Pembahasan mengenai Gereja Orthodox Syria versi Bambang Noorsena

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.



 
GEREJA ORTHODOX SYRIA
versi BAMBANG NOORSENA
 

V) Lain-lain.

1) Dalam persoalan Maria.
  a) Bambang Noorsena mempercayai keperawanan abadi dari Maria.

Catatan: untuk ini saya juga mempunyai bukti rekaman khotbahnya, tetapi saya tidak tahu dimana khotbah itu disampaikan.

b) Kelihatannya mereka juga mempercayai kesucian Maria, dan mempraktekkan ‘penghormatan’ kepada Maria, menyetujui doa ‘Salam Maria’ (dengan alasan bahwa Gabriel juga memberi salam kepada Maria - Luk 1:28), dan menyetujui Maria sebagai Ibu Gereja.

  Koran ‘Bangsa’, hari Selasa tanggal 23 Mei 2000: "Menurut Henney, dalam Injil ini banyak pararel kisah-kisah yang sejajar dengan kisah-kisah dalam al-Qur’an. Ia mencontohkan, dalam al-Qur’an dikatakan Maryam dan putranya adalah manusia yang suci. Dalam ajaran KOS juga ada penghormatan (semacam salawat dalam Islam). Hanya saja salawat dalam KOS diarahkan pada Maryam, sedangkan dalam Islam pada Nabi Muhammad SAW" - hal 11, kolom 5.

Dalam salah satu khotbahnya Bambang Noorsena mengatakan bahwa Salam Maria adalah sesuatu yang Alkitabiah, karena kalimat pertama yaitu ‘Salam Maria, penuh kasih karunia, Tuhan beserta denganmu’, maupun kalimat kedua yaitu ‘berbahagialah engkau di antara wanita, dan diberkatilah buah kandunganmu, Yesus’ diambil dari Alkitab.
 

Tanggapan saya:
  a) Kitab Suci memang mengajarkan keperawanan Maria, sampai ia melahirkan Kristus. Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan keperawanan yang abadi dari Maria. Ini bertentangan dengan Mat 1:24-25 - "Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus".

Perhatikan bahwa ayat ini tidak mengatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria ‘sampai selama-lamanya’, tetapi ‘sampai ia (Maria) melahirkan anaknya laki-laki’.

b) Kitab Suci menyatakan bahwa semua manusia berdosa, dan yang dikecualikan hanya Yesus (2Kor 5:21 Ibr 4:15).

c) Tentang ‘Salam Maria’.
 

d) Kalau karena Gabriel memberi salam kepada Maria, lalu dimunculkan doa Salam Maria, maka perlu kita ingat bahwa Yesus juga memberi salam kepada para muridNya (Mat 28:9), dan Paulus memberi salam kepada sederetan orang dalam Ro 16:3-15. Lalu mengapa Gereja Orthodox Syria tidak membuat doa Salam Petrus, doa Salam Matius, dsb?

e) Kitab Suci juga tidak pernah mengajarkan bahwa Maria adalah Ibu Gereja.
 

2) Tradisi Arab / Syria seperti penggunaan peci / jilbab dan penggunaan bahasa Arab, Syria dan sebagainya.

Tanggapan saya:

Kita tidak perlu meniru tradisi Arab / Syria, karena kita bukannya tinggal di Arab / Syria. Bdk. 1Kor 9:20-22 - "Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka".

Ayat ini menunjukkan bahwa Paulus menyesuaikan dirinya dengan orang yang ia layani. Berdasarkan ayat ini, kita yang tinggal di Indonesia harus menyesuaikan diri dengan tradisi Indonesia (selama tradisi itu tidak bertentangan Firman Tuhan), bukan menyesuaikan diri dengan tradisi Arab / Syria.

Kalau mereka mengatakan bahwa penggunaan jilbab dan bahasa Arab merupakan tradisi Islam, dan Gereja Orthodox Syria menyesuaikan diri dengan tradisi Islam tersebut untuk memenangkan orang Islam, menurut saya alasan ini tidak terlalu kuat, karena orang Islam yang menggunakan peci / jilbab, apalagi yang bisa menggunakan bahasa Arab, presentasinya tidaklah terlalu besar.

