Nabi Elisa

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


 

II Raja-raja 7:1-20

 

 

I) Nubuat Elisa (ay 1-2).

 

1)   Elisa menubuatkan: ‘Dengarlah firman TUHAN. Beginilah firman TUHAN: Besok kira-kira waktu ini sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria’ (ay 1).

 

Poole mengatakan bahwa 1 sukat = 6 kab. Dan di sini dikatakan bahwa 1 sukat tepung yang terbaik harganya akan menjadi 1 syikal. Dan 2 sukat jelai harganya juga akan menjadi 1 syikal. Bandingkan dengan 6:25 dimana 1 kepala keledai harganya 80 syikal dan ¼ kab tahi merpati harganya 5 syikal. Beberapa penafsir mengatakan bahwa sebetulnya ini tidak menjanjikan harga yang sangat murah bahkan masih agak mahal dibandingkan keadaan biasa, tetapi bagaimanapun ini menunjukkan penurunan harga yang luar biasa dibandingkan dengan 6:25.

 

Ini merupakan suatu pernyataan / nubuat yang sangat berani, karena:

 

·        saat itu sama sekali tidak ada tanda-tanda akan terjadinya kekalahan / menyingkirnya orang Aram.

 

·        ia memberikan ‘waktu’ tergenapinya nubuat itu yaitu ‘besok kira-kira waktu ini’. Jadi bisa terlihat nubuatnya benar atau tidak. Kalau besok hal itu tidak terjadi, ia pasti dibunuh.

 

2)   Jawaban / tanggapan perwira / ajudan raja (ay 2a).

 

Perwira / ajudan raja menjawab / menanggapi nubuat Elisa itu dengan kata-kata: ‘Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?’. Ada beberapa hal yang perlu disoroti:

 

a)   Kelihatannya perwira ini menghubungkan kata-katanya dengan pembukaan tingkap di langit yang terjadi pada waktu pemberian banjir universal pada jaman Nuh.

 

Kej 7:11 - “Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit.

 

b)   Kata-kata perwira ini menunjukkan ketidakpercayaan yang luar biasa, karena pada dasarnya ia berkata: Andaikata Allah membuka tingkap-tingkap di langit, tetap hal yang dinubuatkan Elisa itu tidak mungkin terjadi. Kata-kata ini bukan hanya menyatakan ketidak-percayaan terhadap nubuat Elisa, tetapi juga terhadap kuasa Allah.

 

Sebetulnya, boleh dikatakan bahwa perwira itu mempunyai alasan yang masuk akal untuk ketidakpercayaannya, karena tidak ada tanda apapun yang kelihatannya memungkinkan terjadinya nubuat Elisa tersebut.

 

Pulpit Commentary: “Unbelief can be very plausible. Unbelief nearly always appears to have reason on its side. There is not a doctrine of the Bible against which the most plausible arguments might not, and have not, been advanced. Even Scripture itself can be quoted in support of unbelief and sin. ‘The devil can cite Scripture for his purpose.’” (= Ketidakpercayaan bisa sangat masuk akal. Ketidakpercayaan hampir selalu kelihatan punya alasan pada pihaknya. Tidak ada satupun doktrin Alkitab terhadap mana argumentasi yang paling masuk akal tidak bisa diajukan dan belum diajukan. Bahkan Kitab Suci sendiri bisa dikutip untuk mendukung ketidakpercayaan dan dosa. ‘Setan bisa mengutip Kitab Suci untuk tujuannya.’) - hal 155.

 

Penerapan:

 

·        ketidakpercayaan yang masuk akal:

 

*        Yesus adalah Anak Allah. Masakan Allah beranak?

 

*        Yesus bangkit dari antara orang mati. Mungkinkah orang mati bisa bangkit?

 

*        Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga. Masakan mayoritas manusia di dunia, yang hidupnya saleh sekalipun, akan masuk ke neraka semua?

 

·        dosa / ketidaktaatan yang masuk akal.

