Eksposisi Surat Paulus kepada Timotius yang Pertama

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


I TIMOTIUS 1:1-2

 

 

Ay 1-2:(1) Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, (2) kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

 

1)   “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita,”.

 

a)   ‘Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah’.

 

1.   Arti dari kata ‘rasul’.

 

a.   Arti umum / mula-mula dari kata ‘rasul’.

 

Barclay: “Apostle is the Greek word APOSTOLOS, from the verb APOSTELLEIN which means ‘to send out;’ an APOSTOLOS was one who was sent out. As far back as Herodotus it means ‘an envoy,’ ‘an ambassador,’ one who is sent out to represent his country and his king. Paul always regarded himself as the envoy and ambassador of Christ. And, in truth, that is the office of every Christian. It is the first duty of every ambassador to form a liaison between his country to which he is sent and the country from which he has come. He is the connecting link. And the first duty of every Christian is to be a connecting link between his fellow-men and Jesus Christ” (= Rasul adalah kata Yunani APOSTOLOS, dari kata kerja APOSTELLEIN yang berarti ‘mengirim keluar’; seorang APOSTOLOS adalah seseorang yang dikirim keluar. Sudah sejak jaman Herodotus kata itu berarti ‘seorang utusan’, ‘seorang duta’, seseorang yang dikirim keluar untuk mewakili negaranya dan rajanya. Paul selalu menganggap dirinya sendiri sebagai utusan dan duta dari Kristus. Dan, sebenarnya, itu merupakan tugas dari setiap orang Kristen. Merupakan kewajiban pertama dari setiap duta untuk membentuk hubungan antara negara kemana ia dikirim dan negara dari mana ia telah datang. Ia merupakan mata rantai yang menghubungkan. Dan kewajiban pertama dari setiap orang Kristen adalah menjadi mata rantai penghubung antara sesama manusianya dengan Yesus Kristus) - hal 17.

 

Penerapan:

 

Saya diminta khotbah di depan kelompok Islam lagi.

 

b.   Arti luas dari kata ‘rasul’.

 

Ini menunjuk kepada siapapun yang diutus untuk memberitakan Injil. Dalam arti ini kata ‘rasul’ digunakan untuk banyak orang, seperti Barnabas, Silwanus / Silas dan Timotius [Kis 14:13  1Tes 2:6 (bdk. 1Tes 1:1)].

 

c.   Arti sempit / ketat dari kata ‘rasul’.

 

Homer A. Kent, Jr.: “In the strictest technical sense which this formal salutation implies, the title refers to those men who were specially chosen by Christ Himself. Thus it applies to the twelve (with the place of Judas taken by Matthias), plus Paul. Those men were called to their mission by Jesus personally. No others were called in exactly the same way” [= Dalam arti tekhnis yang paling ketat, yang ditunjukkan secara implicit oleh salam formil ini, gelar itu menunjuk kepada orang-orang yang secara khusus dipilih oleh Kristus sendiri. Jadi, itu berlaku untuk 12 rasul (dengan tempat dari Yudas diambil oleh Matias), ditambah Paulus. Orang-orang itu dipanggil ke dalam missi mereka oleh Yesus secara pribadi. Tak ada orang-orang lain yang dipanggil dengan cara yang persis sama] - hal 71.

 

2.   Mengapa Paulus perlu menyebutkan di sini bahwa ia adalah rasul?

 

Calvin mengatakan bahwa kalau Timotius adalah satu-satunya orang yang dituju oleh Paulus dalam surat ini, maka kata-kata ini tidak perlu, karena Timotius pasti percaya kerasulan dari Paulus. Jadi jelas ada orang-orang lain, yang tidak terlalu mempercayai kerasulan dari Paulus, yang dituju oleh Paulus dengan surat ini.

 

Tetapi ada pandangan yang mengatakan bahwa penyebutan rasul itu juga berguna untuk Timotius sendiri.

