>

Pembahasan mengenai Roma Katolik

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


ROMA KATOLIK IV

API PENCUCIAN

I) Sejarah singkat api pencucian:

Loraine Boettner, dalam bukunya 'Roman Catholicism', pp 228-229, menga-takan bahwa kepercayaan tentang adanya api pencucian ini berasalmula dari gagasan tentang penyucian setelah kematian, dan ini sudah ada di kalangan orang India dan Persia, jauh sebelum Kristus dilahirkan. Ini juga merupakan sesuatu yang umum dalam pemikiran orang Mesir, Yunani dan Roma. Ini juga diterima oleh Plato, dan lalu pengaruh Yunani menyebar-kannya ke Asia Barat, termasuk Palestina.

Dalam sejarah kekristen, ini sudah ada pada abad ke 2, yaitu dalam tulisan Marcion dan the Shepherd of Hermes. Lalu juga diajarkan oleh Origen pada abad ke 3. Bahkan muncul juga dalam tulisan Agustinus, tetapi ia juga menyatakan keraguannya tentang hal itu.

Doktrin tentang api pencucian ini untuk pertama kalinya disusun dalam bentuk formal oleh Gregory I, yang juga disebut Gregory the Great, pada tahun 593. Selanjutnya pada tahun 1439, doktrin ini diproklamirkan sebagai dogma oleh Council of Florence, dan lalu pada tahun 1548, diteguhkan lagi oleh Council of Trent.

II) Doktrin Roma Katolik tentang Api Pencucian:

Setelah kematian, manusia terpisah dalam 3 golongan:

1) Ada orang-orang yang langsung masuk ke neraka, yaitu:

2) Ada orang-orang yang langsung masuk surga, yaitu orang percaya yang sempurna (orang suci, martyr) akan pergi ke surga.

Contoh: Rasul Paulus (Fil 1:21,23).

3) Ada orang-orang yang akan pergi ke purgatory (= api pencucian) yaitu orang percaya yang tidak sempurna.

a) Lamanya di api pencucian dan tingkat sakit yang harus dialami oleh orang itu tergantung pada dosanya.

Penderitaan dalam api pencucian ini sangat hebat, tidak berbeda dengan dalam neraka.

Loraine Boettner dalam bukunya 'Roman Catholicism', hal 220, mengutip Bellarmine, seorang ahli theologia Roma Katolik yang terkemuka, sebagai berikut:

"The pains of purgatory are very severe, surpassing anything endured in this life" (= Rasa sakit dari api pencucian itu sangat hebat, melabihi apapun yang dialami / dirasakan dalam hidup ini).

"According to the Holy Fathers of the Church, the fire of purgatory does not differ from the fire of hell, except in point of duration. 'It is the same fire,' says St. Thomas Aquinas, 'that torments the reprobate in hell, and the just in purgatory. The least pain in purgatory,' he says, 'surpasses the greatest suffering in this life.' Nothing but the eternal duration makes the fire of hell more terrible than that of purgatory" (= Menurut Bapa-bapa kudus dari Gereja, api dari api pencucian tidak berbeda dengan api dari neraka, kecuali dalam hal lamanya / waktunya. 'Itu adalah api yang sama', kata orang suci yang bernama Thomas Aquinas, 'yang menyiksa orang jahat / orang yang ditetapkan untuk binasa dalam neraka, dan orang benar dalam api pencucian. Rasa sakit yang paling kecil di api pencucian, 'katanya, 'melebihi penderitaan yang paling besar dalam hidup ini'. Tidak ada sesuatu apapun kecuali lamanya yang kekal yang membuat api neraka lebih mengerikan / dahsyat dari pada api dari api pencucian)

Dan dalam buku yang lain, Bellarmine berkata:

"There is absolutely no doubt that the pains in some cases endure for entire centuries" (= Sama sekali tidak ada keraguan bahwa dalam kasus-kasus tertentu rasa sakit itu berlangsung untuk berabad-abad).

b) Paus mempunyai hak untuk mengurangi 'masa penyucian' ini bahkan mengakhirinya, sedangkan pastor, sebagai wakil Paus, mempunyai hak yang terbatas.

