Eksposisi Wahyu kepada Yohanes

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 

Wahyu 1:9-11

 

 

Ay 9: “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus”.

 

1)   ‘saudara dan sekutumu dalam kesusahan’.

 

Geoffrey B. Wilson: “To express his oneness with his readers, John omits his official title and introduces himself as their ‘brother’ in the fellowship of suffering” (= Untuk menyatakan kesatuannya dengan para pembacanya, Yohanes menghapus gelar resminya dan memperkenalkan dirinya sendiri sebagai ‘saudara’ mereka dalam persekutuan penderitaan) - hal 20.

 

William R. Newell: “John writes The Revelation not as an apostle exercising authority, but as a Seer, unfolding that unveiling of the future which Christ gave him. How humble and loving is his attitude. There is absolutely no ‘ecclesiastical dignity’ here!” (= Yohanes menulis Kitab Wahyu bukan sebagai seorang rasul yang menggunakan otoritas, tetapi sebagai seorang Pelihat, penyingkapan masa depan yang diberikan oleh Kristus kepadanya. Alangkah rendah hati dan penuh kasih sikapnya. Di sini secara mutlak tidak ada martabat / gengsi gerejawi!) - hal 23.

 

Penerapan:

 

Alangkah kontrasnya sikap Yohanes ini dengan sikap banyak majelis, sinode, pendeta, dosen theologia, yang menganggap dirinya lebih tinggi dari orang kristen yang lain. Bdk. 1Pet 5:1-3.

 

2)   ‘dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus’.

 

a)   Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘kesusahan’ adalah THLIPSIS, dan yang diterjemahkan ‘ketekunan’ adalah HUPOMONE.

 

·        THLIPSIS / kesusahan.

 

Homer Hailey: “Tribulation (thlipsis) is ‘a pressing together (as of grapes), squeezing or pinching’ (I.S.B.E.), hence a crushing as of grapes or grinding as of wheat” [= Kesengsaraan / kesusahan (thlipsis) berarti ‘penekanan (seperti terhadap anggur), pemerasan atau penjepitan’ (I.S.B.E.), jadi penghancuran seperti pada anggur atau penggilingan seperti pada gandum] - hal 104.

 

Bdk. Yes 28:24-29 - “Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya? Mengenai adat kebiasaan ia telah diajari, diberi petunjuk oleh Allahnya. Sebab jintan hitam tidak diirik dengan eretan pengirik, dan roda gerobak tidak dipakai untuk menggiling jintan putih, tetapi jintan hitam diirik dengan memukul-mukulnya dengan galah, dan jintan putih dengan tongkat. Apakah orang waktu mengirik memukul gandum sampai hancur? sungguh tidak, orang tidak terus menerus memukulnya sampai hancur! Dan sekalipun orang menjalankan di atas gandum itu jentera gerobak dengan kudanya, namun orang tidak akan menggilingnya sampai hancur. Dan inipun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan”.

 

Penjelasan dan penerapan:

 

Kalau saudara mengalami penderitaan, mungkin itu adalah saat Tuhan membajak / mencangkul diri saudara. Ia tidak terus menerus melakukan hal itu, karena kalau pembajakan / pencangkulan itu sudah cukup, ia akan menghentikannya dan mulai menaburkan benih. Atau mungkin itu adalah saat dimana Tuhan mengirik saudara. Ia tidak akan mengirik sedemikian rupa sampai hancur, tetapi hanya sampai sekamnya terlepas. Karena itu pada waktu saudara menderita, bertahanlah, dan bahkan bersukacitalah, karena Tuhan sedang melakukan sesuatu pada diri saudara yang akan menyebabkan saudara lebih berguna dan lebih suci!

 

·        HUPOMONE / ketekunan.

 

Kata bahasa Yunani HUPOMONE berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.

 

Kalau saudara menghadapi kesukaran, ada bebera­pa macam sikap yang bisa saudara ambil:

 

*        Saudara bisa menjadi marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad. Ini jelas bukan ketekunan / HUPOMONE.