 

William Hendriksen: “Perhaps in order to make it easier for Timothy to carry out the instructions which Paul is about to give him, and also in order to add weight to the words of encouragement contained in this letter, the writer adds to his name the words ‘an apostle of Christ Jesus’. Timothy needs to know that this letter is not just a substitute for a friendly, confidential chat, a tête-à-tête; even though its tone is naturally very cordial, for a friend is indeed writing to a friend. The letter, however, rises above the purely human level. The writer is a friend, to be sure, but also an apostle of Christ Jesus” (= Mungkin supaya mempermudah Timotius untuk melaksanakan instruksi-instruksi yang akan diberikan oleh Paulus kepadanya, dan juga supaya menambah berat pada kata-kata penguatan yang ada dalam surat ini, sang penulis menambahkan pada namanya kata-kata ‘rasul Kristus Yesus’. Timotius perlu tahu bahwa surat ini bukanlah sekedar suatu pengganti untuk obrolan yang bersifat rahasia, suatu pembicaraan di antara 2 orang saja; sekalipun nada surat itu tentu saja sangat ramah, karena seorang sahabat memang sedang menulis kepada seorang sahabat. Tetapi surat itu naik di atas level manusia semata-mata. Sang penulis memang adalah seorang sahabat, tetapi juga seorang rasul dari Kristus Yesus) - hal 49.

 

John Wesley: Familiarity is to be set aside where the things of God are concerned (= Keakraban harus dikesampingkan pada saat menyangkut hal-hal dari Allah).

 

Penerapan:

 

Hati-hati kalau mendengar khotbah Firman Tuhan dari seseorang yang dekat dengan saudara. Dia mungkin adalah keluarga atau teman dekat, tetapi pada saat ia memberitakan Firman Tuhan, saudara harus menyadari bahwa kata-katanya bukan sekedar kata-kata seorang teman / keluarga, tetapi Firman Tuhan.

 

3.   Paulus adalah rasul menurut perintah Allah.

 

Paulus menambahkan ‘menurut perintah Allah’ untuk meneguhkan kerasulannya, karena tak ada orang yang bisa menjadikan dirinya sendiri rasul, tetapi hanya dia yang ditetapkan oleh Allah saja.

 

Bdk. 1Kor 1:1 - “Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara kita”.

 

b)   Allah, Juruselamat kita.

 

1.   Latar belakang dari kata ‘Juruselamat’.

 

Barclay mengatakan bahwa kata ‘Juruselamat’ ini mempunyai latar belakang:

 

a.   Perjanjian Lama.

 

Bandingkan dengan:

 

·        Ul 32:15 - “Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, - bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun - dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya.

 

·        Maz 24:5 - “Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.

 

·        Luk 1:46-47 - “(46) Lalu kata Maria: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, (47) dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,”.

Sekalipun ayat ini ada dalam Perjanjian Baru, tetapi sebetulnya masih termasuk jaman Perjanjian Lama, karena Yesus belum mati dan bangkit. Juga kontextnya jelas menunjukkan bahwa yang Maria maksudkan dengan ‘Juruselamat’ adalah Bapa, bukan Yesus.

 

b.   Kafir.

 

Barclay: “There is a pagan background. It so happened that just at this time the title SOTER, ‘Saviour,’ was much in use. Men had always used it. In the old days the Romans had called Scipio, their great general, ‘our hope and our salvation.’ But at this very time it was the title which the Greeks gave to Aesculapius, the god of healing. And it was one of the titles which Nero, the Roman Emperor, had taken to himself. So in this opening sentence Paul is taking the title which was much on the lips of a seeking and a wistful world and giving it to the only person to whom it belonged by right” [= Di sini ada latar belakang kafir. Pada saat itu gelar SOTER, ‘Juruselamat’ banyak digunakan. Orang-orang selalu menggunakannya. Pada jaman kuno orang-orang Romawi telah menyebut Scipio, jendral mereka yang agung, ‘pengharapan kita dan keselamatan kita’. Tetapi pada saat ini itu adalah gelar yang diberikan oleh orang-orang Yunani kepada Aesculapius, sang dewa penyembuh. Dan itu merupakan salah satu gelar yang diambil oleh Nero, kaisar Romawi, bagi dirinya sendiri. Jadi, dalam kalimat pembukaan ini Paulus mengambil gelar yang banyak terdapat pada bibir dari dunia yang mencari dan sedih (?) dan memberikannya kepada satu-satunya pribadi yang berhak] - hal 18.

 

2.   Bapa disebut ‘Juruselamat’ dalam Perjanjian Baru.

 

a.   Gelar ‘Juruselamat’ dalam Perjanjian Baru biasanya ditujukan bagi Yesus Kristus, tetapi di sini ditujukan kepada Bapa, karena Ialah yang memberikan Yesus Kristus kepada kita.

