Eksposisi Kitab Samuel yang Pertama

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


I Samuel 14:47-52

 

I) Catatan tentang Saul dan keluarganya.

 

1)   Keluarga Saul.

 

Anak-anak Saul hanya disebutkan beberapa orang, yaitu:

 

a)   Anak laki-lakinya, menurut Matthew Poole hanya disebutkan anak-anak yang nanti mati bersama dengan dia dalam perang (1Sam 31:2), yaitu:

 

·        Yonatan.

 

·        Yiswi.

 

Matthew Polle menganggap bahwa Yiswi ini sama dengan Abinadab (bdk. 1Sam 31:2  1Taw 8:33). Tetapi New Bible Commentary menganggap Yiswi ini adalah Isyboset (2Sam 2:8-dst).

 

New Bible Commentary: “Ishvi is better known as Ish-boseth, a derogatory form of his name (‘man of shame’)” [= Yiswi lebih dikenal sebagai Isyboset, suatu bentuk penghinaan terhadap namanya (‘orang yang memalukan’)] - hal 295.

 

Pulpit Commentary (hal 256) setuju dengan Matthew Poole, dan menganggap bahwa Isyboset nama lainnya adalah Esybaal, yang disebutkan dalam 1Taw 8:33  9:39.

 

Daily Bible Commentary beranggapan bahwa Yiswi, Isyboset, dan Esybaal menunjuk kepada satu orang yang sama.

 

Daily Bible Commentary: “‘Ishvi’ (49) is indubitably Ish-boseth (2Sam. 2:8). His name was really Esh-baal (1Chron. 8:33  9:39). Later scribes changed Baal to ‘Boseth’ (shame), but here to yo (from Yahweh), corrupted to vi” [= ‘Yiswi’ (ay 49) secara pasti adalah Isyboset (2Sam 2:8). Namanya yang sebenarnya adalah Esybaal (1Taw 8:33  9:39). Ahli-ahli Taurat belakangan mengubah Baal menjadi ‘Boset’ (memalukan), tetapi di sini menjadi yo (dari Yahweh), dirusak / diubah menjadi vi / wi] - hal 256.

 

Saya condong pada pandangan Matthew Poole dan Pulpit Commentary.

 

·        Malkisua.

 

b)   Anak perempuan Saul disebutkan 2 orang yaitu Merab dan Mikhal, yang nanti akan diceritakan lagi dalam 1Sam 18:17-27.

 

2)   Perang yang dilakukan oleh Saul.

 

a)   Ia berperang ke segala penjuru (ay 47).

 

Pulpit Commentary: “Moab and Ammon were on the east, Edom on the south, Zobah on the north east, and the Philistines on the west” (= Moab dan Amon ada di timur, Edom di selatan, Zoba di timur laut, dan Filistin di barat) - hal 256.

 

Perang melawan Amon telah diceritakan dalam 1Sam 11, sedangkan perang melawan Amalek akan diceritakan panjang lebar dalam 1Sam 15. Perang yang lain melawan Moab, Edom dsb tidak diceritakan secara penuh, karena dianggap tidak penting.

 

b)   Ia berperang melawan segala musuhnya (ay 47).

 

Memang umat Tuhan atau anak Tuhan akan selalu mempunyai banyak musuh! Perhatikan hidup Yesus, dan juga rasul-rasul, khususnya Paulus. Mereka hidup saleh, tetapi toh mempunyai banyak musuh. Ini tidak terlalu perlu diherankan, karena setan mempunyai banyak anak yang bisa ia gerakkan untuk memusuhi anak-anak Tuhan!

 

Tetapi banyaknya musuh dan peperangan yang dilakukan Saul ini mungkin disebabkan oleh hukuman atau hajaran Tuhan, seperti yang dikatakan oleh Pulpit Commentary di bawah ini.

