Eksposisi Kitab Keluaran

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


 

KELUARAN 23:14-19

 

 

1)   Hari raya roti tidak beragi (ay 15).

 

a)   Ini sering dicampuradukkan dengan Paskah (= Passover), padahal sebetulnya ada perbedaan (bdk. Mark 14:1 Im 23:5-6).

 

b)   Paskah memperingati pembebasan dari Mesir, sedangkan hari raya roti tidak beragi memperingati penderitaan di Mesir.

 

c)   Peraturan tidak boleh datang dengan tangan hampa (ay 15c) berlaku untuk ketiga hari raya dalam bacaan ini (bdk. Ul 16:16-17).

 

Pada jaman dulu kalau seseorang mau menghadap raja, maka ia harus membawa persembahan, sebagai penghormatan dan sebagai tanda ketun­dukan kepada raja tersebut. Karena Allah adalah Raja di atas segala raja, maka Iapun memberikan peraturan bahwa orang Israel tidak boleh menghadap kepadaNya dengan tangan hampa.

 

Dari sini bisa kita lihat bahwa pada waktu kita menghadap kepada Allah / berbakti kepada Allah, persembahan adalah sesuatu yang sangat penting! Suatu kebaktian tidak bisa disebut sebagai kebaktian kalau tidak ada persembahan (misalnya: ‘kebaktian’ pemberkatan nikah).

 

Penerapan:

 

Apakah saudara sering meremehkan acara persembahan dalam kebaktian, dengan cara ‘asal memberi’?

 

d)   Peraturan dalam ay 18, hanya berlaku untuk hari Paskah / hari raya roti tak beragi.

 

2)   Hari raya menuai (ay 16a bdk. Im 23:15-21).

 

a)   Ini sama dengan hari Pentakosta, atau hari raya 7 minggu (bdk. Ul 16:9-11).

 

b)   Istilah ‘buah bungaran’ (ay 16a,19a) diterjemahkan oleh NIV seba­gai the first-fruits (= buah / hasil pertama).

 

Karena itu maka hari raya ini juga disebut sebagai hari raya buah bungaran (Kel 34:22).

 

c)   Hari raya ini dimaksudkan untuk mengingat bahwa tuaian merupakan pemberian / anugerah Allah.

 

Mulai jaman antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka hari ini juga digunakan untuk memperingati pemberian hukum Taurat kepada Musa di gunung Sinai. Ini menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai pemberian firman Tuhan kepada mereka.

 

Penerapan:

 

Bagaimana dengan saudara? Apakah saudara juga bersyukur bahwa saat ini saudara dengan mudah bisa memiliki, membaca, dan belajar Kitab Suci / firman Tuhan? Dan apakah saudara menghargai kesempatan itu dengan menggunakannya dengan sebaik-baiknya?

 

3)   Hari raya pengumpulan hasil (ay 16b bdk. Im 23:34-36).

 

a)   Ini sama dengan hari raya Pondok Daun (= feast of Tabernacles).

 

Cf Im 23:34-44 Ul 16:13 31:10 Yos 7:2.

 

b)   Kalau hari raya menuai (ay 16a) terjadi pada saat panen dimulai, maka hari raya pengumpulan hasil ini (ay 16b) terjadi setelah seluruh panen selesai.

 

c)   ’pada akhir tahun’ (ay 16b).

 

Tetapi Im 23:34 mengatakan ‘bulan yang ke 7’.

 

Ini bukan kontradiksi asal kita menafsirkan dengan benar. Yang dimaksud dengan ‘akhir tahun’ dalam ay 16b ini bukanlah ‘akhir tahun biasa’ tetapi ‘akhir tahun pertanian’, yaitu saat dimana seluruh panen telah selesai.

 

d)   Untuk merayakan hari raya ini maka selama 7 hari mereka tinggal dalam pondok-pondok yang terbuat dari daun (bdk. Im 23:40,42-43 Neh 8:15-19) untuk mengenang penderitaan mereka selama 40 tahun di padang pasir.

