Eksposisi Injil Yohanes

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


Yohanes 18:1-11

 

 

Ay 1: Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-muridNya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron. Di situ ada suatu taman dan Ia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-muridNya.

 

1)   Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-muridNya.

 

George Hutcheson mengatakan (hal 373) bahwa merupakan kewajiban dari pengikut-pengikut Kristus untuk tidak selalu mengharapkan hal-hal yang manis dalam kehidupan, seperti khotbah, mendengar Firman Tuhan, menyampaikan Firman Tuhan, doa, dan sebagainya. Mereka harus mengerti bahwa setelah adanya hal-hal tersebut, mereka mungkin dipanggil untuk menderita; setelah sinar matahari, mereka mungkin bertemu dengan badai yang gelap. Karena bagian Injil Yohanes ini menunjukkan bahwa ‘setelah Yesus mengatakan semuanya itu’ (khotbah / pengajaran, doa, dan pelaksanaan Perjamuan Kudus), ‘keluarlah Ia dari situ’ menuju percobaan / pengadilan.

 

2)   dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron.

 

William Barclay: “There a symbolic thing must have happened. All the Passover lambs were killed in the Temple, and the blood of the lambs was poured on the altar as an offering to God. The number of lambs slain for the Passover was immense. On one occasion, thirty years later than the time of Jesus, a census was taken and the number was 256.000. We may imagine what the Temple courts were like when the blood of all these lambs was dashed on to the altar. From the altar there was a channel down to the brook Kedron, and through that channel the blood of the Passover lambs drained away. When Jesus crossed the brook Kedron it would still be red with the blood of the lambs which had been sacrificed; and as he did so, the thought of his own sacrifice would surely be vivid in his mind” (= Di sana suatu hal simbolis pasti telah terjadi. Semua domba Paskah dibunuh di Bait Allah, dan darah dari domba-domba itu dicurahkan pada mezbah sebagai persembahan bagi Allah. Jumlah domba yang dibunuh untuk Paskah adalah sangat besar. Pada suatu peristiwa, 30 tahun setelah jaman Yesus, dilakukan suatu sensus / perhitungan dan jumlahnya adalah 256.000. Kita bisa membayangkan bagaimana kelihatannya halaman Bait Allah pada waktu darah dari semua domba itu disiramkan pada mezbah. Dari mezbah itu ada saluran yang menuju ke sungai Kidron, dan melalui saluran itu darah domba Paskah dialirkan. Pada waktu Yesus menyeberangi sungai Kidron, sungai itu tetap merah oleh darah dari domba-domba yang telah dikorbankan; dan pada waktu Ia menyeberangi sungai itu, pemikiran tentang pengorbananNya sendiri pasti sangat hidup dalam pikiranNya) - hal 221.

 

3)   Di situ ada suatu taman dan Ia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-muridNya.

 

a)   Mat 26:36 menyebutkan bahwa nama taman itu adalah Getsemani.

 

b)   Getsemani paralel dengan Eden?

 

Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang-orang yang beranggapan bahwa ada keparalelan antara taman Eden yang terhilang oleh dosa manusia, dengan taman Getsemani di mana Yesus sebagai Adam kedua bertemu dengan penguasa dunia ini, dan menanggung beban kesalahan / dosa manusia, dan mendapatkan kembali Firdaus yang dihilangkan oleh Adam.

 

Tetapi perlu diingat bahwa pemikulan dosa terjadi terutama di Golgota, bukan di Getsemani.

 

c)   Tentang Taman Getsemani ini Spurgeon mengatakan (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 90) bahwa:

 

·        ada orang-orang yang beranggapan bahwa ada pohon-pohon zaitun dari jaman Yesus yang masih bertahan sampai sekarang. Tetapi Spurgeon mengatakan bahwa hal itu hampir mustahil, karena Josephus mengatakan bahwa pada waktu Romawi menyerbu Yerusalem, maka semua pohon-pohon itu ditebangi, sebagian untuk dijadikan salib untuk menyalibkan orang-orang Yahudi, dan sebagian lagi dijadikan alat untuk menyerbu kota itu.

 

·        ada orang-orang kristen yang pergi ke sana dan melewatkan sebagian dari hari Sabatnya di sana, dengan tujuan untuk menikmati persekutuan dengan Kristus di sana.

 

Spurgeon mengecam orang-orang seperti ini dan mengatakan bahwa mereka harus mempelajari kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian”.

 

Saya berpendapat bahwa kecaman Spurgeon ini benar, dan kecaman ini juga berlaku untuk orang-orang kristen yang beranggapan bahwa keberadaan di Israel mempunyai nilai-nilai rohani tertentu, seperti meneguhkan iman, mengembalikan kasih semula, menyebabkan kita merasakan kehadiran Allah, memperbaharui pernikahan, dan sebagai-nya. Kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23 itu sebetulnya melarang kita untuk mempercayai adanya tempat suci dalam jaman Perjanjian Baru!

 

4)   Merupakan sesuatu yang aneh bahwa Yohanes tidak menceritakan pergumulan Yesus di taman Getsemani. Disamping itu, juga ada hal-hal lain yang tidak diceritakan oleh Yohanes, seperti:

 

a)   8 murid ditinggalkan, dan hanya 3 murid, yaitu Petrus, Yohanes dan Yakobus, yang ikut dengan Yesus, dan 3 murid inipun lalu ditinggalkan, dan Ia sendirian bergumul dalam doa.

 

b)   Tidurnya ketiga murid, padahal mereka disuruh berdoa.

 

c)   Ciuman Yudas Iskariot.

 

d)   Penyembuhan telinga dari hamba yang dibacok oleh Petrus. Ini hanya diceritakan oleh Lukas.

 

Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa Yohanes tidak menceritakan hal-hal itu, karena ia menganggap bahwa ketiga penulis Injil yang lain sudah menceritakan dengan cukup jelas. Ada juga yang beranggapan bahwa Yohanes tidak menceritakan hal-hal itu karena hal-hal itu tidak sesuai dengan penekanannya. Tetapi seorang penafsir dari Pulpit Commentary mempunyai pandangan yang unik tentang hal ini.

 

Pulpit Commentary: “There are depths and unique things in this Gospel which make it easily to be accounted for that some should reckon it the choicest of the Gospels. It has what the others have not; but when we compare the others with it, to look for their peculiar excellences, then we find how the others have what this Gospel lacks. One would have thought beforehand that John would have enlarged on the mysteries and sorrows of Gethsemane, but, strangely enough, he passes them over without a word. Here is one of the illustrations of how real a thing inspiration is, these Gospels being not written after the fashion of human books, though they came through human minds. If John had been asked why he omitted to enlarge on the Passion, he could hardly have told” (= Ada kedalaman dan hal-hal unik dalam Injil ini yang membuatnya dianggap sebagai Injil yang paling berharga. Injil ini mempunyai hal-hal yang tidak dimiliki oleh Injil-Injil yang lain; tetapi pada saat kita membandingkan Injil-Injil yang lain dengan Injil ini, untuk mencari keunggulan yang khas dari Injil-Injil yang lain itu, maka kita mendapatkan bahwa Injil-Injil yang lain itu mempunyai hal-hal yang tidak dimiliki oleh Injil ini. Seseorang akan menduga sebelumnya bahwa Yohanes akan membicarakan secara lebih lengkap tentang misteri dan kesedihan Getsemani, tetapi anehnya ia justru sama sekali tidak membicarakannya. Di sini ada suatu ilustrasi tentang betapa nyatanya pengilhaman itu, Injil-Injil ini tidak ditulis menurut cara / kebiasaan dari buku-buku manusia, sekalipun Injil-Injil itu datang melalui pikiran manusia. Seandainya Yohanes ditanya mengapa ia tidak membicarakan tentang saat-saat penderitaan Yesus sebelum penyaliban / sesudah Perjamuan terakhir, ia tidak akan bisa menjawab) - hal 412-413.

 

Jadi, pimpinan Roh Kuduslah yang membuat Yohanes tidak menceritakan hal-hal yang diceritakan oleh ketiga Injil yang lain.

 

Ay 2: Yudas, yang mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-muridNya.

 

1)   Yudas, yang mengkhianati Yesus.

 

John G. Mitchell: “Judas had accompanied the Saviour for over three years as one chosen for ministry by the Lord Himself. ... Is it possible for a person to live three years with the Saviour, and then, because of a few shekels, betray the holy Son of God? Is it possible that a person can go to church and hear the truth of the Word of God and see the Son of God exalted week by week, but eventually be lost? My friend, it is very possible to start in the beginner’s department and go through the whole Sunday School, and live your life in the midst of the things of God, and yet not know Him. Judas never knew the Son of God in a vital relationship” (= Yudas telah menyertai sang Juruselamat selama lebih dari 3 tahun sebagai seorang yang dipilih untuk pelayanan oleh Tuhan sendiri. ... Apakah mungkin bagi seseorang untuk hidup selama 3 tahun dengan sang Juruselamat, dan lalu, karena beberapa syikal, mengkhianati Anak Allah yang kudus? Apakah mungkin bahwa seseorang bisa pergi ke gereja dan mendengar kebenaran Firman Allah dan melihat Anak Allah ditinggikan dari minggu ke minggu, tetapi akhirnya terhilang? Temanku, adalah sangat memungkinkan untuk mulai dalam departemen pemula dan melalui seluruh Sekolah Minggu, dan hidup di tengah-tengah perkara-perkara Allah, tetapi tidak mengenal Dia. Yudas tidak pernah mengenal Anak Allah dalam suatu hubungan yang hidup) - hal 352.

 

George Hutcheson: “Christ may be persecuted by men who have been very eminent in his service, even by one of his twelve apostles, as Judas was, and by them who in their office were types of himself, such as the chief priests were. And this should prevent our stumbling at the defection of such” (= Kristus bisa dianiaya oleh orang-orang yang sangat menonjol / terkenal dalam pelayanan, bahkan oleh salah satu dari 12 rasul, seperti Yudas, dan oleh mereka yang dalam jabatannya adalah type dari Kristus sendiri, seperti imam-imam kepala. Dan ini harus menjaga supaya kita tidak tersandung pada kesalahan dari orang-orang seperti itu) - hal 373.

