Eksposisi Kitab Keluaran

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


 

KELUARAN 22:1-15

 

 

Bagian ini merupakan sambungan dari Kel 21:12-36. Jadi, bagian ini juga termasuk dalam civil law (hukum negara / undang-undang untuk bangsa Israel), dan karena itu maka bagian ini tidak bisa diberlakukan bagi kita di Indonesia pada jaman ini. Tetapi, sekalipun demikian, dari bacaan ini kita masih bisa mempelajari prinsip-prinsip tertentu yang bisa berguna bagi kita.

 

Kalau hukum-hukum dalam Kel 21:12-36 memberikan jaminan terhadap diri manusia, maka hukum-hukum dalam Kel 22:1-15 ini memberikan jaminan terhadap harta / milik manusia.

 

 

I) Hukum-hukum tentang pencurian (ay 1-4).

 

1)   Pencuri yang tertangkap harus memberi ganti rugi (ay 3b) dan ganti rugi ini diberikan kepada pemilik dari barang / binatang yang dicuri itu.

 

a)   Kalau binatang yang dicuri itu masih ada dan masih hidup, maka pencuri harus memberi ganti rugi 2 x lipat (ay 4). Ini juga berlaku untuk pencurian uang / barang (ay 7).

 

b)   Kalau binatang yang dicuri itu sudah dijual / diban­tai, maka pencuri harus memberi ganti rugi yang lebih besar yaitu 4 x lipat untuk domba dan 5 x lipat untuk lembu (ay 1).

 

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan di sini:

 

·        Hukuman dalam kasus b) lebih berat dari hukuman dalam kasus a) karena:

 

*        pencuri yang sudah menjual / membantai, dianggap sudah masuk ke dalam dosa lebih dalam lagi.

 

*        kalau binatang sudah dijual / dibantai, maka penye­lidikan menjadi lebih sukar.

 

*        kalau binatangnya masih ada dan masih hidup, maka pencuri bisa mengembalikan binatang yang sama kepada pemiliknya. Tetapi kalau binatang curian itu sudah dijual / dibantai, maka pencuri harus meng­ganti dengan binatang yang lain. Sedangkan mungkin sekali pemilik itu mencintai binatangnya dan tidak akan senang kalau binatang itu diganti dengan binatang yang lain (sekalipun jenis binatangnya sama)

 

·        Ganti rugi untuk pencurian lembu lebih besar dari pada ganti rugi untuk pencurian domba, karena:

 

*        lembu adalah binatang yang dilatih untuk membajak, sehingga sukar diganti dengan yang lain. Tetapi domba tidak dilatih sehingga mudah diganti.

 

*        lembu ukurannya lebih besar, sehingga menunjukkan bahwa pencurinya lebih nekad dalam berbuat dosa.

 

*        lembu lebih berguna dari pada domba, karena bisa digunakan untuk membajak. Kehilangan lembu lebih merugikan pemiliknya, karena membuat pemilik tidak bisa bekerja / membajak ladangnya.

 

*        lembu lebih berharga dari pada domba.

 

Pada jaman ini, orang yang mencuri ayam tentu hukumannya tidak sama dengan yang mencuri mobil!

 

·        Hukuman 2-5 x lipat di sini tidaklah bertentangan dengan Amsal 6:31 yang mengatakan 7 x lipat, karena ‘7 x lipat’ itu bukanlah sesuatu yang diartikan secara hurufiah (bdk. Kej 4:24 Maz 12:7 Maz 79:12 Daniel 3:19,22). ‘7 x lipat’ itu harus diartikan ‘berlipat-lipat / berlipat ganda’, dan dengan demiki­an maka tidak ada pertentangan antara Kel 22:1-4 dengan Amsal 6:31.

 

c)   Kalau pencurinya adalah orang miskin dan tidak bisa membayar ganti rugi itu, maka ia harus dijual sebagai budak! (ay 3b).

 

Jadi, dalam persoalan hukum, tidak boleh ada pilih kasih. Sekalipun pelanggar hukum adalah orang miskin, ia tetap harus dihukum.

 

2)   Ay 2-3a: kalau pencuri kedapatan mencuri dan ia dipukul sehingga mati.

 

Kalau hal itu terjadi pada malam hari, maka pembunuh­nya dianggap tidak bersalah. Tetapi kalau hal itu terjadi pada siang hari, maka pembunuh­nya dianggap bersalah.

 

Alasannya:

 

a)     Pada malam hari pencuri sukar dikenali dan bantuan untuk menangkap pencuri itu sukar didapat. Sehingga pemilik terpaksa menyerang pencuri secara mendadak, bahkan mungkin dari belakang. Kalau serangan ini ter­nyata membunuh pencuri itu, ia tidak melakukannya dengan sengaja, dan ia tidak dianggap berdosa.

 

Catatan: ini hanya berlaku dalam kasus pencuri. Kalau bukan dalam kasus pencuri, pembunuhan yang tidak disengajapun tetap ada hukumannya (Kel 21:13).