 

Calvin: “how comes it that we are saved? It is because the Father loved us in such a manner that he determined to redeem and save us through the Son” (= bagaimana kita diselamatkan? Itu adalah karena Bapa mengasihi kita dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia menentukan untuk menebus dan menyelamatkan kita melalui Anak) - hal 20.

 

b.   Penyebutan Bapa sebagai ‘Juruselamat’ ini merupakan sesuatu yang penting.

 

Barclay: “We must never forget that Paul called God ‘Saviour.’ It is possible to take a quite wrong idea of the Atonement. Sometimes people speak of it in a way which indicates that something Jesus did pacified the anger of God. The idea they give is that God was bent on our destruction and that somehow his wrath was turned to love by Jesus. Nowhere in the New Testament is there any support for that. ... God is Saviour. We must never think or preach or teach of a God who had to be pacified and persuaded into loving us, for everything begins from his love ” (= Kita tidak pernah boleh melupakan bahwa Paulus menyebut Allah ‘Juruselamat’. Adalah mungkin untuk mengambil suatu pandangan yang betul-betul salah tentang Penebusan. Kadang-kadang orang-orang berbicara tentangnya dengan suatu cara yang menunjukkan bahwa sesuatu yang dilakukan Yesus menenangkan murka Allah. Gagasan yang mereka berikan adalah bahwa Allah cenderung pada penghancuran kita dan bahwa dengan cara tertentu murkaNya dibalikkan menjadi kasih oleh Yesus. Dimanapun dalam Perjanjian Baru tidak ada dukungan untuk pandangan seperti itu. ... Allah adalah Juruselamat. Kita tidak pernah boleh berpikir atau berkhotbah atau mengajar tentang seorang Allah yang harus ditenangkan dan dibujuk sehingga mengasihi kita, karena segala sesuatu mulai dari kasihNya) - hal 18-19.

 

Ironside: “The death of our Lord Jesus Christ on the cross did not enable God to love men; it was the expression of the love of God toward men” (= Kematian dari Tuhan kita Yesus Kristus pada kayu salib bukanlah yang memampukan Allah untuk mengasihi manusia; itu merupakan pernyataan dari kasih Allah kepada manusia) - hal 11.

 

Bdk. 1Yoh 4:10 - “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

 

c)   dan Kristus Yesus.

 

Dari kata-kata ini terlihat bahwa pemilihan menjadi rasul, bukan hanya oleh Bapa, tetapi juga oleh Yesus Kristus.

 

d)   dasar pengharapan kita’.

 

Lit: ‘the hope of us’ (= pengharapan kita).

 

Bdk. Ef 2:11-12 - “(11) Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu - sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, - (12) bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.

 

Kol 1:27 - “Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!.

 

Adam Clarke: “‘Jesus Christ, which is our hope.’ Without Jesus, the world was hopeless; the expectation of being saved can only come to mankind by his Gospel. He is called our hope, as he is called our life, our peace, our righteousness, etc., because from him hope, life, peace, righteousness, and all other blessings proceed” (= ‘Yesus Kristus, yang adalah pengharapan kita’. Tanpa Yesus, dunia tak mempunyai pengharapan; pengharapan untuk diselamatkan hanya bisa datang kepada manusia oleh InjilNya. Ia disebut ‘pengharapan kita’, seperti Ia disebut ‘kehidupan kita’, ‘damai kita’, ‘kebenaran kita’, dsb, karena dari Dia pengharapan, kehidupan, damai, kebenaran, dan berkat-berkat lain keluar).

 

2)   kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman:.

 

a)   ‘Timotius’.

 

2Tim 1:5 - “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu”.

 

Kis 16:1-3 - “(1) Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. (2) Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium, (3) dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani”.