 

*        tidak memberi persembahan persepuluhan. Alasannya: dengan 100 % penghasilan sudah tidak cukup, bagaimana mungkin hidup hanya dengan 90 % penghasilan? Atau: Pendetanya lebih kaya dari aku, untuk apa aku memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang nantinya toh akan memperkaya pendetanya?

 

*        dusta. Ini harus karena kadang-kadang kejujuran berarti tidak bijaksana.

 

Karena adanya banyak ketidakpercayaan dan dosa / ketidaktaatan yang masuk akal itulah itulah maka Amsal 3:5 mengatakan: Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

 

Otak (dengan terang dari Roh Kudus) hanya digunakan untuk mengerti Firman Tuhan / kebenaran, dan selanjutnya otak tidak boleh dipakai untuk menilai apakah kebenaran / Firman Tuhan itu layak dipercaya / ditaati atau tidak.

 

c)   Ketidakpercayaannya bukan hanya dinyatakan, tetapi bahkan disertai ejekan.

 

Memang merupakan suatu kebiasaan yang umum bahwa orang yang tidak percaya pada suatu kebenaran Firman Tuhan tertentu, bukan hanya menyatakan ketidakpercayaan mereka, tetapi lebih dari itu, mengejek apa yang tidak mereka percayai itu.

 

Contoh: renungan karya Pdt. Robert Setio, Ph. D. (GKI), yang jelas merupakan ejekan terhadap pandangan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga / orang yang mempercayai pandangan tersebut.

“‘Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).

Suara itu semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama: ‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’. Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu menahu bilang: ‘Kayak kampanye pemilu, ya?!’

Tapi, yang berteriak-teriak datang membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau kampanye, kami hanya menyatakan kebenaran, itu saja, dan supaya saudara ketahui, kebenaran itu adalah agama kami maka siapa saja yang ndak mau ikut agama kami pasti tidak dapat dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara tahu, Allah sebenarnya telah memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini istimewa lho. Sedang bagi yang lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang samar-samar, tidak jelas dan tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah diberikan pada kami’. Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang prajurit kamikase (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke agama mereka.

Namun benarkah agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu demikian, sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’. Semuanya sama saja. Apa yang kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia, sama saja dengan apa yang orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap orang memiliki pergumulan dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata orang Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh matahari yang sama, bulan dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan, sama-sama mati. Mengapa kita harus membedakan diri kita dengan yang lainnya? Keselamatan yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain, meskipun mereka berbeda agama?”.

 

3)   Jawaban Elisa terhadap perwira / ajudan raja (ay 2b).

 

Elisa menjawab: ‘Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya’.

 

Kalau orang itu akan melihat hal itu tetapi tidak menikmatinya, maka kesimpulannya adalah bahwa ia akan mati.

 

Adam Clarke: “This was a mere prediction of his death, but not as a judgment of his unbelief” (= Ini semata-mata merupakan ramalan kematiannya, tetapi bukan sebagai penghakiman atas ketidakpercayaannya) - hal 504.

 

Saya berpendapat bahwa kata-kata Adam Clarke di sini sangat bodoh! Kata-kata Elisa itu memang merupakan nubuat tentang kematian si perwira, tetapi itu jelas juga merupakan hukuman atas ketidakpercayaan dan ejekan yang dinyatakan si perwira tersebut.

 

 

II) 4 orang kusta (ay 3-15).

 

1)   Adam Clarke (hal 504) mengatakan bahwa ada yang beranggapan bahwa 4 orang kusta ini adalah Gehazi dengan 3 anak-anaknya. Tetapi tentu saja pandangan seperti ini merupakan pandangan yang tidak berdasar.

 

2)   Ke 4 orang kusta itu dikatakan ada di depan pintu gerbang (ay 3).

 

Hukum Musa memang melarang orang kusta di dalam perkemahan / kota.

 

Im 13:46 - “Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya”.

