjalan), dan ini ada dalam bentuk present, dan menunjukkan bahwa ini merupakan suatu gaya hidup / kehidupan yang terus menerus.

 

b)  Orang kristen yang hidup dalam kegelapan (ay 6).

 

Herschel H. Hobbs memberikan komentar sebagai berikut:

“When the devil loses a person through the regeneration experience, he endeavours to destroy the joy and effectiveness of that Christian life” (= Pada waktu setan kehilangan seseorang melalui pengalaman kelahiran baru, ia berusaha untuk menghancurkan sukacita dan keefektifan dari kehidupan Kristen itu) - hal 32. Ini setan lakukan dengan terus mendorong / memikat orang itu untuk hidup dalam dosa.

 

Dan tentang orang yang dikatakan hidup / berjalan dalam kegelapan ini, William Barclay berkata:

“He is not thinking of the man who tries his hardest and yet often fails. ‘A man,’ said H. G. Wells, ‘may be a very bad musician, and may yet be passionately in love with music’; and a man may be very conscious of his failures and yet be passionately in love with Christ and the way of Christ” (= Ia tidak berpikir tentang orang yang berusaha sekuat tenaga tetapi sering gagal. ‘Seseorang’, kata H. G. Wells, ‘bisa merupakan seorang musisi yang jelek, tetapi betul-betul cinta kepada musik’; dan seseorang bisa sangat sadar akan kegagalan-kegagalannya tetapi betul-betul mencintai Kristus dan jalan Kristus) - hal 31.

 

c)  Hidup / berjalan dalam terang sama seperti Allah ada dalam terang (ay 7).

 

William Barclay: “This does not mean that a man must be perfect before he can have fellowship with God; if that were the case, all of us would be shut out. But it does mean that he will spend his whole life in the awareness of his obligations, in the effort to fulfil them and in penitence when he fails. It will mean that he will never think that sin does not matter; it will mean that the nearer he comes to God, the more terrible sin will be to him” (= Ini tidak berarti bahwa seseorang harus sempurna sebelum ia bisa mendapat persekutuan dengan Allah; karena jika demikian maka semua kita akan terhalang untuk masuk. Tetapi itu berarti bahwa ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dalam kesadaran akan kewajiban-kewajibannya, dalam usaha untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan dalam penyesalan pada waktu ia gagal. Itu berarti bahwa ia tidak akan pernah berpikir bahwa dosa itu tidak jadi soal / tidak apa-apa; itu berarti bahwa makin ia dekat kepada Allah, makin buruk / tidak baik dosa itu baginya) - hal 29.

 

Calvin: “he is therefore said to be like God, who aspires to his likeness, however distant from it he may as yet be. ... He walks in darkness who is not ruled by the fear of God, and who does not, with a pure conscience, devote himself wholly to God, and seek to promote his glory. Then, on the other hand, he who in sincerity of heart spends his life, yea, every part of it, in the fear and service of God, and faithfully worships him, walks in the light, for he keeps the right way, though he may in many things offend and sigh under the burden of the flesh. Then, integrity of conscience is alone that which distinguishes light from darkness” (= karena itu ia dikatakan seperti Allah, yang ingin menyerupai Dia, betapapun jauhnya ia dari hal itu. ... Ia berjalan dalam kegelapan yang tidak diperintah oleh rasa takut kepada Allah, dan yang tidak dengan hati nurani yang murni mempersembahkan dirinya sendiri sepenuhnya kepada Allah, dan berusaha memajukan kemuliaanNya. Maka, pada sisi lain, ia yang dengan hati yang tulus / sungguh-sungguh menghabiskan hidupnya, bahkan setiap bagian hidupnya, dalam takut kepada dan pelayanan kepada Allah, dan dengan setia menyembah / beribadah kepadaNya, berjalan dalam terang, karena ia memegang jalan yang benar, sekalipun ia bisa melakukan kesalahan dalam banyak hal dan berkeluh-kesah di bawah beban dari daging. Jadi, hanya kejujuran / ketulusan dari hati nurani sajalah yang membedakan terang dari kegelapan) - hal 164-165.

 

4)  Persekutuan dengan Allah dan dengan sesama manusia, mengharuskan kita berjalan dalam terang (ay 6-7).

 

Herschel H. Hobbs: “Since all Christian fellowship originates in Him, those who experience it must correspond to His nature” (= Karena semua persekutuan Kristen bersumber padaNya, mereka yang mengalaminya haruslah sesuai dengan sifatNya) - hal 29.