 

Pulpit Commentary: “‘There was sore war,’ &c. (ver. 52). ‘Very different had been the state of things when Samuel ruled Israel (ch. 7:13). And the people who looked for protection to an arm of flesh rather than to God, who was their King, were punished by that instrument - Saul - which they had chosen for themselves in order that they might be saved by it’” [= ‘Ada peperangan yang berat / hebat’ dsb (ay 52). ‘Keadaannya sangat berbeda pada waktu Samuel memerintah Israel (pasal 7:13). Dan bangsa yang mencari perlindungan dari lengan dari daging / manusia dan bukan dari Allah, yang adalah Raja mereka, dihukum oleh alat itu - Saul - yang telah mereka pilih untuk diri mereka sendiri supaya mereka bisa diselamatkan olehnya’) - hal 263.

 

1Sam 7:13-14 - “Demikianlah orang Filistin itu ditundukkan dan tidak lagi memasuki daerah Israel. Tangan TUHAN melawan orang Filistin seumur hidup Samuel, dan kota-kota yang diambil orang Filistin dari pada orang Israel, kembali pula kepada Israel, mulai dari Ekron sampai Gat; dan orang Israel merebut daerah sekitarnya dari tangan orang Filistin. Antara orang Israel dan orang Amori ada damai”.

 

Catatan: Kata-kata ini seakan-akan menunjukkan berdasarkan 1Sam 7:13 bahwa pada jaman Samuel ada damai. Bahwa 1Sam 7:13-14 belum tentu bisa ditafsirkan demikian, telah saya bahas dalam khotbah tentang 1Sam 9:1-25. Tetapi dari perbandingan 1Sam 7:13-14 dengan 1Sam 14:52 kita memang bisa menyimpulkan bahwa secara relatif keadaan pada jaman Samuel lebih damai dibandingkan dengan jaman Saul.

 

Ini aneh. Samuel itu seorang nabi dan imam / rohaniwan, tetapi pada jaman ia memerintah, lebih ada damai dibandingkan dengan jaman Saul, yang adalah seorang raja yang mempunyai keahlian perang. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena Israel bersandar kepada seorang raja manusia (1Sam 8:19-20), maka Tuhan menghukum / menghajar mereka dengan banyak peperangan yang tentunya tidak menyenangkan bagi mereka.

 

Penerapan:

 

Mari kita belajar untuk tidak bersandar kepada manusia, baik itu diri kita sendiri maupun orang lain, atau kepada hal apapun seperti uang simpanan, orang tua yang kaya, pekerjaan kita, dsb. Kita harus bersandar kepada Tuhan!

 

 

II) Kejelekan Saul yang terselubung.

 

Kalau dibaca sepintas maka kelihatannya catatan tentang Saul di sini menunjukkan kehebatannya, tetapi di dalam bacaan ini sebetulnya terdapat banyak kejelekan Saul yang terselubung. Mari kita sekarang membahas hal itu.

 

Saul hanya mempunyai prestasi duniawi, tidak yang rohani, padahal sebagai seorang raja ia sebetulnya mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan keduanya. Ada banyak hal yang ingin saya bahas berkenaan dengan hal ini.

 

1)   Pertama-tama perlu diketahui bahwa sebetulnya kita tidak boleh membedakan hal yang duniawi dengan hal yang rohani dengan melihat jenis tindakan / pekerjaan itu.

 

Dahulu gereja memang membedakan duniawi dan jasmani berdasarkan jenis tindakan / pekerjaan. Jadi kalau orang menjadi pendeta / biarawan, atau melayani di gereja, memberitakan Injil di luar dsb, maka ia dianggap melakukan hal yang rohani. Tetapi sebaliknya kalau seorang pelajar / mahasiswa belajar, atau seorang direktur memimpin perusahaan, atau seorang istri mengatur rumah tangga, atau orang tua mendidik anak, atau 2 orang berpacaran, maka semua itu dianggap sebagai hal-hal yang bersifat duniawi.

 

Calvin adalah orang yang pertama yang mendobrak pandangan salah ini. Suatu pekerjaan ‘duniawi’ bisa dianggap sebagai rohani, kalau motivasinya bersifat rohani.

 

Contoh: seorang tukang batu yang membangun sebuah gereja, bisa berpikir bermacam-macam tentang pekerjaannya, misalnya:

 

·        aku sedang membangun tembok.