 

Bil 5:1-4 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Perintahkanlah kepada orang Israel, supaya semua orang yang sakit kusta, semua orang yang mengeluarkan lelehan, dan semua orang yang najis oleh mayat disuruh meninggalkan tempat perkemahan; baik laki-laki maupun perempuan haruslah kausuruh pergi; ke luar tempat perkemahan haruslah mereka kausuruh pergi, supaya mereka jangan menajiskan tempat perkemahan di mana Aku diam di tengah-tengah mereka.’ Maka orang Israel berbuat demikian, mereka menyuruh orang-orang itu meninggalkan tempat perkemahan; seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat orang Israel”.

 

Karena itu orang-orang yang sakit kusta tinggal di luar kota. Keluarga / teman mereka menyuplai mereka dengan makanan. Tetapi pada saat kelaparan seperti ini, jelas bahwa suplai itu terhenti, sehingga mereka hampir mati kelaparan.

 

3)   Setelah memikirkan keadaan mereka, mereka memutuskan untuk pergi ke perkemahan tentara Aram. Spurgeon (Encyclopedia, vol 14, hal 277) memuji tindakan ke 4 orang kusta ini sebagai berani dan bijaksana, tetapi bandingkan dengan pendapat yang bertentangan dari seorang penafsir dari Pulpit Commentary di bawah (point no 7, a, b). Sesampai di sana, ternyata perkemahan itu sunyi sepi karena telah ditinggalkan oleh tentara Aram (ay 3-5).

 

Ini terjadi karena Tuhan melakukan mujijat yang diceritakan dalam ay 6, dimana TUHAN telah membuat tentara Aram itu mendengar bunyi kereta, bunyi kuda, bunyi tentara yang besar, sehingga berkatalah yang seorang kepada yang lain: ‘Sesungguhnya raja Israel telah mengupah raja-raja orang Het dan raja-raja orang Misraim melawan kita, supaya mereka menyerang kita.’”.

 

Ada beberapa hal yang perlu dibahas:

 

a)   ‘raja-raja orang Het’.

 

Ini dianggap aneh atau bahkan salah, karena seorang yang disebut sebagai Mr. Summer berkata bahwa pada jaman itu sudah tidak ada lagi orang / bangsa Het. Tetapi Pulpit (hal 149) menjawab bahwa menurut catatan orang Asyur, maka pada abad 8 dan 9 S.M. itu bukan hanya bahwa bangsa Het itu masih ada, tetapi juga dikatakan bahwa mereka adalah salah satu di antara musuh-musuh yang paling kuat dari Aram / raja-raja Niniwe, dan letaknya di Utara Syria.

 

Barnes’ Notes: “The Hittites, who are found in the south (Gen. 23:7), then in the centre of Judea (Josh. 11:3), seem to have retired northwards after the occupation of Palestine by the Israelites” [= Orang Het, yang ditemukan di Selatan (Kej 23:7), lalu di tengah-tengah Yudea (Yos 11:3), kelihatannya telah pindah ke arah Utara setelah pendudukan Palestina oleh orang Israel] - hal 244.

 

b)   ‘raja-raja orang Misraim’.

 

·        Misraim.

 

NIV: ‘Egyptians kings’ (= raja-raja orang Mesir).

 

KJV/NASB: ‘the kings of the Egyptians’ (= raja-raja orang Mesir).

 

RSV: ‘the kings of Egypt’ (= raja-raja Mesir).

 

Dalam bahasa Ibraninya digunakan kata MITSRAIM, sehingga Kitab Suci Indonesia boleh dikatakan tidak menterjemahkan kata ini tetapi mentransliterasikannya (menuliskan kata Ibraninya dengan huruf Latin). Tidak jelas mengapa Kitab Suci Indonesia melakukan hal itu di sini, padahal kata Ibrani yang sama biasanya diterjemahkan ‘orang Mesir’ oleh Kitab Suci Indonesia, misalnya dalam Kel 1:13.

 

·        ‘raja-raja’.

