Eksposisi Surat Paulus kepada Timotius yang Pertama

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


I Timotius 2:13-14

 

 

Ay 13-14: “(13) Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. (14) Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.

 

1)   ‘Karena’.

 

Kata ‘karena’ ini menunjukkan bahwa ay 13-14 ini berhubungan erat dengan ay 11-12, dan merupakan alasan mengapa Paulus memberikan larangan bagi perempuan untuk mengajar dalam ay 11-12.

 

2)   Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.

 

a)   Ini menunjukkan bahwa Kej 1-3 merupakan cerita sejarah.

 

Pulpit Commentary: “This reference implies the truly historical character of the narrative in Genesis. It is no myth or legend. The fall of man is an historical fact of the greatest importance, for it grounds the doctrine of original sin, without which human nature, says Pascal, is an inexplicable riddle” (= Keterangan ini menunjukkan sifat sejarah yang benar dari cerita dalam kitab Kejadian. Itu bukan mitos atau dongeng. Kejatuhan manusia merupakan suatu fakta sejarah yang terpenting, karena itu mendasari doktrin tentang dosa asal, tanpa mana manusia, kata Pascal, merupakan suatu teka teki yang tak terjelaskan) - hal 42.

 

b)   Paulus memberikan 2 alasan mengapa perempuan dilarang untuk mengajar laki-laki, yaitu:

 

1.   Dari sudut penciptaan, Adam diciptakan lebih dulu dari Hawa. Karena itu Adam yang jadi kepala. Disamping itu, perempuan diciptakan untuk menjadi penolong bagi laki-laki (Kej 2:18,20-22).

 

Kej 2:18,20-22 - “(18) TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’ ... (20) Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. (21) Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. (22) Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu”.

 

Barnes’ Notes: “‘For Adam was first formed, then Eve.’ The apostle, in this verse, and the following, gives reasons why a woman should occupy a subordinate situation, and not usurp authority. The first is, that she was second in the act of creation, or was made subsequent to man. The reason here assigned cannot be understood to be merely that of priority of existence - for then it would give every old person authority over a younger one; but it must refer to the circumstances of the case as detailed in the history of the creation; Gen. 1-2. Man was made as the lord of this lower creation and placed in the garden, and then the woman was made of a rib taken from his side, and given to him, not as a lord, but as a companion. All the circumstances combine to show the subordinate nature of her rank, and to prove that she was not designed to exert authority over the man” (= ‘Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa’. Sang rasul, dalam ayat ini, dan yang berikutnya, memberikan alasan-alasan mengapa seorang perempuan harus menempati situasi yang lebih rendah, dan tidak merebut otoritas. Yang pertama adalah, bahwa perempuan adalah yang kedua dalam tindakan penciptaan, atau dibuat setelah laki-laki. Alasan yang diberikan di sini tidak bisa dimengerti sebagai semata-mata karena keberadaan yang lebih dulu - karena kalau demikian itu akan memberikan kepada orang-orang tua otoritas atas orang-orang yang lebih muda; tetapi itu harus menunjuk pada keadaan dari kasus tersebut seperti yang diceritakan secara terperinci dalam sejarah dari penciptaan; Kej 1-2. Laki-laki dibuat sebagai tuan dari ciptaan yang lebih rendah ini dan ditempatkan di taman, dan lalu perempuan dibuat dari sebuah tulang rusuk yang diambil dari sisinya, dan diberikan kepada laki-laki, bukan sebagai tuan, tetapi sebagai seorang teman / rekan. Seluruh keadaan ini digabungkan untuk menunjukkan sifat lebih rendah dari tingkat / pangkatnya, dan untuk membuktikan bahwa ia tidak direncanakan untuk menggunakan otoritas atas laki-laki).

