Eksposisi Injil Yohanes

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


Yohanes 19:17-24

 

 

Ay 17: “Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota”.

 

1)   Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar.

 

a)   Pemikulan salib (ay 17).

 

Orang yang disalib harus memikul salibnya menuju tempat penyaliban melalui route yang dipilih sepanjang mungkin. Mengapa?

 

1.   Untuk memperingati supaya orang lain tidak berbuat jahat.

 

2.   William Barclay mengatakan bahwa ada alasan lain:

“... there was a merciful reason. ... the long route was chosen, so that if anyone could still bear witness in his favour, he might come forward and do so. In such a case, the procession was halted and the case retried” (= ... ada alasan belas kasihan. ... route / jalan yang panjang dipilih, supaya jika ada seseorang yang bisa memberi kesaksian membela dia, orang itu bisa maju ke depan dan melakukannya. Dalam hal itu, proses penyaliban itu dihentikan dan kasusnya diperiksa ulang) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

 

Betul-betul menyedihkan bahwa dalam kasus Kristus tidak ada seorangpun yang berani maju ke depan untuk membela Dia!

 

Bagi Kristus yang baru saja dicambuki, pemikulan salib itu bukan hanya berat, tetapi juga sangat menyakitkan, karena kayu salib yang kasar itu mengenai pundakNya yang sudah hancur / penuh dengan luka cambuk.

 

b)   Ada yang mengatakan bahwa dalam perjalanan memikul salib seringkali orang hukuman itu dicambuki di sepanjang jalan.

 

William Barclay: “Often the criminal had to be lashed and goaded along the road, to keep him on his feet, as he staggered to the place of crucifixion” (= Seringkali orang kriminil itu harus dicambuki dan didorong dengan tongkat sepanjang jalan, supaya ia tetap berdiri pada kakinya, pada waktu ia berjalan terhuyung-huyung menuju tempat penyaliban) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

 

c)   Penyaliban terjadi di luar kota.

 

‘Pergi ke luar’ (ay 17) maksudnya ke luar kota Yerusalem (Mat 27:32).

 

·        Karena Kristus dianggap menghujat Allah (ay 7 bdk. Mat 26:65), maka mereka menghukum mati Dia di luar kota. Bdk. Im 24:14,23 yang menunjukkan bahwa firman Tuhan mengajarkan bahwa penghujat Allah harus dihukum mati di luar perkemahan. (bdk. 1Raja 21:13  Kis 7:58).

 

Catatan: sekalipun yang melaksanakan penghukuman mati itu adalah tentara Romawi, tetapi tokoh-tokoh Yahudi jelas mempunyai ‘suara’ yang sangat kuat (bdk. Mat 27:62-66  Mat 28:11-15).

 

·        Tetapi semua ini justru menjadikan Kristus sebagai ANTI TYPE / penggenapan dari korban penghapus dosa, yang adalah TYPE dari Kristus, yang harus dibakar / dibunuh di luar perkemahan (Kel 29:14  Im 4:12,21  9:11  16:27  Bil 19:3).

 

Bdk. Ibr 13:11-12 - “Karena tubuh binatang-binatang yang darahnya dibawa masuk ke tempat kudus oleh Imam Besar sebagai korban penghapus dosa, dibakar di luar perkemahan. Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umatNya dengan darahNya sendiri”.

 

Dari sini terlihat dengan jelas bahwa semua ini dikontrol oleh Allah, sehingga terlaksanalah Rencana Allah, yang memang sudah menetapkan Kristus sebagai penggenapan dari korban penghapus dosa.

 

d)   Yohanes tidak menceritakan tentang Simon dari Kirene yang memikul salib Yesus (Mat 27:32). Dari penggabungan kedua text ini harus disimpulkan bahwa mula-mula Yesus memikul salibNya sendiri, dan setelah Ia ambruk karena tidak kuat lagi, maka Simon dari Kirene menggantikan Dia memikul salibNya. Clarke menganggap (hal 273) bahwa Simon dari Kirene hanya memikul sebagian dari salib. Jadi ia bukan menggantikan Kristus tetapi membantu Kristus untuk memikul salib.

 

e)   Dalam perjalanan memikul salib ke luar kota, terjadi peris­tiwa dalam Luk 23:27-32 - “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?’ Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia”.

 

Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan berkata:

“He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

 

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidak-percayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu hal perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral. Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).

 

f)    Hendriksen beranggapan bahwa peristiwa ‘Yesus memikul salibNya sendiri’ merupakan sesuatu yang mengingatkan kita akan ‘Ishak yang memikul kayu bakarnya sendiri’ (Kej 22:6). Dan Leon Morris mengatakan (hal 804) bahwa banyak orang menganggap dari peristiwa ini bahwa Ishak adalah TYPE dari Kristus.

 

g)   Kristus sendiri memikul salib, maka kita juga harus mau memikul salib.

 

1.   Tuhan Yesus sendiri memerintahkan kita untuk memikul salib.

 

Mat 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”.

 

C. H. Spurgeon: “There are no crown-wearers in heaven who were not cross-bearers here below” (= Tidak ada pemakai mahkota di surga yang bukan pemikul salib di sini di bawah) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

 

W. E. Orchard: “It may take a crucified church to bring a crucified Christ before the eyes of the world” (= Mungkin memerlukan suatu gereja yang tersalib untuk membawa Kristus yang tersalib ke hadapan mata dari dunia) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

 

2.   Tuhan kadang-kadang memberikan tambahan penderitaan pada saat kita merasa bahwa beban kita sudah terlalu berat.

 

George Hutcheson: “It may please the Lord to let trial and great weakness meet together, and to lay on crosses when we seem very unmeet for bearing of them; for Christ, after he is wearied all night, and spent with former sufferings, is made to bear his cross, till he faint again” (= Tuhan bisa berkenan untuk membiarkan pencobaan dan kelemahan yang besar bertemu, dan untuk memberikan salib-salib pada waktu kita kelihatannya tidak cocok untuk memikulnya; karena Kristus, setelah Ia dilelahkan sepanjang malam, dan mengalami banyak penderitaan sebelumnya, dibuat untuk memikul salibNya, sampai Ia jatuh / pingsan lagi) - hal 400.

 

Penerapan:

 

Kadang-kadang kita merasa bahwa beban kita sudah sangat berat / terlalu berat, sehingga kita mengharapkan bahwa Tuhan memberikan ‘istirahat’ / kelegaan kepada kita, tetapi Tuhan justru membiarkan beban-beban lain ditambahkan kepada diri kita. Kalau saudara mengalami hal seperti itu, jangan terlalu heran, karena Kristus sendiri mengalaminya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan melanggar janjiNya dalam 1Kor 10:13. Sekalipun kita menganggap bahwa pencobaan yang kita alami sudah melampaui kekuatan kita, tetapi kalau Tuhan tetap menambahinya, maka itu berarti bahwa dalam pandangan Tuhan pencobaan itu belum melampaui kekuatan kita.

 

2)   ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota.

 

a)   Istilah ‘Golgota’.

 

Hendriksen mengatakan (hal 425) bahwa kata ‘Golgota’ merupakan istilah Yunani yang berasal dari kata Aramaic GULGOLTA (bdk. Thomas Whitelaw, hal 404) yang berarti ‘tengkorak’. Adam Clarke mengatakan (hal 273) bahwa kata ‘Golgota’ berasal dari kata bahasa Ibrani GOLGOLETH (menurut Thomas Whitelaw dan F. F. Bruce: GULGOLET), yang berarti ‘tengkorak’. Ini sama dengan Kalvari, yang berasal dari kata bahasa Latin CALVARIA, yang juga berarti ‘tengkorak’.

 

b)   Mengapa disebut demikian, dan dimana tempat itu?

 

Clarke mengatakan (hal 273) bahwa ada yang beranggapan bahwa tempat itu disebut demikian karena bentuk dari tempat itu seperti tengkorak manusia. Tetapi Clarke sendiri beranggapan bahwa tempat itu disebut demikian karena di sana ada banyak tengkorak. Hendriksen berkata (hal 426) bahwa Epiphanius, yang menulis pada abad ke 4 M. menolak pandangan ini dengan mengatakan bahwa tempat itu sama sekali tidak mirip dengan tengkorak, tetapi Cyril dari Yerusalem kelihatannya menunjukkan bahwa kemiripan itu memang ada. Hendriksen sendiri mengatakan bahwa 250 yards dari pintu gerbang Damascus ada suatu bukit yang menyerupai tengkorak.

 

Hendriksen menambahkan (hal 426) beberapa dugaan lain, yaitu:

 

1.   Karena menurut dongeng yang banyak diterima (ditemukan dalam tulisan Origen, Athanasius dan Epiphanius), tengkorak Adam ditemukan di sana.

 

2.   Karena tempat itu merupakan tempat pelaksanaan hukuman mati. Ini menyebabkan di tempat itu ada banyak tengkorak.

 

George Hutcheson memilih pandangan ini dan lalu berkata (hal 400) bahwa Yesus dibawa ke tempat yang menjijikkan ini untuk menunjukkan betapa menjijikkannya dosa-dosa kita di hadapan Allah sehingga Jaminan kita harus menderita di tempat seperti ini.