 

Kata ‘raja-raja’ di sini aneh, karena Mesir adalah kerajaan dengan satu raja / Firaun. Ada bermacam-macam penafsiran yang berusaha menjelaskan hal ini:

 

*        Keil & Delitzsch berkata bahwa bentuk jamak ‘raja-raja’ tidak boleh ditekankan, karena ini ditimbulkan hanya karena ungkapan yang paralel dengannya yaitu ‘raja-raja Het’.

 

*        Matthew Poole: “The kings of the Egyptians; by which they may understand either the king of Egypt, the plural number being put for the singular, as it is elsewhere; or the princes and governors of the several nomi or provinces in Egypt, such being oft called kings in Scripture” (= Raja-raja Mesir; dengan mana mereka mengartikan atau raja Mesir, dimana bentuk jamak digunakan untuk bentuk tunggal, seperti di tempat lain; atau pangeran-pangeran dan gubernur-gubernur dari beberapa nomi atau propinsi di Mesir, karena orang-orang itu sering disebut raja dalam Kitab Suci) - hal 731.

 

*        Barnes (hal 245) menganggap bahwa yang dimaksud adalah ‘princes’ (= pangeran-pangeran), bukan ‘raja-raja’.

 

*        Pulpit Commentary (hal 149) berkata bahwa sejarah Mesir menunjukkan bahwa pada sekitar jaman itu Mesir pecah / mengalami disintegrasi, sehingga ada 2 atau 3 dinasti yang berbeda yang memerintah pada saat yang sama di bagian-bagian yang berbeda dari negeri itu.

 

c)   Orang-orang Het ada di Utara, sedangkan orang-orang Mesir ada di Selatan. Jadi orang Aram mengira mereka diserang dari Utara dan Selatan sekaligus. Dalam kepanikan mereka, mereka tidak mempertimbangkan betapa mustahilnya kedua bangsa yang tempatnya terpisah itu menyerang mereka secara bersamaan, tetapi mereka langsung lari meninggalkan segala sesuatu begitu saja (ay 7).

 

4)   Ke 4 orang kusta itu lalu makan dan minum sepuasnya, dan setelah itu mereka mengangkut emas, perak dan pakaian dan menyembunyikannya (ay 8a). Lalu mereka kembali lagi ke perkemahan itu dan mengangkut barang-barang lain dan menyembunyikannya juga (ay 8b).

 

Mungkin ada orang yang menganggap aneh bahwa orang Aram perang sambil membawa emas dan perak, tetapi ada 2 jawaban yang mendukung hal ini:

 

a)   Orang Aram telah mengalahkan kota-kota Israel yang lain, dan pasti menjarahnya.

 

b)   Pulpit (hal 149) mengatakan bahwa merupakan kebiasaan pasukan tentara Timur untuk membawa perhiasan dalam perang.

 

Pulpit Commentary: “Herodotus says (ix. 80) that, when the camp of Mardonius fell into the hands of the Greeks, there were found in it ‘many tents richly adorned with furniture of gold and silver, many couches covered with plates of the same, and many golden bowls, goblets, and other drinking-vessels. On the carriages were bags containing gold and silver kettles; and the bodies of the slain furnished bracelets and chains, and scimitars with golden ornaments - not to mention embroidered apparel, of which no one made any account.’ The camp of the Syrians would scarcely have been so richly provided; but still it contained, no doubt, a large amount of very valuable plunder” [= Herodotus berkata (ix. 80) bahwa, pada waktu perkemahan Mardonius jatuh ke tangan orang-orang Yunani, di sana ditemukan ‘banyak tenda dihiasi secara mewah dengan perabot dari emas dan perak, banyak bangku / sofa dilapisi juga dengan emas dan perak, dan banyak mangkuk-mangkuk, piala, dan tempat minuman yang lain yang terbuat dari emas. Di kereta-kereta ada kantong-kantong berisi ceret-ceret dari emas dan perak, dan tubuh / mayat dari orang-orang yang dibunuh dilengkapi dengan gelang dan rantai, dan semacam pedang pendek dengan hiasan dari emas - belum lagi pakaian sulaman, tentang mana tak seorangpun yang menghitungnya’. Perkemahan orang Aram tidak mungkin begitu mewah; tetapi tidak diragukan bahwa perkemahan itu berisikan sejumlah besar jarahan yang sangat berharga] - hal 149.