Bagaimana Paus bisa mengurangi atau mengakhiri masa penyucian dalam api pencucian ini? Roma Katolik percaya akan adanya saints / orang-orang suci. Mereka ini adalah orang-orang yang dianggap telah melakukan perbuatan baik lebih dari yang diperlukan untuk masuk surga. Kelebihan perbuatan baik itu lalu 'ditabung', dan Paus berhak memberikan 'tabungan' itu kepada orang dalam api pencucian, sehingga mereka lalu dibebaskan dari api pencucian dan masuk ke surga. Ini disebut dengan istilah indulgence (= pengampunan dosa).

c) Hal-hal yang mengurangi 'masa penyucian':

Loraine Boettner berkata:

"The doctrine of purgatory has sometimes been referred to as 'the gold mine of the priesthood' since it is the source of such lucrative income" (= doktrin api pencucian kadang-kadang disebut sebagai 'tambang emas keimaman' karena itu merupakan sumber penghasilan yang menguntungkan) - 'Roman Catholicism', hal 222.

Untuk melaksanakan misa ini ada 'ongkos' yang harus dibayar! Besar kecilnya misa dipengaruhi oleh besar kecilnya ongkos, padahal besar kecilnya misa ini mempengaruhi 'masa penyucian'.

Loraine Boettner berkata:

"The Irish have a saying: 'High money, high mass; low money, low mass; no money, no mass'" (= Orang Irlandia mempunyai pepatah: 'Uang besar, misa besar; uang kecil, misa kecil; tidak ada uang, tidak ada misa') - 'Roman Catholicism', hal 185.

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang surat pengampunan dosa:

"The moment the coin in the collection box rings, that moment the soul from purgatory springs" (= pada saat koin berdenting di kotak kolekte, saat itu jiwa meloncat dari api pencucian) - Dr. Albert Freundt, 'History of Modern Christianity', hal 28.

Tetzel ini dengan begitu tidak tahu malu berkata bahwa ia menyelamatkan lebih banyak jiwa dari api pencucian dari pada apa yang dilakukan oleh Petrus melalui khotbahnya!

III) Dasar dari Api Pencucian:

1) Dari Apocrypha: 2Makabe 12:38-45 yang berbunyi sebagai berikut:

Kemudian Yudas mengumpulkan bala tentaranya dan pergilah ia ke kota Adulam. Mereka tiba pada hari yang ke tujuh. Maka mereka menyucikan diri menurut adat dan merayakan hari Sabat di situ. Pada hari berikutnya waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama dengan kaum kera-bat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di pekuburan nenek moyang. Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur. Lalu semua memuliakan tindakan TUHAN, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersem-bunyi. Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu. Kemudian dikumpulkannya uang ditengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkan-nya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bang-kit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati. Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.

Bagaimana text seperti ini, yang sama sekali tidak berbicara tentang api pencucian, bisa dijadikan dasar dari doktrin tentang api pencucian? Orang Roma Katolik berkata begini: Kalau orang-orang yang mati itu ada di surga ataupun neraka, maka tentu sia-sia mendoakan mereka. Bahwa mereka didoakan, itu menunjukkan bahwa mereka tidak berada di surga maupun di neraka, tetapi di api pencucian!

2) Dari Kitab Suci: Yes 4:4 Mikha 7:8-9 Zahk 9:11 Mal 3:2-3 Mat 12:32 1Kor 3:13-15 Yudas 22.

IV) Sanggahan Kristen:

1) Tentang 2Makabe 12:38-45.

a) Ini termasuk dalam Apocrypha, dan Apocrypha bukan Kitab Suci.

Dalam 2Makabe ini terlihat dengan jelas pertentangan antara ajaran Kitab Suci dan Apocrypha.

Bagian Apocrypha ini memuji tindakan mendoakan orang mati, bahkan yang mati dalam dosa!