 

Ia berkata lagi:

“By this he hath shewed how by his death he will be death’s death, in that he suffered and triumphed over death in ‘the place of a skull,’ where there were many monuments of death’s triumph over others” (= Oleh hal ini Ia telah menunjukkan bagaimana oleh kematianNya Ia akan menjadi kematian bagi kematian, dalam hal Ia menderita dan menang atas kematian di ‘tempat tengkorak’, dimana ada banyak monumen dari kemenangan dari kematian atas orang-orang lain) - hal 400.

 

Kesimpulan dari Hendriksen: kami tidak tahu mengapa tempat itu disebut demikian. Bahkan dimana tempat itu sebetulnya juga tidak diketahui dengan pasti.

 

Leon Morris (NICNT): “The name means ‘a skull’, but why a place was given this name is not known. It is another example of John’s knowledge of the topography of Jerusalem before its destruction, but we do not share his knowledge. The traditional site or ‘Gordon’s Calvary’ may be right. But we have no means of knowing” (= Nama itu berarti ‘sebuah tengkorak’, tetapi mengapa tempat itu diberi nama ini tidak diketahui. Ini merupakan contoh lain tentang pengetahuan Yohanes tentang topografi dari Yerusalem sebelum penghancurannya, tetapi kita tidak mempunyai pengetahuan tersebut. Tempat tradisional atau ‘Kalvari dari Gordon’ mungkin benar. Tetapi kita tidak mempunyai jalan untuk mengetahuinya) - hal 804-805.

 

Catatan: Webster’s New World Dictionary: ‘topography’ = ‘the accurate and detailed description of a place’ (= penggambaran yang tepat dan terperinci tentang suatu tempat).

 

William Barclay: “Where it was we do not certainly know” (= Dimana tempat itu kami tidak tahu dengan pasti) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

 

Catatan: kalau saudara pergi ke Israel, maka mereka bisa menunjukkan tempat kelahiran Kristus, tempat kematian Kristus dsb, tetapi semua itu biasanya merupakan dusta dan dilakukan hanya untuk menarik para turis.

 

Ay 18: “Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah”.

 

1)   Dan di situ Ia disalibkan mereka.

 

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penyaliban:

 

a)   Bentuk dari salib.

 

Yang paling kuno hanya berbentuk suatu tiang saja. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘salib’ adalah STAUROS yang sebetulnya berarti ‘an upright stake’ (= tiang tegak).

 

Tetapi dengan berlalunya waktu, lalu muncul beberapa variasi:

 

·        ada yang berbentuk seperti salib yang kita kenal sekarang. Kayu vertikal bisa sama atau lebih panjang dari kayu horizontalnya.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘T’.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘X’.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘Y’ (Leon Morris hal 805, footnote).

 

Hendriksen mengatakan (hal 425) bahwa dari Mat 27:37 dan Luk 23:38 dimana dikatakan bahwa di atas kepala Yesus ada tulisan, maka kemungkinan besar salib Yesus berbentuk seperti yang lazim kita kenal (variasi 1).

 

Tetapi Leon Morris mengatakan (hal 806, footnote) bahwa salib yang berbentuk ‘T’ juga memungkinkan, karena biasanya tubuh orang yang disalibkan melorot / turun, sehingga kayu melintang berada di atas kepala orang tersebut, dan di sana bisa ditaruh tulisan tersebut.

 

Jadi sebetulnya kita tidak tahu dengan pasti salib yang bagaimana yang dipakai untuk menyalibkan Tuhan Yesus.

 

b)   Adanya ‘tempat duduk’ pada kayu salib yang menahan sebagian berat badan sehingga tidak merobek luka / lubang paku di tangan.

 

F. F. Bruce: “a piece of wood attached to the upright might serve as a sort of seat (sedecula) - not so much for the victim’s relief as to prolong his life and his agony” [= sepotong kayu dilekatkan pada tiang tegak dan bisa berfungsi sebagai semacam tempat duduk (sedecula) - bukan untuk meringankan penderitaan korban tetapi lebih untuk memperpanjang hidupnya dan penderitaannya] - hal 167.

 

Pulpit Commentary: “A sedile was arranged to bear a portion of the weight of the body, which would never have been sustained by the gaping wounds” (= Sebuah tempat duduk diatur untuk memikul sebagian berat tubuh, yang tidak akan pernah bisa ditahan oleh luka-luka yang menganga) -  hal 426.

 

‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article yang berjudul ‘Cross’ berkata sebagai berikut:

“A small wooden block (sedicula) or a wooden peg positioned midway on the upright supported the body weight as the buttocks rested on it. This feature was extremely important in cases of nailing since it prevented the weight from tearing open the wounds” [= sebuah kotak kayu kecil (sedicula) atau sebuah pasak kayu diletakkan di tengah-tengah tiang tegak untuk menahan berat tubuh pada saat pantat terletak di sana. Bagian ini sangat penting dalam kasus pemakuan karena ini menahan berat badan sehingga tidak merobek luka].

 

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “On the middle of that upright part there was a projection, or seat, on which the person crucified sat, or, as it were, rode. This was necessary, as the hands were not alone strong enough to bear the weight of the body” (= Di tengah-tengah bagian tegak itu ada suatu tonjolan, atau tempat duduk, di atas mana orang yang disalib itu duduk, atau, seakan-akan ‘mengendarai’. Ini penting, karena tangan saja tidak kuat menahan berat badan) - hal 138.

 

c)   Penyaliban tidak selalu dilakukan dengan pemakuan, kadang-kadang dengan tali (diikat pada salib), dan kadang-kadang menggunakan ikatan dan paku (mungkin kalau orangnya gemuk / berat).

 

Barnes’ Notes tentang Yoh 21:18: “The limbs of persons crucified were often bound instead of being nailed, and even the body was sometimes girded to the cross” (= Kaki dan tangan dari orang yang disalibkan seringkali diikat dan bukannya dipaku, dan bahkan tubuhnya kadang-kadang diikatkan pada salib) - hal 360.

 

Tetapi dalam kasus Yesus penyaliban jelas dilakukan dengan paku, baik pada tanganNya maupun pada kakiNya. Ini terlihat dari:

 

·        Luk 24:40 - ‘Sambil berkata dermikian, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka’.

 

·        Maz 22:17b - ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

 

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “The feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku) - hal 138.

 

Point b (adanya ‘tempat duduk’) dan point c (digunakannya tali untuk mengikat) ini menyebabkan pemakuan bisa dilakukan pada telapak tangan. Kita tidak perlu menyimpulkan bahwa pemakuan dilakukan pada pergelangan tangan.

 

d)   Proses penyaliban.

 

Ada yang mengatakan bahwa pemakuan dilakukan pada saat kayu salib ditidurkan di tanah, dan setelah itu kayu salib beserta orang yang tersalib itu diberdirikan, dan kayu salib itu dimasukkan ke lubang yang tersedia. Ini dilakukan dengan menjatuhkan kayu salib itu dengan keras pada lubang yang sudah tersedia, yang tentu saja menambah rasa sakit bagi orang yang sedang disalib itu.

 

Barnes’ Notes dalam komentarnya tentang Mat 27:35 berkata sebagai berikut:

“The manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya) - hal 139.

 

Tetapi Thomas Whitelaw berkata:

“Sometimes the nailing took place before and sometimes after the elevation of the cross” (= Kadang-kadang pemakuan terjadi sebelum dan kadang-kadang sesudah salib diberdirikan) - hal 405.

 

F. F. Bruce: “Crucifixion, ‘the cruellest and foulest of punishment,’ as Cicero called it, was carried out in a variety of ways, The commonest way, which is implied in this narrative, was to fasten the victim’s arms or hands to the cross-beam and then hoist it on to the upright post, to which his feet were then fastened” (= Penyaliban, ‘hukuman yang paling kejam dan buruk’, seperti disebutkan oleh Cicero, dilaksanakan dengan bermacam-macam cara. Cara yang paling umum, yang secara tak langsung ditunjukkan dalam cerita ini, adalah dengan melekatkan lengan atau tangan pada kayu yang melintang dan lalu mengerek / mengangkatnya pada tiang tegak, pada tiang mana kakinya lalu dilekatkan) - hal 367.

 

Catatan: saya sendiri tidak bisa melihat bahwa text / cerita ini secara implicit menunjukkan bahwa cara inilah yang dipakai pada saat menyalibkan Yesus. Juga saya tidak yakin bahwa itu merupakan cara yang paling umum. Menurut saya cara ini jelas lebih sukar dilakukan dari pada cara yang pertama yang digambarkan oleh Albert Barnes di atas.

 

e)   Hukuman salib adalah penderitaan yang luar biasa.

 

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan) - ‘Matthew’, hal 588.

 

Catatan: ada penafsir yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki itu kadang-kadang digunakan, seperti yang dikatakan Hendriksen di bawah.

 

Pulpit Commentary: “the most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever invented” (= hukuman mati yang paling menyakitkan, paling biadab dan paling jahat / tercela / memalukan yang pernah ditemukan oleh kekejaman manusia) - ‘Matthew’, hal 585.