 

5)   Setelah semua itu mereka lalu berkata seorang kepada yang lain: Tidak patut yang kita lakukan ini. Hari ini ialah hari kabar baik, tetapi kita ini tinggal diam saja. Apabila kita menanti sampai terang pagi, maka hukuman akan menimpa kita. Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja’ (ay 9). Dan mereka lalu pergi memberitahukan kepada penunggu pintu gerbang (ay 10).

 

Ay 10: ‘kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan begitu saja’.

 

Kalau keledai ditinggal, itu masuk akal karena keledai berfungsi untuk mengangkut beban, tetapi kalau kuda yang ditinggalkan merupakan sesuatu yang agak aneh, karena mereka bisa lari lebih cepat menggunakan kuda. Tetapi ini mungkin terjadi karena panik.

 

6)     Tentang orang-orang kusta ini Pulpit Commentary memberikan komentar sebagai berikut:

“They neither knew of Elisha’s prediction, nor had any thought of aiding to fulfil it. Yet all the while they were working out God’s secret counsel. They were, while seeking their own ends, the unconscious instruments of a higher will than their own” (= Mereka tidak mengetahui ramalan Elisa, ataupun mempunyai pikiran untuk membantu menggenapi ramalan itu. Tetapi sementara itu mereka sedang mengerjakan rencana Allah yang rahasia. Sementara mereka mengusahakan tujuan mereka sendiri, mereka adalah alat-alat yang tidak sadar dari kehendak yang lebih tinggi dari kehendak mereka sendiri) - hal 161.

 

Sekalipun Allah sendiri yang mengusir tentara Aram, tetapi tanpa orang-orang kusta ini, maka orang Israel / Yoram tetap tidak akan mengetahui perginya orang Aram, dan nubuat Elisa tidak akan tergenapi. Jadi, tanpa mereka sadari ke 4 orang kusta ini dipakai sebagai alat Tuhan untuk melaksanakan rencanaNya / menggenapi nubuatNya yang Ia berikan melalui Elisa.

 

7)   Seorang penafsir (Pulpit hal 153) mengecam 4 orang kusta ini habis-habisan sebagai orang-orang yang brengsek dan egois, karena:

 

a)   Ia berpendapat bahwa mereka pasti juga sudah mendengar nubuat Elisa, tetapi mereka sama tidak percayanya dengan perwira tersebut. Karena itu mereka bukannya menunggu penggenapan nubuat tersebut, tetapi berusaha dengan kekuatan dan cara mereka sendiri. Saya sendiri tidak terlalu yakin bahwa ke 4 orang kusta ini mengetahui tentang nubuat Elisa tersebut, mengingat bahwa mereka tinggal di luar kota. Juga penafsir yang lain dari Pulpit Commentary menganggap ke 4 orang kusta ini tidak mengetahui nubuat Elisa (lihat point no 6 di atas).

 

b)   Mereka menjadi pembelot tanpa mempedulikan bangsanya, tanpa mempedulikan apakah musuh nanti akan mengetahui keadaan kelaparan di dalam kota, dan sebagainya. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana supaya mereka tidak mati.

 

Pulpit Commentary: “No feeling of shame restrains them - it does not seem even to occur to them that there is any disgrace in desertion. ... It may be said that ‘self-preservation is the first law of nature;’ but not self-preservation at all costs. Death is preferable to dis-honour” (= Tidak ada rasa malu mengekang mereka - bahkan kelihatannya tak terpikir oleh mereka bahwa ada suatu aib dalam pembelotan. ... Memang bisa dikatakan bahwa ‘pemeliharaan / penjagaan diri sendiri adalah hukum pertama dari alam’; tetapi ini tidak berarti bahwa pemeliharaan / penjagaan diri sendiri boleh dilakukan dengan cara apapun. Kematian harus lebih dipilih dari pada aib) - hal 153.