 

Penerapan:

 

Mengenang penderitaan di masa yang lalu adalah sesuatu yang penting, karena bisa menyebabkan kita bersyukur kepada Tuhan, bahwa sekarng kita tidak mengalami hal itu. Tetapi ada banyak orang, kalau mengenang masa lalu lebih senang mengenang masa yang menyenangkan saja (sweet memories!). Ini justru menyebabkan mereka lalu bersungut-sungut, karena hal yang menyenangkan itu tidak mereka alami sekarang. Contoh: bangsa Israel di padang gurun sering bersungut-sungut karena mengingat hal-hal yang enak di Mesir!

 

4)   Fungsi hari-hari raya itu:

 

a)   Sebagai peringatan.

 

Kita yang hidup dalam jaman Perjanjian Baru memang tidak lagi perlu untuk merayakan hari-hari raya Perjanjian Lama. Tetapi kitapun punya hari-hari raya (Natal, Jum’at Agung, Paskah, Kenaikan, Pentakosta) dimana kita memperingati hal-hal yang penting bagi iman kita.

 

Orang-orang tertentu, antara lain golongan Saksi Yehovah, menganggap bahwa kita tidak boleh merayakan hari-hari itu, karena Kitab Suci tidak memerintahkan kita untuk melakukannya.

 

Jawaban saya:

 

#    Sekalipun Kitab Suci tidak memerintahkan, tetapi kitab Suci juga tidak melarangnya. Karena itu kalau perayaan hari-hari raya kristen tersebut bisa berguna untuk Kerajaan Allah, kita boleh dan bahkan harus merayakannya!

 

#    Perintah dalam Perjanjian Lama seringkali bisa diambil analogi­nya dan diterapkan dalam Perjanjian Baru. Misalnya: dalam PB tak pernah diperintahkan untuk membaptis bayi. Tetapi toh kebanyakan orang protestan percaya pada baptisan bayi dengan dasar bahwa dalam PL sunat dilakukan kepada bayi. Jadi mengapa perintah untuk memperingati hari raya dalam PL tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan peringatan hari raya dalam PB?

 

b)   Supaya bangsa Israel setia pada agama mereka.

 

c)   Untuk memberikan istirahat (bdk. Im 23:7,21,35) dan kesenangan yang benar (= lawful pleasure) kepada mereka.

 

      Memang Tuhan sudah memberikan hari Sabat sehingga mereka bisa beristirahat, tetapi rupanya itu dianggap masih kurang sehingga Tuhan menambahkan hari istirahat bagi mereka.

 

Penerapan:

 

Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak ingin kalau hidup kita terus menerus dipenuhi dengan pekerjaan (atau study), karena ini akan menyebabkan kita melupakan / menyingkirkan Tuhan dari pikiran dan hati kita.

 

Hal ini terutama perlu dicamkan oleh orang-orang yang termasuk ‘gila kerja’! Sadarilah bahwa tujuan hidup yang sebenarnya adalah untuk memuliakan Tuhan, dan untuk itu kita perlu banyak istirahat dari pekerjaan sehari-hari, sehingga bisa lebih memusatkan hati dan pikiran kepada Tuhan!

 

NB: awas! Ini bukan berarti bahwa kita boleh jadi orang malas yang terus istirahat!

 

d)   Untuk mengajar mereka firman Tuhan, karena pada hari-hari raya itu, selalu ada pembacaan dan pengajaran firman Tuhan.

 

e)   Untuk menjaga kesatuan dan persekutuan antar mereka, karena pada hari-hari raya itu mereka harus bertemu di Bait Allah (ay 17).

 

5)   Ay 19b. Cf Kel 34:26 Ul 14:21

 

Ini merupakan ayat yang sukar, sehingga ada banyak penafsiran ten­tang ayat ini. Disini saya hanya akan memberikan 2 tafsiran yang saya anggap paling masuk akal:

 

a)   Hal itu dilarang karena dianggap merupakan kekejaman terhadap binatang. Bahkan ada yang menafsirkan bahwa ayat itu berarti ‘dila­rang membunuh anak kambing yang sedang menyusu pada induknya’.