 

William Barclay: “There was no more terrible death than death by crucifixion. Even the Roman themselves regarded it with a shudder of horror. Cicero declared that it was ‘the most cruel and horrifying death.’ Tacitus said that it was a ‘despicable death.’ It was originally a Persian method of execution. It may have been used because, to the Persians, the earth was sacred, and they wished to avoid defiling it with the body of an evil-doer. So they nailed him to a cross and left him to die there, looking to the vultures and the carrion crows to complete the work. The Carthaginians took over crucifixion from the Persians; and the Romans learned it from the Carthaginians. Crucifixion was never used as a method of execution in the homeland, but only in the province, and there only in the case of slaves. It was unthinkable that a Roman citizen should die such a death. ... It was that death, the most dreaded in the ancient world, the death of slaves and criminals, that Jesus died” (= Tidak ada kematian yang lebih mengerikan dari pada kematian melalui penyaliban. Bahkan orang Romawi sendiri memandangnya dengan ngeri. Cicero menyatakan bahwa itu adalah ‘kematian yang paling kejam dan menakutkan’. Tacitus berkata bahwa itu adalah ‘kematian yang tercela / hina / keji’. Pada mulanya itu adalah cara penghukuman mati orang Persia. Itu digunakan karena bagi orang Persia bumi / tanah itu kudus / keramat, dan mereka ingin menghindarkannya dari kenajisan dari tubuh dari pelaku kejahatan. Jadi mereka memakukannya pada salib dan membiarkannya mati di sana, mengharapkan burung nazar dan burung gagak pemakan bangkai menyelesaikan pekerjaan itu. Orang Carthage mengambil-alih penyaliban dari orang Persia, dan orang Romawi mempelajarinya dari orang Carthage. Penyaliban tidak pernah digunakan sebagai cara penghukuman mati di tanah air mereka, tetapi hanya di propinsi-propinsi jajahan mereka, dan hanya dalam kasus budak. Adalah sangat tidak terpikirkan bahwa seorang warga negara Romawi harus mati dengan cara itu. ... Kematian seperti itulah, kematian yang paling ditakuti dalam dunia purba, kematian dari budak dan orang kriminil, yang dialami oleh Yesus) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

 

William Barclay, dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38, berkata sebagai berikut:

“The terror of crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it was not enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the blazing noontide sun and the frost of the night” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini - rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari).

 

William Hendriksen: “It has been well said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large nails were driven through hands and feet (20:25; cf. Luke 24:40). Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little tablets, not very far away from the ground) were the following: severe inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the body, throbbing headache, and burning thirst (19:28)” [= Dikatakan dengan benar bahwa orang yang disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan dan kaki (20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar (19:28)] - hal 427.

 

Barnes’ Notes melanjutkan komentarnya tentang Mat 27:35 dengan berkata sebagai berikut:

“As it was the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there was a great increase in the veins of the head, producing an intense pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no rest.” [= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan penyaliban merupakan suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat] - hal 139.

 

Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang harus mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?

 

Johann Hieronymus Schroeder: “It has been the cross which has revealed to good men that their goodness has not been good enough” (= Saliblah yang telah menyatakan kepada orang-orang yang baik bahwa kebaikan mereka tidak cukup baik) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

 

f)    Perbedaan hukum Romawi dan hukum Yahudi dalam penyaliban.

 

Barnes’ Notes, dalam komentarnya tentang Mat 27:32, berkata sebagai berikut:

“... the body was left exposed often many days, and not unfrequently suffered to remain till the flesh had been devoured by vultures, or putrefied in the sun” (= tubuh itu dibiarkan terbuka seringkali sampai beberapa hari, dan tidak jarang orang itu terus menderita sampai dagingnya dimakan oleh burung pemakan bangkai, atau membusuk  di bawah matahari) - hal 138.

 

Yang dibicarakan oleh Barnes ini pastilah penyaliban di bawah hukum Romawi, karena dalam hukum Yahudi hal itu dilarang (bdk. Ul 21:22-23).

 

William Barclay: “By Roman law a criminal must hang upon his cross until he died from hunger and thirst and exposure, a torture which sometimes lasted for days; but by Jewish law the body must be taken down and buried by nightfall. In Roman law the criminal’s body was not buried but simply thrown away for the vultures and the crows and the pariah dogs to dispose of; but that would have been quite illegal under Jewish law and no Jewish place would be littered with skulls” [= Oleh hukum Romawi, seorang kriminil harus tergantung pada salibnya sampai ia mati karena kelaparan dan kehausan dan keterbukaan / kepanasan (?), suatu penyiksaan yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-hari; tetapi oleh hukum Yahudi tubuh / mayat harus diturunkan dan dikuburkan menjelang malam. Dalam hukum Romawi tubuh dari kriminil itu tidak dikuburkan tetapi hanya dibuang untuk burung-burung nazar dan gagak dan anjing-anjing geladak untuk dimakan; tetapi hal itu merupakan sesuatu yang melanggar hukum di bawah hukum Yahudi dan tidak ada tempat Yahudi yang boleh dikotori dengan tengkorak] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

 

Catatan: dalam kasus Yesus penyaliban mungkin hanya berlangsung selama ± 6 jam, yaitu mulai pukul 9 pagi (Mark 15:25) sampai Ia mati pada ± pukul 3 siang (Mat 27:46-50).

 

g)   Hukuman salib juga merupakan suatu kehinaan / perendahan yang luar biasa, karena hukuman itu bukan hanya menunjukkan orang yang dihukum sebagai orang yang sangat jahat, tetapi juga sebagai budak.

 

William Hendriksen: “Rome generally (not always!) reserved this form of punishment for slaves and those who had been convicted of the grossest crimes” [= Roma pada umumnya (tidak selalu!) menyimpan jenis hukuman ini untuk budak-budak dan mereka yang terbukti bersalah dalam kejahatan-kejahatan yang paling besar] - hal 427.

 

h)   Salib adalah hukuman yang terkutuk.

 

Ul 21:22-23 - “‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

 

Dalam Perjanjian Lama tidak dikenal hukuman salib, sehingga Ul 21:23 sebetulnya tidak menunjuk pada penyaliban, tetapi menunjuk pada orang yang dihukum mati pada sebuah tiang (digantung), atau orang yang setelah dihukum mati lalu mayatnya digantungkan pada sebuah tiang (bdk. Yos 8:29  Yos 10:26-27).

 

Tetapi Ul 21:23 ini tentu juga berlaku terhadap penyaliban. Ini terbukti dari:

 

·        permintaan orang-orang Yahudi untuk menurunkan mayat Yesus dan kedua penjahat sebelum hari gelap (Yoh 19:31).

 

·        kata-kata Paulus dalam Gal 3:13, yang mengutip Ul 21:23 ini dan menerapkannya kepada penyaliban Kristus.

 

Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.

 

Catatan: Kitab Suci Indonesia menggunakan kata ‘kayu salib’ dalam Gal 3:13b tetapi menggunakan kata ‘tiang’ dalam Ul 21:22-23. Tetapi baik dalam Gal 3:13b maupun dalam Ul 21:22-23 kedua kata itu diterjemahkan sama, yaitu ‘tree’ (= pohon) oleh KJV, RSV, NIV, NASB, NKJV.

 

Mengapa Yesus harus mengalami kematian yang terkutuk?

 

¨      Karena kita sebagai orang berdosa terkutuk di hadapan Allah.

 

Gal 3:10 - “Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.’”. Bdk. Ul 27:26.

 

¨      Karena Yesus mau menggantikan kita memikul kutuk tersebut.

 

Pada waktu Kristus mati di atas kayu salib, Ia telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat. Pada saat itu, Dia yang tidak berdosa (dan karenanya tidak layak menerima kutuk!), telah menjadi kutuk karena kita (Gal 3:13a). Paulus bisa berkata bahwa Kristus telah menjadi kutuk, berdasarkan Ul 21:23 yang ia kutip dalam Gal 3:13b.

 

Karena itu, kematian Kristus tidak bisa terjadi dengan cara penggal, rajam dsb, tetapi harus melalui cara yang terkutuk, yaitu penyaliban!

 

Memang hukuman gantung sebetulnya juga terkutuk, tetapi Kristus tidak boleh mati melalui hukuman gantung karena hukuman gantung itu tidak mencurahkan darah, sehingga tidak cocok dengan type-type dalam Perjanjian Lama tentang Kristus. Bdk. Ibr 9:22 - “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”.

 

Calvin: “we ought to consider, on the one hand, the dreadful weight of his wrath against sin, and, on the other hand, his infinite goodness towards us. In no other way could our guilt be removed than by the Son of God becoming a curse for us” (= kita harus mempertimbangkan, pada satu sisi, beban yang menakutkan dari murkaNya terhadap dosa, dan di sisi lain, kebaikanNya yang tak terhingga kepada kita. Tidak ada cara lain melalui mana kesalahan kita bisa disingkirkan dari pada dengan cara Anak Allah menjadi kutuk untuk kita) - hal 226.

 

Karena Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat, maka sekarang kita bisa diselamatkan / dibenarkan dengan sangat mudah, yaitu hanya dengan iman / percaya kepada Kristus (Gal 3:7,9,11b,14b,24,26  2:16). Dengan percaya kepada Kristus, kita pindah dari keadaan ‘terkutuk’ menjadi keadaan ‘diberkati’ / ‘blessed’ (Gal 3:9,14), dan kita tidak bisa kembali pada keadaan ‘terkutuk’ itu lagi!