 

George Hutcheson: “and by this all are warned that were they never so eminent, or had stood never so long, yet they ought to take heed of an entertained idol lest that draw them in the snare, as these priests were by their credit, and Judas by his love to the world” (= dan oleh ini semua orang diperingatkan bahwa betapapun menonjolnya / terkenalnya mereka, atau betapapun lamanya mereka berdiri, mereka tetap harus berhati-hati terhadap berhala yang menyenangkan supaya jangan hal itu membawa mereka kepada jerat, seperti imam-imam ini jatuh oleh kebanggaan mereka, dan Yudas oleh cintanya kepada dunia) - hal 373.

 

John Henry Jowett: “Our Master was betrayed by a disciple, ‘one of the twelve.’ The blow came from one of ‘His own household.’ ... The devil would rather gain one belonging to the inner circle than a thousand who stand confessed as the friends of the world” (= Tuan kita dikhianati oleh seorang murid, ‘seorang dari 12 murid’. Pukulan datang dari salah seorang dari ‘rumah tangganya sendiri’. ... Setan lebih senang mendapatkan satu orang dari lingkaran dalam dari pada 1000 orang yang mengaku sebagai sahabat dari dunia) - ‘Spring of the Living Water’, March 23.

 

Penerapan:

 

Karena itu kalau saudara sudah adalah orang kristen, lebih-lebih orang kristen yang aktif dalam gereja, saudara harus lebih waspada. Setan jauh lebih senang menjatuhkan saudara dari pada menjatuhkan 1000 orang dunia! Apakah saudara waspada dalam menjaga diri saudara, misalnya dalam saat teduh / kehidupan doa, dalam belajar firman Tuhan, dalam pengudusan, dsb?

 

Yudas mengkhianati Yesus demi uang (Mat 26:14-16).

 

John Henry Jowett: “And this ‘dark betrayal’ was for money! The Lord of Glory was bartered for thirty pieces of silver! And the difference between Judas and many men is that they often sell their Lord for less! From the power of Mammon, and from the blindness which falls upon his victims, good Lord, deliver me!” (= Dan ‘pengkhianatan gelap’ ini adalah demi uang! Tuhan Kemuliaan ditukar dengan 30 keping perak! Dan perbedaan antara Yudas dan banyak orang adalah bahwa mereka sering menjual Tuhan mereka dengan harga kurang dari itu / harga yang lebih murah! Tuhan yang baik, selamatkanlah / lepaskanlah aku dari kuasa Mammon / dewa uang, dan dari kebutaan yang menimpa korban-korbannya) - ‘Spring of the Living Water’, March 23.

 

Penerapan:

 

 

 

2)   Yudas, ... tahu juga tempat itu.

 

a)   Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus pergi ke tempat itu bukan untuk bersembunyi.

 

Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang yang bernama Celsus yang mengatakan bahwa Yesus pergi ke taman itu untuk bersembunyi. Tetapi rasul Yohanes mengatakan bahwa Yudas Iskariot juga tahu tentang tempat itu, dan karena itu, kalau Yesus memang mau melarikan diri, maka Ia tidak mungkin pergi ke tempat yang diketahui Yudas ini. Jadi, jelas bahwa Yesus pergi ke situ bukan untuk melarikan diri, tetapi sebaliknya, supaya Ia ditangkap.

 

b)   Yudas Iskariot, yang akrab dengan Kristus, menjadi pengkhianat.

 

C. H. Spurgeon: “It does seem, to me, very dreadful that familiarity with Christ should have qualified this man to become a traitor; and it is still true that, sometimes, familiarity with religion may qualify men to become apostates” (= Bagi saya kelihatannya sangat menakutkan bahwa keakraban dengan Kristus menyebabkan orang ini memenuhi syarat untuk menjadi seorang pengkhianat; dan tetap merupakan sesuatu yang benar bahwa kadang-kadang keakraban dengan agama menyebabkan orang memenuhi syarat untuk menjadi orang yang murtad) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 97.

 

Spurgeon lalu memberikan contoh:

 

·        saudara taku banyak hal tentang pendeta / hamba Tuhan dan orang-orang kristen yang lain, dan saudara lalu menceritakan kejelekan-kejelekan mereka di mana-mana.

 

·        saudara tahu tentang doktrin tentang kasih karunia, dan saudara lalu memutar-balikkannya sehingga menjadi sesuatu yang menggelikan dan sesat.

 

3)   karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-muridNya.

 

Bandingkan dengan:

 

 

 

Barnes’ Notes: “For what purpose he went there is not declared, but it is probable for the purpose of retirement and prayer. He had no home in the city, and he sought this place away from the bustle and confusion of the capital, for private communion with God. Every Christian should have some place - be it a grove, a room, or a garden - where he may be alone, and offer his devotions to God” (= Apa tujuannya Ia pergi ke sana tidak dinyatakan, tetapi mungkin tujuannya adalah untuk menyendiri dan berdoa. Ia tidak mempunyai rumah di kota, dan Ia mencari tempat ini yang jauh dari kesibukan dan kekacauan dari ibu kota, untuk suatu persekutuan pribadi dengan Allah. Setiap orang kristen harus mempunyai suatu tempat, apakah itu suatu hutan kecil, suatu kamar, atau suatu taman, di mana ia bisa sendirian, dan mempersembahkan baktinya kepada Allah) - hal 348-349.

 

Penerapan:

 

Apakah saudara mempunyai tempat khusus dimana saudara bisa berdoa dengan tenang tanpa gangguan?

 

Ay 3: Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata.

 

1)   Maka datanglah Yudas juga ke situ.

 

George Hutcheson: “Wicked apostates and persecutors are not asleep in their design and actings, but are very vigilant and active when, it may be, Christ’s followers are asleep and careless; for in the dark night Judas cometh with his crew, and that at the time when Christ could not get his disciples kept awake, as it is recorded, Matt. 26:45-47” (= Orang-orang murtad dan penganiaya-penganiaya yang jahat tidak tidur dalam perencanaan dan tindakan mereka, tetapi sangat waspada dan aktif, pada saat para pengikut Kristus tidur dan ceroboh; karena pada malam yang gelap itu Yudas datang dengan regunya, dan pada saat itu Kristus tidak bisa membujuk murid-muridNya untuk tetap terjaga, sebagaimana hal itu dicatat, Mat 26:45-47) - hal 373-374.

 

Penerapan:

 

Hal ini perlu saudara renungkan pada saat saudara sedang malas pelayanan, mementingkan kesenangan / hobby lebih dari pelayanan, membuang doa karena sudah mengantuk, dan sebagainya. Kalau orang-orang jahat dan sesat lebih aktif, rajin, dan bersemangat dari pada kita, yang mengaku sebagai orang-orang yang benar, maka bagaimana kita bisa berharap bahwa kebenaran akan tersebar dan menang?

 

2)   dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi.

 

a)   Tentang ‘penjaga-penjaga Bait Allah’, bandingkan dengan Yoh 7:32,45.

 

b)   ‘Sepasukan prajurit’ menunjuk kepada tentara Romawi.

 

Kata ‘pasukan’ dalam bahasa Yunani adalah SPEIRA.

 

1.   William Barclay berkata ini bisa mempunyai 3 kemungkinan arti:

 

·        Ini menunjuk kepada ‘a Roman cohort’ (= suatu satuan tentara Romawi, yang terdiri dari 1/10 legion), dan 1 cohort terdiri dari 600 orang.

 

·        Ini menunjuk kepada ‘a cohort of auxilliary soldiers’ (= satu cohort tentara pembantu), yang terdiri dari 1000 orang, yaitu 240 pasukan berkuda dan 760 pasukan berjalan kaki.

 

·        Kadang-kadang (agak jarang), ini menunjuk kepada ‘the detachment of men called a maniple which was made up of two hundred men’ [= suatu satuan pasukan khusus yang disebut maniple (= 1/3 cohort) yang terdiri dari 200 orang] - hal 222.

 

Kalaupun diambil yang terkecil, itu berarti mereka datang dengan 200 orang! Ini jumlah yang luar biasa untuk menangkap 1 orang!

 

2.   Clarke mengatakan bahwa 1 SPEIRA = 1/40 legion, sedangkan 1 legion tidak tentu jumlahnya, sehingga tak bisa diketahui berapa jumlah orang dalam 1 SPEIRA.

 

3.   Pulpit Commentary (hal 380) mengatakan bahwa satu SPEIRA terdiri dari sekitar 200 orang atau sama dengan 1/3 cohort. Sedangkan 1 cohort sama dengan 1/6 legion.

 

Sekalipun tidak bisa dipastikan jumlah tentara yang ikut, dan sekalipun jelas jumlahnya cukup banyak, tetapi yang pasti tentara yang ikut hanyalah sepersekian dari 1 legion.

 

Sekarang mari kita bandingkan dengan kata-kata Yesus dalam Mat 26:53 - “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”. Kata ‘pasukan’ di sini menggunakan kata LEGION!

 

Pulpit Commentary: “a legion of angel for each one of the little group” (= satu legion malaikat untuk setiap orang dari grup kecil itu) - hal 380.

 

Itulah perbandingan kekuatan antara ‘musuh’ dan ‘kawan’ bagi orang kristen.

 

Bandingkan dengan:

 

¨      2Raja 6:15-17 - “Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: ‘Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?’ Jawabnya: ‘Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.’ Lalu berdoalah Elisa: ‘Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.’ Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa”.

 

¨      Maz 34:8 - “Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka”.

 

Padahal 1 malaikat dapat dengan mudah membunuh 185.000 tentara dalam satu malam (2Raja 19:35).

Karena itu dalam menghadapi banyak musuh, kita tidak perlu takut. Kalau Tuhan mau melindungi, Ia dengan mudah bisa melakukannya. Memang Tuhan tidak selalu mau menolong / melindungi, tetapi kalau Tuhan tidak mau menolong / melindungi kita, maka Ia pasti mempunyai rencana, dan itu pasti baik bagi kita.