Saya pernah 2 x mengikuti semacam kebaktian / persekutuan Gereja Orthodox Syria di Hotel Sahid, dan saya melihat suasana yang bukan suasana gereja, tetapi lebih mirip suasana mesjid. Disamping itu baik dalam liturgi kebaktian, maupun dalam khotbah, digunakan begitu banyak bahasa asing (Arab, Syria, Ibrani, Yunani) yang seringkali digunakan tanpa terjemahan, yang menyebabkan jemaat menjadi semacam penonton yang tidak mengerti apa-apa, sehingga tidak bisa betul-betul ikut berbakti dengan hati / pikiran mereka. Saya pikir mereka perlu merenungkan kata-kata Paulus di bawah ini:

Kesalahan lain dalam penekanan bahasa Arab ini adalah bahwa Bambang Noorsena seringkali menafsirkan suatu ayat berdasarkan bahasa Arab, yang justru berbeda dengan bahasa aslinya, sehingga justru menjadi salah. Misalnya: ia mengatakan bahwa Kel 20:3 seharusnya diterjemahkan ‘Jangan ada padamu illah lain (bukan allah lain) di hadapanKu’, dengan alasan bahwa dalam bahasa Arab, kata ‘Allah’ selalu menunjuk kepada Allah yang benar. Tetapi perlu diingat bahwa Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani, dan bukan dalam bahasa Arab. Dan dalam bahasa Ibrani, istilah ELOHIM bisa menunjuk kepada Allah yang benar maupun kepada berhala / dewa.

3) Penggunaan bahasa asli (Ibrani dan Yunani) yang membahayakan / menyesatkan.
 

a) Bahasa asli sebagai sebagai pameran dan pemikat.

Dalam khotbah-khotbahnya Bambang Noorsena sering menggunakan kata-kata bahasa asing (Arab, Ibrani, Yunani, Aramaic, dsb), tanpa ada gunanya. Bahkan ia pernah berkhotbah dimana pada awal khotbah ia membacakan seluruh text dalam bahasa Yunani. Saya tidak menentang penggunaan bahasa asli atau bahasa asing dalam khotbah, selama memang ada gunanya. Yang saya tekankan adalah penggunaan bahasa asli / asing yang tidak ada gunanya. Penggunaan bahasa asing tanpa ada gunanya ini juga diikuti oleh anak-anak buah Bambang Noorsena. Semua ini memberikan kesan mereka ingin memamerkan kepandaian mereka, mungkin supaya orang terkesan dan lalu mengikuti mereka.

Berkenaan dengan hal ini saya ingin mengingatkan saudara bahwa orang yang menguasai bahasa asli belum tentu benar, apalagi paling benar.

Mengapa saya berpendapat demikian? Karena kalau orang yang menguasai bahasa asli memang pasti benar, maka orang-orang Yahudi pada jaman Yesus tentu semua sudah bertobat dan menjadi orang yang benar, karena mereka menguasai semua bahasa asli tersebut. Kenyataannya mereka sesat dan menolak Kristus! Karena itu janganlah mengikuti Bambang Noorsena hanya karena ia menguasai bahasa asli!

b) Bahasa asli untuk menyesatkan.

Pengkhotbah memang gampang menyesatkan pendengar dengan menggunakan bahasa asli, karena jemaat umumnya tidak punya akses kepada bahasa aslinya. Dan hal seperti ini dilakukan oleh Bambang Noorsena.

Contoh:

Saya menduga ia sengaja mengubah ayat ini menjadi salah untuk mendukung ‘kerukunan’ yang ia bina dengan ‘orang seberang’. Disamping itu, theologia tentang keselamatan karena iman atau perbuatan baik jelas lebih ditekankan dalam Perjanjian Baru, dan karena itu harus ditelusuri dalam Perjanjian Baru / bahasa Yunani, bukan Perjanjian Lama / bahasa Ibrani. Dan bahasa Yunani jelas membedakan kedua istilah itu.

Saya setuju bahwa iman dan perbuatan baik tidak bisa dipisahkan, artinya kalau ada iman pasti ada perbuatan baik.

  Tetapi sekalipun kedua hal itu tidak bisa dipisahkan, mereka dapat dibedakan dan harus dibedakan. Kita diselamatkan hanya oleh iman, tetapi iman itu haruslah iman sejati yang menyatakan dirinya melalui perbuatan baik. Karena itu muncul kata-kata ‘we are justified by faith alone, but not by faith that is alone’.
 
4) Roh Kudus keluar hanya dari Bapa.

Kristen (dan Katolik) percaya bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak.

Doktrin ini terlalu dalam dan rumit untuk dibahas di sini, dan saya beranggapan bahwa kalau mereka salah dalam persoalan ini, itu tidak terlalu jadi soal, karena ini sama sekali bukan merupakan doktrin dasar dalam kekristenan.

  5) Bambang Noorsena berulangkali menyatakan kebanggaannya karena ia diterima oleh tokoh-tokoh ‘orang seberang’ (padahal ‘orang seberang’ itu tidak bertobat / percaya kepada Yesus), dan ia mengecam orang kristen yang tidak diterima oleh ‘orang seberang’.