 

Matthew Henry: “The reason given is because Adam was first formed, then Eve out of him, to denote her subordination to him and dependence upon him; and that she was made for him, to be a help-meet for him. And as she was last in the creation, which is one reason for her subjection, ...” [= Alasan yang diberikan adalah karena Adam yang pertama-tama dibentuk, lalu Hawa dari dia, untuk menunjukkan ke-lebih-rendah-annya terhadap dia (Adam) dan ketergantungannya kepadanya; dan bahwa ia dibuat untuk dia, untuk menjadi seorang penolong yang sepadan baginya. Dan sebagaimana ia adalah yang terakhir dalam penciptaan, yang merupakan satu alasan untuk ketundukannya, ...].

 

2.   Dari sudut kejatuhan ke dalam dosa, Hawa yang tergoda dan jatuh.

 

a.   Hawa memang jatuh lebih dulu dari Adam; ia yang lebih dulu ditipu oleh setan / ular.

 

Kej 3:1-6 - “(1) Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’ (4) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’ (6) Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.

 

Tentang tertipunya Hawa oleh ular / setan, perhatikan komentar dari penafsir di bawah ini.

 

Barnes’ Notes: “‘But the woman being deceived.’ She was made to suppose that the fruit would not injure her, but would make her wise, and that God would not fulfil his threatening of death. Sin, from the beginning, has been a process of delusion. Every man or woman who violates the law of God is deceived as to the happiness which is expected from the violation, and as to the consequences which will follow it” (= ‘Melainkan perempuan itulah yang tergoda / tertipu’. Ia / Hawa dibuat untuk mengira bahwa buah itu tidak akan merugikannya, tetapi akan membuatnya menjadi bijaksana, dan bahwa Allah tidak akan memenuhi ancamanNya tentang kematian. Dosa, dari semula, merupakan suatu proses khayalan / angan-angan / kepercayaan yang salah. Setiap laki-laki atau perempuan yang melanggar hukum Allah ditipu berkenaan dengan kebahagiaan yang diharapkan dari pelanggaran tersebut, dan berkenaan dengan konsekwensi yang akan mengikutinya).

 

b.   Mengapa hal ini dijadikan alasan untuk melarang perempuan mengajar laki-laki?

 

·        ada yang menganggap bahwa ini menunjukkan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam hal intelek, karena ia lebih mudah ditipu.

 

Pulpit Commentary: “This facility of deception on her part seems to suggest to the apostle her inferiority to man in strength of intellect, and the consequent wrongness of allowing to woman an intellectual supremacy over man” (= Kecenderungan untuk menyerah pada penipuan dari Hawa kelihatannya menimbulkan pemikiran sang rasul bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam kekuatan intelek, dan karena itu adalah salah untuk mengijinkan perempuan mempunyai supremasi intelek atas laki-laki) - hal 42.

 

Tanggapan saya: alasan ini agak tak masuk akal, karena perempuan bukan dilarang untuk mengajar secara total, tetapi hanya dilarang mengajar laki-laki dalam kebaktian umum. Perempuan diijinkan mengajar laki-laki secara pribadi (bdk. Kis 18:26), atau mengajar sesama perempuan (bdk. Tit 2:3-5), atau anak-anaknya (2Tim 1:5  2Tim 3:15). Kalau perempuan memang lebih bodoh, lebih mudah ditipu, lebih mudah sesat dari pada laki-laki, mestinya perempuan tak boleh mengajar sama sekali.

 

Kis 18:26 - “Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah”.

 

Tit 2:3-5 - “(3) Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, (5) hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang”.

 

2Tim 1:5 - “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu”.

 

2Tim 3:15 - “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus”.

 

Dari 2 ayat terakhir ini bisa disimpulkan bahwa Timotius mempelajari Kitab Suci dan menjadi orang beriman karena ajaran dari 2 orang perempuan, yaitu ibu dan neneknya.

 

·        kejatuhan Hawa yang lebih dulu menyebabkan adanya hukuman Tuhan kepada perempuan, dan sebagian dari hukuman itu adalah penguasaan laki-laki terhadap perempuan.