 

Herschel H. Hobbs: “Since God is light, the fellowship must be in the realm of light. Men can have fellowship with Him only if they partake of God’s holiness” (= Karena Allah adalah terang, persekutuan haruslah ada dalam dunia / alam terang. Manusia bisa mendapatkan persekutuan dengan Dia hanya jika ia mengambil bagian dalam kesucian Allah) - hal 31.

 

Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:

 

·        Mat 5:8 - “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

 

·        Ibr 12:14b - “kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”.

 

Tentang keharusan untuk hidup / berjalan dalam terang ini William Barclay berkata:

for the Christian truth is never only intellectual; it is always moral. It is not something which exercises only the mind; it is something which exercises the whole personality. ... It is not only thinking; it is also acting. ... It is possible for intellectual eminence and moral failure to go hand in hand. For the Christian the truth is something first to be discovered and then to be obeyed” (= untuk orang Kristen kebenaran tidak pernah hanya bersifat intelektual; itu selalu bersifat moral. Itu bukanlah sesuatu yang hanya meminta perhatian pikiran; itu adalah sesuatu yang meminta perhatian seluruh kepribadian. ... Itu bukan hanya pikiran; itu juga adalah tindakan. ... Adalah mungkin bahwa keunggulan intelektual dan kegagalan moral berjalan bersama-sama. Bagi orang Kristen kebenaran itu mula-mula harus ditemukan dan lalu harus ditaati) - hal 29-30.

 

III) Kesadaran akan dosa dan pengakuan dosa (ay 8-10).

 

1)  Jika kita katakan bahwa kita tidak berdosa (ay 8).

 

Herschel H. Hobbs: “‘Sin’ here refers to the principle of sin or an evil nature. It is a denial of personal guilt or of an evil nature” (= ‘Dosa’ di sini menunjuk kepada kwalitet dosa atau sifat alamiah yang jahat. Ini merupakan penyangkalan terhadap kesalahan pribadi atau terhadap sifat alamiah yang jahat) - hal 35.

 

Kata yang diterjemahkan ‘menipu’ (ay 8) adalah PLANAO, yang berarti ‘to lead astray’ (= menyesatkan). Jadi, ‘menipu diri kita sendiri’ artinya ‘menyesatkan diri kita sendiri’.

 

2)  Jika kita katakan bahwa kita tidak ada berbuat dosa (ay 10).

 

Herschel H. Hobbs: “‘Have sinned’ is a perfect tense ... It expresses action in the past which is still going on at the time of speaking, with the assumption that it will continue in the future. The perfect tense is the tense of completeness. It reads, ‘If we say that we have not sinned in the past, do not sin now, and will not sin in the future.’ Whereas in verse 8 the reference is to the principle of sin, in verse 10 it involves acts of sin (= ‘Telah berbuat dosa’ merupakan perfect tense ... Itu menyatakan tindakan di masa lampau yang masih terus berlangsung pada saat berbicara, dengan anggapan bahwa itu akan berlanjut di masa yang akan datang. Perfect tense merupakan tense dari kelengkapan / kesempurnaan. Itu artinya: ‘Jika kita berkata bahwa kita tidak berbuat dosa di masa lampau, tidak berbuat dosa sekarang, dan tidak akan berbuat dosa di masa yang akan datang’. Kalau ay 8 berhubungan dengan kwalitet dosa, maka sebaliknya ay 10 menyangkut tindakan berdosa) - hal 35.

 

William Barclay: “Any number of people do not really believe that they have sinned and rather resent being called sinners. Their mistake is that they think of sin as the kind of thing which gets into the newspapers” (= Banyak orang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa mereka telah berbuat dosa dan tersinggung / marah pada waktu disebut sebagai orang berdosa. Kesalahan mereka adalah bahwa mereka menganggap dosa sebagai hal-hal yang dimasukkan ke surat kabar) - hal 33.

 

Kata dosa dalam ay 8,9,10 adalah HAMARTIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘a missing of the target’ (= suatu keluputan dari sasaran). Luputnya sedikit atau banyak, itu tetap namanya dosa. Sasaran seharusnya adalah Kitab Suci. Jadi kalau hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, apakah tidak sesuainya sedikit atau banyak, itu tetap adalah dosa.

 

Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: bagaimana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat? Jawab orang itu: O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu.