 

George Hutcheson: “he hath undergone that curse that all who flee to him may be freed from it, and that all their conditions may be blessed, and their very crosses turned into blessings” (= Ia telah mengalami kutuk itu supaya semua yang lari kepada Dia bisa dibebaskan dari kutuk itu, dan supaya semua keadaan mereka bisa diberkati, dan salib mereka diubah menjadi berkat) - hal 400.

 

Bagi saudara yang belum pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, sadarilah bahwa saudara adalah orang terkutuk di hadapan Allah. Kalau saudara tidak mau percaya kepada Yesus Kristus, maka dengarlah nubuat Kristus tentang sikap dan kata-kataNya kepada orang terkutuk: “Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Mat 25:41).

 

Tetapi sebaliknya, kalau saudara mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka pada akhir jaman saudara akan mendengar kata-kata: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34).

 

i)    Apa yang menyebabkan kematian dari orang yang disalib?

 

Kalau melihat kata-kata Barclay di atas, maka kelihatannya ia beranggapan bahwa kematian orang yang disalib terjadi karena kehausan, kelaparan, dan kepanasan. Tetapi ada pandangan-pandangan yang berbeda.

 

Leon Morris (NICNT): “It is not certain what actually caused the death of the crucified. Both the circulation and the respiration would have been affected and this in a body already weakened by the vicious flogging that was the normal preliminary, and now subject to prolonged exposure. Some suggest that the combination might bring on heart failure. A further possibility is brain damage by a reduced supply of blood reaching it” [= Tidak pasti apa yang sebetulnya menyebabkan kematian dari orang yang disalib. Baik sirkulasi maupun pernafasan akan dipengaruhi dan ini terjadi dalam suatu tubuh yang sudah dilemahkan oleh pencambukan yang hebat / kejam yang merupakan pendahuluan yang normal dari penyaliban, dan sekarang terbuka / kepanasan (?) untuk waktu yang lama. Sebagian orang mengusulkan bahwa kombinasi dari hal-hal itu bisa menyebabkan gagal jantung. Kemungkinan selanjutnya adalah kerusakan otak karena kurangnya suplai darah yang mencapai otak] - hal 806, footnote.

 

j)    Pada jaman Kaisar Constantine, hukuman salib ini dihapuskan.

 

Pulpit Commentary: “Constantine I, after his conversion, out of reverence for the Lord whom he has chosen, abolished the punishment, which, far more terrible than one by wild beasts or fire, has never been renewed, and rarely practised in Europe since that day” (= Konstantine I, setelah pertobatannya, karena rasa hormat untuk Tuhan yang telah ia pilih, menghapuskan hukuman mati ini, yang, jauh lebih mengerikan dari pada hukuman mati oleh binatang-binatang buas atau api, tidak pernah diperbaharui, dan jarang dipraktekkan di Eropah sejak saat itu) - hal 426.

 

2)   dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah.

 

a)   Peletakan Yesus di tengah-tengah ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah yang paling jahat dari ketiga orang yang disalib itu.

 

Calvin: “As if the severity of the punishment had not been sufficient of itself, he is hanged in the midst between two robbers, as if he not only had deserved to be classed with other robbers, but had been the most wicked and the most detestable of them all” (= Seakan-akan kehebatan dari hukuman itu belum cukup, Ia digantung di tengah-tengah di antara dua perampok, seakan-akan Ia bukan hanya layak untuk digolongkan dengan perampok-perampok yang lain, tetapi juga bahwa Ia adalah yang paling jahat dan paling menjijikkan dari mereka semua) - hal 226.

 

b)   Peletakan Yesus di tengah-tengah ini menggenapi nubuat dalam Kitab Suci.

 

Thomas Whitelaw: “an arrangement of God’s that the Scripture might be fulfilled” (= Suatu pengaturan dari Allah supaya Kitab Suci bisa digenapi) - hal 405.

 

Calvin: “We ought always to remember, that the wicked executioners of Christ did nothing but what had been determined by the hand and purpose of God; for God did not surrender his Son to their lawless passions, but determined that, according to his own will and good pleasure, he should be offered as a sacrifice” (= Kita harus selalu mengingat, bahwa algojo-algojo yang jahat dari Kristus tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah ditentukan oleh tangan dan rencana Allah; karena Allah tidak menyerahkan AnakNya pada nafsu jahat mereka, tetapi menentukan bahwa sesuai dengan kehendak dan perkenanNya, Ia harus dipersembahkan sebagai korban) - hal 226.

 

Perlu dicamkan / diperhatikan bahwa ini merupakan penggenapan Yes 53:12, bukan Yes 53:9.

 

Yes 53:12b - ‘ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak’. Bdk. Mark 15:28 (Catatan: ayat ini ada dalam tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa ayat ini diperdebatkan keasliannya).

 

Kalau kita melihat Kitab Suci Indonesia maka kelihatannya hal ini menggenapi Yes 53:9, tetapi sebetulnya tidak demikian, karena Yes 53:9 itu salah terjemahan.

 

Yes 53:9b - ‘dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat.

 

KJV: ‘and with the rich in his death’ (= dan dengan / bersama orang kaya dalam matinya).

 

RSV: ‘and with a rich man in his death’ (= dan dengan / bersama seorang kaya dalam matinya).

 

NIV: ‘and with the rich in his death’ (= dan bersama orang kaya dalam kematiannya).

 

NASB: ‘Yet He was with a rich man in His death’ (= Tetapi Ia bersama dengan seorang kaya dalam matiNya).

 

Yes 53:9b ini digenapi pada saat Yesus dikubur dalam kuburan dari Yusuf dari Arimatea, yang adalah orang kaya (Mat 27:57-60). Kata-kata ‘bersama dengan seorang kaya’ tidak harus diartikan bahwa orang kaya itu juga mati dan juga dikubur.

 

c)   Sebuah komentar tentang 3 buah salib tersebut.

 

Pulpit Commentary: “I. One cross is the symbol of Divine love and of human salvation. ... II. A second cross is the symbol of impenitence and rejection of Divine mercy. ... How possible it is to be close to Christ, in body, in communication, in privilege, and yet, because destitute of faith and love, to be without any benefit from such proximity! ... III. A third cross is the symbol of penitence and of pardon. ... It is possible for the vilest to repent. ... Even in the eleventh hour salvation is not to be despaired of” [= I. Satu salib adalah simbol dari kasih ilahi dan dari keselamatan manusia. ... II. Salib yang kedua adalah simbol dari sikap tidak bertobat dan penolakan terhadap belas kasihan ilahi. ... Sangat memungkinkan untuk dekat dengan Kristus, dalam tubuh, dalam komunikasi, dalam hak, tetapi karena tidak adanya iman dan kasih, tidak ada keuntungan / manfaat yang didapatkan dari kedekatan tersebut! ... III. Salib yang ketiga adalah simbol dari pertobatan dan dari pengampunan. ... Adalah mungkin bagi orang yang paling busuk / kotor / hina / jahat / bejat untuk bertobat. ... Bahkan pada jam yang kesebelas / pk. 5 sore (pada saat sudah dekat dengan kematian) keselamatan masih bisa diharapkan] - hal 444.

 

Catatan: tentang istilah ‘jam ke 11’, bandingkan dengan Mat 20:1-16, khususnya ay 11nya.

 

Ay 19-22: Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: ‘Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.’ Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani. Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada Pilatus: ‘Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.’ Jawab Pilatus: ‘Apa yang kutulis, tetap tertulis.’.

 

1)   Tulisan yang ada di atas kepala Yesus.

 

a)   Perbedaan versi tulisan dari keempat penulis Injil.

 

Mat 27:37 - ‘Inilah Yesus, raja orang Yahudi’.

 

Mark 15:26 - ‘Raja orang Yahudi’.

 

Luk 23:38 - ‘Inilah raja orang Yahudi’.

 

Yoh 19:19 - ‘Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi’.

 

Ini tidak berarti bahwa keempat penulis Injil ini bertentangan satu sama lain. Mungkin sekali tulisan lengkapnya berbunyi: ‘Inilah Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi’, sedangkan keempat penulis Kitab Suci itu masing-masing menuliskan sebagian saja. Jadi, ini bukan kontradiksi, tetapi saling melengkapi.

 

b)   Calvin mengatakan (hal 227) bahwa mungkin merupakan suatu kebiasaan untuk menuliskan kejahatan dari orang-orang yang disalibkan, supaya orang-orang yang melihatnya menjadi takut untuk meniru kejahatan tersebut. Tetapi dalam kasus Kristus ini, ‘kejahatan’Nya bukan sesuatu yang memalukan, karena dengan tulisan ini Pontius Pilatus ingin membalas dendam kepada orang-orang Yahudi. Karena itu Ia menuliskan kata-kata ‘Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi’.

 

c)   Tetapi apa yang dilakukan oleh Pontius Pilatus ini diatur oleh Allah, sehingga sekalipun Pilatus tidak mengerti / memaksudkan apa yang ia tuliskan, tetapi tulisan tersebut sesuai kehendak Allah, dan merupakan suatu kebenaran.