 

*        Saudara bertahan, tetapi secara pasif / diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ketekunan / HUPOMONE.

 

*        Saudara tetap bersuka cita, memuji / bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan. Contoh: Paulus dan Silas dalam Kis 16:25, dan nabi Habakuk dalam Hab 3:17-18. Inilah yang dimaksud dengan ketekunan / HUPOMONE.

 

Penerapan:

 

Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara menghadapi kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?

 

b)   Bagian ini sejalan dengan banyak ayat Kitab Suci, seperti:

 

·        Kis 14:22b - “untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsa­ra (THLIPSIS)”.

 

·        Ro 12:12 - “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah (HUPOMENONTES. Ini berasal dari kata HUPOMONE) dalam kesesakan (THLIPSIS), dan bertekunlah dalam doa”.

 

·        Ro 5:3b - “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan (THLIPSIS) kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (HUPOMONE)”.

 

·        Luk 24:26 - “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?”.

 

·        2Tes 1:4-5 - “sehingga dalam jemaat-jemaat Allah kami sendiri bermegah tentang kamu karena ketabahanmu (HUPOMONE) dan imanmu dalam segala penganiayaan dan penindasan (THLIPSIS) yang kamu derita: suatu bukti tentang adilnya penghakiman Allah, yang menyatakan bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita karena Kerajaan itu”.

 

c)   ‘dalam ketekunan menantikan Yesus’. Ini salah terjemahan.

 

KJV: ‘patience of Jesus Christ’ (= kesabaran dari Yesus Kristus).

 

NASB: ‘perseverance (which are) in Jesus’ [= ketekunan (yang ada) dalam Yesus].

 

NIV: ‘patient endurance that are ours in Jesus’ (= ketekunan / ketahanan yang sabar yang adalah milik kita dalam Yesus).

 

William Barclay: “There was only one way from THLIPSIS to BASILEIA, from affliction to glory, and that was through HUPOMONE, conquering endurance” (= Hanya ada satu jalan dari THLIPSIS ke BASILEIA, dari penderitaan ke kemuliaan, dan itu adalah melalui HUPOMONE, ketahanan yang mengalahkan) - hal 40.

 

Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:

 

Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.

 

2Tim 2:12a - “Jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.

 

Catatan: Untuk kata ‘bertahan’ dalam Mat 24:13 dan kata ‘bertekun’ dalam 2Tim 2:12 ini juga digunakan HUPOMONE.

 

William Barclay: “The way to the kingdom is the way of endurance. But before we leave this passage we must note one thing. That endurance is to be found in Christ. He himself endured to the end and he is able to enable those who walk with him to achieve the same endurance and to reach the same goal” (= Jalan menuju kepada kerajaan adalah jalan ketekunan / ketahanan. Tetapi sebelum kita meninggalkan text ini kita harus memperhatikan satu hal. Ketekunan / ketahanan itu ditemukan di dalam Kristus. Ia sendiri bertahan sampai akhir dan Ia bisa memberikan kemampuan kepada mereka yang berjalan denganNya untuk mencapai ketekunan / ketahanan yang sama dan untuk mencapai tujuan yang sama) - hal 40.

 

d)   3 hal di atas ini, yaitu kesusahan, Kerajaan, dan kesabaran / ketekunan, dalam bahasa Yunaninya hanya mempunyai satu ‘definite article’ / kata sandang (Lit: ‘in the affliction and kingdom and endurance’). Mungkin ini untuk menunjukkan bahwa ke 3 hal ini tidak terpisahkan. Kalau kita mau mendapatkan Kerajaan Yesus, kita harus mengalami kesusahan / tribulation, dan kita harus menghadapinya dengan kesabaran / ketekunan (Yunani: HUPOMONE).

 

Disamping itu ketiganya dikatakan ‘of Jesus’ (= dari Yesus). Kita mendapatkan ketiga hal ini bila kita ada di dalam Yesus.

 

3)   ‘berada di pulau yang bernama Patmos’.

 

a)   Apakah Kitab Wahyu ditulis di pulau Patmos?