 

c)   Pada waktu mereka menjumpai perkemahan Syria yang kosong, mereka makan sepuasnya. Ini masih bisa dimengerti. Tetapi setelah itu mereka lalu mengumpulkan emas, perak dan pakaian, dan lalu masih kembali lagi untuk mengambil barang-barang berharga yang lain. Ini jelas merupakan perwujudan dari ketamakan dan egoisme.

 

Pulpit Commentary mengomentari ay 9 dengan kata-kata sebagai berikut:

“It was a tardy recognition of what their duty required of them. ... They ought, as soon as they satisfied their hunger, to have hurried back to the city and spread the good news” (= Ini merupakan pengenalan / pengakuan yang terlambat tentang apa yang diharuskan oleh kewajiban mereka. ... Seharusnya begitu mereka memuaskan rasa lapar mereka, mereka harus kembali cepat-cepat ke kota dan menyebarkan kabar baik itu) - hal 149-150.

 

Mengapa? Karena bangsa mereka sedang kelaparan, ibu-ibu makan anaknya sendiri dsb, sedangkan mereka menghabiskan waktu untuk menjarah dan tidak memberitahukan kabar gembira itu.

 

Penerapan:

 

Mungkin banyak orang kristen seperti itu, sibuk cari duit / barang berharga, dan tidak memberitakan Injil.

 

d)   Pada waktu mereka ‘sadar’ akan kesalahan mereka, ini bukannya disebabkan karena hati nurani mereka menunjukkan kesalahan mereka, tetapi hanya karena mereka takut dihukum (ay 9b).

 

Bagaimana mungkin mereka bisa takut akan dihukum? Alasannya adalah seperti yang dikatakan oleh Keil & Delitzsch yang mengutip kata-kata Grotius:

“for it is the duty of citizens to make known things relating to public safety” (= karena merupakan kewajiban dari warga negara untuk memberitahukan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan / keamanan masyarakat) - hal 331.

 

Penafsir ini lalu mengatakan bahwa ke 4 orang ini terkena kusta, dan itu seharusnya membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, tetapi kenyataannya penderitaan mereka telah mengeraskan hati mereka, dan menjadikan mereka orang-orang yang egois.

 

Renungkan: apa yang dihasilkan oleh penderitaan dalam diri saudara?

 

8)   Setelah mendapat laporan tentang cerita 4 orang kusta itu, mula-mula Yoram mengira itu hanya siasat dari tentara Aram yang berusaha menjebak mereka (ay 12).

 

Bandingkan pemikiran Yoram ini dengan jebakan terhadap kota Ai oleh Yosua (Yos 8:3-19). Jadi, sebetulnya apa yang dipikirkan oleh Yoram ini merupakan sesuatu yang masuk akal. Tetapi mengingat bahwa ia baru mendengar nubuat Elisa, maka ini jelas merupakan sesuatu yang menunjukkan ketidakpercayaan.

 

Juga sukar dibayangkan bahwa Yoram tidak pernah berdoa tentang hal ini. Tetapi sekarang waktu doanya dikabulkan, ia tidak percaya akan hal itu (bdk. Kis 12:5,14-15).

 

9)   Salah seorang pegawai Yoram mengusulkan untuk memeriksa kebenaran laporan dari 4 orang kusta itu, dan barulah mereka mengetahui kebenaran laporan tersebut (ay 13-15).

 

Ada 2 hal yang ingin saya soroti dari bagian ini:

 

a)   Perhatikan kata-kata ‘lima ekor dari kuda yang masih tinggal’ (ay 13a).

 

Rupanya kuda yang lain sudah mati kelaparan atau dimakan, padahal sama seperti keledai, kuda juga adalah binatang haram (untuk dimakan).

 

b)   Beberapa penafsir mempersoalkan bagaimana 2 kereta bisa menggunakan 5 ekor kuda (ay 14).