 

c)   Yudas Iskariot dari kelompok Kristen yang murtad, tentara dari Romawi, dan para penjaga Bait Allah, dari kelompok Yudaisme, sebetulnya bertentangan satu sama lain. Tetapi semua bisa bersatu menghadapi Kristus dan Kristen yang benar.

 

Ini seharusnya memotivasi kita untuk lebih bersatu, karena kalau tidak, kita tidak akan bisa menghadapi dunia!

 

3)   lengkap dengan lentera, suluh dan senjata.

 

Tentara itu membawa lentera dan suluh, padahal Barclay (hal 223), dan juga penafsir-penafsir yang lain, berkata bahwa Paskah adalah masa bulan purnama sehingga sangat terang. Mereka tidak membutuhkan lentera dan suluh untuk mencari jalan, tetapi mereka mengira bahwa Yesus akan bersembunyi di pohon-pohon / semak-semak dsb, sehingga mereka membawa lentera dan suluh.

 

Mereka juga membawa senjata, mungkin karena mereka menduga bahwa murid-murid Yesus akan mengadakan perlawanan.

 

Ay 4: Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’.

 

1)   Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya.

 

Pulpit Commentary: “he foresaw all the events of the Passion as occurring, not through the mere malice of men, but by the foreordination of God” (= Ia melihat lebih dulu semua peristiwa penderitaanNya sebagai terjadi bukan semata-mata melalui kejahatan manusia, tetapi oleh penentuan lebih dulu dari Allah) - hal 399.

 

2)   maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’.

 

Leon Morris (NICNT): “As in the other Gospel it is the events surrounding the crucifixion and the resurrection that form the climax of the whole book. John has his own way of handling these events, a way which stresses the divine overruling. Thus his account of the arrest stresses Jesus’ complete mastery of the situation, and there are touches like the ‘It is finished’ of the dying Saviour which indicate plainly that the outcome was completely in God’s control. Here supremely we see the purpose of God worked out, and here supremely is the glory of Jesus displayed” (= Seperti dalam Injil yang lain, kejadian-kejadian di sekitar penyaliban dan kebangkitanlah yang membentuk klimax dari seluruh kitab. Yohanes mempunyai caranya sendiri untuk menangani kejadian-kejadian ini, suatu cara yang menekankan pemerintahan / penguasaan ilahi. Demikianlah ceritanya tentang penangkapan Yesus menekankan penguasaan sepenuhnya dari Yesus terhadap situasi, dan kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Juruselamat yang hampir mati menunjukkan secara jelas bahwa hasilnya sepenuhnya ada dalam kontrol Allah. Di sini kita melihat dengan paling jelas pelaksanaan rencana Allah, dan di sini kemuliaan Yesus ditunjukkan secara paling jelas) - hal 739.

 

Ay 5: Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.

 

1)   Ciuman Yudas.

 

a)   Ternyata ciuman Yudas, yang direncanakan untuk menunjukkan Yesus kepada para tentara Romawi, tidak dibutuhkan.

 

Pulpit Commentary: “Judas’s kiss was unnecessary; Jesus introduced himself” (= Ciuman Yudas tidak diperlukan; Yesus memperkenalkan dirinya sendiri) - hal 412.

 

b)   Ciuman Yudas memang tetap dilakukan, tetapi Yohanes tidak mencatatnya, dan kita tidak tahu persis, di titik mana dalam cerita ini, hal itu terjadi. Mungkin setelah kata-kata ‘Akulah Dia’ dalam ay 5 ini.

 

c)   Komentar tentang pengkhianatan dan ciuman Yudas.

 

John Henry Jowett: “our Master was betrayed in the garden of prayer. In the most hallowed place the betrayer gave the most unholy kiss. He brought his defilement into the most awe-inspiring sanctuary the world has ever known. And so may it be with me. I can kindle the unclean fire in the church. I can stab my Lord when I am on my knees. While I am in apparent devotion I can be in league with the powers of darkness” (= Tuan kita dikhianati di taman doa. Di tempat yang paling kudus si pengkhianat memberikan ciuman yang paling tidak kudus. Ia membawa pengotoran / pencemaran ke dalam tempat kudus yang paling membangkitkan rasa hormat yang dikenal oleh dunia. Dan hal yang sama bisa terjadi dengan saya. Saya bisa menyalakan api yang najis dalam gereja. Saya bisa menikam Tuhan saya pada waktu saya sedang berlutut / berdoa. Pada waktu kelihatannya saya sedang beribadah saya bisa sedang bersekutu dengan kuasa kegelapan) - ‘Spring of the Living Water’, March 23.

 

2)   Jawaban Yesus ‘Akulah Dia’ ini, lagi-lagi menunjukkan pengontrolan situasi oleh Yesus; Ia bukan ditangkap, tetapi sengaja menyerahkan diri.

 

Leon Morris (NICNT): “John omits any reference to the kiss of Judas (Matt. 26:49; Mark 14:45; Luke 22:47), which would have taken place at this juncture. He is not concerned to tell us everything that happened, but rather to show Jesus’ complete control of the situation. The Lord knows all the things that are coming upon Him, and in the light of this knowledge goes out to meet the soldiers. He is not ‘arrested’ at all. He has the initiative and He gives Himself up. First He asks whom they are seeking. When they say, ‘Jesus of Nazareth’, He replies, ‘I am’, which may well mean ‘I am Jesus of Nazareth’. But the answer is in the style of deity (see on 8:58). This must have been a most unexpected move on His part. The soldiers had come out secretly to arrest a fleeing peasant. In the gloom they find themselves confronted by a commanding figure, who so far from running away comes out to meet them and speaks to them in the very language of deity” [= Yohanes menghapus ciuman Yudas (Mat 26:49; Mark 14:45; Luk 22:47), yang seharusnya terjadi waktu ini. Ia tidak berminat untuk menceritakan kepada kita segala sesuatu yang terjadi, tetapi menunjukkan pengontrolan Yesus sepenuhnya atas situasi itu. Tuhan tahu segala sesuatu yang mendatangiNya, dan dalam terang pengetahuan ini Ia keluar untuk menemui tentara-tentara itu. Ia sama sekali tidak ‘ditangkap’. Ia yang melakukan inisiatif dan Ia menyerahkan diriNya sendiri. Pertama-tama Ia bertanya siapa yang sedang mereka cari. Ketika mereka berkata: ‘Yesus dari Nazaret’, Ia menjawab: ‘Akulah Dia / Aku adalah’, yang bisa berarti ‘Aku adalah Yesus dari Nazaret’. Tetapi jawaban ini ada dalam gaya ilahi (lihat tentang 8:58). Ini pasti merupakan gerakan yang paling tidak terduga dari Dia. Tentara-tentara datang secara diam-diam untuk menangkap orang rendahan yang lari. Dalam kegelapan mereka menemukan diri mereka sendiri dihadapkan pada seseorang yang memerintah, yang bukannya melarikan diri tetapi datang menemui mereka dan berbicara kepada mereka dalam bahasa ilahi] - hal 743.

 

Catatan: tentang ‘bahasa ilahi’ lihat penjelasan di bawah.

 

3)   ‘Akulah Dia’.

 

Perlu diketahui bahwa kata-kata yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ (KJV/RSV/ NIV/NASB: ‘I am he’), dalam bahasa Yunani adalah EGO EIMI [= I am (= Aku adalah)]. Ini disebut sebagai ‘bahasa ilahi’ karena dihubungkan dengan kata-kata ‘Aku adalah Aku’ dalam Kel 3:14a, dan ‘Akulah Aku’ [NIV: ‘I AM’ (= Aku adalah)] dalam Kel 3:14b.

 

Tasker (Tyndale): “The Greek EGO EIMI rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar with the Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of God (see Ex. 3:14)” [= Kata Yunani EGO EIMI yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tak langsung menunjukkan keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani, karena itu merupakan terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus dari Allah (lihat Kel 3:14)] - hal 196.

 

Saya berpendapat bahwa para tentara itu, yang adalah tentara Romawi, memang tidak mungkin mengerti ‘bahasa ilahi’ itu, karena mereka tidak pernah mengetahui Perjanjian Lama, tetapi mereka pasti bisa merasakan kewibawaan dari Yesus.

 

Ay 6: Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah.

 

1)   Ini mujijat atau bukan?

 

Saya heran bahwa ada banyak penafsir yang tidak bisa memastikan apakah jatuhnya para prajurit ini suatu mujijat atau bukan.

 

Leon Morris mengatakan (hal 734-744) bahwa:

 

 

 

Albert Barnes (hal 349) bahkan yakin bahwa:

 

¨      jatuhnya mereka bukan karena mujijat, karena tidak ada buktinya.

 

¨      kalau ini dianggap sebagai mujijat, maka itu akan mengurangi keagungan dari suasana / adegan tersebut.

 

Tanggapan saya terhadap kata-kata Barnes ini:

 

*        bukti apa yang ia inginkan? Pada waktu terjadi suatu mujijat, Kitab Suci seringkali hanya menceritakan kejadiannya, tetapi tidak menyebutkan secara explicit bahwa itu adalah mujijat. Misalnya: Mat 4:23-24  Mat 8:14-17 dan sebagainya.

 

*        apa sebabnya kalau ini adalah mujijat, maka itu akan mengurangi keagungan dari suasana / adegan tersebut?

 

Saya sendiri yakin bahwa itu adalah suatu mujijat.

 

2)   Sekalipun saya percaya bahwa mereka jatuh karena mujijat / demonstrasi kuasa Tuhan, tetapi saya menentang menggunaan text ini sebagai dasar dari praktek ‘nggeblak’ dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik! Mengapa?

 

a)   Karena orang-orang ini adalah orang kafir; dan ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ yang katanya terjadi pada diri anak-anak Tuhan.

 

b)   Karena ayat ini tidak berhubungan dengan penerimaan Roh Kudus ataupun kepenuhan Roh Kudus; dan ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ jaman ini yang katanya berhubungan dengan penerimaan / kepenuhan Roh Kudus.