 

Seharusnya Kitab Suci menjadi sasaran kita, dan begitu hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka kita menyadari bahwa kita berdosa. Tetapi banyak orang merasa diri tidak berdosa, karena mereka menafsirkan Kitab Suci sedemikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan hidup mereka. Jadi bukannya hidupnya yang disesuaikan standardnya, tetapi standardnya yang disesuaikan dengan hidupnya.

 

Kata-kata yang menyatakan dirinya tidak berbuat dosa ini membuat:

 

a)  Allah menjadi pendusta (ay 10).

 

Mengapa demikian? Karena Allah mengatakan bahwa semua manusia berdosa. Kalau kita mengatakan kita tidak berdosa, maka itu sama dengan mengatakan bahwa Allah adalah pendusta.

 

b)  Firmannya tidak ada dalam kita (ay 10). Memang hanya orang yang tidak mengerti Kitab Suci yang bisa mengatakan bahwa dirinya tidak berbuat dosa, karena salah satu fungsi Kitab Suci adalah menyadarkan dosa (2Tim 3:16  Ro 3:20b).

 

Herschel H. Hobbs mengutip kata-kata Vaughan: “Mark the significance of ‘in us’ (vv. 8,10). Truth may be all around us, near us, and acknowledged, but when we claim sinlessness we show that it has not penetrated our souls” [= Perhatikan pentingnya kata-kata ‘di dalam kita’ (ay 8,10). Kebenaran bisa ada di sekitar kita, di dekat kita, dan diakui, tetapi pada waktu kita mengclaim ketidak-berdosaan kita menunjukkan bahwa kebenaran itu belum merasuk / merembes ke dalam jiwa kita] - hal 36.

 

Catatan: selain pengertian Firman Tuhan, juga dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menginsyafkan manusia akan dosanya (Yoh 16:8), tetapi ini tidak dibicarakan di sini.

 

3)  Pengakuan dosa dan pengampunan dosa (ay 9).

 

Bagaimanapun kita berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang, kita tetap adalah orang berdosa (ay 8) dan kita tetap banyak melakukan dosa (ay 10). Tidak cukup bagi kita untuk hanya menyadari akan dosa kita, kita juga harus mengakuinya kepada Allah untuk bisa mendapatkan pengampunan (ay 9).

 

a)  Beberapa hal penting tentang pengakuan dosa.

 

·        pengakuan dosa itu sangat penting

 

Herschel H. Hobbs: “Confession is man’s part; forgiving and cleansing are God’s part. Until man has done his part, God cannot do His part” (= Pengakuan adalah bagian manusia; pengampunan dan penyucian adalah bagian Allah. Sampai manusia telah melakukan bagiannya, Allah tidak bisa melakukan bagianNya) - hal 37.

 

Pentingnya pengakuan dosa bisa terlihat dari Maz 32:1-5, dimana ay 3-4 menunjukkan orang yang tidak mengaku dosa.

 

Karena itu setiap hari, bahkan sebetulnya setiap sadar akan adanya dosa tertentu, kita harus melakukan pengakuan dosa.

 

·        tetapi pentingnya pengakuan dosa tidak boleh dimutlakkan.

 

Yang saya maksud dengan dimutlakkan adalah kalau kita mengatakan bahwa orang kristen yang mendadak mati tanpa sempat mengaku dosa akan masuk ke neraka. Mengapa ini salah? Karena kalau demikian maka ini bukan lagi ‘keselamatan karena iman’, tetapi sudah tercampur dengan ‘perbuatan baik’, yaitu ‘pengakuan dosa’.

 

·        pengakuan dosa harus dilakukan dengan tulus, dengan hati yang hancur dan menyesal, dan dengan suatu keputusan untuk bertobat dari dosa itu.

 

Herschel H. Hobbs: “‘I have sinned’ are the most difficult words for one to speak. However, there is a difference between ‘saying’ this and ‘confessing’ it. You can ‘say’ it as a matter of fact (Matt. 27:4), but to ‘confess’ it calls for a broken and contrite heart (Ps. 51:1-4)” [= ‘Aku telah berdosa’ adalah kata-kata yang paling sukar untuk diucapkan seseorang. Bagaimanapun ada perbedaan antara ‘mengatakan’ hal ini dan ‘mengakui’ hal ini. Kamu dapat ‘mengatakan’ hal ini sebagai suatu fakta (Mat 27:4), tetapi ‘mengakui’ hal ini memerlukan hati yang hancur dan menyesal (Maz 51:3-6)] - hal 37-38.