Kitab Suci tidak pernah menyuruh mendoakan orang yang sudah mati! Bahkan dalam 1Yoh 5:16 dikatakan sebagai berikut:

"Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberi hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan bahwa ia harus berdoa".

Memang ayat ini menimbulkan banyak penafsiran tentang apa yang dimaksud dengan 'dosa yang membawa maut'. Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk pada dosa yang harus dijatuhi hukuman mati, ada pula yang menunjuk pada dosa menghujat Roh Kudus dalam Mat 12:31-32. Tetapi ada satu hal yang pasti yaitu: kalau mendoakan orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja sudah dilarang (padahal orang itu masih hidup), apalagi mendoakan orang yang sudah ada di dalam maut / sudah mati! Karena itu jelas bahwa Kitab Suci melarang doa untuk orang yang sudah mati!

b) Disamping itu, 2Makabe 12:38-45 tidak berkata apa-apa tentang api pencucian. Andaikatapun doa untuk orang-orang yang telah mati itu menunjukkan bahwa mereka tidak ada di surga ataupun neraka, lalu apa dasarnya mengatakan bahwa mereka ada di 'api pencucian'?

Menurut ajaran Roma Katolik sendiri orang-orang yang mempunyai jimat seperti dalam 2Makabe itu, akan langsung masuk neraka, karena ini termasuk mortal sin.

2) Tentang dasar Kitab Suci.

Dasar-dasar Kitab Suci mereka adalah ayat-ayat yang penafsirannya dipaksakan. Bacalah sendiri semua ayat-ayat dalam point III, no 2 itu, dan saudara bisa melihat bahwa tidak ada satupun ayat-ayat itu yang ber-bicara tentang api pencucian. Jelas sekali bahwa ajaran ini keluar bukan dari Kitab Suci tetapi dari manusia. Setelah ajarannya keluar, baru dicari-carikan dasar Kitab Sucinya.

3) Apa yang dilakukan oleh Kristus sudah lengkap, dan ini ditunjukkan oleh:

  1. Seruan Yesus di atas kayu salib yang berbunyi: 'Sudah selesai!' (Yoh 19:30).
  2. Kristus bisa bangkit dan ini membuktikan bahwa dosa yang Dia pikul itu memang sudah beres. Kalau tidak, karena dosa itu upahnya maut (Ro 6:23), maka Kristus tidak bisa bangkit / harus terus mati.
  3. Kristus bisa naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ini menunjukkan bahwa misinya membereskan dosa manusia memang sudah selesai.

Karena itu, orang yang betul-betul percaya kepada Yesus tidak bisa dihukum. Ini sesuai dengan Ro 8:1 yang berbunyi:

"Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus".

Semua dosa, cacat cela dan ketidaksempurnaan kita sudah dibayar lunas oleh Kristus, sehingga tidak mungkin dihukumkan lagi kepada kita, baik di dalam dunia ini atau di api pencucian ataupun di neraka!

4) Ajaran tentang api pencucian (no II di atas) adalah ajaran yang didasar-kan pada keselamatan melalui perbuatan baik (salvation by works) dan ini merupakan ajaran sesat yang bertentangan dengan Gal 2:16,21 Ef 2:8-9.

5) Ajaran ini menyebabkan orang Roma Katolik takut pada kematian. Lebih-lebih kalau mereka tahu bahwa mortal sins mencakup hal-hal seperti:

Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner 'Roman Catholicism', hal 200.

Jelas tidak ada orang yang bisa bebas dari mortal sins ini, dan ini menyebabkan orang Roma Katolik takut, karena tidak adanya keyakinan keselamatan. Paling banter mereka bisa masuk api pencucian, dan ini menyakitkan dan menakutkan!

Perlu diketahui bahwa rasa takut seperti ini bertentangan dengan Ibr 2:14-15 dan 1Yoh 4:17-18.

Ibr 2:14-15 berbunyi:

"Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia me-musnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hi-dupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepa-da maut".

1Yoh 4:17-18 berbunyi:

"Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakim-an, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih yang sempurna tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengan-dung hukuman dan barangsiapa takut ia tidak sempurna di dalam kasih".