 

·        Ada yang mengatakan setiap kereta menggunakan 2 kuda, lalu satu lagi dinaiki seseorang penunggang.

 

·        Ada juga yang mengatakan sekalipun rencana / usulnya dikirim 5 ekor kuda, tetapi dalam pelaksanaannya dikirimkan hanya 2 kuda. Ini menunjukkan pengiriman 2 kereta yang masing-masing ditarik oleh 1 kuda, atau pengiriman hanya 2 kuda saja tanpa kereta. Yang terakhir ini menganggap bahwa ‘2 kereta kuda’ [dalam KJV ‘two chariot horses’ (= dua kuda kereta)] sebagai kuda yang biasanya menarik kereta. Ini merupakan pandangan dari Matthew Poole (hal 731) yang beranggapan bahwa untuk tugas seperti itu kuda lebih cocok dari pada kereta kuda.

 

 

III) Penggenapan nubuat Elisa (ay 16-20).

 

1)   Orang Israel lalu keluar dan menjarah perkemahan Aram, dan lalu tergenapilah nubuat Elisa yang mengatakan bahwa harga sesukat tepung yang terbaik akan menjadi 1 syikal, dan demikian juga dengan 2 sukat jelai (ay 16,18).

 

Dari peristiwa ini terlihat bahwa memang tidak ada yang mustahil bagi Allah.

 

2)   Penggenapan nubuat kematian / hukuman si perwira.

 

Yoram menyuruh perwira itu untuk mengawasi / mengatur pembelian tepung dan jelai tersebut. (ay 17a). Tujuannya supaya tidak terjadi kekacauan. Tetapi ini menjadi alat Tuhan untuk menggenapi nubuat Elisa, karena rakyat yang sudah kelaparan itu tidak lagi bisa diatur sehingga justru menginjak-injak si perwira sampai mati. Kematian seperti ini memang sering terjadi, bahkan kalau terjadi kerusuhan dalam pertandingan sepak bola. Tetapi karena ia tadinya bertugas mengawasi, jelas bahwa ia sudah melihat penggenapan nubuat Elisa tentang harga tepung dan jelai. Tetapi kematiannya menyebabkan ia tidak bisa menikmati penggenapan nubuat tersebut.

 

Pulpit Commentary: “The incident is another evidence that even seeming ‘accidents’ do not lie outside the providence of God” (= Kejadian ini merupakan bukti yang lain bahwa bahkan hal-hal yang kelihatannya merupakan kecelakaan tidak terletak di luar providensia Allah / pelaksanaan rencana Allah) - hal 163.

 

Pulpit Commentary: “It illustrates the end of the ungodly - seeing the fulfilment of God’s promises of mercy, but not permitted to enjoy (= Ini menjelaskan akhir dari orang jahat - melihat penggenapan janji-janji belas kasihan Allah, tetapi tidak diijinkan untuk menikmatinya) - hal 163.

 

Ada yang beranggapan bahwa si perwira ini dihukum mati bukan karena ketidakpercayaannya, tetapi karena ejekannya. Alasannya: ketidakpercayaan merupakan sesuatu yang tidak disengaja, dan karena itu tidak salah dan tidak layak untuk dihukum.

 

Pulpit Commentary: “Unbelief may be involuntary, and so neither incur guilt nor deserve punishment. St. Paul ‘obtained mercy’ notwithstanding his bitter persecution of the early Christians, ‘because he did it ignorantly in unbelief’ (1Tim 1:13). Modern sceptics are, no doubt, in many cases unable to believe, their eyes being blinded through their education, through ingrained prejudice or invincible ignorance. But to scoff at religion must be at all times a voluntary act; and it is an act which Holy Scripture views as in the highest degree blamable” [= Ketidakpercayaan mungkin tidak disengaja / diluar kemauan, dan dengan demikian tidak mendatangkan kesalahan pada diri seseorang atau layak mendapatkan hukuman. Santo Paulus ‘mendapatkan belas kasihan’ sekalipun ia melakukan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen mula-mula, ‘karena ia melakukannya tanpa pengetahuan dalam ketidakpercayaan’ (1Tim 1:13). Tidak diragukan bahwa orang-orang skeptik modern tidak bisa percaya, mata mereka dibutakan melalui pendidikan mereka, melalui prasangka yang mendarah daging atau ketidaktahuan yang tidak terkalahkan. Tetapi mengejek agama pasti selalu merupakan tindakan yang disengaja; dan itu merupakan suatu tindakan yang dipandang Kitab Suci sebagai sangat bisa disalahkan] - hal 151.