 

Calvin: “But the providence of God, which guided the pen of Pilate, had a higher object in view. It did not, indeed, occur to Pilate to celebrate Christ as the Author of salvation, and the Nazarene of God, and the King of a chosen people; but God dictated to him this commendation of the Gospel, though he knew not the meaning of what he wrote” (= Tetapi providensia Allah, yang memimpin pena dari Pilatus, mempunyai tujuan yang lebih tinggi. Memang Pilatus tidak berpikir untuk memproklamirkan Kristus sebagai sumber keselamatan, dan orang Nazaret dari Allah, dan Raja dari umat pilihan; tetapi Allah mendiktekan kepadanya pujian Injil ini, sekalipun ia tidak mengetahui arti dari apa yang ia tuliskan) - hal 227.

 

Jadi, ini mirip dengan kasus nubuat Kayafas dalam Yoh 11:49-52 - “Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: ‘Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.’ Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai”.

 

Maksud dari Kayafas dengan kata-katanya itu berbeda dengan maksud dan arti dari Allah pada waktu Ia mengarahkan Kayafas untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Kayafas memaksudkan dengan Yesus dibunuh maka tidak akan ada kekacauan, sehingga orang Romawi tidak akan menyerang / membinasakan (secara jasmani) orang-orang Yahudi. Tetapi maksud Allah adalah: melalui kematian Yesus, Ia memberi hidup secara rohani kepada banyak orang.

 

d)   Penulisan dalam 3 bahasa, yaitu Ibrani, Yunani, dan Latin.

 

1.   Mengapa 3 bahasa ini yang digunakan?

 

Bahasa Ibrani merupakan bahasa asli dari orang-orang Yahudi, tetapi pada saat itu banyak orang-orang Yahudi yang sudah tidak bisa menggunakan bahasa tersebut. Bahasa Yunani rupanya dibawa oleh orang-orang Romawi, dan pada saat itu merupakan bahasa yang umum. Sedangkan bahasa Latin merupakan bahasa resmi dari pemerintah Romawi.

 

Leon Morris (NICNT): “Anyone in the crowd who could read could almost certainly read Aramaic or Latin or Greek. ... Aramaic was the language of the country, Latin the official language, and Greek the common language of communication throughout the Roman world” (= Siapapun dalam kumpulan orang banyak itu yang bisa membaca hampir pasti bisa membaca bahasa Aram atau Latin atau Yunani. ... Aram merupakan bahasa dari negara itu, Latin merupakan bahasa resmi, dan Yunani merupakan bahasa komunikasi umum di seluruh dunia Romawi) - hal 807.

 

Catatan: saya tidak mengerti mengapa Leon Morris (dan banyak penafsir lain mencampur-adukkan bahasa Aram dan bahasa Ibrani, padahal kedua bahasa itu sekalipun mempunyai kemiripan, tetap berbeda.

 

Bdk. 2Raja 18:26 - Lalu berkatalah Elyakim bin Hilkia, Sebna dan Yoah kepada juru minuman agung: ‘Silakan berbicara dalam bahasa Aram kepada hamba-hambamu ini, sebab kami mengerti; tetapi janganlah berbicara dengan kami dalam bahasa Yehuda sambil didengar oleh rakyat yang ada di atas tembok.’”.

 

Bahasa Aram bukan bahasa asli dari para utusan raja Hizkia ini maupun para utusan Asyur itu, tetapi para utusan Hizkia mengerti bahasa ini dan mereka menduga bahwa juru minuman agung, yang bisa berbicara dalam bahasa Ibrani, juga mengertinya.

 

Pulpit Commentary: “Hebrew, Aramaic, and Assyrian were three cognate languages, closely allied, and very similar both in their grammatical forms and in their vocabularies, but still sufficiently different to be distinct languages, which were only intelligible to those who had learnt them” (= Ibrani, Aramaic, dan Asyur adalah tiga bahasa yang serumpun, dekat hubungannya, dan sangat mirip baik dalam bentuk tata bahasanya maupun perbendaharaan kata-katanya, tetapi tetap cukup berbeda untuk menjadi bahasa yang berbeda, yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang telah mempelajarinya) - hal 363.

 

Catatan:

 

·        Aramaic / Aram adalah bahasa dari negara / bangsa Syria / Aram (ibukotanya adalah Damascus / Damsyik - Yes 7:8).

 

·        Assyrian / Asyur adalah bahasa dari negara / bangsa Asyur (ibukotanya adalah Niniwe).

 

2.   Perkembangan bahasa di Israel / Palestina.

 

‘The Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible’: “After the exile the everyday language of the Jews came to be Aramaic, ... Aramaic was a sister language that engulfed them politically and culturally until they succumbed to its pressure. At first they added it to their own Hebrew speech and then gradually they gave up using Hebrew except in worship. ... Before that time the development of the 2 languages was perhaps more or less parallel. But in the following cents. Aramaic grew to be the official language of the successive great Assyrian, Neo-Babylonian, and Persian empires. ... When the Assyrian began their conquests of the Near Eastern world they found Aramaic dialects spoken over so many of the conquered areas that they began to use a simplified form of the language for administrative, military, and business communication. ... When the Chaldeans and later the Persians took over the power they continued this practice. Even under the successors of Alexander the Great, Greek only slowly pushed back but did not eliminate Aramaic as the universal language of the Near East” (= Setelah pembuangan bahasa sehari-hari dari orang-orang Yahudi menjadi bahasa Aram, ... Bahasa Aram adalah ‘bahasa saudari’ yang melanda mereka secara politik dan kebudayaan sampai mereka tunduk pada tekanannya. Mula-mula mereka menambahkan bahasa Aram itu pada ucapan Ibrani mereka sendiri, dan lalu perlahan-lahan / secara bertahap mereka berhenti menggunakan bahasa Ibrani kecuali dalam ibadah. ... Sebelum saat itu perkembangan dari 2 bahasa itu mungkin paralel / seimbang. Tetapi dalam abad-abad selanjutnya bahasa Aram bertumbuh / berkembang menjadi bahasa resmi dari kekaisaran Asyur, Neo-Babilonia, dan Persia secara berturut-turut. ... Pada waktu Asyur mulai mengalahkan dunia Timur Dekat, mereka mendapatkan bahwa dialek Aram digunakan oleh begitu banyak daerah-daerah yang mereka kalahkan, sehingga mereka mulai menggunakan bentuk yang disederhanakan dari bahasa tersebut untuk komunikasi administrasi, militer, dan bisnis. ... Pada waktu orang-orang Kasdim dan setelah itu orang-orang Persia mengambil alih kekuasaan mereka melanjutkan praktek ini. Bahkan di bawah pengganti-pengganti dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani hanya secara perlahan mendesak tetapi tidak menghapuskan bahasa Aram sebagai bahasa universal dari Timur Dekat) - hal 1197-1198.

 

3.   Makna penggunaan 3 bahasa ini.

 

Calvin mengatakan (hal 227-228) bahwa penulisan dalam 3 bahasa itu juga merupakan akibat pimpinan dari Allah, karena melalui hal itu ditunjukkan bahwa nama Yesus harus disebarkan di seluruh dunia.

 

2)   Tokoh-tokoh Yahudi (imam-imam kepala) keberatan dengan bunyi tulisan itu, dan mereka memprotes tulisan tersebut. Calvin mengatakan (hal 228) bahwa ini menunjukkan kebencian mereka terhadap kebenaran, dan demikianlah setan selalu menggerakkan hamba-hambanya untuk menghancurkan kebenaran.

 

3)   Pontius Pilatus menolak untuk mengubah tulisan tersebut.

 

a)   Adam Clarke mengatakan (hal 651) bahwa hukum Romawi melarang perubahan tulisan seperti yang diinginkan oleh orang-orang Yahudi. Tulisan itu merupakan kejahatan yang dituduhkan kepada orang yang akan disalib, dan karena itu tulisan itu tidak boleh diubah.

 

b)   Ketidak-mauan Pontius Pilatus untuk mengubah tulisan tersebut, merupakan pimpinan dari Allah.

 

Calvin: “Pilate’s firmness must be ascribed to the providence of God; for there can be no doubt that they attempted, in various ways, to change his resolution. Let us know, therefore, that he was held by a Divine hand, so that he remained unmoved” (= Keteguhan Pilatus harus dianggap berasal dari providensia Allah; karena tidak diragukan bahwa mereka berusaha, dengan bermacam-macam cara, untuk mengubah keputusannya. Karena itu, hendaklah kita mengetahui bahwa ia dipegang oleh tangan Ilahi, sehingga ia tetap tidak tergoyahkan) - hal 228.

 

Pulpit Commentary: “This was part of the preparation made by Divine providence for announcing to the whole world the kingdom of Jesus Christ. Since the cross from the very first thus became a throne, and the Crucifixion an installation into the kingdom, we learn thence the meaning of the Christian principle, ‘If we suffer with him, we shall also reign with him.’” (= Ini merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan oleh providensia Ilahi untuk mengumumkan kepada seluruh dunia kerajaan dari Yesus Kristus. Karena salib dari sejak semula menjadi suatu takhta, dan penyaliban merupakan pelantikan ke dalam kerajaan, kita belajar tentang arti dari prinsip Kristen: ‘Jika kita menderita bersama Dia, kita juga akan memerintah bersama Dia’) - hal 427.