Catatan: perlu diperhatikan bahwa rasa takut yang dimaksudkan oleh 1Yoh 4:17-18 ini bukanlah seadanya rasa takut, tetapi rasa takut pada hari penghakiman / hukuman Allah.

6) Ajaran ini menunjukkan bahwa Allah tidak adil. Yang kaya bisa bebas dengan cepat karena bisa memberikan banyak persembahan, melakukan misa yang besar dsb. Sedangkan yang miskin tidak bisa melakukan hal-hal itu.

7) Penjahat yang bertobat di kayu salib masuk Firdaus / surga (Luk 23:43), bukan neraka ataupun api pencucian. Padahal ia jelas bukan termasuk orang percaya yang sempurna! Bahkan hampir bisa dikatakan bahwa orang ini tidak pernah berbuat baik. Mungkin satu-satunya perbuatan baik yang ia lakukan adalah menegur penjahat satunya yang mengolok-olok Yesus (Luk 23:39-41). Ia bahkan belum sempat dibaptis ataupun pergi ke gereja. Menurut ajaran Roma Katolik, orang seperti ini bukan masuk api pencucian, tetapi langsung masuk neraka. Tetapi Yesus berkata kepada penjahat ini bahwa hari itu juga ia akan bersama Yesus di Firdaus / surga (Luk 23:43).

Cerita ini secara jelas menunjukkan betapa hebatnya kuasa dari penebusan dosa yang Yesus lakukan bagi kita! Bagaimanapun hebatnya dan banyaknya dosa saudara, hanya dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, saudara akan diampuni, dan dijamin pasti masuk surga!

Dan jelas bahwa cerita ini juga menunjukkan secara meyakinkan bahwa doktrin Katolik tentang keselamatan, api pencucian dsb, adalah ajaran yang bertentangan dengan Kitab Suci / ajaran Yesus sendiri!

Catatan:

Bahwa Firdaus adalah sama dengan surga terlihat dari 2Kor 12:2,4. Dalam ay 2 Paulus berkata surga, tetapi dalam ay 4 ia berkata Firdaus. Ini menunjukkan kedua kata itu menunjuk pada tempat yang sama.

8) Seorang ahli theologia yang bernama Dr. Augustus H. Strong berkata sebagai berikut:

"But suffering has in itself no reforming power. Unless accompanied by special renewing influences of the Holy Spirit, it only hardens and embitters the soul. We have no Scriptural evidence that such influences of the Spirit are exerted, after death, upon the still impenitent; but abundant evidence, on the contrary, that the moral condition in which death finds men is their condition forever. ... To the impenitent and rebellious sinner the motive must come, not from within, but from without. Such motives God presents by His Spirit in this life; and when this life ends and God's Spirit is withdrawn, no motive to repentance will be presented. The soul's dislike for God will issue only in complaint and resistance" (= Tetapi penderitaan dalam dirinya sendiri tidak mempunyai kuasa untuk mengubah / memperbaiki. Kecuali dibarengi oleh pengaruh memperbaharui yang khusus dari Roh Kudus, penderitaan hanya mengeraskan dan memahitkan jiwa. Kami tidak mempunyai bukti Kitab Suci bahwa pengaruh Roh seperti itu digunakan setelah kematian terhadap orang-orang yang tidak / belum bertobat, tetapi sebaliknya ada banyak bukti bahwa kondisi moral pada saat seseorang itu mati merupakan kondisinya untuk selama-lamanya. ... Bagi orang berdosa yang tidak / belum bertobat dan bersifat pemberontak, motivasi / dorongan harus datang, bukan dari dalam, tetapi dari luar. Motivasi / dorongan seperti itu diberikan Allah oleh RohNya dalam hidup ini; dan pada waktu hidup ini berakhir dan Roh Allah ditarik kembali, tidak ada motivasi / dorongan untuk bertobat yang akan diberikan. Ketidaksenangan jiwa kepada Allah akan menghasilkan keluhan dan perlawanan) - A. H. Strong - 'Systematic Theology', hal 1041-1042.