 

·        aku sedang mencari uang untuk keluargaku.

 

·        aku sedang membangun gereja untuk kemuliaan Tuhan.

 

Kalau kuli itu mempunyai pemikiran terakhir ini, maka jelas bahwa ia melakukan sesuatu yang rohani. Bahkan tukang batu yang membangun gedung biasa (bukan gedung gereja), tetap bisa bekerja dengan pemikiran bahwa uang yang ia hasilkan akan ia gunakan untuk kemuliaan Tuhan, dan dengan demikian ia melakukan hal yang rohani.

 

Ini juga berlaku untuk saudara pada waktu bekerja dalam pekerjaan saudara masing-masing, juga bagi para pelajar / mahasiswa pada waktu belajar, dan bagi istri-istri pada waktu mengurus rumah tangga, dsb.

 

Sebaliknya, seseorang bisa melakukan sesuatu yang ‘rohani’, seperti menjadi pendeta, tetapi dengan motivasi ‘cari duit’, ‘ingin dihormati’ dsb. Dalam hal ini sekalipun ia menjadi pendeta, maka jelas bahwa ia melakukan sesuatu yang bersifat duniawi!

 

Pulpit Commentary: “Secular and spiritual are not always good terms to indicate spheres of activity, because every act can and ought to be spiritual in its tone and principle” (= Duniawi dan rohani tidak selalu merupakan istilah-istilah yang baik untuk menunjuk pada dunia aktivitas, karena setiap perbuatan bisa dan harus bersifat rohani dalam nada / sifat dan prinsipnya) - hal 260.

 

2)   Pada waktu Saul berperang, apakah ini merupakan tindakan duniawi atau rohani?

 

Sebetulnya sekalipun Saul berperang, ini memang bisa menjadi hal yang rohani, yaitu kalau ia melakukannya dengan motivasi yang benar. Pada waktu Daud berkelahi dengan Goliat dan mengalahkannya, jelas bahwa ia melakukan sesuatu yang rohani (lihat motivasi Daud dalam 1Sam 17:26,36,45-47). Tetapi saya sangat meragukan bahwa Saul berperang dengan motivasi yang benar. Apa dasarnya?

 

a)   Ayat-ayat seperti 1Sam 14:24 (‘membalas dendam terhadap musuhku) dan 1Sam 15:30 (‘tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku sekarang di depan tua-tua bangsaku dan di depan orang Israel’) rasanya menunjukkan ego yang besar, dan tidak memungkinkan ia melakukan semua itu demi Tuhan.

 

b)   Jauh lebih mungkin bahwa Saul berperang sekedar karena ingin dianggap sebagai raja yang besar / hebat, atau karena ingin mendapatkan keuntungan dari penjarahan (seperti dalam 1Sam 15:9), atau karena ia mempunyai jiwa patriot sehingga ingin membalas dendam terhadap bangsa-bangsa yang pernah merugikan Israel. Perhatikan bagian-bagian dari ay 47-48 di bawah ini:

 

·        Ay 47a: ‘melawan segala musuhnya’.

 

·        Ay 47b: ‘Dan kemanapun ia pergi, ia selalu mendapat kemenangan’. Ini terjemahan dari Septuaginta / LXX; perhatikan terjemahan NIV/NASB di bawah ini yang diambil dari bahasa Ibraninya.

 

NIV: ‘Wherever he turned, he inflicted punishment on them (= Kemanapun ia berpaling, ia memberikan hukuman pada mereka).

 

NASB: ‘and wherever he turned, he inflicted punishment (= dan kemanapun ia berpaling, ia memberikan hukuman).

 

·        Ay 48b: ‘orang-orang yang merampasi’.

 

NIV: ‘those who had plundered them’ (= orang-orang yang telah menjarah mereka’).

 

Jadi perang ini dilakukan sebagai pembalasan / penghukuman terhadap mereka yang dulunya berbuat jahat kepada Israel.

 

c)   Dalam berperang Saul sering berperang sekehendak hatinya, tanpa mendapat perintah Tuhan atau menanyakan kehendak / nasehat Tuhan.