 

Catatan: kutipan ayat dari 2Tim 2:12a versi KJV: If we suffer, we shall also reign with him (= Jika kita menderita, kita juga akan memerintah bersama Dia).

 

Dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia 2Tim 2:12a berbunyi: “jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”. Ini lebih benar dari pada terjemahan KJV.

 

Dan Calvin lalu menambahkan komentar sebagai berikut:

“A heathen refuses to retract what he has justly and properly written concerning Christ, though he did not understand or consider what he was doing. How great, then, will be our dishonour, if, terrified by threatenings or dangers, we withdraw from the profession of his doctrine, which God hath sealed on our hearts by his Spirit!” (= Seorang kafir menolak untuk mencabut kembali apa yang telah ia tulis secara benar dan tepat mengenai Kristus, sekalipun ia tidak mengerti ataupun mempertimbangkan apa yang sedang ia lakukan. Jadi, alangkah besarnya aib kita jika, karena takut pada ancaman atau bahaya, kita mundur dari pengakuan ajaranNya, yang telah Allah meteraikan pada hati kita oleh RohNya) - hal 228.

 

Penerapan:

 

Kalau saudara memberitakan Injil / Firman Tuhan, dan ada orang (dari aliran lain atau agama lain) yang marah / tersinggung oleh pemberitaan tersebut, padahal Injil / Firman Tuhan yang saudara beritakan itu memang sesuai dengan Kitab Suci, jangan pernah meminta maaf / menarik kembali kata-kata saudara! Meminta maaf setelah mengucapkan suatu kebenaran merupakan ‘kesopanan yang tidak alkitabiah’!

 

4)   Pada waktu imam-imam kepala memprotes / menuntut Pontius Pilatus untuk mengubah tulisan itu, Pontius Pilatus menolak dengan tegas.

 

Terhadap sikap Pontius Pilatus yang bisa menolak dengan tegas ini, William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:

“Here is Pilate the inflexible, the man who will not yield an inch. So very short a time before, this same man had been weakly vacillat­ing as to whether to crucify Jesus or to let him go; and in the end had allowed himself to be bullied and blackmailed into giving the Jews their will. Adamant about the inscription, he had been weak about the crucifixion. It is one of the paradoxical things in life that we can be stubborn about things which do not matter and weak about things of supreme importance. If Pilate had only withstood the blackmailing tactics of the Jews and had refused to be coerced into giving them their will with Jesus, he might have gone down in history as one of its great, strong men. But because he yielded on the important thing and stood firm on the unimportant, his name is a name of shame. Pilate was the man who took a stand on the wrong things and too late” (= Inilah Pilatus yang keras / tak dapat diubah, orang yang tak mau menyerah / mundur sedikitpun. Beberapa saat sebelum ini, orang yang sama ini terombang-ambing secara lemah mengenai apakah ia akan menyalibkan Yesus atau membe­baskanNya; dan pada akhirnya membiarkan dirinya sendiri digertak dan dipaksa dengan ancaman sehingga menuruti kemauan orang Yahudi. Ia tak mau menyerah tentang tulisan, tetapi ia lemah tentang penyaliban. Ini merupakan salah satu dari hal-hal yang paradox dalam kehidupan dimana kita bisa keras kepala tentang hal-hal yang tidak penting dan lemah tentang hal-hal yang sangat penting. Seandainya Pilatus bertahan terhadap taktik pemerasan dari orang-orang Yahudi dan menolak untuk dipaksa mengikuti kemauan mereka tentang Yesus, maka ia akan dikenal dalam sepanjang sejarah sebagai salah satu orang yang agung dan kuat. Tetapi karena ia menyerah dalam hal yang penting, dan berdiri teguh / bersikeras dalam hal yang tidak penting, namanya merupakan nama yang memalukan. Pilatus adalah orang yang berdiri teguh / bersikeras dalam hal-hal yang salah, dan pada saat sudah terlambat) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 252.

 

Penerapan / contoh:

 

·        Ada orang yang tegas / keras dalam hal-hal yang bersifat jasmani / duniawi, tetapi selalu plin plan / berkompromi dalam hal-hal yang bersifat rohani. Apakah saudara juga demikian?

 

·        Ada gereja yang sangat keras / ketat dalam mempertahankan tradisi (misalnya: penggunaan Doa Bapa Kami dan 12 Pengakuan Iman Rasuli dalam kebak­tian, pemakaian toga, dsb), padahal itu tidak pernah diharuskan dalam Kitab Suci, tetapi mereka lemah dalam menjaga mimbar terha­dap nabi-nabi palsu / ajaran yang salah / sesat, yang jelas-jelas bertentangan dengan Kitab Suci.

 

Ay 23-24: Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian - dan jubahNya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.’ Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: ‘Mereka membagi-bagi pakaianKu di antara mereka dan mereka membuang undi atas jubahKu.’ Hal itu telah dilakukan prajurit-prajurit itu..

 

1)   Makna dari pakaian Kristus.

 

a)   Pengalegorian yang salah dari pakaian Kristus.

 

Ada yang mengatakan bahwa pakaian yang dipecah menjadi empat bagian itu merupakan simbol dari Kitab Suci yang dicabik-cabik oleh para pengajar sesat, dan pakaian dalam yang merupakan satu kesatuan itu merupakan simbol dari gereja yang adalah satu. Saya heran mengapa Calvin menyetujui bagian terakhir dari penafsiran alegoris yang tidak pada tempatnya ini.

 

Pulpit Commentary mengatakan (hal 428) bahwa ajaran sesat Monophysitisme menafsirkan bahwa kesatuan pakaian tersebut menyimbolkan kesatuan dari hakekat-hakekat dalam Pribadi dari Kristus (the unity of natures in His Person).

 

Bagi saya seluruh penafsiran, yang mengalegorikan secara tidak pada tempatnya ini, adalah salah!

 

b)   Simbol dari jabatan Kristus sebagai Imam Besar?

 

William Barclay: “there is something half-hidden here. Jesus’s tunic is described as being without seam, woven in one piece from top to bottom. That is the precise description of the linen tunic which the High Priest wore. ... Again and again we have seen that there are two meanings in so many of John’s statements, a meaning which lies on the surface, and a deeper inner meaning. When John tells us of the seamless tunic of Jesus it is not just a description of the kind of clothes that Jesus wore; it is something which tells us that Jesus is the perfect priest, opening the perfect way for all men to the presence of God” (= ada sesuatu yang setengah tersembunyi di sini. Pakaian dalam Yesus digambarkan sebagai tanpa jahitan, ditenun dalam satu potongan dari atas sampai bawah. Itu persis merupakan gambaran dari pakaian dalam lenan yang dipakai oleh Imam Besar. ... Lagi-lagi kita melihat bahwa ada dua arti dalam begitu banyak pernyataan-pernyataan Yohanes, suatu arti yang terlihat di permukaan, dan suatu arti yang lebih dalam. Pada waktu Yohanes menceritakan kepada kita tentang pakaian dalam tanpa jahitan dari Yesus, itu bukan sekedar merupakan suatu penggambaran dari jenis pakaian yang dipakai oleh Yesus; itu merupakan sesuatu yang memberi tahu kita bahwa Yesus adalah imam yang sempurna, yang membuka jalan yang sempurna untuk semua orang ke hadapan Allah) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 254-255.

 

Bdk. Kel 28:31-32 - Haruslah kaubuat gamis baju efod dari kain ungu tua seluruhnya. Lehernya haruslah di tengah-tengahnya; lehernya itu harus mempunyai pinggir sekelilingnya, buatan tukang tenun, seperti leher baju zirah haruslah lehernya itu, supaya jangan koyak”.

 

Tetapi F. F. Bruce berkata:

“if John had similar thoughts, he did not express them, and it is unlikely that he could reasonably have expected his readers to infer them” (= Jika Yohanes mempunyai pemikiran yang mirip, ia tidak menyatakannya, dan tidak mungkin bahwa ia secara layak bisa mengharapkan pembacanya untuk menyimpulkan seperti itu) - hal 370.

 

2)   Para tentara membagi-bagi / mengundi pakaian Kristus, sementara Kristus sedang menderita untuk dosa umat manusia.

 

William Barclay: “No picture so shows the indifference of the world to Christ. There on the Cross Jesus was dying in agony; and there at the foot of the Cross the soldiers threw their dice as if it did not matter. ... The tragedy is not the hostility of the world to Christ; the tragedy is the world’s indifference which treats the love of God as if it did not matter” (= Tidak ada gambaran yang begitu menunjukkan sikap acuh tak acuh / tak peduli dari dunia terhadap Kristus. Di sana pada salib Yesus sedang sekarat dalam penderitaan; dan di kaki salib para tentara melempar dadu seakan-akan hal itu tidak berarti. ... Yang menjadi tragedi bukanlah permusuhan dunia terhadap Kristus; tetapi sikap acuh tak acuh / tak peduli dari dunia yang memperlakukan kasih Allah seakan-akan itu tidak berarti) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 254.