 

NIV, dan juga Kitab Suci bahasa Inggris yang lain, menterjemahkan bagian ini dalam past tense / bentuk lampau: was on the island of Patmos’.

 

Ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes tidak terus ada di Patmos sampai mati.

 

William Hendriksen: “It was during the reign of Domitian (AD 81-96) that John was banished to Patmos. He was released and died during the reign of Trajan” [= Yohanes dibuang ke Patmos pada masa pemerintahan Domitian (81-96 M). Ia dilepaskan dan mati pada masa pemerintahan Trajan] - hal 61.

 

Beasley-Murray: “The past tense indicates that at the time of writing he is no longer there” (= Bentuk lampau ini menunjukkan bahwa pada saat penulisan ia tidak lagi ada di sana) - hal 64.

 

Steve Gregg: “Although John was on ... Patmos (v. 9) when he saw the visions, he may not have written the book in its present form until some time after his return to his home in Ephesus” [= Sekalipun Yohanes ada di ... Patmos (ay 9) pada saat ia melihat penglihatan itu, mungkin ia belum menuliskan kitab ini dalam bentuk yang sekarang ini sampai beberapa waktu setelah ia kembali ke rumahnya di Efesus] - hal 58.

 

William R. Newell: “Where The Revelation was written, we cannot say. Irenaeus says in Ephesus, ...” (= Dimana Kitab Wahyu ditulis, kami tidak bisa mengatakan. Irenaeus mengatakan di Efesus, ...) - hal 23.

 

b)   Keadaan pulau Patmos.

 

Jangan menganggap Patmos pulau yang indah dan menyenangkan seperti Hawai atau Bali! Ini adalah pulau pembuangan seperti Nusakambangan.

 

Homer Hailey: “John ‘was in the isle that is called Patmos,’ a rocky and uninviting island located about seventy miles southwest of Ephesus, about forty miles from Miletus, and twenty-four miles from the shore of Asia Minor. The island is ten miles long and, its widest point, six miles across. ... the Roman authorities sometimes banished criminals to this island” (= Yohanes ada di pulau yang disebut Patmos, sebuah pulau berkarang dan tidak menarik, yang terletak sekitar 70 mil di sebelah barat daya dari Efesus, sekitar 40 mil dari Miletus, dan 24 mil dari pantai Asia Minor / Kecil. Pulau itu panjangnya 10 mil, dan pada bagian yang paling lebar lebarnya 6 mil. ... Pemerintah Romawi kadang-kadang membuang orang-orang kriminil ke pulau ini) - hal 105.

 

Catatan: Ukuran yang diberikan oleh Homer Hailey ini sesuai dengan yang diberikan oleh ‘The International Standard Bible Encyclopedia’.

 

Adam Clarke: “The whole island is about thirty miles in circumference” (= Keliling dari seluruh pulau itu kira-kira 30 mil) - hal 971.

 

Tetapi 2 penafsir di bawah ini menggambarkan Patmos lebih kecil.

 

Robert H. Mounce (NICNT): “The place of John’s exile was Patmos, a small (about sixteen square miles), rocky island ...” [= Tempat pembuangan Yohanes adalah Patmos, sebuah pulau karang yang kecil (sekitar 16 mil persegi)] - hal 75.

 

Barnes’ Notes: “It is some six or eight miles in length, and not more than a mile in breadth, being about fifteen miles in circumference” (= Panjangnya 6 atau 8 mil, dan lebarnya tidak lebih dari 1 mil, kelilingnya sekitar 15 mil) - hal 1546.

 

Barnes’ Notes: “It has neither trees nor rivers; nor has it any land for cultivation, except some little nooks among the ledges of rocks. ... Though Patmos is deficient in trees, it abounds in flowery plants and shrubs. Walnuts and other fruit trees are raised in the orchards, and the wine of Patmos is the strongest and the best flavoured in the Greek islands” (= Pulau itu tidak mempunyai pohon ataupun sungai; juga tidak mempunyai tanah untuk penanaman, kecuali beberapa sudut-sudut kecil di antara tonjolan-tonjolan karang. ... Sekalipun Patmos tak mempunyai pohon, tetapi pulau itu mempunyai banyak bunga-bungaan dan semak. Kenari dan buah-buahan lain ditanam dalam kebun buah-buahan, dan anggur dari Patmos adalah anggur yang paling kuat dan yang paling enak rasanya di pulau-pulau Yunani) - hal 1546.