 

Matthew Henry: “... she was first in the transgression, and that is another reason. Adam was not deceived, that is, not first; the serpent did not immediately set upon him, but the woman was first in the transgression (2 Cor. 11:3), and it was part of the sentence, ‘Thy desire shall be to thy husband, and he shall rule over thee,’ (Gen. 3:16)” [= ... ia (perempuan / Hawa) adalah yang pertama dalam pelanggaran, dan itu adalah alasan yang lain. Adam tidak ditipu, yaitu, bukan yang pertama; sang ular tidak langsung menyerang dia, tetapi perempuan itu yang pertama dalam pelanggaran (2Kor 11:3), dan itu merupakan bagian dari hukuman, ‘Engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu’, (Kej 3:16)].

 

2Kor 11:3 - “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.

 

Kej 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.

 

Sebetulnya hukuman ini aneh, karena penguasaan laki-laki terhadap perempuan sudah ada sejak penciptaan mereka. Lalu mengapa di sini diberikan sebagai hukuman? Calvin menjawab pertanyaan ini dengan berkata sebagai berikut:

“there is nothing to hinder that the condition of obeying should be natural from the beginning, and that afterwards the accidental condition of serving should come into existence; so that the subjection was not less voluntary and agreeable than it had formerly been” (= tidak ada apapun yang menghalangi bahwa kondisi taat merupakan sesuatu yang alamiah dari semula, dan bahwa setelah itu kondisi insidentil dari pelayanan harus menjadi ada; sehingga ketundukan itu tidak kurang sukarela dan menyenangkan / disetujui dari pada ketundukan itu pada mulanya) - hal 69.

 

Kata-kata ini agak sukar dimengerti, tetapi artinya kira-kira adalah: sejak penciptaan, perempuan memang harus tunduk kepada laki-laki. Andaikata setelah jatuh dalam dosa tidak ada hukuman ini, maka mungkin perempuan akan kurang sukarela / menerima keadaan lebih rendah dari laki-laki ini. Mereka mungkin akan merasa bahwa Allah tidak adil dalam penciptaan. Tetapi dengan adanya hal ini sebagai hukuman dosa bagi perempuan, maka seharusnya perempuan akan lebih sukarela / setuju dengan keadaan lebih rendah tersebut.

 

·        kejatuhan ke dalam dosa dalam Kej 3 itu menunjukkan bahwa perempuan tak seharusnya membimbing laki-laki.

 

William Hendriksen: “She listened directly to Satan; he did not. She sinned before he did. She was the leader, He was the follower. She led when she should have followed; that is, she led in the way of sin, when she should have followed in the path of righteousness” (= Hawa mendengar langsung kepada setan; Adam tidak. Hawa berdosa sebelum Adam. Pada saat itu, Hawa adalah pemimpin, Adam adalah pengikut. Hawa memimpin pada saat ia seharusnya mengikut; yaitu, ia memimpin dalam jalan dosa, dimana ia seharusnya mengikut dalam jalan kebenaran) - hal 110.

 

Homer A. Kent Jr.: “Paul’s second reason is the Fall. It was Eve who was utterly deceived by the serpent, but Adam was not deceived at all. ... Paul does not aver that the woman was mentally, morally, or spiritually inferior to man. But it was she who was deceived in the matter of doctrine. By taking leadership over the man, she ate first and then gave to her husband to eat. Thus the Fall was caused, not only by disobeying God’s command not to eat, but also by violating the divinely appointed relation between the sexes. Woman assumed headship, and man with full knowledge of the act, subordinated himself to her leadership and ate of the fruit” (= Alasan Paulus yang kedua adalah Kejatuhan ke dalam dosa. Hawalah yang sepenuhnya ditipu oleh ular, tetapi Adam sama sekali tidak ditipu. ... Paulus tidak menegaskan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki secara mental, moral, atau rohani. Tetapi Hawalah yang ditipu dalam persoalan doktrin / ajaran. Dengan mengambil pimpinan atas laki-laki, ia yang pertama makan buah itu dan lalu memberikannya kepada suaminya untuk dimakan. Jadi, Kejatuhan itu disebabkan, bukan hanya oleh ketidak-taatan terhadap perintah Allah untuk tidak makan, tetapi juga oleh pelanggaran terhadap hubungan antar jenis kelamin yang ditetapkan Allah. Perempuan mengambil kepemimpinan, dan laki-laki dengan pengetahuan penuh dari tindakan tersebut, menundukkan dirinya sendiri pada pinpinan perempuan dan memakan buah tersebut) - hal 109.