 

Bdk. 1Tim 1:13 - “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.

 

Saya sama sekali tidak setuju dengan pandangan di atas ini. Ketidakpercayaan memang bisa merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi bisa juga disengaja, dimana seseorang tidak mau percaya. Tetapi apakah itu disengaja atau tidak, itu tetap salah, dan lambat atau cepat akan dihukum. Pada waktu murid-murid ketakutan karena badai, itu merupakan ketidakpercayaan yang tidak disengaja, tetapi Yesus tetap menghardik mereka (Mat 8:23-27). Ketidak-percayaan Tomas akan kebangkitan Yesus juga mendapat teguran dari Yesus (Yoh 20:24-29). Bahwa ketidakpercayaan akan dihukum terlihat dari:

 

·        Yoh 3:18 - “Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.

 

·        Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.

 

·        Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.

 

Dalam 1Tim 1 itu, Paulus diampuni bukan karena ketidakpercayaannya merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi karena ia bertobat dan menjadi percaya! Ini ditunjukkan oleh:

 

¨      1Tim 1:14 - Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus”.

 

¨      1Tim 1:16 - Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.

 

Yang dipersoalkan oleh 1Tim 1:13 itu bukan ketidakpercayaan Paulus tetapi penghujatan Paulus. Penghujatannya bisa diampuni (pada saat ia percaya kepada Yesus) dan tidak dianggap sebagai penghujatan terhadap Roh Kudus yang tidak bisa diampuni (bdk. Mat 12:31-32), karena ia melakukan hal itu di dalam ketidaktahuan.

 

Tentang orang-orang yang mengejek / menghina kebenaran / Firman Tuhan, Pulpit Commentary berkata:

“For the most part God allows them to escape punishment in this world, but now and then he signally vindicates his honour in the sight of all, by a manifest judgment upon the scoffers. ... Let men see to it that they provoked him not by ‘speaking unadvisedly with their lips.’ If they cannot receive his Word and hold fast his truth, let them at least ‘keep still silence,’ refrain themselves, and not draw down his vengeance upon them by profane scoffs and idle jesting” (= Pada umumnya Allah membiarkan mereka lolos dari hukuman dalam dunia ini, tetapi kadang-kadang Ia mempertahankan kehormatanNya dengan cara yang menyolok dalam pandangan semua, melalui penghukuman yang nyata / jelas terhadap para pengejek. ... Biarlah manusia melihatnya sehingga mereka tidak membuatNya marah dengan ‘berbicara secara tidak bijaksana dengan bibir mereka’. Jika mereka tidak bisa menerima FirmanNya dan memegang kebenaranNya, hendaklah mereka setidaknya ‘tetap berdiam diri’, menahan diri mereka sendiri, dan tidak menurunkan pembalasanNya kepada diri mereka oleh ejekan yang tidak sopan dan lelucon yang tak berguna) - hal 151-152.

 

 

Kesimpulan / penutup.

 

1)   Tuhan punya waktu dan caraNya sendiri untuk menolong anak-anakNya dari penderitaan.

 

Karena itu sabarlah menanti pertolongan Tuhan.

 

2)   Firman Tuhan pasti terjadi / tergenapi, karena itu janganlah tidak percaya atau mengejek Firman Tuhan.

 

 

-AMIN-

 


 

email us at : gkri_exodus@lycos.com