 

Calvin: “But this confession, as it is made to God, must be in sincerity; and the heart cannot speak to God without newness of life: it then includes true repentance. God, indeed, forgives freely, but in such a way, that the facility of mercy does not become an enticement to sin” (= Tetapi pengakuan ini, karena itu dilakukan kepada Allah, harus dilakukan dalam kesungguhan / ketulusan; dan hati tidak bisa berbicara kepada Allah tanpa pembaharuan hidup: jadi itu mencakup pertobatan yang sungguh-sungguh. Memang Allah mengampuni dengan bebas, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga fasilitas belah kasihan tidak menjadi daya tarik / bujukan kepada dosa) - hal 168.

 

b)  Pengampunan dosa.

 

Ay 9: ‘Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan’.

 

Herschel H. Hobbs: “‘Forgive’ means that God takes away our guilt; ‘Cleanse’ means that He removes the pollution of sin” (= ‘Mengampuni’ berarti bahwa Allah mengangkut kesalahan kita; ‘menyucikan’ berarti bahwa Ia menyingkirkan polusi dari dosa) - hal 37.

 

Ingat doktrin tentang dosa yang menyatakan bahwa dosa mencakup 2 hal yaitu ‘guilt’ (= kesalahan) dan ‘pollution’ (= polusi).

 

Perhatikan juga kata-kata ‘segala kejahatan’. Ini mencakup juga dosa yang dilakukan berulang-ulang, dosa yang disengaja, dan dosa yang bagaimanapun besarnya. Asal seseorang betul-betul percaya kepada Kristus dan mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh, tidak ada dosa yang tidak diampuni!

 

c)  Dasar / jaminan pengampunan dosa.

 

Ay 9: ‘Ia adalah setia dan adil’.

 

NIV: ‘faithful and just (= setia dan adil / benar).

 

NASB: ‘faithful and righteous (= setia dan benar).

 

Mengapa pengampunan dosa ini didasarkan pada keadilan / kebenaran Allah? Karena adanya penebusan Kristus dan janji Tuhan akan pengampunan dalam Kristus.

 

Calvin’s Editor: “Forgiveness is thus an act of justice, then, not to us, but to Christ, who made an atonement for sins” (= Jadi pengampunan merupakan tindakan keadilan, bukan terhadap kita tetapi terhadap Kristus, yang telah membuat penebusan untuk dosa) - hal 168.

 

Kalau dosa yang sudah dibayar oleh Kristus itu tidak diampuni, maka Allah tidak adil / benar. Juga kalau Ia tidak mengampuni dosa sesuai dengan apa yang Ia janjikan, Ia tidak benar. Semua ini tak mungkin terjadi pada diri Allah, dan karenanya ini merupakan jaminan pengampunan dosa.

 

4)  Kesimpulan ay 8-10.

 

Charles Haddon Spurgeon: “Nothing is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak ada yang lebih mematikan dari pada sikap / anggapan yang membenarkan diri sendiri, atau lebih berpengharapan dari pada perasaan sedih karena kesadaran akan dosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning.

 

Ada seseorang yang berkata:

“There is more hope for a self-convicted sinner than there is for a self-conceited saint” (= Ada lebih banyak harapan untuk orang berdosa yang sadar akan dosanya sendiri dari pada untuk orang kudus / suci yang menipu dirinya sendiri) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotation’, hal 345.

 

Bandingkan dengan Luk 18:9-14.

 

Herschel H. Hobbs: “These verses teach that there can be no fellowship with God or with each other, unless we recognize that we are sinners, and we confess our sins” (= Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa tidak bisa ada persekutuan dengan Allah atau satu dengan yang lain, kecuali kita mengakui bahwa kita adalah orang berdosa, dan kita mengakui dosa-dosa kita) - hal 34.

 

Kesimpulan / penutup:

 

Apakah saudara sungguh-sungguh berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang? Memang kita tidak akan berhasil mencapai kesucian yang sempurna, tetapi darah Kristus selalu tersedia untuk membasuh segala dosa kita. Karena itu selalulah datang dengan rendah hati kepada Tuhan untuk mengaku dosa. melalui semua ini, kita akan mendapat persekutuan dengan Allah dan sesama.

 

 

-AMIN-