 

Barclay: “Timothy was the child of a mixed marriage; his mother was a Jewess, and his father a Greek (Acts 16:1). Paul circumcised him. It was not that Paul was a slave of the law, or that he saw in circumcision any special virtue; but he knew well that if Timothy was to work amongst the Jews, there would be an initial prejudice against him if he was uncircumcised, and so he took this step as a practical measure to increase Timothy’s usefulness as an evangelist” [= Timotius adalah anak dari pernikahan campuran; ibunya adalah seorang Yahudi, dan ayahnya seorang Yunani (Kis 16:1). Paulus menyunat dia. Itu bukan karena Paulus adalah budak dari hukum Taurat, atau bahwa ia melihat dalam sunat ada kebajikan khusus apapun; tetapi ia tahu dengan benar bahwa jika Timotius akan bekerja di antara orang-orang Yahudi, maka akan ada prasangka awal terhadapnya jika ia tidak disunat, dan demikianlah ia mengambil langkah ini sebagai suatu tindakan praktis untuk meningkatkan kebergunaan Timotius sebagai seorang Penginjil] - hal 21-22.

 

Homer A. Kent, Jr.: “circumcision was not performed to make him more acceptable to Christians, but to make him acceptable to Jewish audiences” (= sunat tidak dilakukan untuk membuat dia makin diterima oleh orang-orang kristen, tetapi untuk membuat dia diterima oleh pendengar-pendengar Yahudi) - hal 17.

 

Bdk. 1Kor 9:19-22 - “(19) Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. (22) Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka”.

 

b)   ‘anakku yang sah’.

 

NIV: ‘my true son in the faith’ (= anakku yang sejati dalam iman).

 

NASB: ‘my true child in the faith’ (= anakku yang sejati dalam iman).

 

Kata ‘ku’ sebetulnya tak ada dalam aslinya, dan ini digunakan oleh banyak penafsir untuk mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Paulus di sini bukanlah bahwa Timotius adalah anaknya, tetapi bahwa Timotius adalah anak Allah.

 

Tetapi dari banyak ayat lain terlihat dengan jelas bahwa Paulus memang menyebut / menganggap Timotius sebagai anaknya.

 

·        1Tim 1:18 - “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”.

 

·        2Tim 1:2 - “kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau”.

 

·        2Tim 2:1 - “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus”.

 

·        1Kor 4:17 - “Justru itulah sebabnya aku mengirimkan kepadamu Timotius, yang adalah anakku yang kekasih dan yang setia dalam Tuhan. Ia akan memperingatkan kamu akan hidup yang kuturuti dalam Kristus Yesus, seperti yang kuajarkan di mana-mana dalam setiap jemaat”.

 

Matthew Henry: “He calls Timothy his own son, because he had been an instrument of his conversion, ... Timothy had not been wanting in the duty of a son to Paul, and Paul was not wanting in the care and tenderness of a father to him” (= Ia menyebut Timotius anaknya sendiri, karena ia telah menjadi alat dari pertobatannya, ... Timotius tidak kurang dalam melakukan kewajiban seorang anak kepada Paulus, dan Paulus tidak kurang dalam perhatian dan kelembutan seorang bapa kepadanya).

 

Bdk. 1Kor 4:15 - “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu”.

 

Tetapi bandingkan dengan Mat 23:9 - “Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga”. Bagaimana Paulus berani menyebut dirinya bapa, sementara ada kata-kata Yesus yang seperti ini?

 

Calvin dan Hendriksen mengatakan bahwa Paulus menyebut dirinya ‘bapa’ dalam arti yang berbeda (arti sekunder).

 

Calvin: “God, and God alone, strictly speaking, was Timothy’s spiritual Father, but Paul, who was God’s minister in begetting Timothy, lays claim to this title, by what may be called a subordinate right” (= Allah, dan hanya Allah, berbicara secara ketat, adalah Bapa rohani Timotius, tetapi Paulus, yang adalah pelayan Allah dalam memperanakkan Timotius, mengclaim gelar ini, dengan apa yang bisa disebut ‘suatu hak yang lebih rendah’) - hal 21.

 

William Hendriksen: “Paul was Timothy’s father in a secondary sense only, the apostle functioning as God’s instrument, so that God himself remains the real Father” (= Paulus adalah bapa Timotius hanya dalam arti sekunder, sang rasul berfungsi sebagai alat Allah, sehingga Allah sendiri tetap adalah Bapa yang sejati) - hal 53.

 

Bandingkan juga dengan penjelasan tentang Mat 23:7-12 di bawah ini,

 

Mat 23:7-12 - “(7) mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. (8) Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. (9) Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. (10) Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. (11) Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. (12) Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”.

 

Perhatikan ay 7: suka dipanggil Rabi.

 

Sehubungan dengan ini Yesus memberikan ay 8-10: “(8) Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. (9) Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. (10) Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.