 

b)   Pada malam hari, pencuri yang ketahuan sering menyerang pemilik. Jadi pemilik membunuh pencuri itu dalam usaha­nya membela diri dan karena itu ia tidak dipersalahkan

 

NIV: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= kalau seorang pencuri tertangkap pada waktu membong­kar dan dipukul sehingga mati, si pembela diri tidak bersalah dalam hal pencurahan darah).

 

Catatan: kata ‘defender’ / ‘si pembela diri’ itu tidak ada dalam bahasa Ibraninya, tetapi merupakan suatu penafsiran.

 

Ayat ini sering dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa orang kristen, demi pembelaan diri dan dalam keadaan terpaksa, boleh membunuh!

 

c)   Pada siang hari, pencuri bisa dengan mudah dikenali, dan bantuan bisa dengan mudah didapat. Karena itu, seharusnya pemilik berusaha menangkap pencuri itu, dan bukan membunuhnya. Kalau ia membunuhnya, berarti ia memberikan hukuman mati untuk pencuri itu, padahal hukuman seharusnya hanyalah hukuman denda / memberi ganti rugi. Karena itu ia dianggap bersalah!

 

 

II) Merusakkan / menghilangkan milik orang lain (ay 5-15).

 

A)  Kelalaian (ay 5-6).

 

Hukuman: Tidak cukup orang yang lalai itu berkata: “Maaf, saya tak sengaja!”. Ia harus mengganti kerugian itu (ay 5b, 6b)!

 

Penerapan:

 

Hati-hatilah supaya jangan bertindak sembrono sehingga merugikan orang lain, misal­nya:

 

¨      main api / mercon yang menyebabkan kebakaran.

 

¨      melepas anjing sehingga membunuh ayam tetangga, merusak tanaman tetangga, dsb.

 

¨      mengendarai kendaraan secara ngawur, apalagi dalam keadaan mabuk, sehingga menabrak kendaraan lain, pagar rumah orang dsb.

 

¨      merusakkan kursi, buku nyanyian, AC, OHP, sound system, tape, dan barang-barang lain milik gereja karena penggunaan yang tidak bertanggung jawab.

 

B)  Hal Penitipan (ay 7-13).

 

Anggaplah si A menitipkan sesuatu kepada si B.

 

1)   Yang dititipkan adalah uang / barang (ay 7-8), dan uang / barang itu lalu dicuri.

 

a)   Kalau pencurinya terdapat, pencuri itu harus memba­yar ganti rugi 2 x lipat (ay 7).

 

b)   Kalau pencurinya tidak terdapat, maka si B harus menghadap Allah untuk bersumpah bahwa ia tidak mencurinya (ay 8).

 

·        Ini jelas menunjukkan sumpah tidak dilarang secara mutlak (bdk. Mat 5:33-37).

 

·        Kata ‘Allah’ (ay 8, juga ay 9) diterjemahkan / diartikan secara bervariasi.

 

RSV: ‘God’ (= Allah).

 

NIV/NASB/KJV: ‘judges’ (= hakim-hakim).

 

Kata Ibraninya adalah ELOHIM.

 

Alasan dari orang yang menyetujui terjemahan ‘hakim’:

 

*        kata ELOHIM juga digunakan untuk manusia (bdk. Yoh 10:34-35 Maz 82:6).

 

*        kalimat dalam ay 8 dan ay 9 lebih cocok dengan terjemahan ‘hakim’.

 

*        hakim disebut ELOHIM untuk meninggikan otoritas / jabatan hakim.

 

Saya lebih setuju dengan terjemahan ‘Allah’. Alasannya:

 

à        Dalam bahasa Ibrani ada kata yang berarti ‘hakim’, yaitu SHOFET.

 

à        Dalam seluruh Perjanjian Lama, hanya dalam Kel 21:6 & 22:8,9 sajalah kata ELOHIM memungkinkan untuk diartikan ‘hakim’.

 

à        Ay 11: sumpah di hadapan TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YEHOVAH). Banyak orang mengartikan kata ELOHIM dalam ay 8, 9 sebagai ‘hakim’, tetapi tidak ada orang berani mengartikan kata YAHWEH dalam ay 11 sebagai ‘hakim’, karena kata YAHWEH selalu menunjuk kepada Allah! Saya meng-anggap hal ini tidak konsisten. Kalau kata YAHWEH dalam ay 11 ini menunjuk kepada Allah, maka kata ELOHIM dalam ay 8, 9 pasti juga menunjuk kepada Allah.

 

à        Ul 19:17, yang merupakan ayat yang paralel dengan ay 9, membedakan antara ‘TUHAN’ (yang jelas menunjuk kepada Allah) dengan ‘hakim’.

 

Dalam pelaksanaannya, si B di bawa ke ruang pengadilan, dan di sana ia harus bersumpah di hadapan Allah, dengan para hakim dan imam sebagai saksi.

 

·        Dalam ay 8, setelah si B bersumpah bahwa ia tidak mencuri, lalu bagaimana nasibnya? Ada 2 pandangan tentang hal ini:

 

*        Si B tidak usah memberi ganti rugi (bdk. ay 11).