 

Memang ada perkecualian, seperti perang melawan Amon dalam 1Sam 11 yang kelihatannya memang didorong oleh Tuhan (perhatikan 1Sam 11:6), dan juga perang melawan Amalek dalam 1Sam 15, yang jelas diperintahkan oleh Tuhan (1Sam 15:1-3). Tetapi yang terakhir ini, sekalipun diperintahkan oleh Tuhan, tetapi akhirnya ia laksanakan tidak sesuai dengan perintah Tuhan, sehingga menyebabkan ia lalu ditolak sebagai raja.

 

Tetapi pada umumnya ia berperang sekehendak hatinya. Ini khususnya ditonjolkan oleh terjemahan KJV dari ay 47b yang berbunyi: ‘and whithersoever he turned himself, he vexed them’ (= dan kemanapun ia memalingkan dirinya sendiri, ia menyiksa mereka / membuat mereka menderita).

 

Catatan: tetapi sebetulnya kata ‘himself’ (= dirinya sendiri) ini tidak ada dalam bahasa aslinya.

 

Pulpit Commentary memberikan komentar dan penerapan yang sangat menarik tentang bagian ini, dimana dikatakan sebagai berikut:

“he had successes - great successes as a warrior. ... Not content with defending the territory, Saul organised and disciplined the army of Israel, so as to be able to use it in aggressive war, and smite the nations which had at various periods oppressed his country. Whithersoever he turned himself he was victorious. And yet Saul did not conduct those wars or win those victories in a manner worthy of a servant of Jehovah. There is no trace of his having command or counsel from God. ... Saul struck right and left as the mood seized him, and ‘whithersoever he turned himself’ he conquered. This is worth noting. A man may have many successes in life; nay, may have them in the Church, and in vindication of sacred truth, yet not have them as a Christian ought, and so not please God. Especially may this be the case in ecclesiastical and theological controversy. One may be quite on the right side, and may strike heavy blows at errorists and heretics all round, just as he ‘turns himself,’ and yet have no communion with the God of truth whom he seems to serve, obey motives unworthy of a servant of Christ, and indulge a harsh and wilful temper such as God cannot approve. Restlessness indicates an undisciplined, unhallowed energy. Restfulness belongs to those who submit all their plans to God, and lay all their energies at his feet. No men are so deaf to expostulation and so hard of recovery as those who try to keep an accusing conscience quiet by ceaseless activity. They turn hither and smite, thither and smite again. Perhaps they attack what deserves to be smitten; but it is a bad sign of themselves that they are never still before the Lord, letting his word search them. Under ever so much noise of debate and controversy, what hollowness may lurk, what degeneracy!” (= ia mendapat kesuksesan-kesuksesan besar sebagai seorang pejuang. ... Tidak puas dengan mempertahankan perbatasannya, Saul mengorganisir dan mendisiplin tentara Israel, sehingga bisa menggunakannya dalam perang yang bersifat agresif, dan memukul bangsa-bangsa yang pada masa yang berbeda-beda pernah menindas negaranya. Kemanapun ia pergi / memalingkan dirinya sendiri, ia menang. Tetapi sekalipun demikian Saul tidak melakukan peperangan-peperangan itu atau memenangkan kemenangan-kemenangan itu dengan cara yang layak bagi seorang pelayan Yehovah. Tidak ada petunjuk bahwa ia mendapat perintah atau nasehat dari Allah. ... Saul memukul ke kanan dan ke kiri sesuai dengan suasana hatinya, dan ‘kemanapun ia memalingkan dirinya sendiri’ ia menang. Ini merupakan hal yang berharga untuk diperhatikan. Seseorang bisa mendapatkan banyak kesuksesan dalam kehidupan; tidak, ia bahkan bisa mendapatkan kesuksesan dalam Gereja, dan dalam mempertahankan kebenaran yang sakral, tetapi tidak mendapatkannya sebagaimana seharusnya bagi orang Kristen, dan dengan demikian tidak menyenangkan Allah. Ini khususnya berlaku dalam perdebatan gereja dan theologia. Seseorang bisa ada di pihak yang benar, dan bisa memberikan pukulan yang berat kepada orang-orang yang salah dan bidat-bidat di sekitarnya, persis seperti ia ‘memalingkan dirinya sendiri’, tetapi tidak mempunyai persekutuan dengan Allah dari kebenaran yang kelihatannya ia layani, mentaati motivasi yang tidak layak bagi seorang pelayan Kristus, dan menuruti kemarahan yang keras / kasar dan keras kepala yang tidak bisa disetujui oleh Allah. Kegelisahan / ketidaktenangan menunjukkan tenaga yang tidak didisiplin dan tidak dikuduskan. Ketenangan menjadi milik mereka yang menyerahkan / menundukkan semua rencana mereka kepada Allah, dan meletakkan semua tenaga mereka pada kakiNya. Tidak ada orang yang begitu tuli terhadap peringatan dan begitu sukar untuk dipulihkan seperti mereka yang berusaha untuk menenangkan ‘hati nurani yang menuduhnya’ melalui aktivitas yang tidak henti-hentinya. Mereka berpaling ke sana dan memukul, ke sini dan memukul lagi. Mungkin mereka menyerang apa yang layak untuk dipukul; tetapi itu merupakan tanda buruk tentang diri mereka sendiri bahwa mereka tidak pernah bisa diam di hadapan Tuhan, membiarkan firmanNya menyelidiki mereka. Di bawah begitu banyak keributan perdebatan dan kontroversi, ada kekosongan / kehampaan dan kemerosotan yang mengintai) - hal 263.