 

Barnes’ Notes: “‘And Adam was not deceived.’ This is the second reason why the woman should occupy a subordinate rank in all things. It is, that in the most important situation in which she was ever placed she had shown that she was not qualified to take the lead. She had evinced a readiness to yield to temptation; a feebleness of resistance; a pliancy of character, which showed that she was not adapted to the situation of headship, and which made it proper that she should ever afterward occupy a subordinate situation. It is not meant here that Adam did not sin, nor even that he was not deceived by the tempter, but that the woman opposed a feebler resistance to the temptation than he would have done, and that the temptation as actually applied to her would have been ineffectual on him. To tempt and seduce him to fall, there were needed all the soft persuasions, the entreaties, and example of his wife. Satan understood this, and approached man not with the specious argument of the serpent, but through the allurements of his wife. It is undoubtedly implied here that man in general has a power of resisting certain kinds of temptation superior to that possessed by woman, and hence that the headship properly belongs to him. This is, undoubtedly, the general truth, though there may be many exceptions, and many noble cases to the honor of the female sex, in which they evince a power of resistance to temptation superior to man. ... yet it is undoubtedly true that, as a general thing, temptation will make a stronger impression on her than on him. When it is said that ‘Adam was not deceived,’ it is not meant that when he partook actually of the fruit he was under no deception, but that he was not deceived by the serpent; he was not first deceived, or first in the transgression. The woman should remember that sin began with her, and she should therefore be willing to occupy an humble and subordinate situation” [= ‘Dan bukan Adam yang tergoda’. Ini adalah alasan kedua mengapa perempuan harus menempati tingkat yang lebih rendah dalam segala sesuatu. Yaitu, dalam situasi yang paling penting dimana ia pernah diletakkan, ia telah menunjukkan bahwa ia tidak memenuhi syarat untuk memimpin. Ia telah menunjukkan dengan jelas suatu kesediaan untuk menyerah pada pencobaan; suatu kegoyahan perlawanan / daya tahan; suatu karakter yang mudah ditekuk, yang menunjukkan bahwa ia tidak disesuaikan bagi situasi kepemimpinan / sebagai kepala, dan yang membuatnya benar bahwa setelah itu ia harus selalu menempati situasi yang lebih rendah. Di sini tidak dimaksudkan bahwa Adam tidak berbuat dosa, atau bahkan bahwa ia tidak ditipu / didustai oleh si pencoba, tetapi bahwa sang perempuan menentang pencobaan dengan perlawanan / daya tahan yang goyah dari pada kalau hal itu dilakukan oleh laki-laki, dan bahwa pencobaan yang sungguh-sungguh diterapkan kepadanya akan tidak efektif seandainya diterapkan kepada laki-laki. Untuk mencobai dan membujuk laki-laki supaya jatuh, dibutuhkan seluruh bujukan yang lembut, desakan, dan teladan dari istrinya. Setan mengerti hal ini, dan mendekati laki-laki bukan dengan argumentasi yang terdengar bagus dari ular, tetapi melalui daya pikat dari istrinya. Tak diragukan bahwa di sini ditunjukkan secara tak langsung bahwa laki-laki secara umum mempunyai kuasa menentang jenis-jenis pencobaan tertentu yang lebih unggul dari pada yang dimiliki oleh perempuan, dan karena itulah kepemimpinan adalah milik laki-laki. Ini, tak diragukan, merupakan kebenaran yang umum, sekalipun di sana bisa ada banyak perkecualian, dan banyak kasus mulia bagi kehormatan jenis kelamin perempuan, dalam mana mereka menunjukkan dengan jelas suatu kuasa penentangan terhadap pencobaan yang lebih unggul dari laki-laki. ... tetapi adalah sesuatu yang pasti benar bahwa sebagai sesuatu yang bersifat umum, pencobaan akan membuat kesan yang lebih kuat pada perempuan dari pada pada laki-laki. Pada waktu dikatakan bahwa ‘bukan Adam yang ditipu’, tidak dimaksudkan bahwa pada waktu ia sungguh-sungguh mengambil bagian dalam buah itu ia tidak berada di bawah penipuan / dusta, tetapi bahwa ia tidak ditipu oleh ular; ia bukan yang pertama ditipu, atau yang pertama dalam pelanggaran. Perempuan itu harus ingat bahwa dosa mulai dengan dia (her), dan karena itu ia harus mau menempati situasi yang rendah dan lebih rendah].