 

Barnes’ Notes: “No place could have been selected for banishment which would accord better with such a design than this. Lonely, desolate, barren, uninhabited, seldom visited, it had all the requisites which could be desired for a place of punishment, and banishment to that place would accomplish all that a persecutor could wish in silencing an apostle, without putting him to death” (= Tidak ada tempat yang bisa dipilih untuk pembuangan yang lebih sesuai untuk tujuan itu dari pulau ini. Sendirian, terpencil / sunyi, tandus, tidak didiami, jarang dikunjungi, pulau itu mempunyai semua persyaratan yang bisa diinginkan sebagai sebuah tempat penghukuman, dan pembuangan ke tempat itu akan mencapai semua yang bisa diinginkan oleh seorang penganiaya untuk membungkam seorang rasul, tanpa membunuhnya) - hal 1546-1547.

 

Leon Morris (Tyndale): “probably signifies banishment, and in the case of one so insignificant as a Christian preacher, that would have meant hard labour in quarries or the like” (= mungkin berarti pembuangan, dan dalam kasus seseorang yang begitu remeh / tidak berarti seperti seorang pengkhotbah Kristen, itu berarti kerja berat dalam penggalian atau yang seperti itu) - hal 51.

 

Dari semua penggambaran tentang pulau Patmos ini terlihat dengan jelas bahwa bagi rasul Yohanes, pembuangan ke pulau Patmos ini merupakan suatu penderitaan. Tetapi Tuhan mempunyai rencana dengan penderitaannya ini, karena di pulau Patmos inilah akhirnya Tuhan memberikan wahyu, yang lalu dituliskan menjadi Kitab Wahyu ini. Bdk. Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

 

Illustrasi untuk Ro 8:28:

 

Dr. Lambie, seorang misionaris medis di Abyssinia, menceritakan tentang penduduk asli di tempat itu, yang tidak mempunyai jembatan. Karena itu mereka harus menyeberang sungai dengan menceburkan diri ke sungai. Tetapi sungai di sana alirannya deras, dan manusia hanya sedikit lebih berat dari air, sehingga mudah sekali kaki diseret oleh air, sehingga orangnya jatuh dan hanyut. Untuk mengatasi hal ini maka pada waktu menyeberangi sungai penduduk asli itu membawa sekarung batu di bahu mereka. Beban ini membuat kaki mereka tidak mudah terseret air. Setelah sampai di seberang, karung batu itu mereka kosongkan.

 

Tuhan memberi kita beban, mungkin dalam bentuk penyakit, kemiskinan, dan banyak problem / penderitaan yang lain. Sekalipun ini kelihatannya merupakan beban yang memberatkan kita, tetapi sesungguhnya ini mencegah kita supaya tidak hanyut / jatuh! Kalau kita sudah mencapai akhir hidup kita, dan sampai di seberang sana, maka beban itu akan dibuang. -  ‘Bread for each day’, June 24.

 

4)   ‘oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus’.

 

KJV: ‘the testimony of Jesus Christ’ (= kesaksian Yesus Kristus).

 

NASB/NIV/RSV: ‘the testimony of Jesus’ (= kesaksian Yesus).

 

Kalimat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes ada di pulau Patmos sebagai akibat dari pemberitaan Firman Allah dan kesaksian Yesus yang ia lakukan. Dan dari kata-kata ‘Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan’ dalam awal ay 9 ini, terlihat bahwa bukan hanya Yohanes, tetapi juga semua orang kristen mengalami penganiayaan karena iman mereka kepada Kristus.

 

 

Ay 10: “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala,”.