 

Catatan: ini tentu tidak berarti bahwa kita tidak pernah boleh menyerang nabi-nabi palsu dengan ajaran sesatnya, karena baik Yesus maupun rasul-rasul melakukan hal itu. Kita boleh menyerang-nya, tetapi:

 

·        bukan sesuai kemauan kita sendiri, tetapi kemauan Tuhan. Jadi, sebelum menyerang mintalah petunjuk Tuhan lebih dulu.

 

·        bukan karena kemarahan / kebencian, tetapi karena kecintaan kepada kebenaran / pembelaan kebenaran, dan untuk menjaga orang lain dari kesesatan atau untuk mengembalikan orang yang sudah disesatkan ke jalan yang benar.

 

·        bukan untuk menenangkan hati nurani yang menuduh kita, atau untuk mengisi kekosongan hidup kita.

 

Dari semua ini kelihatannya peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Saul tidak bisa disebut sebagai tindakan rohani.

 

3)   Dalam Ul 17:14-20 ada hukum tentang raja, dan Ul 17:18-20nya menunjukkan bahwa seorang raja mempunyai ‘tugas rohani’, yaitu menyuruh membuat salinan hukum Taurat, membaca / mempelajarinya dan mentaatinya, belajar takut kepada Tuhan, dsb. Jadi seorang raja tidak boleh hanya mengurusi pemerintahan dan perang, tetapi juga harus mengurusi agama (untuk dirinya sendiri maupun bangsanya).

 

Raja-raja yang rohani melakukan kedua hal ini. Misalnya:

 

a)   Daud.

 

Tentang Daud memang juga dicatat kemenangan-kemenangannya dalam perang, dan juga tentang pemerintahannya (2Sam 8,10), tetapi sebelum itu sudah dicatat lebih dulu tentang pelayanan rohaninya (2Sam 6-7)

 

b)   Salomo.

 

Tentang Salomo juga diceritakan tentang pemerintahannya (1Raja 4), tetapi juga dicatat tentang doanya (1Raja 3), dan pelayanan rohani-nya, yaitu pendirian dan pentahbisan Bait Allah (1Raja 5-8).

 

Tetapi bagaimana dengan Saul? Kelihatannya Saul begitu terobsesi dengan perang-perangnya, dan memang ia mungkin tidak terlalu peduli kepada hal-hal rohani, sehingga tidak pernah dicatat apapun tentang dilakukannya ‘tugas rohani’ ini. Akibatnya Ul 17:20 tidak terjadi dalam hidupnya!