 

c)   Banyak penafsir yang menganggap bahwa alasan yang diberikan oleh Paulus di sini menunjukkan bahwa larangan yang ia berikan bagi perempuan untuk mengajar bukanlah karena tradisi / kebudayaan pada saat itu, karena alasannya menunjuk pada penciptaan Adam dan Hawa, dan kejatuhan mereka.

 

William Hendriksen: “these directions regarding the woman’s role in connection with public worship are based not on temporary or contemporary conditions or circumstances but on two facts that have meaning for all time, namely, the fact of creation and the fact of the entrance of sin” (= petunjuk-petunjuk berkenaan dengan peranan perempuan dalam hubungan dengan ibadah umum ini didasarkan bukan pada kondisi atau keadaan sementara / jaman itu tetapi pada dua fakta yang mempunyai arti untuk segala jaman, yaitu, fakta dari penciptaan dan fakta dari masuknya dosa) - hal 109.

 

Homer A. Kent Jr.: “Some feminists explain Paul’s prohibition as directed solely against a local situation in which women had usurped authority from men and had used their position to teach falsehood. It is then implied that as long as those problems were avoided, women were not prevented from teaching. Yet it is most significant that Paul lays down no conditions here that would allow such exceptions. Nor does he accuse the women at Ephesus of teaching falsehood. The apostle’s reasons were based upon God’s order of creation and the subsequent Fall, at which God made a further indication of His will regarding the order of the sexes” (= Sebagian pejuang hak-hak perempuan menjelaskan larangan Paulus sebagai ditujukan semata-mata terhadap suatu situasi lokal dalam mana perempuan telah merebut kekuasaan dari laki-laki dan telah menggunakan posisi mereka untuk mengajar kepalsuan. Jadi, secara tak langsung dinyatakan bahwa selama problem-problem itu dihindari, perempuan tidak dilarang untuk mengajar. Tetapi merupakan sesuatu yang paling penting bahwa Paulus tidak meletakkan kondisi di sini yang memungkinkan perkecualian seperti itu. Juga ia tidak menuduh perempuan-perempuan di Efesus mengajar kepalsuan. Alasan-alasan sang rasul didasarkan pada urut-urutan penciptaan Allah dan sesudah itu kejatuhan mereka ke dalam dosa, pada hal mana Allah membuat petunjuk lebih jauh tentang kehendakNya berkenaan dengan urut-urutan jenis kelamin) - hal 108-109.