 

c)   Karena tidak dikatakan bahwa mereka pingsan / kehilangan kesadaran mereka, tetapi hanya ‘jatuh ke tanah’! Juga kelihatannya mereka langsung bangun lagi. Ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ dimana orangnya bisa pingsan / kehilangan kesadaran untuk waktu yang cukup lama.

 

3)   Ini menunjukkan betapa tak berdayanya para musuh Yesus terhadapNya seandainya Ia mau melawan, sekaligus menunjukkan kerelaanNya / persetujuanNya untuk ditangkap dan dibunuh.

 

Pulpit Commentary: “In some royal emphasis of tone he said, ‘I am (he),’ and the same kind of effect followed as on various occasions had proved how powerless, without his permission, the machinations of his foes really were” [= Dengan penekanan nada yang megah Ia berkata: ‘Aku adalah (Dia)’, dan jenis akibat yang sama terjadi seperti pada bermacam-macam peristiwa telah terbukti betapa tak berdayanya, tanpa ijinNya, persekongkolan dari musuh-musuhNya] - hal 381.

 

Clarke mengatakan (hal 642) bahwa Yesus menunjukkan kuasaNya, supaya mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa menangkapNya seandainya Ia memutuskan untuk melawan.

 

George Hutcheson: “before he is taken, he causeth them to go backward and fall to the ground, to testify that they could not have taken him unless he had consented to it” (= sebelum Ia ditangkap / dibawa, Ia menyebabkan mereka mundur dan jatuh ke tanah, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menangkapNya kecuali Ia menyetujuinya) - hal 375.

 

C. H. Spurgeon: “One word threw them to the ground; another word would have hurled them into the arms of death; but our Saviour would not speak the word which might have saved himself, for he came to save others, not himself” (= Satu kata melemparkan mereka ke tanah; satu kata yang lain akan melemparkan mereka ke dalam lengan / pelukan dari maut; tetapi Juruselamat kita tidak mau mengucapkan kata yang bisa menyelamatkan diriNya sendiri, karena Ia datang untuk menyelamatkan orang lain, bukan diriNya sendiri) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 156.

 

C. H. Spurgeon: “Here was a display in some measure of Christ’s divine power. These men would have fallen into the grave, and into hell itself, if Jesus had put forth the full force of his strength. He only spake a word, and down they fell; they had no power whatever against him. Beloved, take comfort from this miracle. When the enemies and foes of Christ come against him, he can easily overthrow them. ... Wherefore, take heart, and be not dismayed even in the darkest hour” (= Di sini ada suatu pertunjukan / demonstrasi dari sebagian dari kuasa ilahi Kristus. Orang-orang ini akan terjatuh ke dalam kubur, dan ke dalam neraka, seandainya Yesus mengeluarkan seluruh kekuatan tenagaNya. Ia hanya mengatakan satu kata dan mereka jatuh ke tanah; mereka tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Dia. Saudara yang kekasih, dapatkanlah penghiburan dari mujijat ini. Pada waktu musuh-musuh Kristus datang menentangNya, Ia bisa dengan mudah merobohkan mereka. ... Karena itu, kuatkanlah hatimu, dan jangan cemas / takut / kecil hati bahkan pada saat yang paling gelap) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 163.

 

4)   Kalau pada masa perendahanNya Ia berkata ‘Aku adalah (Dia)’, dan para musuhNya itu jatuh ke tanah, apa yang akan terjadi dengan mereka pada saat Ia datang kembali dengan segala kemuliaanNya?

 

Calvin: “We may infer from this how dreadful and alarming to the wicked the voice of Christ will be, when he shall ascend his throne to judge the world. At that time he stood as a lamb ready to be sacrificed; his majesty, so far as outward appearance was concerned, was utterly gone; and yet when he utters but a single word, his armed and courageous enemies fall down. And what was the word? He thunders no fearful excommunication against them, but only replies, It is I. What then will be the result, when he shall come, not to be judged by a man, but to be the Judge of the living and the dead; not in that mean and despicable appearance, but shining in heavenly glory, and accompanied by his angels?” (= Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan betapa mengerikan dan menakutkan bagi orang jahat suara Kristus nanti, pada waktu Ia naik ke atas tahta untuk menghakimi dunia. Pada saat itu (pada saat Ia ditangkap) Ia berdiri sebagai Domba yang siap untuk dikorbankan, dan keagunganNya, sejauh kita melihatnya secara lahiriah / dari luar, sama sekali hilang. Sekalipun demikian, pada saat Ia mengucapkan sepatah kata, musuh-musuhNya yang bersenjata dan berani itu jatuh ke tanah. Dan apa kata yang Ia ucapkan? Ia tidak mengguntur dengan suatu pengucilan yang menakutkan terhadap mereka, tetapi hanya menjawab: ‘Akulah Dia’. Apa yang akan terjadi, pada saat Ia datang nanti, bukan untuk dihakimi oleh manusia, tetapi untuk menjadi Hakim bagi orang yang hidup dan orang yang mati; bukan dalam penampilan yang buruk dan hina, tetapi bersinar dalam kemuliaan surgawi, dan diiringi malaikat-malaikatNya?) - hal 192.

 

Bandingkan dengan:

 

 

 

C. H. Spurgeon: “When in His humiliation he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell backward; what will be the terror of His enemies when He shall more fully reveal Himself as the ‘I am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia hanya berkata kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke belakang; bagaimana ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan diriNya sendiri secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’, October 15, morning.

 

George Hutcheson: “The word of Christ, how contemptible soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with divine power, and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And if his lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as a lion? and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples, John 6:20, be their terror, how terrible will it be when he speaks to them as they deserve?” (= Perkataan Kristus, betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan keagungan, dan disertai dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya, pada waktu Ia berkenan mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu mengerikan, bagaimana menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai seekor singa? dan jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur murid-muridNya, Yoh 6:20, menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan kata-kataNya pada waktu Ia berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?) - hal 375.

 

Catatan: ia menggambarkan Yesus sebagai ‘singa’ karena Wah 5:5 menyebut Yesus sebagai ‘singa Yehuda’.

 

Ay 7-8: “(7) Maka Ia bertanya pula: ‘Siapakah yang kamu cari?’ Kata mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ (8) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.’.

 

1)   Kelihatannya mereka langsung bangun dari kejatuhan mereka, tetapi mereka tidak bertobat.

 

Matthew Poole: “They fell down, but they rose up again, and go on in their wicked purpose. This is the genius of all sinners; they may be under some conviction and terrors, but they get out of them, if God doth not concur by his Spirit, and sanctify them as means to make a thorough change in their hearts” (= Mereka jatuh, tetapi mereka bangun lagi, dan melanjutkan tujuan jahat mereka. Ini adalah keluar-biasaan dari semua orang berdosa; mereka bisa merasakan keyakinan dan rasa takut tertentu, tetapi mereka keluar dari hal-hal itu, jika Allah tidak membarengi dengan RohNya, dan menguduskan mereka sebagai cara untuk membuat perubahan menyeluruh dalam hati mereka) - hal 372.

 

Memang, sekedar suatu mujijat / penglihatan yang menakutkan, tidak akan mempertobatkan seseorang, kecuali Allah membarenginya dengan bekerja di dalam diri orang itu dan mempertobatkannya. Bandingkan dengan Firaun dalam kitab Keluaran, yang mengalami banyak mujijat dan hal-hal yang menakutkan, tetapi tetap tidak bertobat.

 

2)   Kalau dalam ay 5 mereka berkata ‘Yesus dari Nazaret’, dan bukannya berkata ‘Engkau’, itu mungkin disebabkan karena mereka tidak tahu yang mana adalah Yesus, yang harus mereka tangkap. Tetapi kalau setelah Yesus menyatakan diriNya dalam ay 6, dan dalam ay 7 ini mereka mengucapkan hal yang sama, dan bukannya berkata ‘Engkau!’, itu jelas menunjukkan bahwa mereka takut.

 

3)   Mengapa Yesus mengulang sampai 2 x?

 

Kristus mengucapkan ay 7-8 ini supaya hanya Ia yang ditangkap dan semua muridNya bebas (ay 8b: ‘Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi’). Ini ditujukan untuk melindungi domba-dombaNya (ay 9).

 

Selama 3 ˝ tahun Yesus menjaga mereka, dan sekarang, pada saat mau matipun Ia tetap memikirkan mereka dan menjaga mereka (bdk. Yoh 13:1). Ini perlu ditiru oleh para hamba Tuhan dan guru-guru Sekolah Minggu.

 

Leon Morris (NICNT): “The Good Shepherd takes thought for His sheep at the very hour in which He goes forth to arrest, trial and death. It may be that this is behind His request for them to repeat that it is ‘Jesus of Nazareth’ for whom they are looking. Out of their own mouth, in a twice-repeated statement, He leads them to declare in effect that their business is not with the disciples (= Gembala yang baik memikirkan domba-dombaNya pada saat Ia menuju pada penangkapan, pengadilan dan kematian. Mungkin hal ini ada di belakang permintaanNya bagi mereka untuk mengulang bahwa adalah ‘Yesus dari Nazaret’ yang sedang mereka cari. Dari mulut mereka sendiri, dalam pernyataan yang diulang dua kali, Ia sebenarnya mengarahkan mereka untuk menyatakan bahwa urusan mereka bukanlah dengan murid-murid) - hal 744.

 

Pulpit Commentary: “He thus compels them to limit their design, and to single himself out for the malice and devilish plot of their masters” (= Dengan demikian Ia memaksa mereka untuk membatasi tujuan / rencana mereka, dan mengkhususkan diriNya sendiri untuk kejahatan dan rencana jahat dari para tuan mereka) - hal 382.

 

Penerapan:

 

Kita harus meniru Kristus dalam persoalan ini, yaitu dalam penderitaan apapun tetap memikirkan orang lain!

 

4)   Kata-kata dalam ay 8 itu lebih merupakan suatu perintah / kata-kata yang berotoritas dari pada kata-kata yang bersifat memohon. Dan apa yang terjadi sebelumnya, yaitu jatuhnya mereka ke tanah, menyebabkan mereka tidak akan berani menentang kata-kata Yesus dalam ay 8 ini.