 

1)   ‘Hari Tuhan’.

 

a)   ‘The Lord’s day’ dan ‘The day of the Lord’.

 

Istilah ‘hari Tuhan’ biasanya menunjuk pada hari kedatangan Kristus yang keduakalinya, tetapi di sini jelas tidak mungkin diartikan seperti itu. Perlu diketahui bahwa di sini sebetulnya digunakan istilah Yunani yang berbeda dengan istilah ‘hari Tuhan’ di tempat lain.

 

Wah 1:10 - TE KURIAKE HEMERA (the Lord’s day). Kata ‘Lord’ mendahului ‘day’.

 

2Pet 3:10 - HEMERA KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ mendahului ‘Lord’.

 

1Tes 5:2 - HEMERA KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ mendahului ‘Lord’.

 

Kis 2:20 - HEMERAN KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ mendahului ‘Lord’.

 

Dan dalam bahasa Inggris juga diterjemahkan secara berbeda. Untuk Wah 1:10 diterjemahkan ‘the Lord’s day’, sedangkan untuk ayat-ayat yang menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya diterjemahkan ‘the day of the Lord’. Tetapi repotnya, waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, keduanya diterjemahkan ‘hari Tuhan’, padahal sebetulnya kedua istilah ini berbeda artinya.

 

Homer Hailey: “‘The Lord’s day is not to be confused with ‘the day of the Lord,’ used often in both testaments” [= ‘The Lord’s day’ tidak boleh dicampuradukkan dengan ‘the day of the Lord’ yang sering digunakan dalam kedua perjanjian (lama dan baru)] - hal 107.

 

b)   ‘The Lord’s day’ menunjuk pada hari Minggu.

 

Dalam Wah 1:10 ini istilah ‘hari Tuhan’ ini menunjuk pada hari Minggu, yang sejak kebangkitan Yesus dan Pentakosta / pencurahan Roh Kudus yang keduanya jatuh pada hari Minggu, merupakan hari Kebaktian / hari untuk Tuhan (bdk. Kis 20:7  1Kor 16:1-2).

 

Homer Hailey: “The ante-Nicene writers who wrote after John followed a consistent pattern in considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s day,’ the ‘resurrection day,’ and the day of meeting, Sunday, as identical. Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every friend of Christ keep the Lord’s day as a festival, the resurrection day, the queen and chief of all the days (of the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin (110-165 A.D.), writing of the day which the saints met for worship identified it as ‘Sunday ... the first day ... and Jesus Christ our Saviour on the same day rose from the dead’ (I, p. 168). The teaching of the Twelve (120-190 A.D.): ‘But every Lord’s day do ye gather yourselves, and break bread’ (VII, p. 381). Clement (153-217 A.D.), writing agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s day with the resurrection, saying, ‘He, in fulfillment of the precept, according to the Gospel, keeps the Lord’s day ... glorifying the Lord’s resurrection’ (II, p. 545). Tertullian (145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s resurrection, which is the Lord’s day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and ‘on the day of the resurrection of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble yourselves together, without fail’ (ibid. p. 471)” [= Penulis-penulis sebelum Nicea yang menulis setelah Yohanes mengikuti pola yang konsisten dalam menganggap ‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’, dan hari pertemuan, Minggu, sebagai identik. Ignatius (30-107 M) menulis: ‘Hendaknya setiap teman Kristus memelihara hari Tuhan sebagai suatu perayaan, hari kebangkitan, ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’ (A-N-F, I, hal 63). Justin (110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang kudus bertemu untuk kebaktian menyebutnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama ... dan Yesus Kristus Juruselamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari yang sama’ (I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap hari Tuhan kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217 M), menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan, dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil, memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545). Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan, kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk bertemu)’ (ibid. hal 471)] - hal 107.

 

William Barclay: “By early in the second century the Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the accepted Christian day” (= Pada awal abad kedua hari Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari Kristen) - hal 43.

 

Bagian ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Advent, yang ngotot bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari Sabat Perjanjian Lama.