 

Pulpit Commentary: “the brief reference to his wars may appear to have little or no moral significance ... There had been given to Saul the opportunity of rendering service to Israel, both by setting them free from the oppression of enemies and by inspiring the nation with a spirit conformable to the great Messianic purpose for which they existed. He failed to enter into the high spiritual aspirations suitable to a ruler of the chosen race, and therefore history simply records the fact that his life was spent in the rendering of the lower kind of service. Repression of the foe was service, but of an inferior type. He missed a chance of doing a more glorious and enduring work” (= pernyataan singkat tentang peperangannya kelihatannya mempunyai arti moral hanya sedikit atau tidak ada sama sekali ... Kepada Saul telah diberikan kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada Israel, baik dengan membebaskan mereka dari penindasan musuh-musuh, maupun dengan mengilhami bangsa itu dengan suatu semangat yang sesuai dengan tujuan besar yang berhubungan dengan Mesias. Ia gagal untuk masuk ke dalam cita-cita / keinginan rohani yang tinggi yang sesuai bagi seorang raja dari bangsa pilihan, dan karena itu sejarah hanya mencatat fakta bahwa hidupnya dihabiskan dalam memberikan jenis pelayanan yang lebih rendah. Penindasan / penekanan terhadap musuh adalah pelayanan, tetapi dari jenis yang lebih rendah. Ia kehilangan kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang lebih mulia dan lebih kekal) - hal 259.

 

Penerapan:

 

Kalau saya boleh tetap menggunakan istilah ‘duniawi’ dan ‘rohani’ yang sudah salah kaprah itu, maka saya katakan bahwa setiap saudara mempunyai ‘tugas duniawi’ dan ‘tugas rohani’:

 

·        Orang tua mempunyai ‘tugas duniawi’ seperti mencari nafkah, mendidik anak, mengatur rumah, dsb. Tetapi juga mempunyai ‘tugas rohani’ seperti belajar Firman Tuhan, melayani Tuhan, memberitakan Injil, mengarahkan anak kepada Tuhan, dsb.

 

·        Para anak / pelajar / mahasiswa mempunyai ‘tugas duniawi’ seperti menghormati orang tua, belajar dengan baik, dan bahkan mencari pasangan. Tetapi saudara juga tetap mempunyai ‘tugas rohani’, seperti belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani Tuhan / memberitakan Injil, dsb.

 

Jadi memang saudara tidak boleh melalaikan ‘tugas duniawi’, tetapi waspadalah untuk tidak begitu terobsesi dengan ‘tugas duniawi’ itu sehingga mengabaikan ‘tugas rohani’.

 

4)   Biarpun ‘tugas duniawi’ itu bisa dilakukan dengan motivasi yang benar sehingga menjadi sesuatu yang bersifat rohani, tetapi perlu kita ingat akan adanya tingkat-tingkat dalam perbuatan dan pelayanan.

 

Pulpit Commentary: “That service which relates to the material condition of mankind is inferior to that which bears on the moral. Whatever produces temporary effects is of less value than that which issues in the enduring” (= Pelayanan yang berhubungan dengan kondisi materi dari umat manusia adalah lebih rendah dari pada pelayanan yang berhubungan dengan moral. Apapun yang menghasilkan hasil yang bersifat sementara lebih rendah nilainya dari pada yang memberikan hal-hal yang abadi) - hal 260.

 

Memang pelayanan jasmani itu juga penting (bdk. Mat 25:31-46 - memberi minum, tumpangan, pakaian). Apalagi pada masa krisis ekonomi seperti sekarang ini, dimana banyak orang yang kekurangan, maka ‘pelayanan jasmani’ ini penting sekali. Tetapi bagaimanapun ini jelas tidak bisa dibandingkan dengan ‘pelayanan rohani’, seperti penginjilan dan pemberitaan Firman. Mengapa? Karena efek dalam diri orang yang dilayani berbeda. Yang satu pada umumnya bersifat sementara, yang lain bersifat kekal.

 

Saul kerjanya hanya melakukan perang, yang menghasilkan sesuatu tetapi sementara. Sementara pembinaan kerohanian bangsanya, yang jelas bernilai kekal, tidak ia pedulikan.