 

5)   C. H. Spurgeon mengatakan bahwa ada hikmat dalam kata-kata ‘biarkanlah mereka ini pergi’ ini, karena mereka belum siap untuk mengalami penderitaan seperti itu. Dan seandainya mereka sudah siap untuk menderita, tetap pada saat itu Yesus tidak akan mengijinkan mereka untuk menderita dan mati bersamaNya, karena kalau demikian, orang mungkin akan mengira bahwa penebusan dosa manusia dilakukan oleh Yesus dan murid-muridNya. Supaya tidak ada yang beranggapan bahwa Ia mempunyai penolong dalam penebusan dosa manusia itu, maka Kristus tidak membiarkan siapapun mati bersamaNya kecuali 2 orang perampok / pencuri (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 157).

 

6)   Mengapa Yesus hanya mengulang 2 x dan bukannya 3 x, seperti dalam Yoh 21:15-17?

 

Thomas Whitelaw: “Bengel thinks that if Christ had repeated His declaration a third time they would not have taken Him” (= Bengel beranggapan bahwa seandainya Kristus mengulangi pernyataanNya untuk ketigakalinya mereka tidak akan menangkap Dia) - hal 371.

 

Sekalipun ini hanya dugaan, tetapi itu memang memungkinkan. Kata-kata yang berwibawa, dan kejatuhan mereka, sudah membuat mereka sangat takut. Kalau diulang untuk ketigakalinya, mungkin akan membuat mereka menjadi terlalu takut untuk menangkap Yesus.

 

7)   C. H. Spurgeon mengatakan bahwa kata-kata Yesus dalam ay 8 ini menggambarkan apa yang Ia katakan kepada ‘Keadilan’. Di hadapan takhta Allah, ‘Keadilan’ menghunus pedangnya dan mencari orang-orang berdosa, dan melemparkan mereka ke neraka. Pada waktu ‘Keadilan’ itu bertemu dengan orang-orang pilihan, ia berkata: ‘Ini adalah orang-orang berdosa, aku akan menikam mereka dengan pedangku, mereka harus binasa’. Tetapi pada saat itu Yesus lalu maju dan berkata: ‘Mereka bukan orang-orang berdosa, dahulu mereka adalah orang-orang berdosa, tetapi sekarang mereka adalah orang-orang benar, yang memakai jubah kebenaranKu. Jika engkau mencari orang berdosa, ini Aku’. Tetapi ‘Keadilan’ berkata: ‘Apa? Apakah Engkau adalah orang berdosa?’. Yesus menjawab: ‘Tidak, Aku bukan orang berdosa, tetapi Aku adalah pengganti dari orang berdosa. Semua kesalahan orang-orang itu diperhitungkan kepadaKu, dan semua kebenaranKu diperhitungkan kepada mereka. Aku, sang Juruselamat, adalah pengganti mereka, ambillah Aku’. Dan ‘Keadilan’ menerima penggantian tersebut, ia mengambil sang Juruselamat, dan menyalibkanNya pada kayu salib (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 159).

 

Ay 9: Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’.

 

1)   Jadi jelas bahwa tujuan dari semua ini adalah keselamatan dari para murid, atau, supaya para murid tidak binasa / kehilangan keselamatan mereka.

 

Apa yang Yesus lakukan ini menunjukkan bahwa keadaan kritis apapun tidak bisa menghancurkan keselamatan kita! Bdk. Ro 8:35,38-39 - “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? ... Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.

 

Calvin: “Whenever, therefore, either wicked men or devils make an attack upon us, let us not doubt that this good Shepherd is ready to aid us in the same manner” (= Karena itu, kapanpun orang jahat atau setan menyerang kita, janganlah kita meragukan bahwa Gembala yang baik ini siap menolong kita dengan cara yang sama) - hal 193.

 

John G. Mitchell: “Observe the Lord’s concern for His own here. My Christian friend, weak though you may be, remember you are always the object of His care, of His love, of His devotion” (= Perhatikan perhatian Tuhan untuk milikNya di sini. Teman Kristenku, sekalipun engkau lemah, ingatlah bahwa engkau selalu merupakan obyek dari perhatian / pemeliharaanNya, kasihNya dan pembaktianNya) - hal 352.

 

2)   Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’.

 

a)   Kata-kata Yesus setara dengan Kitab Suci, dan pasti tergenapi.

 

Leon Morris (NICNT): “John adds an interesting expression. It is common to find it said that such and such a thing happened ‘in order that the scripture might be fulfilled’. Here it is ‘that the word might be fulfilled which he spake’. To John it was inconceivable that a word of Jesus would fail of fulfilment. It is put into the same category as Scripture” (= Yohanes menambahkan suatu pernyataan yang menarik. Merupakan sesuatu yang umum untuk menemukan Injil Yohanes mengatakan bahwa hal-hal tertentu terjadi ‘supaya Kitab Suci digenapi’. Di sini dikatakan ‘supaya firman yang dikatakanNya digenapi’. Bagi Yohanes adalah tak terbayangkan bahwa suatu firman / perkataan yang diucapkan Yesus tidak digenapi. Itu diletakkan dalam kategori yang sama seperti Kitab Suci) - hal 744.

 

b)   Firman yang dimaksudkan adalah:

 

·        Yoh 6:39 - “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.

 

·        Yoh 10:28 - “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.

 

·        Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.

 

c)   Problem dengan ay 9 ini.

 

Keselamatan / kebinasaan yang dibicarakan dalam ay 9 ini adalah keselamatan / kebinasaan jasmani (para murid tidak ditangkap / dibunuh bersama Yesus), tetapi kata-kata Yesus dalam Yoh 6:39  10:28  17:12 itu jelas merupakan keselamatan / kebinasaan rohani. Bukankah tidak cocok? Bagaimana penjelasannya?

 

Calvin mengatakan bahwa sekalipun ay 9 ini berbicara tentang keselamatan jasmani dari para murid, tetapi keselamatan jasmani itu berhubungan dengan keselamatan rohani mereka. Mengapa? Karena kerohanian mereka masih lemah (belum mempunyai Roh Kudus, yang baru dicurahkan pada hari Pentakosta - Kis 2:1-4), sehingga kalau mereka ditangkap / disiksa, itu mungkin merupakan pencobaan yang terlalu berat bagi mereka, dan akan merugikan kerohanian mereka. Jadi penjagaan secara jasmani pada saat itu, sekaligus merupakan penjagaan secara rohani.

 

Calvin: “This passage appears to be inappropriately quoted, as it relates to their souls rather than to their bodies; for Christ did not keep the apostles safe to the last, but this he accomplished, that, amidst incessant dangers, and even in the midst of death, still their eternal salvation was secured. I reply, the Evangelist does not speak merely of their bodily life, but rather means that Christ, sparing them for a time, made provision for their eternal salvation. Let us consider how great their weakness was; what do we think they would have done, if they had been brought to the test? While therefore, Christ did not choose that they should be tried beyond the strength which he had given to them, he rescued them from eternal destruction. ... And, indeed, we see how he continually bears with our weakness, when he puts himself forward to repel so many attacks of Satan and wicked men, because he sees that we are not yet able or prepared for them. In short, he never brings his people into the field of battle till they have been fully trained, so that even in perishing they do not perish, because there is gain provided for them both in death and in life” [= Bagian ini kelihatannya dikutip secara tidak tepat, karena bagian itu berhubungan dengan jiwa mereka dan bukannya dengan tubuh mereka; karena Kristus tidak menjaga rasul-rasul itu aman (secara jasmani) sampai akhir (maksudnya: mereka akhirnya toh mati), tetapi ini yang Ia kerjakan, yaitu bahwa di tengah-tengah bahaya yang tidak henti-hentinya, dan bahkan di tengah-tengah kematian, keselamatan kekal mereka tetap terjamin / aman. Saya menjawab, sang Penginjil (rasul Yohanes) tidak berbicara semata-mata untuk kehidupan jasmani mereka, tetapi memaksudkan bahwa Kristus, dengan menyelamatkan mereka untuk sementara waktu, membuat persiapan untuk keselamatan kekal mereka. Marilah kita mempertimbangkan betapa besarnya kelemahan mereka pada saat itu; apa yang kita pikir akan terjadi, jika mereka dibawa kepada ujian? Karena itu, pada waktu Kristus memilih bahwa mereka tidak dicobai / diuji melampaui kekuatan yang telah diberikan kepada mereka, Ia menyelamatkan mereka dari penghancuran kekal. ... Dan memang, kita melihat betapa secara terus menerus Ia memikul / sabar terhadap kelemahan kita, pada waktu Ia mengajukan diriNya sendiri untuk menolak begitu banyak serangan Setan dan orang-orang jahat, karena Ia melihat bahwa kita belum mampu atau belum siap untuk hal-hal itu. Singkatnya, Ia tidak pernah membawa umatNya ke dalam medan pertempuran sampai mereka dilatih dengan sepenuhnya, sehingga bahkan dalam penghancuran mereka tidak hancur, karena ada keuntungan yang disediakan bagi mereka baik dalam mati maupun dalam hidup] - hal 193-194.

 

Leon Morris (NICNT): “Some object that the object of the saying as originally given was spiritual, but here it is physical. But an arrest of the disciples at this moment would have been a very severe test of faith and it might well have caused them great spiritual harm. It is unnecessary to see an opposition. To preserve them physically was to preserve them spiritually” (= Beberapa orang keberatan bahwa tujuan dari kata-kata itu pada waktu mula-mula diberikan adalah bersifat rohani, tetapi di sini tujuannya adalah bersifat fisik / jasmani. Tetapi penangkapan terhadap murid-murid pada saat ini akan merupakan ujian iman yang sangat berat, dan itu bisa menyebabkan kerugian / kerusakan rohani yang besar. Adalah tidak perlu untuk menganggap bahwa di sini terjadi pertentangan / kontradiksi. Memelihara mereka secara fisik berarti memelihara mereka secara rohani) - hal 744-745.

 

Ay 10: Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus.

 

1)   Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar.