 

Penerapan:

 

Jangan menganggap bahwa hanya mereka yang bisa bersikap tidak peduli / acuh tak acuh terhadap penderitaan Kristus / kasih Allah. Saudara juga bisa berbuat seperti itu, kalau setelah mendengar Injil, saudara tetap bersikap acuh tak acuh / tak peduli terhadap Yesus! Saudara mungkin peduli terhadap gereja, pendeta, orang kristen yang lain, dsb, tetapi kalau saudara tidak peduli terhadap Kristusnya sendiri, maka saudara tidak terlalu berbeda dengan para tentara tersebut!

 

3)   Yesus ditelanjangi.

 

Ay 23: Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian - dan jubahNya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja.

 

Saya berpendapat bahwa kata yang diterjemahkan ‘jubah’ ini sebetulnya merupakan terjemahan yang salah, karena ‘jubah’ sebetulnya menunjuk pada pakaian luar, padahal yang dimaksud adalah pakaian dalam (tetapi pakaian dalam mereka berbeda dengan pakaian dalam kita; pakaian dalam mereka bisa dipakai untuk pergi ke luar tanpa jubah).

 

KJV: kata pertama diterjemahkan garments’ (= pakaian); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘coat’ (= jas / pakaian luar).

 

NIV: kata pertama diterjemahkan ‘clothes’ (= pakaian); kata kedua ‘undergarment’ (= pakaian dalam); dan kata ketiga ‘garment’ (= pakaian). Ini aneh, karena dalam bahasa Yunani kata kedua dan ketiga adalah sama.

 

NASB: kata pertama diterjemahkan ‘outer garments’ (= pakaian luar); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘tunic’ (= pakaian dalam).

 

RSV/NKJV: kata pertama diterjemahkan garments’ (= pakaian); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘tunic’ (= pakaian dalam).

 

Dalam bahasa Yunaninya kata pertama menggunakan kata HIMATIA dan kata kedua dan ketiga menggunakan kata KHITONA.

 

Bdk. Luk 6:29b - “dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”.

 

Dalam bahasa Yunaninya kata pertama menggunakan kata HIMATION dan kata kedua menggunakan kata KHITONA.

 

Adam Clarke (hal 407) dan banyak penafsir-penafsir lain mengatakan bahwa istilah HIMATION menunjuk pada pakaian / jubah luar, sedangkan istilah KHITONA menunjuk pada pakaian dalam (tetapi ini berbeda dengan pakaian dalam kita).

 

Tentang istilah kedua ini William Hendriksen berkata:

“This was the garment worn next to the skin” [= Ini adalah pakaian yang dipakai persis setelah kulit (menempel pada kulit dari si pemakai)] - hal 429.

 

Tentang istilah yang pertama Pulpit Commentary mengatakan bahwa itu menunjuk pada jubah luar, sedangkan tentang istilah kedua ia mengatakan:

“the long vesture which clothed his whole person, reaching from the neck to the feet, and which, when removed, left the sacred body naked. This had probably not been removed by either Herod or Pilate before, and the cursed indignity thus reached its climax” (= pakaian panjang yang memakaiani seluruh orang, mencapai dari leher / tengkuk sampai ke kaki, dan yang, kalau disingkirkan, meninggalkan tubuh yang keramat / kudus itu telanjang. Ini mungkin belum dilepas baik oleh Herodes maupun oleh Pilatus sebelumnya, dan dengan demikian penghinaan terkutuk ini mencapai puncaknya) - ‘The Gospel According to John’, hal 428.

 

Matthew Poole: “I see no ground for their assertion, who say, that in such cases they only stripped the condemned person of his upper garment. John’s relation seemeth to oppose it; he saith, ‘and also his coat’” (= Saya tidak melihat dasar untuk penegasan mereka, yang mengatakan, bahwa dalam kasus-kasus seperti itu mereka hanya melepaskan jubah luar dari orang hukuman itu. Penceritaan Yohanes kelihatannya menentang hal ini; ia berkata: ‘dan juga jubahNya’) - hal 140.

 

Pulpit Commentary: “It is implied that his body was exposed naked on the cross” (= Secara tidak langsung dikatakan bahwa tubuhNya terbuka dan telanjang pada salib) - hal 438.

 

4)   Makna ketelanjangan Kristus bagi kita.

 

William Hendriksen: “Jesus bore for us the curse of nakedness in order to deliver us from it!” (= Yesus memikul untuk kita kutuk dari ketelanjangan untuk membebaskan kita darinya!) - hal 430.

 

Calvin: “Let us learn that Christ was stripped of his garments, that he might clothe us with righteousness; that his naked body was exposed to the insults of men, that we may appear in glory before the judgment-seat of God” (= Marilah kita belajar bahwa Kristus dilepas jubahNya, supaya Ia bisa memberi kita pakaian dengan kebenaran; bahwa tubuhNya yang telanjang terbuka terhadap penghinaan-penghinaan manusia, supaya kita bisa muncul dalam kemuliaan di depan tahta pengadilan Allah) - hal 230.

 

5)   Peristiwa ini merupakan penggenapan nubuat dalam Maz 22:19 - “Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.

 

Spurgeon secara tepat menganggap bahwa penggenapan nubuat ini juga merupakan penggenapan rencana kekal dari Allah, dan ia lalu memberikan komentar sebagai berikut:

“Quite unaware of the ancient prophecy, yet in complete accord with divine predestination, these soldiers did exactly according to the eternal purpose of God. It is very wonderful how, in practice, the free agency of man tallies exactly with the predestination of God. We need not enquire how it is, but we may admire that so it is. ... Let us reverently adore the whole scheme of providence by which God’s determinate purposes is carried out in every jot and tittle, while the free agency of man is left unfettered” (= Tanpa menyadari nubuat kuno, tetapi dalam kesesuaian sepenuhnya dengan predestinasi ilahi, tentara-tentara ini melakukan tepat sesuai dengan rencana kekal dari Allah. Adalah sangat ajaib / luar biasa bagaimana, dalam prakteknya, kebebasan manusia cocok persis dengan predestinasi Allah. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana bisa demikian, tetapi kita bisa mengagumi bahwa hal itu memang demikian. ... Hendaklah kita dengan hormat memuja seluruh pola dari providensia dengan mana rencana yang tertentu / tetap dari Allah dilaksanakan dalam setiap titik dan hal yang terkecil, sementara kebebasan manusia dibiarkan bebas) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 4, hal 349.

 

Leon Morris (NICNT): “John sees in this the literal fulfilment of a certain passage of Scripture (Ps. 22:18). He stresses that this is the reason for the soldiers’ action. Once again we see his master-thought that God was over all that was done, so directing things that His will was accomplished, and not that of puny man. It was because of this that the soldiers acted as they did” [= Yohanes melihat di sini penggenapan hurufiah dari text tertentu dari Kitab Suci (Maz 22:19). Ia menekankan bahwa ini merupakan alasan untuk tindakan dari para tentara itu. Sekali lagi kita melihat pemikiran utamanya bahwa Allah menguasai semua yang dilakukan / terjadi, begitu mengarahkan hal-hal sehingga kehendakNya terjadi, dan bukan kehendak dari manusia yang remeh. Karena hal inilah maka para tentara itu bertindak seperti yang mereka lakukan] - hal 809-810.

 

Calvin: “It may be thought, however, that the passage, which they quote from Psalm 22:19, is inappropriately applied to the subject in hand; for, though David complains in it that he was exposed as a prey to his enemies, he makes use of the word ‘garments’ to denote metaphorically all his property; as if he had said, in a single word, that ‘he had been stripped naked and bare by wicked men;’ and, when the Evangelists disregard the figure, they depart from the natural meaning of the passage. But we ought to remember, in the first place, that the psalm ought not to be restricted to David, as is evident from many parts of it, and especially from a clause in which it is written, ‘I will proclaim thy name among the Gentiles,’ (Ps. 22:22,) which must be explained as referring to Christ. We need not wonder, therefore, if that which was faintly shadowed out in David is beheld in Christ with all that superior clearness which the truth ought to have, as compared with the figurative representation of it” [= Tetapi bisa dianggap bahwa text, yang mereka kutip dari Maz 22:19, diterapkan secara tidak tepat pada pokok yang sedang dibicarakan; karena sekalipun Daud mengeluh dalam text itu bahwa ia terbuka seperti mangsa bagi musuh-musuhnya, ia menggunakan kata ‘pakaian’ untuk menunjuk secara kiasan pada semua miliknya; seakan-akan ia berkata, dalam satu kata, bahwa ‘ia telah ditelanjangi oleh orang-orang jahat’; dan pada waktu para penulis Injil mengabaikan gambaran tersebut, mereka menyimpang dari arti yang wajar / seharusnya. Tetapi pertama-tama perlu kita ingat, bahwa mazmur itu tidak boleh dibatasi pada Daud, seperti terbukti dari banyak bagian-bagiannya, dan khususnya dari kalimat dalam mana dituliskan, ‘Aku akan memproklamirkan namaMu di antara orang-orang non Yahudi’ (Maz 22:23), yang harus dijelaskan sebagai menunjuk kepada Kristus. Karena itu, kita tidak perlu heran, jika hal yang secara redup dibayangkan dalam diri Daud ditunjukkan dalam Kristus dengan kejelasan yang lebih tinggi, yang harus dimiliki oleh kebenaran, dibandingkan dengan penggambaran kiasannya] - hal 229-230.