Dengan demikian adalah suatu omong kosong bahwa api pencucian bisa menyucikan seseorang dengan menggunakan penderitaan yang begitu hebat setelah orang itu mati.

9) Ada 2 pertanyaan serangan:

a) Mengapa misa, yang bisa melepaskan orang dari api pencucian dan membawanya ke surga, tidak digratiskan kalau Paus / pastor-pastor itu memang adalah orang yang baik? Sebaliknya, pada waktu ada seseorang menderita karena kematian orang yang dicintainya, pastor hanya mau memberikan misa dengan biaya tertentu. Jadi, boleh dikata-kan orang yang sudah menderita karena kematian orang yang ia cintai itu, masih diperas lagi uangnya! Bukankah ini merupakan suatu tindakan yang tidak kasih, dan bahkan kejam?

b) Bagaimana kita bisa tahu roh seseorang itu sudah pindah dari api pencucian ke surga atau belum? Dengan kata lain, sampai kapan keluarga dari si mati itu harus memberi persembahan, mengadakan misa dsb?

Loraine Boettner mengutip Dr. Robert Ketcham, dalam suatu buku tipis yang berjudul 'Let Rome Speak for Herself', hal 20, yang menga-jukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pastor sebagai berikut:

"How do you know, Mr Priest, when to stop praying and taking money from your parishioners for a given case? How do you know when John Murphy is out of purgatory? His getting out is dependent upon the saying of masses paid for by his bereaved ones. If you stop one or two masses too soon, what then? If you keep on saying masses for the fellow after he is out, that is bad. It is bad either way you come at it. I ask seriously, Sir, Mr Roman Catholic Priest, How do you know when to stop saying masses for a given individual? Do you have some kind of a connection with the unseen world?" [= Bagaimana kamu tahu, Tuan Pastor, kapan berhenti berdoa dan mene-rima uang dari jemaatmu dalam suatu kasus? Bagaimana kamu tahu kapan John Murphy keluar dari api pencucian? Keluarnya dia tergan-tung dari pengadaan misa yang dibayar oleh orang-orang yang kehi-langan orang yang dikasihinya. Jika kamu berhenti satu atau dua misa terlalu cepat, lalu bagaimana? Jika kamu terus mengadakan misa untuk seseorang setelah ia keluar (dari api pencucian) maka itu jelek. Jadi, yang pertama maupun yang kedua sama-sama jelek. Saya bertanya secara serius, Tuan, Tuan Pastor Roma Katolik, Bagaimana kamu tahu kapan harus menghentikan misa untuk seorang individu tertentu? Apakah kamu mempunyai suatu hubungan tertentu dengan dunia yang tidak kelihatan?] - 'Roman Catholicism', hal 224.

Loraine Boettner lalu menambahkan:

"The fact is that Roman Catholic priest admit that they have no way of knowing when a soul is released from purgatory" (= Faktanya adalah bahwa pastor Roma Katolik mengakui bahwa mereka tidak mempunyai jalan untuk mengetahui kapan jiwa seseorang itu dibebaskan dari api pencucian) - 'Roman Catholicism', hal 224.

10) Loraine Boettner menceritakan percakapan antara seorang yang bernama Norman Porter, dengan seorang pastor. Ternyata pastor itu yakin bahwa ia tidak cukup sempurna untuk masuk surga, dan karenanya ia harus masuk ke api pencucian bila ia mati. Ini sesuatu yang aneh, karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus harus yakin akan keselamatannya sesuai dengan 1Yoh 5:13 berbunyi:

"Semuanya ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal".

Lebih dari itu, pastor itu juga tidak tahu kapan ia akan keluar dariapi pencucian. Sesuatu yang aneh tetapi nyata adalah bahwa ia bahkan ia juga yakin bahwa kalau Paus mati, iapun akan pergi ke api pencucian.

Loraine Boettner menutup cerita ini dengan kata-kata:

"What a message for a perishing world!" (= betul-betul suatu berita untuk dunia yang sedang binasa!) - 'Roman Catholicism', hal 232-233.


email us at : gkri_exodus@mailcity.com