 

a)   Seorang penafsir mengatakan bahwa membawa pedang pada hari raya merupakan sesuatu yang dilarang.

 

A. T. Robertson: “It was unlawful to carry a weapon on a feast-day, but Peter had become alarmed at Christ’s words about his peril” (= Merupakan sesuatu yang melanggar hukum untuk membawa senjata pada hari raya, tetapi Petrus telah menjadi takut pada kata-kata Kristus tentang bahaya yang dihadapinya) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 285.

 

Catatan: saya tidak tahu apakah larangan ini dari pihak Romawi atau tradisi, tetapi saya tidak pernah membaca bahwa Kitab Suci / Perjanjian Lama melarang hal itu.

 

b)   Peristiwa ini menunjukkan keberanian Petrus.

 

Sekalipun tindakannya ini salah, tetapi dalam tindakan ini kita juga melihat suatu hal yang positif dalam diri Petrus yaitu keberaniannya untuk menghadapi ratusan tentara demi Kristus.

 

William Barclay: “Peter was soon to deny his master, but at that moment he was prepared to take on hundreds all alone for the sake of Christ. We may talk of the cowardice and the failure of Peter; but we must never forget the sublime courage of this moment” (= Petrus akan segera menyangkal Tuannya, tetapi pada saat itu ia siap untuk menghadapi ratusan orang sendirian demi Kristus. Kita boleh berbicara mengenai sikap pengecut dan kegagalan Petrus, tetapi kita tidak boleh melupakan keberaniannya yang luhur / agung pada saat ini) - hal 224.

 

c)   Hendriksen mengatakan bahwa mungkin kata-kata Yesus yang merebahkan para penangkapNya membuat Petrus menjadi berani sehingga lalu membacok dengan pedangnya.

 

d)   Kesalahan / kesembronoan Petrus ini akhirnya membawanya ke dalam problem, yang mengakibatkan ia menyangkal Yesus.

 

Pulpit Commentary: “Peter had very likely made himself possessor of one of the two swords mentioned in Luke 22:38. Of course, this shows an utter misunderstanding of the meaning of Jesus in Luke 22:36. If we act on some wrong meaning of a word of Jesus, we shall suffer for the blunder, sooner or later. Peter got a weapon into his hands that, to a man of his rash, impetuous ways, was just the thing to bring him into trouble. Peter should have done the right thing at the right time. Jesus put him and others to watch and pray, to act as sentinels. The sentinels fell asleep at their posts, and reckless lunging with a sword could not mend matters afterwards. Notice, too, how the effects of this rash act were worst to the man who committed it. Here surely is the secret of the subsequent denials” (= Sangat mungkin bahwa Petrus adalah pemilik dari salah satu dari 2 pedang yang disebutkan dalam Luk 22:38. Tentu saja ini menunjukkan suatu kesalah-pahaman total tentang arti dari kata-kata Yesus dalam Luk 22:36. Jika kita bertindak berdasarkan arti yang salah dari perkataan Yesus, maka lambat atau cepat kita akan menderita karena kesalahan itu. Petrus mempunyai senjata di tangannya, dan bagi seseorang yang tergesa-gesa dan tidak sabar seperti dia, itu merupakan sesuatu yang membawanya ke dalam kesukaran. Petrus seharusnya melakukan hal yang benar pada saat yang benar. Yesus menyuruh dia dan yang lain untuk berjaga-jaga dan berdoa, bertindak sebagai pengawal / penjaga. Para pengawal / penjaga ini jatuh tertidur di pos penjagaan mereka, dan penyerangan secara nekad / sembrono dengan pedang tidak bisa memperbaiki keadaan. Perhatikan juga bagaimana akibat dari tindakan tergesa-gesa ini adalah yang terburuk bagi orang yang melakukannya. Di sini jelas terdapat rahasia dari penyangkalan yang terjadi secara berturut-turut) - hal 413.

 

Bdk. Yoh 18:26 - “Ia menyangkalnya, katanya: ‘Bukan.’ Kata seorang hamba Imam Besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: ‘Bukankah engkau kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?’”.

 

Catatan: tentang arti dari Luk 22:36-38, lihat di bawah dalam penjelasan dari ay 11.

 

2)   dan memutuskan telinga kanannya.

 

Adam Clarke: “He probably designed to have cloven his scull in two, but God turned it aside, and only permitted the ear to be taken off; and this he would not have suffered, but only that he might have the opportunity of giving them a most striking proof of his Divinity in working an astonishing miracle on the occasion” (= Mungkin ia bermaksud untuk membelah tengkorak orang itu menjadi dua, tetapi Allah menyimpangkannya, dan hanya mengijinkan telinganya untuk diputuskan; dan ini dibiarkanNya terjadi supaya Ia bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan kepada mereka bukti yang menyolok dari keilahianNya dalam melakukan mujijat yang mengherankan pada peristiwa itu) - hal 642.

 

3)   Nama hamba itu Malkhus.

 

Hutcheson mengatakan (hal 376) bahwa di sini nama orang yang dipotong telinganya itu disebutkan, untuk lebih meneguhkan kebenaran dari cerita sejarah ini.

 

Ay 11: Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’.

 

1)   Ini merupakan teguran terhadap Petrus. Apa salahnya Petrus sehingga ia ditegur?

 

a)   Tindakan Petrus bertentangan dengan rencana Allah tentang kematian Kristus untuk menebus dosa manusia.

 

Sebetulnya membela diri dalam keadaan terpaksa tidaklah salah, dan ini terbukti dari pembelaan diri dari orang-orang Yahudi pada jaman Ester (Ester 9). Tetapi dalam kasus penangkapan Kristus ini, Kristus memang harus ditangkap dan mati untuk dosa kita. Ini dinyatakan oleh Kristus dengan berkata bahwa Ia harus minum cawan yang diberikan oleh Bapa kepadaNya (ay 11b). Jadi di sini Petrus melakukan sesuatu yang bertentangan Rencana Allah, dan karena itu ia disalahkan.

 

Petrus belum belajar / mengerti dari kesalahannya dalam Mat 16:21-23, dimana ia ditegur Kristus dengan keras karena menghalangi Yesus untuk pergi ke Yerusalem dan mati di sana. Karena itu di sini ia melakukan kesalahan yang mirip dengan itu.

 

b)   Tindakan Petrus ini bisa menyebabkan fitnahan yang ditujukan kepada Kristus kelihatannya benar.

 

Fitnahan / tuduhan terhadap Yesus banyak sekali, misalnya Ia difitnah / dituduh sebagai:

 

·        penjahat (Yoh 18:30).

 

·        menganggap diri sebagai raja (Yoh 18:33-35  19:12).

 

·        penyesat bangsa Yahudi, melarang membayar pajak kepada Kaisar (Luk 23:2a).

 

Calvin: “Christ having already been more than enough hated by the world, this single deed might give plausibility to all the calumnies which his enemies falsely brought against him” [= Kristus telah lebih dari cukup dibenci oleh dunia, dan tindakan ini (tindakan Petrus memotong telinga) bisa membuat semua fitnahan yang dituduhkan secara salah kepadaNya oleh musuh-musuhNya menjadi kelihatan benar] - hal 195.

 

c)   Yesus tidak memberi Petrus otoritas untuk melakukan hal itu.

 

Bdk. Luk 22:49-50 - “Ketika mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi, berkatalah mereka: ‘Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?’ Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya”.

 

Jadi mereka minta petunjuk Tuhan, tetapi sebelum Tuhan sempat memberi petunjuk, Petrus sudah menyerang dengan pedangnya.

 

Hutchseon mengatakan (hal 376) bahwa kita tidak bisa bertindak dengan benar kalau kita tidak mencari petunjuk Tuhan, atau kalau kita mencari petunjuk Tuhan tetapi tidak mau menunggu sampai Ia memberikan petunjuk tersebut.

 

Hutcheson menambahkan (hal 376) bahwa di sini Petrus ‘melakukan pelayanan’ di tempat dimana ia tidak dipanggil oleh Tuhan, dan ini adalah salah, sekalipun hal itu dilakukan dengan semangat dan kasih kepada Tuhan. Jadi, dari peristiwa ini terlihat bahwa seseorang bisa melakukan hal-hal yang kelihatannya menunjukkan semangat dan kasih terhadap Tuhan, tetapi tetap salah dan patut dicela. Misalnya: melayani di tempat yang sesuai dengan kehendaknya sendiri, menjadi hamba Tuhan tanpa panggilan dari Tuhan, dan sebagainya.

 

Dalam tafsirannya tentang Mat 26:51, Calvin berkata (hal 243-244) bahwa sekalipun kelihatan sepintas lalu Petrus melakukan sesuatu yang berani dengan melawan ratusan orang yang akan menangkap Yesus, tetapi karena ia melakukan lebih dari yang diperintahkan / diijinkan oleh panggilan Allah, maka tindakannya yang tergesa-gesa ini patut disalahkan. Calvin juga berkata bahwa ini mengajar kita bahwa supaya ketaatan kita bisa diterima oleh Allah maka kita harus bergantung pada kehendakNya, dan kita tidak boleh menggerakkan satu jaripun kecuali diperintahkan oleh Tuhan.

 

Catatan: saya kira bagian terakhir ini merupakan gaya bahasa hyperbole.

 

Calvin: “It was exceedingly thoughtless in Peter to attempt to prove his faith by his sword, while he could not do so by his tongue. When he is called to make confession, he denies his Master; and now, without his Master’s authority, he raises a tumult” (= Merupakan tindakan yang sangat ceroboh / tanpa dipikir dari Petrus untuk mencoba membuktikan imannya dengan pedangnya, padahal ia tidak bisa membuktikan imannya dengan lidahnya. Pada waktu ia dipanggil untuk membuat pengakuan, ia menyangkal Tuannya, dan sekarang, tanpa otoritas Tuannya, ia menimbulkan keributan) - hal 195.