 

Keberatan: mengapa berbeda dengan ay 12?

 

Jawab: uang / barang mudah dicuri. Tetapi kalau binatang dicuri, itu adalah kelalaian dari si B, sehingga ia harus memberi ganti rugi.

 

Saya menganggap jawaban ini tidak masuk akal.

 

*        Si B memang tidak dianggap sebagai pencuri (kalau dianggap pencuri, ganti ruginya 2 x lipat), tetapi ia tetap harus memberi ganti rugi (bdk. ay 12).

 

Keberatan: rasanya tak cocok dengan ay 11.

 

Jawab: kasus dalam ay 10-11 itu (dihalau orang dengan kekerasan) dianggap diluar kemampuan si B, sehingga ia tidak perlu memberi ganti rugi. Tetapi, dalam ay 7-8 ini, hal itu dianggap sebagai kelalaian, sehingga ia harus memberi ganti rugi.

 

Saya lebih condong pada pandangan ini.

 

·        Dari pembicaraan tentang sumpah dalam ay 8, lalu Musa memberikan ay 9 yang bersifat lebih umum (bukan hanya untuk hal penitipan, tapi untuk semua sengketa).

 

Misalnya: si A menuduh si B mengambil barangnya.

 

Kalau pengadilan memutuskan si A yang benar, berarti si B adalah pencuri, sehingga ia harus membayar 2 x lipat. Tetapi kalau si B yang dibe­narkan, berarti si A telah memfitnah / menuduh si B secara salah. Karena itu ia harus membayar 2 x lipat. Ini mengajar kita untuk tidak menuduh orang (pegawai, pembantu rumah tangga, istri, anak dsb) secara sembarangan!

 

2)   Yang dititipkan adalah binatang (ay 10-13).

 

a)   Kalau binatang itu mati, cedera, atau dihalau orang dengan kekerasan, dan tidak ada saksi (ay 10), maka si B harus bersumpah bahwa ia tidak mencurinya. Si A harus menerima sumpah itu dan si B tidak usah memberi ganti rugi (ay 11).

 

b)   Kalau binatang itu dicuri, si B harus memberi ganti rugi (ay 12).

 

Mengapa berbeda dengan ay 11? Karena kasusnya berbeda. Ay 11 itu berhubungan dengan kasus ay 10 dimana binatang itu dihalau dengan kekerasan, dan ini merupakan sesuatu yang ada diluar kemampuan si B untuk mencegahnya (Catatan: kata-kata ‘dengan kekerasan’ sebetulnya tidak ada. Tetapi secara implicit kata-kata itu ada! KJV/RSV/NASB: ‘driven away’; NIV: ‘is taken away’).

 

Sedangkan kasus ay 12, binatang itu dicuri, sehing­ga ini dianggap sebagai kelalaian si B.

 

c)   Kalau binatang itu diterkam binatang buas (ay 13).

 

Dalam hal ini, harus ada bukti, yaitu potongan / sisa dari binatang yang diterkam itu.

 

·        banyak ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan tradisi tentang pembuktian dengan menunjukkan sisa bina­tang ini. Misalnya: Kej 31:39 1Sam 17:34-35 Amos 3:12.

 

·        ini terutama berlaku untuk orang upahan yang menggembalakan ternak.

 

·        karena potongan / sisa binatang itu diperlukan untuk membuktikan ‘kebersihan’ si B, maka mungkin sekali ini bisa diganti dengan bukti lain, misal­nya 2-3 saksi yang melihat bahwa ternak itu betul-betul diterkam binatang buas

 

Kalau ada bukti, maka si B tidak usah membayar ganti rugi, karena binatang buas itu dianggap sebagai sesuatu yang ada diluar kemampuan si B

 

C)  Hal peminjaman (ay 14-15a).

 

Anggaplah si A meminjamkan kepada si C. Kalau binatang itu cedera atau mati, dan:

 

1)   Si A tidak ada di situ, maka si C harus memberi ganti rugi.

 

2)   Si A ada di situ, maka si C tidak perlu memberi ganti rugi (Catatan: tentu saja yang dimaksud adalah: si A ada di situ dan ia menyaksikan bahwa cedera atau matinya binatang itu bukanlah karena kesalahan si C).

 

Penerapan:

 

Kita harus bertanggung jawab pada waktu meminjam sesuatu dari orang lain, termasuk untuk ba­rang-barang yang kecil / tak terlalu berharga seperti ballpoint dsb.

 

Contoh meminjam yang tidak bertanggung jawab:

 

·        menggunakan secara sembarangan karena bukan miliknya sendiri.

 

·        meminjamkan barang pinjaman itu kepada orang lain tanpa seijin pemilik.

 

·        lupa mengembalikan.

 

D)  Hal sewa (ay 15b).

 

Penyewa tidak perlu mengganti, karena sudah dianggap termasuk ongkos sewa!

 

 

-AMIN-


 


 

email us at : gkri_exodus@lycos.com