 

Pulpit Commentary: “‘But these directions were given to Greek Churches, and cannot apply to the women of our day.’ We answer that they apply to all Churches; for the apostle says, ‘As in all Churches of the saints, let your women keep silence in the Churches.’ The reasons given for the prohibition prove that it has nothing to do with usages, or customs, or times, or races” (= ‘Tetapi petunjuk-petunjuk ini diberikan kepada Gereja-gereja Yunani, dan tidak bisa diterapkan kepada perempuan-perempuan dari jaman kita’. Kami menjawab bahwa petunjuk-petunjuk itu berlaku bagi semua Gereja; karena sang rasul berkata: ‘Sama seperti dalam semua Gereja orang-orang kudus, hendaklah perempuan-perempuan berdiam diri dalam Gereja-gereja’. Alasan-alasan yang diberikan untuk larangan ini membuktikan bahwa itu tidak berurusan dengan tradisi, atau kebiasaan, atau jaman, atau bangsa) - hal 42.

 

Catatan: kutipan ayat diambil dari 1Kor 14:33-34 - “(33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. (34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat”.

 

KJV: ‘(33) For God is not the author of confusion, but of peace, as in all churches of the saints. (34) Let your women keep silence in the churches: for it is not permitted unto them to speak; but they are commanded to be under obedience, as also saith the law’ [= (33) Karena Allah bukanlah pencipta kekacauan, tetapi damai, seperti dalam semua gereja-gereja orang-orang kudus. (34) Hendaklah perempuan-perempuanmu berdiam diri dalam gereja-gereja: karena mereka tidak diijinkan untuk berbicara; tetapi mereka diperintahkan untuk taat, seperti yang juga dikatakan oleh hukum Taurat].

 

RSV: ‘(33) For God is not a God of confusion but of peace. As in all the churches of the saints, (34) the women should keep silence in the churches. For they are not permitted to speak, but should be subordinate, as even the law says’ [= (33) Karena Allah bukanlah suatu Allah dari kekacauan tetapi dari damai. Seperti dalam semua gereja-gereja orang-orang kudus, (34) perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam gereja-gereja. Karena mereka tidak diijinkan untuk berbicara, tetapi harus tunduk, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat].

 

NIV: ‘(33) For God is not a God of disorder but of peace. As in all the congregations of the saints, (34) women should remain silent in the churches. They are not allowed to speak, but must be in submission, as the Law says [= (33) Karena Allah bukanlah suatu Allah dari kekacauan / ketidak-teraturan tetapi dari damai. Seperti dalam semua jemaat-jemaat orang-orang kudus, (34) perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam gereja-gereja. Mereka tidak diijinkan untuk berbicara, tetapi harus tunduk, seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat].

 

NASB: ‘(33) for God is not a God of confusion but of peace, as in all the churches of the saints. (34) Let the women keep silent in the churches; for they are not permitted to speak, but let them subject themselves, just as the Law also says [= (33) karena Allah bukanlah suatu Allah dari kekacauan tetapi dari damai, seperti dalam semua gereja-gereja orang-orang kudus. (34) Hendaklah perempuan-perempuan berdiam diri dalam gereja-gereja; karena mereka tidak diijinkan untuk berbicara, tetapi hendaklah mereka menundukkan diri mereka sendiri, seperti yang juga dikatakan oleh hukum Taurat].

 

Catatan: Kata-kata ‘Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus’ (ay 34a), dalam Kitab Suci bahasa Inggris ditempatkan pada ay 33b. Di samping itu:

 

·        Oleh NASB/KJV/NKJV bagian ini dihubungkan dengan ay 33.

 

·        Oleh NIV/RSV bagian ini dihubungkan dengan ay 34 (sama seperti Kitab Suci bahasa Indonesia).

 

Saya menganggap inilah yang benar. Kalau memang demikian, maka ini menunjukkan bahwa peraturan tentang perempuan dalam ibadah ini, dimana orang perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan jemaat, adalah sesuatu yang bersifat tradisi dan karena itu tidak harus dilaksanakan pada saat ini. Tetapi penafsir dari Pulpit Commentary di atas justru mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa itu bukan tradisi. Semua gereja seperti itu, jadi peraturannya bersifat universal.