 

Catatan: saya tidak mengerti mengapa Calvin menggunakan kata ‘Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi), dalam Maz 22:23 tersebut.

 

Maz 22:23 - “Aku akan memasyhurkan namaMu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah”.

 

KJV: ‘I will declare thy name unto my brethren: in the midst of the congregation will I praise thee’ (= Aku akan menyatakan namaMu kepada saudara-saudaraku: di tengah-tengah jemaat aku akan memuji Engkau).

 

William Hendriksen: “It is a very well-known fact that David endured much suffering for the sake of God’s kingdom. This however, does not necessarily mean that all the passages of this moving Psalm refer directly to what he had himself literally experienced, and only indirectly to the cross and its agonies. If the reference is throughout to David’s own suffering, one will have to conclude that full use was made of the figure of speech called hyperbole; see especially verses 12-18. A more reasonable view would seem to be this, that the woes that are described in these verses have reference directly to Christ, and were fulfilled in him alone, though in the life of David they were dimly foreshadowed” (= Merupakan suatu fakta yang terkenal bahwa Daud menahan banyak penderitaan demi kerajaan Allah. Tetapi ini tidak harus berarti bahwa semua text-text dari Mazmur yang mengharukan ini menunjuk secara langsung pada apa yang ia sendiri alami secara hurufiah, dan hanya secara tidak langsung menunjuk pada salib dan penderitaannya. Jika pernyataan itu seluruhnya menunjuk pada penderitaan Daud sendiri, kita harus menyimpulkan bahwa di sini digunakan secara penuh gaya bahasa hyperbola; lihat khususnya ay 13-19. Pandangan yang lebih masuk akal kelihatannya adalah ini: bahwa kesengsaraan yang digambarkan dalam ayat-ayat ini berhubungan langsung dengan Kristus, dan digenapi dalam Dia saja, sekalipun dalam kehidupan Daud hal itu dibayangkan / digambarkan secara redup) - hal 430.

 

Maz 22:12-18 - “Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku; mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum. Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.

 

John G. Mitchell: “These verses prove the inerrancy of Scripture. Some people tell me that the Bible is not worthy of our trust and belief, that our Lord as a Jew knew the Old Testament prophecies and tried to fulfill them. But did Jesus manipulate these Roman soldiers into buffeting Him, scourging Him, spitting in His face, beating and maligning Him, putting a crown of thorns on His head, and mocking Him? And now they sit by the cross and gamble over His garments, indifferent to the Jews around them. There they are, casting their dice for His garment. Who told them to gamble over His garments? Why should the prophet, a thousand years before this, write of this very fact, that in the hour of His being crucified, they should gamble over His garments? If you doubt the Word of God, its authority, its inspiration, its inerrancy, think of this. Approximately one thousand years before Christ it was written that they would gamble over His garments, and give Him vinegar to drink” (= Ayat-ayat ini membuktikan ketidak-bersalahan Kitab Suci. Beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa Alkitab tidak layak untuk kita percayai, dan bahwa Tuhan kita sebagai seorang Yahudi mengetahui nubuat-nubuat Perjanjian Lama dan berusaha untuk menggenapi nubuat-nubuat tersebut. Tetapi apakah Yesus mengontrol / mengatur tentara-tentara Romawi ini untuk memukuli Dia, menyesah Dia, meludahi mukaNya, memukul dan memfitnah Dia, memahkotai kepalaNya dengan mahkota duri, dan mengejekNya? Dan sekarang mereka duduk di dekat salib dan mengundi jubahNya, dengan sikap acuk tak acuh terhadap orang-orang Yahudi di sekitar mereka. Di sanalah mereka, membuang dadu untuk jubahNya. Siapa yang menyuruh mereka untuk mengundi jubahNya. Mengapa seorang nabi, seribu tahun sebelum peristiwa ini, menulis tentang fakta ini, bahwa pada saat Ia disalibkan, mereka membuang undi atas jubahNya? Jika engkau meragukan Firman Allah, otoritasnya, pengilhamannya, ketidak-bersalahannya, maka pikirkanlah hal ini. Sekitar seribu tahun sebelum Kristus dituliskan bahwa mereka akan membuang undi atas jubahNya, dan memberinya minum cuka / anggur asam) - hal 374.

 

William Hendriksen: “Dr. J. P. Free in his excellent book ‘Archaeology and Bible History,’ p. 284, calls attention to the fact that according to Canon Liddon there are three hundred thirty-two distinct prophesies in the Old Testament which have been literally fulfilled in Christ, and to the additional fact that the mathemathical probability of all these prophesies being fulfilled in one man is represented by the fraction: 1/84. 1097 (= Dr. J. P. Free dalam bukunya yang sangat bagus ‘Archaelogy dan Sejarah Alkitab’, hal 284, meminta perhatian pada fakta bahwa menurut Canon Liddon ada 332 nubuat-nubuat yang berbeda dalam Perjanjian Lama yang telah digenapi secara hurufiah dalam Kristus, dan pada fakta tambahan bahwa kemungkinan secara matematis dari penggenapan semua nubuat-nubuat ini dalam diri satu orang digambarkan oleh pecahan 1/84. 1097) - hal 430.

 

Semua nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat.

 

Manusia bisa meramal dengan:

 

a)   Ilmu pengetahuan. Misalnya: ramalan cuaca, ramalan akan terjadinya gerhana, ramalan dari dokter tentang umur seseorang (yang sudah sakit berat).

 

b)   Kuasa gelap. Ini macamnya banyak sekali, seperti penggunaan jailangkung, cucing, ramalan dengan melihat garis tangan (guamia), dsb.

 

Tetapi ramalan-ramalan itu pasti kadang-kadang meleset.

 

Tetapi semua nubuat / ramalan dalam Kitab Suci terjadi dengan tepat. Con-toh: Yes 7:14  Mikha 5:1  Yes 53:3-7,9  Maz 22:2,8,9,16,17,19  Mat 24:2 dll.

 

Memang dalam Kitab Suci ada nubuat / ramalan yang belum terjadi, seperti nubuat tentang kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Tetapi tidak ada satupun nubuat yang meleset.

 

Bandingkan 2 kelompok ayat di bawah ini:

 

1.   Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bisa menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:

 

·        Yes 41:26-27 - “Siapakah yang memberitahukannya dari mulanya, sehingga kami mengetahuinya, dan dari dahulu, sehingga kami mengatakan: ‘Benarlah dia?’ Sungguh, tidak ada orang yang memberitahukannya, tidak ada orang yang mengabarkannya, tidak ada orang yang mendengar sepatah katapun dari padamu. Sebagai yang pertama Aku memberitahukannya kepada Sion, dan Aku memberikan orang yang membawa kabar baik kepada Yerusalem”.

 

·        Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

 

·        Yes 43:12 - “Akulah yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan Akulah Allah”.

 

·        Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.

 

·        Yes 46:9-10 - “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.

 

·        Yes 48:5 - “maka Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya”.

 

2.   Ayat-ayat dimana Allah menantang dewa-dewa / allah-allah lain / berhala-berhala dan nabi-nabi palsu mereka untuk menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:

 

·        Yes 41:22-24 - “Biarlah mereka maju dan memberitahukan kepada kami apa yang akan terjadi! Nubuat yang dahulu, beritahukanlah apa artinya, supaya kami memperhatikannya, atau hal-hal yang akan datang, kabarkanlah kepada kami, supaya kami mengetahui kesudahannya! Beritahukanlah hal-hal yang akan datang kemudian, supaya kami mengetahui, bahwa kamu ini sungguh allah; bertindak sajalah, biar secara baik ataupun secara buruk, supaya kami bersama-sama tercengang melihatnya!”.

 

·        Yes 43:9 - “Biarlah berhimpun bersama-sama segala bangsa-bangsa, dan biarlah berkumpul suku-suku bangsa! Siapakah di antara mereka yang dapat memberitahukan hal-hal ini, yang dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu? Biarlah mereka membawa saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang mendengarnya dan berkata: ‘Benar demikian!’”.

 

·        Yes 44:7 - “Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepadaKu! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!”.

 

·        Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.

 

·        Yes 47:13-15 - “Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu! Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api; mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! Demikianlah faedahnya bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu; masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau”.

 

·        Yes 48:14 - “Berhimpunlah kamu sekalian dan dengarlah! Siapakah di antara mereka memberitahukan semuanya ini? Dia yang dikasihi TUHAN akan melaksanakan kehendak TUHAN terhadap Babel dan menunjukkan kekuatan tangan TUHAN kepada orang Kasdim”.

 

Jelas bahwa hanya Tuhan yang bisa menubuatkan masa depan, dewa / berhala / allah lain tidak ada yang bisa. Dan memang, Kitab Suci agama lain mana yang mempunyai nubuat-nubuat seperti dalam Kitab Suci kita? Nubuat-nubuat yang digenapi secara sempurna dalam Kitab Suci kita ini membuktikan bahwa Kitab Suci kita memang adalah Firman Allah.



-AMIN-

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com