 

2)   ‘aku dikuasai oleh Roh’.

 

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘I was in the Spirit’ (= Aku ada dalam Roh).

 

Barnes’ Notes: “The word ‘Spirit’ may refer either to the Holy Spirit, or to some state of mind such as the Holy Spirit produces” (= Kata ‘Roh’ bisa menunjuk atau kepada Roh Kudus, atau kepada suatu keadaan pikiran yang dihasilkan oleh Roh Kudus) - hal 1547.

 

Mungkin di sini ia sedang mengalami ‘trance’ seperti Petrus (Kis 10:10  Kis 11:5) dan Paulus (Kis 22:17).

 

Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan ketiga ayat dari Kisah Rasul ini dengan menggunakan istilah ‘trance’. Kita perlu mengetahui apa arti dari kata ‘trance’ ini. Kata ‘trance’ itu kalau dilihat dalam kamus Inggris - Indone­sia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, diartikan sebagai ‘keadaan tak sadarkan diri’, ‘lupa daratan’, atau ‘kerasukan’. Sedangkan Webster’s New World Dictionary menambahkan arti “a state resembling sleep, in which consciousness may remain although voluntary movement is lost, as in catalepsy or hypno­sis” (= suatu keadaan menyerupai tidur, dimana kesadaran bisa tetap ada tetapi tidak ada gerakan yang disadari / disengaja, seperti dalam hal orang yang terkena ayan atau hipnotis).

 

Selanjutnya kata bahasa Inggris ‘trance’ diterjemahkan dari kata bahasa Yunani EKSTASIS. Dari kata Yunani ini diturunkan kata bahasa Inggris ‘ecstasy’, yang arti­nya adalah ‘kegembiraan yang meluap-luap’. Semua ini menyebabkan ayat-ayat ini dipakai oleh golongan yang pro Toronto Blessing sebagai dasar dari Toronto Blessing. Tetapi bacalah seluruh context dari Kis 10,11 dan Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa baik Petrus maupun Paulus tidak berada dalam keadaan tidak sadar, ataupun kegembiraan yang meluap-luap. Keduanya mengalami hal itu pada saat mereka sedang berdoa. Dan pada saat mereka mengalami hal itupun mereka tidak lalu rebah, pingsan, bergerak-gerak tak terkenda­li seperti orang sakit ayan, bergulung-gulung di lantai, tertawa terbahak-bahak, dsb, seperti orang-orang yang mengalami Toronto Blessing. Sebaliknya mereka tetap bisa berkomunikasi secara sadar dan wajar dengan Tuhan!

 

Semua ini menyebabkan saya lebih menerima arti dari ‘trance’ ataupun EKSTASIS yang diberikan oleh W. E. Vine dalam ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’ yang mengartikannya sebagai berikut:

“a condition in which ordinary conscious­ness and the perception of natural circumstances were with­held, and the soul was susceptible only to the vision imparted by God” (= suatu kondisi / keadaan dimana kesadaran dan peng­lihatan / daya memahami yang normal terhadap keadaan alamiah ditahan / disembunyikan, dan jiwa orang itu hanya terbuka / bisa menerima penglihatan yang diberikan oleh Allah).

 

Dengan kata lain, maka trance / EKSTASIS hanya merupakan suatu keadaan dimana Allah menutup kesadaran seseorang terhadap hal-hal lain, supaya orang itu bisa berkonsentrasi secara khusus hanya terhadap diri Allah dan apa yang akan Allah berikan kepadanya (firman, penglihatan, dsb).

 

Saya percaya bahwa inilah juga yang dialami oleh rasul Yohanes di pulau Patmos, dan ini merupakan suatu persiapan supaya ia bisa menerima wahyu dari Tuhan.