 

Dalam menafsirkan ay 8-10 ini, kita harus memperhatikan bahwa:

 

¨      Paul menyebut dirinya ‘pengajar’ (1Tim 2:7).

 

¨      Jabatan dalam gereja / pimpinan gereja diberikan oleh Tuhan (Ef 4:11).

 

¨      Tuhanlah yang memberi ‘pengajar’ pada gereja (1Kor 12:28).

 

¨      Paulus menyebut dirinya ‘bapa rohani’ (1Kor 4:15,17  Fil 2:22  1Tim 1:18  2Tim 1:2  2Tim 2:1).

 

Karena itu, jelaslah bahwa dalam menafsirkan ay 8-10, kita harus memperhatikan bahwa: “The prohibition must be understood in the spirit and not in the letter” (= Larangan ini harus dimengerti menurut arti yang sebenarnya, dan bukan menurut arti hurufiahnya).

 

Untuk bisa mengetahui arti yang sebenarnya, maka ada 2 hal yang harus diperhatikan:

 

·        Arah / penekanan dari kontex (ay 7-12).

 

Ay 7 jelas menyerang kesombongan, sifat ingin dihor­mati / ditinggikan dsb.

 

Ay 11-12 jelas juga mengajar kerendahan hati dan melarang peninggian diri sendiri.

 

Jadi jelas bahwa ay 8-10 terletak dalam kontex (ay 7-12) yang menekankan bahwa kita harus rendah hati, tidak boleh ingin dihormati / meninggikan diri dsb.

 

·        Penekanan dari ay 8-10 sendiri:

 

Ay 8 menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya Rabi yang sejati; sedangkan semua orang kristen adalah saudara / setingkat (hanya Yesus yang ada di atas!)

 

Ay 9 menunjukkan hanya ada 1 Bapa.

 

Ay 10 menujukkan hanya ada 1 pemimpin yaitu Mesias.

 

Jadi, penekanan dari ay 8-10 ini adalah: kemuliaan hanya boleh diberikan kepada Allah / Yesus; kita tak boleh mengurangi kemuliaan Allah / Yesus dengan memberikannya kepada manusia.

 

Kesimpulan: Larangan menyebut Rabi, bapa, pemimpin hanya berlaku kalau:

 

¨      Orang itu ingin disebut demikian untuk meninggikan dirinya.

 

¨      Sebutan itu mengaburkan / mengurangi kemuliaan Allah / Tuhan Yesus.

 

Calvin (tentang ay 9): “The true meaning therefore is, that the honour of a father is falsely ascribed to men, when it obscures the glory of God” (= Arti sebenarnya adalah, bahwa penghormatan bapa secara salah ditujukan kepada manusia, kalau itu mengaburkan kemuliaan Allah).

 

c)   ‘di dalam iman’.

 

Adam Clarke: “‘In the faith.’ The word pistis, ‘faith,’ is taken here for the whole of the Christian religion, faith in Christ being its essential characteristic” (= ‘dalam iman’. Kata PISTIS, ‘iman’, digunakan di sini untuk seluruh agama Kristen, karena iman kepada Kristus merupakan cirinya yang hakiki).

 

3)   kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

 

a)   Kita soroti kata ‘rakhmat’.

 

Kata ‘rakhmat’ diterjemahkan ‘mercy’ (= belas kasihan) dalam KJV/RSV/NIV/NASB.

 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Grace’ refers to men’s sins; ‘mercy’ to their misery. God extends His grace to men as guilty; His mercy to them as miserable (Trench)” [= ‘Kasih karunia’ berkenaan dengan dosa-dosa manusia; ‘belas kasihan’ berkenaan dengan kesengsaraan mereka. Allah memberikan kasih karuniaNya kepada manusia sebagai orang-orang yang bersalah; belas kasihanNya kepada mereka sebagai orang-orang yang sengsara (Trench)].

 

Calvin: “he does not observe the exact order; for he places first what ought to have been last, namely, the ‘grace’ which flows from ‘mercy.’ For the reason why God at first receives us into favour and why he loves us is, that he is merciful” (= ia tidak memperhatikan urut-urutan yang tepat; karena ia menempatkan pada tempat pertama apa yang seharusnya terakhir, yaitu, ‘kasih karunia’ yang mengalir dari ‘belas kasihan’. Karena alasan mengapa Allah mula-mula menerima kita ke dalam kemurahan dan mengapa Ia mengasihi kita adalah, bahwa Ia mempunyai belas kasihan) - hal 21.