Ia juga mengatakan bahwa dengan sistim penyampaian seperti yang ia lakukan, sekalipun ia tidak mengkompromikan kepercayaannya, tetapi bisa terjadi ‘agree in disagreement’ (= setuju di dalam ketidaksetujuan).

Tanggapan saya tentang hal ini:
 

a) Perlu dipertanyakan mengapa ia bisa diterima oleh ‘orang seberang’ padahal mereka tidak bertobat / percaya kepada Yesus? Jelas karena ajaran yang ia beritakan adalah Kitab Suci / Injil yang sudah disesuaikan dengan telinga ‘orang seberang’ itu.   Misalnya ia berkata: kalau bicara kepada 'orang seberang' sebut Bapa sebagai Wujutulah (= the existence of God / keberadaan Allah), Anak sebagai Kalimatulah (= Firman Allah), Roh Kudus sebagai Rohulah (= Roh Allah), pasti tidak ada batu sandungan.   Bandingkan sikap kompromi Bambang Noorsena ini dengan kata-kata Paulus dalam:
Paulus tetap memberitakan salib, sekalipun itu adalah batu sandungan!
 
b) Pada waktu Yesus sendiri, rasul-rasul, dan orang-orang kristen abad pertama (bahkan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama) memberitakan Injil / Firman Tuhan, saya tidak melihat bahwa orang-orang yang menolak mereka lalu ‘setuju di dalam ketidak-setujuan’. Sebaliknya mereka memusuhi, memfitnah, dan tidak jarang menganiaya dan membunuh pemberita Injil / Firman Tuhan tersebut. Mengapa? Karena berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Bambang Noorsena, mereka ini tidak mengkompromikan Injil / Firman Tuhan tersebut. Bandingkan dengan kata-kata Paulus dalam 2Kor 4:2 di atas.   c) Dalam Kitab Suci ada beberapa ayat yang berhubungan dengan hal ini yaitu:
Renungkan kedua text di atas ini. Kalau Bambang Noorsena bisa tidak dimusuhi dengan sistim pemberitaan yang ia gunakan, bukankah ia menjadi hamba / murid yang lebih tinggi dari Tuan / Gurunya? Saya ingin memberikan beberapa kutipan yang berhubungan dengan hal ini:   Calvin: "We cannot be Christ’s soldiers on any other condition, than to have the greater part of the world rising in hostility against us, and pursuing us even to death. The state of the matter is this. Satan, the prince of the world, will never cease to fill his followers with rage, to carry on hostilities against the members of Christ" (= Kita tidak bisa menjadi tentara Kristus dengan kondisi / keadaan yang lain selain mendapatkan sebagian besar dunia ini memusuhi kita, dan mengejar kita sampai mati. Keadaannya adalah seperti ini. Setan, penguasa dunia ini, tidak akan pernah berhenti untuk mengisi pengikut-pengikutnya dengan kemarahan, meneruskan permusuhan terhadap anggota-anggota Kristus).

Luther: "The Church is the community of those who are persecuted and martyred for the gospel’s sake" (= Gereja adalah kumpulan orang yang dianiaya dan dibunuh karena Injil).

Charles Haddon Spurgeon: "If we were more like Christ, we would be more hated by His enemies. It were a sad dishonor to a child of God to be the world’s favourite. It is a very ill omen to hear a wicked world clasp its hands and shout ‘Well done’ to the Christian man. He may begin to look to his character and wonder whether he has not been doing wrong, when the unrighteous give him their approbation" (= Jika kita lebih menyerupai Kristus, kita akan lebih dibenci oleh musuh-musuhNya. Merupakan sesuatu yang memalukan dan menyedihkan bagi seorang anak Allah untuk menjadi favorit / kesayangan dunia. Merupakan suatu pertanda yang sangat buruk untuk mendengar dunia yang jahat bertepuk tangan dan berteriak ‘Baik sekali perbuatanmu’ kepada orang Kristen. Ia boleh mulai melihat pada karakternya dan bertanya-tanya apakah ia tidak melakukan apa yang salah, pada waktu orang yang tidak benar memberinya persetujuan / penerimaan mereka) - ‘Morning and Evening’, Nov 10, evening.

Leon Morris (Tyndale):

William Hendriksen: "When everybody speaks well of you it must be that you are a deceitful, servile flatterer" (= Kalau setiap orang berbicara baik tentang kamu / memuji kamu, itu pasti karena kamu adalah seorang penjilat yang mau merendahkan diri dan bersifat penipu).

Dari semua ini, menurut saya, penerimaan oleh ‘orang seberang’ seperti itu tidak seharusnya membuat dia menjadi bangga, tetapi sebaliknya harus membuat ia malu.
 


email us at : gkri_exodus@mailcity.com