 

Calvin: “Warned by so striking an example, let us learn to keep our zeal within proper bounds; and as the wantonness of our flesh is always eager to attempt more than God commands, let us learn that our zeal will succeed ill, whenever we venture to undertake any thing contrary to the word of God. ... We are also reminded, that those who have resolved to plead the cause of Christ do not always conduct themselves so skillfully as not to commit some fault; and, therefore, we ought the more earnestly to entreat the Lord to guide us in every action by the spirit of prudence” [= Diperingatkan oleh contoh yang menyolok seperti ini, marilah kita belajar untuk menjaga semangat kita dalam batasan yang benar; dan karena kecerobohan / ketidak-disiplinan daging kita selalu siap untuk berusaha lebih dari yang Allah perintahkan, biarlah kita mengerti bahwa semangat kita akan menjadi sesuatu yang buruk, kapanpun kita berusaha untuk melakukan apapun yang bertentangan dengan firman Allah. ... Kita juga diingatkan, bahwa mereka yang telah memutuskan untuk membela perkara Kristus (misalnya rasul, pendeta, dsb) tidak selalu bertingkah laku dengan cekatan sedemikian rupa sehingga tidak melakukan suatu kesalahan; dan karena itu, kita harus makin sungguh-sungguh memohon dengan sangat kepada Tuhan untuk memimpin kita dalam setiap tindakan dengan roh kebijaksanaan] - hal 195.

 

d)   Yang menangkap adalah alat negara, kepada siapa orang kristen harus tunduk (Ro 13:1).

 

Bdk. Mat 26:52 - “Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.

 

Calvin menafsirkan ayat ini (hal 245) sebagai berikut:

 

·        ‘barangsiapa menggunakan pedang’ ia artikan sebagai ‘orang yang melakukan pembunuhan dengan pedang’.

 

·        ‘akan binasa oleh pedang’ ia artikan: ‘akan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan / hakim’.

 

Calvin: “a private individual was not permitted to rise in opposition to those who had been invested with public authority; ... We must also beware of repelling our enemies by force or violence, even when they unjustly provoke us, except so far as the institution and laws of the community admit” (= seseorang tidak diijinkan untuk memberontak kepada mereka yang dilantik dengan otoritas umum; ... Kita juga harus berhati-hati untuk tidak melawan musuh-musuh kita dengan kekuatan atau kekerasan, bahkan pada saat mereka secara tidak benar membuat kita marah, kecuali sejauh yang diijinkan oleh lembaga dan hukum dari masyarakat) - hal 195-196.

 

e)   Kerajaan Kristus bukan kerajaan dunia, tetapi kerajaan rohani.

 

Bdk. Yoh 18:36 - “Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’”.

 

Hendriksen mengatakan (hal 383) bahwa pada waktu Petrus, oleh tindakannya yang gegabah / tergesa-gesa, menunjukkan bahwa ia tidak mengerti sifat dari kerajaan Kristus, maka Yesus, dengan kata-kata dan tindakanNya, menyatakan sifat rohani dari kerajaanNya.

 

2)   Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu.

 

a)   Penyembuhan telinga.

 

Yohanes tidak menceritakan tentang penyembuhan telinga yang dilakukan oleh Yesus, yang hanya diceritakan oleh Lukas (Luk 22:51). Penyembuhan telinga ini, bukan hanya menunjukkan kasih Yesus terhadap musuh, tetapi juga berfungsi untuk melindungi Petrus, karena tanpa hal itu, Petrus pasti ikut ditangkap.

 

b)   Kata-kata Yesus dalam ay 11 ini menunjukkan bahwa kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 tidak boleh dihurufiahkan.

 

Luk 22:36-38 - “(36) Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. (37) Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi padaKu: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.’ (38) Kata mereka: ‘Tuhan, ini dua pedang.’ JawabNya: ‘Sudah cukup.’”.

 

Ada 3 penafsiran tentang kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini:

 

1.   Ada yang menghurufiahkan kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini. Jadi mereka mengartikan bahwa Yesus betul-betul menyuruh mereka yang tidak mempunyai pedang untuk menjual jubahnya dan membeli pedang.

 

Keberatan terhadap pandangan ini: kalau memang Yesus menyuruh membeli pedang sungguhan, mengapa waktu Petrus menggunakan pedang itu, Yesus justru mene­gurnya? Bdk. Mat 26:51-52  Yoh 18:11.

 

Jawab terhadap keberatan ini: Yesus memaksudkan pedang itu untuk melindungi diri mereka sendiri, bukan untuk melindungi Yesus. Pulpit Commentary (hal 405) mengatakan bahwa memang saat ini adalah saat bagi Yesus untuk berkorban, sehingga para murid tidak boleh melawan dengan pedang. Tetapi ada saatnya dimana pembelaan diri dengan pedang diijinkan.

 

Keberatan terhadap jawaban ini:

 

·        bahwa orang kristen harus menjaga diri dengan pedang pada waktu mengalami masa sukar dalam pelayanan, adalah sesuatu yang bertentangan dengan seluruh Kitab Suci (Perjanjian Baru). Kekristenan tidak pernah boleh dipertahankan / disebarkan dengan kekerasan.

 

·        setelah Yesus naik ke surga sekalipun, tidak pernah ada murid yang betul-betul membawa pedang untuk menjaga diri.

 

·        terhadap penafsiran seperti ini, dalam tafsirannya tentang Mat 26:52, Calvin berkata:

“Certain doctors ... have ventured to proceed to such a pitch of impudence as to teach, that the sword was not taken from Peter, but he was commanded to keep it sheathed until the time came for drawing it; and hence we perceive how grossly and shamefully those dogs have sported with the word of God” (= Doktor-doktor tertentu ... telah berspekulasi sampai pada suatu puncak kekurang-ajaran sehingga mengajar bahwa pedang itu tidak diambil dari Petrus, tetapi ia diperintahkan untuk menyimpannya dalam sarungnya sampai waktunya tiba untuk menariknya / menggunakannya; dan karena itu kami merasa / mengerti betapa menyoloknya / kotornya dan memalukannya anjing-anjing itu telah mempermainkan firman Allah) - hal 246.

 

2.   Kata ‘pedang’ ini diallegorikan, dan diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’.

 

Bdk. Ef 6:17 - “dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.

 

Bahkan ada orang yang menambahkan bahwa kata-kata ‘dua pedang’ dalam Luk 22:38 menunjuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru!

 

Keberatan terhadap pandangan ini:

 

·        tidak ada alasan yang menyebabkan bagian ini boleh dialegorikan seperti itu. Dan kalaupun mau dialegorikan, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa ‘pedang’ melambangkan ‘Firman Tuhan’? Bahwa dalam Ef 6:17 ‘pedang’ menggambarkan ‘Firman Tuhan’, itu tidak berarti bahwa di sini juga harus begitu! Disamping itu, kalau ‘pedang’ diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’, lalu apa artinya ‘menjual jubah’ dan ‘membeli pedang’ dalam Luk 22:36?

 

·        saat itu belum ada Perjanjian Baru!

 

·        pedang yang digunakan oleh Petrus dalam Mat 26:51 / Yoh 18:10 jelas adalah salah satu dari 2 pedang dalam Luk 22:38! Jadi jelas bahwa itu adalah pedang sungguhan!

 

3.   Kata ‘pedang’ diartikan secara figurative (= kiasan).

 

Ia tidak memaksudkan mereka betul-betul harus menjual jubah untuk membeli pedang. Kata-kataNya dalam Luk 22:36 itu hanya menunjukkan bahwa hidup dan pelayanan akan menjadi sukar dan berat bagi para muridNya, dan karena itu mereka perlu untuk lebih berjaga-jaga / berhati-hati.

 

Ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir, dan inilah pandangan yang saya terima.

 

Keberatan: kalau ‘pedang’ dalam Luk 22:36 itu mempunyai arti kiasan, mengapa dalam Luk 22:38 para murid lalu berkata ‘Tuhan, ini dua pedang’, dimana kata ‘pedang’ jelas mempunyai arti hurufiah?

 

Jawab: para murid itu salah mengerti kata-kata Yesus. Mereka menghurufiahkan kata-kata Yesus itu, yang seharusnya diartikan sebagai kiasan, sehingga mereka berkata: ‘Tuhan, ini dua pedang’!

 

Keberatan: kalau memang mereka salah mengerti, mengapa Yesus lalu berkata ‘sudah cukup’ (Luk 22:38b)?

 

Jawab: kata-kata ‘sudah cukup’ ini jelas tidak menunjuk pada 2 pedang yang ditunjukkan oleh murid-murid kepada Yesus, karena:

 

·        jelas bahwa 2 pedang tidak mungkin cukup untuk 11 orang. Jadi, kalau kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38 itu diartikan untuk menunjuk pada ‘dua pedang’, maka itu akan ber­tentangan dengan kata-kata ‘siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang’ dalam Luk 22:36b. Perhatikan juga terjemahan Luk 22:36b dalam KJV: ‘and he that hath no sword, let him sell his garment, and buy one’ (= dan ia yang tidak mempunyai pedang, hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang). KJV » RSV/NIV/NASB.

 

·        terjemahan hurufiah dari kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38b itu adalah It is enough’ - bentuk tunggal (KJV/RSV/NASB), bukan They are enough’ - bentuk jamak, sehingga tidak mungkin menunjuk pada dua buah pedang’!

 

Catatan: NIV menterjemahkan That is enough’ (bentuk tunggal), bukan Those are enough’ (bentuk jamak), sehingga juga tidak memungkinkan untuk menunjuk pada dua buah pedang’.

 

Kalau memang kata-kata ‘sudah cukup’ itu tidak menunjuk pada ‘dua pedang’, lalu menunjuk kepada apa? Jelas menunjuk pada pembicaraan mereka. Jadi, Yesus menghentikan pembicaraan tentang hal itu, mungkin karena Ia merasa jengkel dengan kebodohan murid-murid yang selalu tidak mengerti / salah mengerti tentang apa yang Ia katakan, atau karena memang saat itu sudah tidak ada lagi waktu bagiNya untuk menjelaskan hal itu.

 

3)   bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’.

 

a)   Apa arti dari kata ‘cawan’ di sini?

 

Dalam Kitab Suci kata ‘cawan’ / ‘anggur’ sering berhubungan dengan penderitaan dan murka Allah (Maz 75:9  Yes 51:17,22  Yer 25:15  Yeh 23:31-33  Wah 14:10  Wah 16:19).