 

Andaikatapun ini bukan penafsiran yang benar, Kitab Suci memang secara jelas menunjukkan larangan kekejaman terhadap binatang, seperti dalam Im 22:28 Ul 22:6,7,10.

 

Harus kita ketahui bahwa binatang memang diciptakan untuk kepen­tingan manusia, sehingga kita boleh membunuh binatang dengan alasan-alasan ini:

 

#    binatang itu mengganggu, merugikan, atau berbahaya bagi manusia.

 

Kelompok Pencinta binatang sering bertindak extrim dengan mela­rang membunuh binatang yang berbahaya / membunuh manusia. Itu jelas tindakan yang tidak benar!

 

#    untuk dimakan (bdk. Kej 9:3).

 

Karena itu jangan beranggapan bahwa orang yang tidak makan daging itu lebih suci dari yang makan daging!

 

#    untuk keperluan ilmu pengetahuan yang berguna bagi manusia.

 

Tetapi, kalau tanpa alasan yang jelas maka kita tidak boleh membu­nuh atau berbuat kejam pada binatang. Kekejaman pada binatang bisa membuat hati nurani kita menjadi tumpul, tidak lembut, dan tidak punya belas kasihan, sehingga akhirnya kepada sesama manusiapun kita akan mempunyai sikap yang sama. Sebaliknya, kalau kita mem­punyai hati yang lembut dan berbelas kasihan pada binatang, maka kita juga akan punya hati yang lembut dan berbelas kasihan kepada sesama manusia.

 

Penerapan:

 

-     Bagaimana sikap saudara kepada binatang?

 

-     Bagaimana saudara mendidik anak / cucu saudara dalam hubungan mereka dengan binatang? Apakah saudara membiarkan saja (bahkan menganggap lucu!) kalau mereka berbuat kejam pada binatang, seperti burung, anjing, kelinci, kucing dsb?

 

b)   Ini dilarang karena mengandung kepercayaan / tahyul dari orang-orang kafir pada saat itu.

 

Clarke mengutip kata-kata Dr Cudworth sebagai berikut:

“It was a custom of ancient heathens, when they had gathered in all their fruits, to take a kid and boil it in the milk of its dam; and then, in a magical way, to go about and besprinkle with it all their trees and fields, gardens and orchards; thinking by these means to make them fruitful that they might bring forth more abundantly in the following year” (= Adalah merupakan kebiasaan / tradisi dari orang-orang kafir jaman dulu, pada saat mereka sudah mengumpulkan hasil mereka, untuk mengambil seekor anak kambing dan merebusnya dalam susu induknya; dan lalu, dengan suatu cara yang bersifat magic, pergi berkeliling untuk memerciki semua pohon dan ladang, kebun dan kebun buah-buahan, mengira bahwa dengan cara ini mereka bisa membuatnya subur sehingga akan berbuah lebih berlim­pah-limpah pada tahun yang akan datang).

 

Seorang penafsir lain menambahkan bahwa dengan tindakan itu mereka bermaksud menyenangkan dewa-dewa sehingga dewa-dewa itu lalu memberkati lebih banyak pada tahun yang akan datang.

 

Kalau pandangan ini benar, maka ini menjelaskan mengapa hukum ini diletakkan dalam kontex hari-hari raya, khususnya hari raya pengumpulan hasil (ay 19b Kel 34:26). Tetapi Ul 14:21 mempunyai kontex yang berbeda.

 

Larangan seperti ini mengajar kita untuk tidak sembarangan dalam meniru suatu tradisi / kebiasaan! Tradisi yang mengandung keper­cayaan / tahyul dari orang kafir, tidak boleh kita tiru!

 

Contoh: kepercayaan pada ‘hari baik’, shio, horoscope dsb.

 

 

-AMIN-


 


 

email us at : gkri_exodus@lycos.com