 

William Hendriksen: “The usual way of distinguishing between grace and mercy is to say that grace pardons while mercy commiserates; grace is God’s love toward the guilty, mercy his love toward the wretched or pitiable” (= ) - hal 55.

 

b)   Hubungan kata ‘rakhmat’ / ‘belas kasihan’ ini khusus dengan Timotius.

 

Matthew Henry: “The benediction is, grace, mercy, and peace, from God our Father. Some have observed that whereas in all the epistles to the churches the apostolical benediction is grace and peace, in these two epistles to Timothy and that to Titus it is grace, mercy, and peace: as if ministers had more need of God’s mercy than other men. Ministers need more grace than others, to discharge their duty faithfully; and they need more mercy than others, to pardon what is amiss in them: and if Timothy, so eminent a minister, must be indebted to the mercy of God, and needed the increase and continuance of it, how much more do we ministers, in these times, who have so little of his excellent spirit!” (= Berkatnya adalah, kasih karunia, belas kasihan, dan damai, dari Allah Bapa kita. Beberapa orang telah mengamati bahwa sementara dalam semua surat-surat kepada gereja-gereja berkat rasuli adalah kasih karunia dan damai, dalam kedua surat kepada Timotius ini, dan juga dalam surat kepada Titus, berkatnya adalah kasih karunia, belas kasihan, dan damai: seakan-akan pendeta-pendeta / pelayan-pelayan mempunyai kebutuhan lebih banyak akan belas kasihan Allah dari pada orang-orang lain. Pelayan-pelayan / pendeta-pendeta membutuhkan lebih banyak kasih karunia dari pada orang-orang lain, untuk melaksanakan kewajiban mereka dengan setia; dan mereka membutuhkan lebih banyak belas kasihan dari pada orang-orang lain, untuk mengampuni apa yang keliru / salah di dalam mereka: dan jika Timotius, seorang pelayan / pendeta yang begitu menonjol, harus berhutang pada belas kasihan Allah, dan membutuhkan penambahan dan kelanjutan dari belas kasihan itu, lebih-lebih kita pelayan-pelayan / pendeta-pendeta, pada jaman ini, yang mempunyai begitu sedikit dari semangatnya yang begitu bagus!).

 

William Hendriksen: “Timothy was in a difficult situation. He faced problems which were all the more trying for a man of his disposition. Hence, God’s tender love toward those in need was definitely required” (= ) - hal 54.

 

William Hendriksen: “Nevertheless, the word employed in the original (e]leoj) is often somewhat broader in scope. It indicates not only the actual outpouring of pity upon those in distress but also the underlying lovingkindness of which God’s creatures, particularly his people, are the objects, regardless of whether in the given context they are viewed as being ‘in deep misery’ or more generally ‘in need of help.’. ... Timothy, upon whom mercy ‘drops as a gentle rain from heaven,’ furnishes an excellent example of the use of the term in this somewhat broader sense. The salutation, accordingly, assures him not only of pardoning grace, operating as a spiritual dynamic in his life, but also of the closely related divine lovingkindness in his present difficulties and in every situation of life” (= ) - hal 55.

 

c)   Sumber dari berkat-berkat ini adalah Bapa dan Yesus!

 

Homer A. Kent, Jr.: “The coupling by Paul of God the Father and Christ Jesus as co-bestowers of these divine blessings is clear indication of Paul’s belief in the full deity of Christ” (= pemasangan / penggandengan Allah Bapa dan Kristus Yesus oleh Paulus sebagai rekan-rekan pemberi berkat-berkat ilahi ini merupakan petunjuk yang jelas tentang kepercayaan Paulus pada keilahian yang penuh dari Kristus) - hal 75.

 

Pulpit Commentary: “The Source of these blessings. They spring alike from the Father and the Son - a proof of the coequal Godhead of the Son; for they are strictly Divine gifts” (= Sumber dari berkat-berkat ini. Berkat-berkat itu keluar secara sama dari Bapa dan Anak - suatu bukti tentang KeAllahan yang setara dari Anak; karena berkat-berkat itu secara ketat adalah pemberian-pemberian Ilahi) - hal 9.

 

 

-AMIN-