 

5)   Sekalipun pelayanan yang remeh / kecil itu dihargai oleh Tuhan (Mat 10:42 - ‘memberi air sejuk secangkir’), tetapi kalau bisa lebih banyak melayani dan dalam hal yang lebih penting, mengapa tidak?

Seandainya perang yang dilakukan oleh Saul dilakukan dengan motivasi yang benar, sehingga bisa disebut sebagai tindakan rohani, tetapi sebagai seorang raja, Saul seharusnya bisa memimpin perang dan juga mengurusi / memberi perhatian kepada hal rohani, seperti yang dilakukan oleh Daud dan Salomo. Tetapi ia tidak melakukannya.

 

Bdk. dengan Stefanus, yang sekalipun diangkat sebagai diaken untuk ‘melayani meja’ (Kis 6:1-7), tetapi ia tidak puas dengan pelayanan itu, dan lalu melakukan juga pelayanan yang lain, yaitu pemberitaan Injil / Firman Tuhan (Kis 6:8-dst).

 

Jadi, ambisi yang bersifat rohani dan kudus, bukan yang bersifat egois, harus ada dalam diri orang kristen. Ini akan menyebabkan orang kristen itu berusaha melakukan sebanyak mungkin pelayanan / memilih untuk melakukan pelayanan yang paling mulia.

 

Pulpit Commentary: “No man’s contribution to the common weal is to be despised, but every man is bound to rise as high as possible in the scale of valuable service” (= Tidak ada sumbangsih manusia bagi kesejahteraan umum yang boleh diremehkan, tetapi setiap orang harus naik setinggi mungkin dalam skala pelayanan yang berharga) - hal 260.

 

Pulpit Commentary: “There are men who devote time and means only to the preservation of the outward organisations of the Church. Others, nourishing their own piety with care, minister consolation and instruction to the sick and ignorant. Others, again, by a wonderfully holy and beautiful life at home, as well as quiet zeal outside, train souls for Christ, and leave an imperishable impress on the world” (= Ada orang yang membaktikan waktu dan uangnya hanya untuk pemeliharaan organisasi lahiriah dari Gereja. Yang lain, memberi makan kesalehan mereka sendiri dengan hati-hati, melayani dengan memberi penghiburan dan pengajaran kepada orang yang sakit dan bodoh / tak mempunyai pengetahuan. Yang lain lagi, melalui suatu hidup yang suci dan indah di rumah, dan juga semangat yang tenang di luar, melatih jiwa-jiwa untuk Kristus, dan meninggalkan kesan yang kekal pada dunia) - hal 260.

Bdk. 1Tim 5:17 - “Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.

 

Memang memimpin gereja dalam persoalan organisasi gereja merupakan hal yang penting, tetapi kalau penatua itu menambahinya dengan pemberitaan Firman, itu tentu lebih baik, dan menyebabkan ia harus lebih dihormati.

 

Memang dalam gereja tentu tidak semua orang harus menjadi pendeta dan guru sekolah minggu. Harus ada yang mengurusi organisasi, seperti majelis, harus ada yang mau angkat-angkat kursi, dsb. tetapi orang-orang ini juga bisa melakukan pelayanan lain seperti Pekabaran Injil pribadi dsb.

 

Kesimpulan / penutup.

 

Saul melakukan banyak perbuatan duniawi, yang mungkin menyebabkan banyak orang menghormati dan memuji dia. Tetapi Tuhan tidak berkenan kepadanya!

 

Pulpit Commentary: “here we read ... how a hero in the midst of noble and worthy feats of arms may yet lose something nobler and worthier - the favour of God” (= di sini kita membaca ... bagaimana seorang pahlawan di tengah-tengah prestasi / perbuatan tangannya yang mulia dan berharga bisa kehilangan sesuatu yang lebih mulia dan lebih berharga - perkenan Allah) - hal 256.

 

Karena itu, janganlah meniru Saul. Lakukanlah hal-hal yang rohani, sehingga saudara bisa menyenangkan dan memuliakan Tuhan. Tuhan memberkati saudara.

 

 

-AMIN-

 



email us at : gkri_exodus@lycos.com