 

Herman Hoeksema: “he was in a state of prophetic, spiritual ecstasy, so that he was separated from the world of sense and experience, and prepared to receiving visions of spiritual things. ... the object that was presented to his view was of such a nature that the mere natural eye could not perceive it, and therefore a translation in the Spirit was necessary to prepare John to receive the visions” (= ia ada dalam keadaan kegembiraan yang bersifat nubuat dan rohani, sehingga ia terpisah dari dunia indera dan pengalaman, dan dipersiapkan untuk menerima penglihatan-penglihatan tentang hal-hal rohani. ... obyek yang diberikan pada pandangannya mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga mata alamiah biasa tidak dapat mengertinya, dan karena itu suatu perubahan dalam Roh dibutuhkan untuk mempersiapkan Yohanes untuk menerima penglihatan-penglihatan) - hal 34.

 

William Hendriksen: “He sees, indeed, but not with physical eyes. He hears, but not with physical ears. He is in direct spiritual contact with His Saviour. He is alone ... with God. ... He is wide awake and every avenue of his soul is wide open to the direct communication coming from God” (= Ia memang melihat, tetapi bukan dengan mata jasmani. Ia mendengar, tetapi bukan dengan telinga jasmani. Ia ada dalam kontak rohani langsung dengan Juruselamatnya. Ia sendirian ... dengan Allah. ... Ia sangat terjaga dan setiap jalan dari jiwanya terbuka lebar terhadap suatu komunikasi langsung dari Allah) - hal 55-56.

 

Mungkin hal ini terjadi pada saat rasul Yohanes, sekalipun sendirian dalam pembuangan, sedang berbakti kepada Tuhan (ingat bahwa hari itu adalah hari Minggu). Ia tidak bisa pergi berbakti ke gereja bersama dengan saudara seiman yang lain, tetapi ia berbakti sendirian. Dalam keadaan normal / tidak sedang ada dalam pembuangan, maka tentu kita tidak boleh berbakti seperti ini. Tetapi dalam keadaan seperti rasul Yohanes, itu menunjukkan suatu kesalehan. Ia melakukan apapun yang ia bisa untuk tetap berbakti kepada Tuhan! Dan Tuhan bertemu dengan dia dalam kebaktian yang ia lakukan!

 

3)   ‘dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala’.

 

Rasul Yohanes mendengar suara yang nyaring seperti bunyi sangkakala / terompet. Kata-kata yang ia dengar ada dalam ay 11 di bawah ini.

 

 

Ay 11: “katanya: ‘Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia.’”.

 

1)   Terjemahan KJV.

 

KJV: “Saying, I am Alpha and Omega, the first and the last: and, What thou seest, write in a book, and send [it] unto the seven churches which are in Asia; unto Ephesus, and unto Smyrna, and unto Pergamos, and unto Thya-tira, and unto Sardis, and unto Philadelphia, and unto Laodicea” [= Berkata: Aku adalah Alfa dan Omega, yang pertama dan yang terakhir: dan, Apa yang engkau lihat, tuliskanlah dalam sebuah kitab, dan kirimkanlah (itu) kepada 7 gereja yang ada di Asia; ke Efesus, dan ke Smirna, dan ke Pergamus, dan ke Tiatira, dan ke Sardis, dan ke Filadelfia, dan ke Laodikia].

 

Bagian yang saya garisbawahi dianggap sebagai penambahan.

 

2)   ‘tuliskanlah’.

 

Berulangkali (total 12 x) rasul Yohanes mengatakan bahwa ia diperintahkan untuk menulis (ay 19  2:1,8,12,18  3:1,7,14  14:13  19:9  21:5).

 

3)   ‘kitab’.

 

Barnes’ Notes: “The word ‘book’ here - BIBLION - would more properly mean ‘a roll’ or ‘scroll’, that being the form in which books were anciently made” (= Kata ‘kitab’ di sini - BIBLION - lebih berarti ‘gulungan’, karena itu merupakan bentuk kitab yang dibuat pada jaman kuno) - hal 1548.

 

4)   ‘kirimkanlah’.

 

Yohanes disuruh mengirimkan kitab yang akan ia tuliskan itu ke 7 gereja yang namanya disebutkan dalam ay 11 ini.

 

 

-AMIN-

 


 

email us at : gkri_exodus@lycos.com