 

Leon Morris (NICNT): “This is the only passage which assigns the origin of the ‘cup’ to the Father. In the Old Testament the ‘cup’ often has associations of suffering and of the wrath of God (Ps. 75:8; Isa. 51:17,22; Jer. 25:15; Ezek. 23:31-33, etc; cf. Rev. 14:10; 16:19). We cannot doubt but that in this solemn moment these are the thoughts that the term arouses” [= Ini adalah satu-satunya text yang  menunjukkan bahwa cawan itu berasal usul dari Bapa. Dalam Perjanjian Lama ‘cawan’ sering berhubungan dengan penderitaan dan dengan kemurkaan Allah (Maz 75:9; Yes 51:17,22; Yer 25:15; Yeh 23:31-33, dst; bdk. Wah 14:10; 16:19). Kita tidak bisa meragukan bahwa pada saat yang khidmat ini inilah pemikiran / gagasan dari istilah ini] - hal 746.

 

Jadi ‘cawan’ di sini menunjuk pada penderitaan atau murka Allah yang seharusnya dipikul oleh manusia sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka.

 

b)   Yesus mengetahui kehendak Bapa, dan karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum cawan itu.

 

Tadinya waktu di Taman Getsemani, Ia berdoa supaya cawan itu berlalu, tetapi menambahinya dengan kata-kata: ‘janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki’ (Mat 26:39b), dan ‘jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’ (Mat 26:42b).

 

Tetapi sekarang Ia tahu bahwa Ia harus meminum cawan itu.

 

Catatan: kalau Yesus bisa tidak tahu, maka itu merupakan pikiran manusiaNya (bdk. juga Mat 24:36). Pikiran ilahiNya jelas maha tahu!

 

c)   Kristus rela ‘meminum cawan itu’, dengan membiarkan diriNya ditangkap, dicambuki, disalibkan sampai mati.

 

Tasker (Tyndale): “Jesus stays Peter’s hand before it perpetrates any further act of physical aggression; for evil can only be overcome if Jesus Himself drinks the cup of the wrath of God” (= Yesus mencegah tangan Petrus sebelum ia melakukan tindakan penyerangan fisik lebih jauh; karena kejahatan hanya bisa dikalahkan jika Yesus sendiri meminum cawan dari murka Allah) - hal 195.

 

Calvin: “The draught appointed for Christ was, to suffer the death of the cross for the reconciliation of the world. He says, therefore, that he must drink the cup which his Father measured out and delivered to him” (= Minuman yang ditetapkan untuk Kristus adalah untuk mengalami kematian dari salib untuk pendamaian dari dunia. Karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum cawan yang ditakar dan diberikan oleh Bapa kepadaNya) - hal 196.

 

Dalam suatu buku saat teduh dikatakan:

“There is not one drop of wrath in the cup you are drinking. He took all that was bitter out of it, and left it a cup of love” (= Tidak ada satu tetaspun kemurkaan dalam cawan yang sedang kamu minum. Ia mengambil semua yang pahit dari cawan itu, dan meninggalkannya sebagai cawan kasih) - ‘Streams in the Desert’, vol 5, October 24.

 

Pulpit Commentary: “The results of this sacrifice have been most beneficial and precious to mankind. By drinking the cup of suffering our Saviour has released us from drinking the cup of personal guilt and merited punishment” (= Akibat dari pengorbanan ini sangat bermanfaat dan berharga bagi umat manusia. Dengan meminum cawan penderitaan, Juruselamat kita telah membebaskan kita dari keharusan meminum cawan dari kesalahan pribadi dan hukuman yang pantas kita dapatkan) - hal 406.

 

Jadi, Kristus meminum ‘cawan’ tersebut, supaya kita tidak perlu meminum ‘cawan’ itu. Tetapi ada satu syarat, yaitu kita harus mau percaya / menerima Kristus sebagai Juruselamat kita. Maukah saudara percaya kepada Dia?

 

d)   Tindakan Kristus ini juga merupakan teladan bagi kita untuk mau dengan sabar memikul penderitaan yang Tuhan berikan kepada kita.

 

Calvin: “it serves the purpose of an example, for the same patience is demanded from all of us. Scripture compares afflictions to medicinal draughts; ... God has this authority over us, that he has a right to treat every one as he thinks fit; and whether he cheers us by prosperity, or humbles us by adversity, he is said to administer a sweet or a bitter draught” (= ini mempunyai tujuan untuk menjadi teladan, karena kesabaran yang sama dituntut dari semua kita. Kitab Suci membandingkan penderitaan / kesusahan dengan minuman obat; ... Allah mempunyai otoritas atas kita, sehingga Ia mempunyai hak untuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan yang Ia anggap cocok; dan apakah Ia menghibur / menggembirakan kita dengan kemakmuran, atau merendahkan kita dengan kesengsaraan, Ia dikatakan memberikan minuman yang manis atau pahit) - hal 196.

 

Catatan: sebetulnya karena ‘cawan’ kita telah diminum oleh Kristus, maka tidak ada lagi ‘cawan’, dalam arti ‘murka dan hukuman Allah’, yang harus kita minum. Tetapi ‘cawan’ dalam arti penderitaan untuk mendisiplin / menghajar, atau untuk menguji kita, atau untuk mencegah kita dari dosa tertentu, masih tetap ada.

 

e)   Tetapi kita tidak boleh terlalu cepat menganggap suatu penderitaan / penyakit sebagai ‘cawan’ dari Bapa. Kita boleh, dan bahkan harus, mencari jalan keluar, selama cara yang dipakai tidak bertentangan dengan Kitab Suci.

 

Calvin: “In the same manner we, too, ought to be prepared for enduring the cross. And yet we ought not to listen to fanatics, who tell us that we must not seek remedies for diseases and any other kind of distresses, lest we reject the cup which the Heavenly Father presents to us. Knowing that we must once die, (Heb. 9:27,) we ought to be prepared for death; but the time of our death being unknown to us, the Lord permits us to defend our life by those aids which he has himself appointed. We must patiently endure diseases, however grievous they may be to our flesh; and though they do not yet appear to be mortal, we ought to seek alleviation of them; only we must be careful not to attempt any thing but what is permitted by the word of God” [= Dengan cara yang sama kita juga harus disiapkan untuk memikul salib. Tetapi kita tidak boleh mendengarkan orang-orang fanatik, yang memberitahu kita bahwa kita tidak boleh mencari obat / pengobatan untuk penyakit dan kesukaran / kesusahan yang lain, supaya kita tidak menolak cawan yang diberikan oleh Bapa surgawi kepada kita. Mengetahui bahwa kita suatu kali harus mati (Ibr 9:27), kita harus disiapkan untuk menghadapi kematian; tetapi karena waktu dari kematian tidak kita ketahui, Tuhan mengijinkan kita membela / mempertahankan hidup kita dengan bantuan / pertolongan yang telah Ia sendiri tetapkan. Kita harus dengan sabar menanggung penyakit-penyakit kita, bagaimanapun menyedihkannya hal-hal itu bagi daging kita; dan sekalipun hal-hal itu tidak mematikan, kita harus mencari pengurangan hal-hal itu; hanya kita harus berhati-hati untuk tidak mencoba melakukan apapun kecuali yang diijinkan oleh firman Allah] - hal 196.

 

f)    Perbedaan ‘cawan’ bagi orang saleh / percaya dan orang yang jahat / tidak percaya.

 

Hutcheson menggunakan Maz 75:9 - “Sebab sebuah piala ada di tangan TUHAN, berisi anggur berbuih, penuh campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh, ampasnya akan dihirup dan diminum oleh semua orang fasik di bumi”, dan lalu berkata:

“Afflictions are measured by God to his people, both for quantity and quality; therefore are they called a ‘cup,’ which, as it is a comfort to the godly that their lot is in a friend’s hand, so it may terrify the wicked whose lot is also carved out, and who will not get so much affliction as they please, but so much as the justice of God seeth meet to measure out unto them” (= Penderitaan / kesusahan diukur / ditakar oleh Allah bagi umatNya, baik banyaknya maupun kwalitet / jenisnya; dan karenanya itu disebut ‘cawan’, yang bagi orang saleh merupakan suatu penghiburan karena nasib mereka ada dalam tangan seorang sahabat, tetapi merupakan sesuatu yang menakutkan bagi orang jahat, yang nasibnya juga diukir / ditetapkan, dan yang tidak akan mendapatkan penderitaan / kesusahan sebanyak yang mereka inginkan, tetapi sebanyak yang cocok dengan keadilan Allah bagi mereka) - hal 377.

 

g)   Memaniskan ‘cawan’.

 

George Hutcheson menekankan kata ‘Bapa’ dan berkata:

“It may sweeten the lot of Christ and his followers that even the bitterest potions come not from God as a Judge, but as a Father” (= Itu bisa memaniskan nasib dari Kristus dan para pengikutNya karena bahkan minuman yang terpahit datang bukan dari Allah sebagai Hakim, tetapi sebagai Bapa) - hal 377.

 

Matthew Poole: “It is a good argument to quiet our spirits roiled by any afflictive providences; they are but a cup, and the cup our Father hath given us” (= Ini merupakan suatu argumentasi yang baik untuk menenangkan roh kita yang menjadi jengkel karena providensia yang membuat kita menderita / susah; itu hanyalah cawan, dan Bapa kita yang memberikan cawan itu kepada kita) - hal 372.

 

Hutchseon juga mengatakan bahwa ketundukan dan kerelaan dalam memikul salib / meminum cawan membuat itu menjadi manis, sebaliknya perlawanan / pemberontakan terhadap salib / cawan itu merupakan kutuk dari salib / menjadikannya berat.

 

George Hutcheson: “Love to God, and faith in his love, will make any condition carved out by him sweet to us” (= Kasih kepada Allah, dan iman kepada kasihNya, akan membuat kondisi apapun yang diukirkan / ditetapkan olehNya menjadi manis bagi kita) - hal 377.



-AMIN-

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com