 

d)   Hubungan dengan 1Kor 11.

 

Ada yang berargumentasi bahwa dalam 1Kor 11, tentang persoalan keharusan bagi perempuan untuk berdoa dan bernubuat dengan tudung (1Kor 11:4-5,13), yang jelas-jelas merupakan sesuatu yang bersifat sementara dan lokal, Paulus juga menggunakan alasan tentang Adam dan Hawa (1Kor 11:7-10). Jadi, bahwa dalam 1Tim 2:13-14 ini Paulus menggunakan Adam dan Hawa sebagai alasan, tidak membuktikan bahwa peraturan ini bersifat universal dan kekal.

 

1Kor 11:2-16 - “(2) Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu. (3) Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah. (4) Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. (5) Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. (6) Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. (7) Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. (8) Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. (9) Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. (10) Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat. (11) Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. (12) Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. (13) Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? (14) Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, (15) tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung. (16) Tetapi jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian”.

 

Barclay (tentang 1Kor 11:2-16): This is one of these passages which have a purely local and temporary significance; ... Paul solves the problems by principles which are eternal. ... It would be quite wrong to make this passage of universal application; it was intensely relevant to the Church of Corinth but it has nothing to do with whether or not women wear hats in the church at the present day” (= Ini adalah salah satu dari text-text yang mempunyai arti yang semata-mata bersifat lokal dan sementara; ... Paulus menyelesaikan problem-problem dengan prinsip-prinsip yang bersifat kekal. ... Adalah salah untuk membuat text ini diterapkan secara universal; itu merupakan sesuatu yang sangat relevan bagi gereja Korintus tetapi itu tidak mempunyai urusan apapun dengan apakah perempuan-perempuan memakai topi atau tidak dalam gereja pada jaman ini) - hal 97,99.

 

Jadi, persoalan tudung memang hanya bersifat sementara dan lokal, tetapi Paulus menangani dengan prinsip-prinsip yang kekal. Jadi, prinsip kekal (tentang Adam dan Hawa) ini bukan dihubungkan dengan persoalan tudung, tetapi hanya dengan persoalan ketundukan perempuan terhadap laki-laki.

 

e)   Apakah memang hanya Hawa yang ditipu oleh setan / ular, sedangkan Adam tidak?

 

Ada yang beranggapan, berdasarkan ay 14 ini, bahwa hanya Hawa yang ditipu oleh setan, Adam tidak. Dan Adam jatuh hanya untuk menyenangkan istrinya. Calvin menolak pandangan ini dengan berkata:

“if Adam had not given credit to the falsehood of Satan, God would not have reproached him: ‘Behold, Adam is become like one of us.’ (Gen. 3:22.) ... By these words Paul does not mean that Adam was not entangled by the same deceitfulness of the devil, but that the cause or source of the transgression proceeded from Eve” [= jika Adam tidak mempercayai kepalsuan / penipuan dari setan, Allah tidak akan mencela dia: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita’. (Kej 3:22). ... Dengan kata-kata ini Paulus tidak memaksudkan bahwa Adam tidak terjerat oleh penipuan yang sama dari setan, tetapi bahwa penyebab atau sumber dari pelanggaran keluar dari Hawa] - hal 70.

 

Kej 3:22 - “Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.’”.

 

Catatan: kata ‘manusia’ diterjemahkan dari kata Ibrani HAADAM, yang berarti ‘the man’ (= sang laki-laki).

 

Bandingkan dengan godaan setan dalam Kej 3:4-5 - “(4) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”.

 

Godaan setan adalah bahwa kalau mereka memakan buah itu mereka akan menjadi seperti Allah, dan kecaman Allah kepada Adam adalah bahwa ia ‘telah menjadi seperti salah satu dari Kita’. Jadi, jelas bahwa Adam juga ikut ditipu oleh tipuan / dusta setan (melalui Hawa).

 

 

-AMIN-