Khotbah Hari Raya Kristen

oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.


Kenaikan Kristus ke Surga 2004

Ibrani 9:6-14

 

I) Pelayanan imam-imam dalam Perjanjian Lama.

 

1)   Imam-imam senantiasa / selalu masuk ke dalam kemah yang pertama / Ruang Suci.

 

Ay 6: “Demikianlah caranya tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka,.

 

KJV/Lit: ‘the first tabernacle’ (= kemah yang pertama).

 

Para imam masuk ke Ruang Suci 2 x sehari untuk melakukan pelayanan mereka, yaitu:

 

·        membakar kemenyan pada saat korban pagi dan petang.

 

·        membereskan lampu.

 

·        menyingkirkan roti yang lama dan menggantikannya dengan yang baru.

 

·        memercikkan darah dari korban penghapus dosa di hadapan tabir (Im 4:6).

 

Im 4:6 - “Imam harus mencelupkan jarinya ke dalam darah itu, dan memercikkan sedikit dari darah itu, tujuh kali di hadapan TUHAN, di depan tabir penyekat tempat kudus”.

 

Untuk melakukan hal-hal ini, para imam harus selalu mempunyai akses ke dalam Ruang Suci.

 

Adam Clarke: “‘The priests went always into the first tabernacle.’ That is, into the first part of the tabernacle, or holy place, into which he went everyday twice, accomplishing the services, tas latreias epitelountes, which included his burning the incense at the morning and evening sacrifice, dressing the lamps, removing the old show-bread and laying on the new, and sprinkling the blood of the sin-offerings before the veil, Lev. 4:6; and for these works he must have constant access to the place” (= ).

 

Barnes’ Notes: “‘The priests went always into the first tabernacle.’ The outer tabernacle called the holy place. They were not permitted to enter the Holy of Holies, that being entered only once in a year by the High Priest. The holy place was entered every day to make the morning and evening oblation” (= ).

 

2)   Imam besar masuk ke dalam kemah yang kedua (Ruang Maha Suci) hanya setahun sekali, pada hari raya penebusan dosa (The Day of Atonement).

 

Ay 7: “tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar”.

 

Pada hari raya penebusan dosa itu, imam besar masuk beberapa kali ke dalam Ruang Maha Suci itu, yaitu:

 

a)   Untuk membakar kemenyan.

 

Im 16:12 - “Dan ia harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari atas mezbah yang di hadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke belakang tabir”.

 

b)   Memercikkan darah korban kepada tutup pendamaian.

 

Im 16:14 - “Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan itu dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian muka, dan ke depan tutup pendamaian itu ia harus memercikkan sedikit dari darah itu dengan jarinya tujuh kali”.

 

c)   Membunuh korban untuk korban penghapus dosa, dan membawa darahnya melewati tabir ke dalam Ruang Maha Suci, dan juga memercikkannya kepada tutup pendamaian.

 

Im 16:15 - “Lalu ia harus menyembelih domba jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa bagi bangsa itu dan membawa darahnya masuk ke belakang tabir, kemudian haruslah diperbuatnya dengan darah itu seperti yang diperbuatnya dengan darah lembu jantan, yakni ia harus memercikkannya ke atas tutup pendamaian dan ke depan tutup pendamaian itu”.

 

d)   Setelah itu, ia masuk lagi ke Ruang Maha Suci untuk membawa keluar pedupaan / mezbah pembakaran ukupan dari emas.

 

Pulpit Commentary: “In dealing with the abolition of the types of the old economy since their fulfilment in the high priesthood of Christ (ch. 9-10:18), the writer comes here to dwell on the Jewish Day of Atonement. That day is the key to these and following verses, and the most forcible illustration of our Lord’s high priestly work. This day was the basis of the Jewish system; by its services, Israel’s covenant relation to Jehovah was re-established and affirmed. The other offerings of the year were dependent on this, representing the various spiritual privileges of those who are at peace with the Most High. On that day, not only was atonement made for the people, but also for the priesthood, and the altar on which the other sacrifices were offered, and the tabernacle and its furniture, implying that the privileges these represented were only possible through the atonement made then. Had there been no Day of Atonement it would have involved the extinction of their peculiar privileges as the chosen people. That day was to Israel what to the believer that day is when in faith he first lays his sins on Christ, and enters the number of the redeemed” (= ) - hal 253-254.

 

Adam Clarke: “‘But into the second.’ That is, the holy of holies, or second part of the tabernacle, the high priest alone, once every year, that is, on one day in the year only, which was the day on which the general atonement was made. The high priest could enter into this place only on one day in the year; but on that day he might enter several times. See Lev. 16” (= ).

 

Adam Clarke: “‘Not without blood.’ The day prescribed by the law for this great solemnity was the tenth of the month Tisri, in which the high priest brought in the incense or perfumes, which he placed on the golden censer; he brought also the blood of the bullock, and sprinkled some portion of it seven times before the ark, and the veil which separated the holy place from the holy of holies. See Lev. 16:14. He then came out, and, taking some of the blood of the goat which had been sacrificed, he sprinkled it between the veil and the ark of the covenant, ver. 15” (= ).

 

Barnes’ Notes: “‘But into the second.’ The second apartment or room, called the most holy place; Heb. 9:3. ‘Went the high priest alone once every year.’ On the great day of atonement; Exo. 30:10. On that day he probably entered the Holy of Holies three or four times, first to burn incense, Lev. 16:12; then to sprinkle the blood of the bullock on the mercy-seat, Lev. 16:14; then he was to kill the goat of the sin-offering, and bring that blood within the Veil and sprinkle it also on the mercy-seat, and then, perhaps, he entered again to bring out the golden censer. The Jewish tradition is, that he entered the Holy of Holies four times on that day. After all, however, the number of times is not certain, nor is it material, the only important point being that he entered it only on one day of the year, while the holy place was entered every day” (= ).

 

3)   Semua ini mempunyai arti simbolis, yaitu bahwa jalan ke surga / kepada Allah belum terbuka.

 

Ay 8: “Dengan ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada”.

 

Matthew Henry: “There was not that free access to God then that there is now; God has now opened a wider door; and there is room for more, yea, even for as many as are truly willing to return unto him by Christ” (= Pada saat itu tidak ada jalan masuk yang bebas kepada Allah seperti yang ada sekarang; sekarang Allah telah membuka suatu pintu yang lebih luas / besar untuk lebih banyak orang, ya, bahkan untuk sebanyak yang mau untuk kembali kepadaNya melalui Kristus).

 

Adam Clarke: “‘The way into the holiest.’ That full access to God was not the common privilege of the people, while the Mosaic economy subsisted. That the apostle means that it is only by Christ that any man and every man can approach God, is evident from Heb. 10:19-22; and it is about this, and not about the tabernacle of this world, that he is here discoursing” (= ).

 

Barnes’ Notes: “The idea is, that until it was superseded by a more perfect system, it was a ‘proof’ that the way to heaven was not yet fully and freely optioned, and that the Holy Spirit ‘designed’ that it should be such a proof. The apostle does not specify in what the proof consisted, but it may have been in something like the following. (1) it was a mere ‘symbol,’ and not the ‘reality’ - showing that the true way was not yet fully understood. (2) it was entered but once a year - showing that there was not access at all times. (3) it was entered only by the High Priest - showing that there was not free end full access to all the people. (4) it was accessible only by Jews - showing that the way in which all men might be saved was not then fully revealed.          The sense is, that it was a system of types and shadows, in which there were many burdensome rites and many things to prevent people from coming before the symbol of the divinity, and was, therefore, an ‘imperfect system.’ All these obstructions are now removed; the Saviour - the great High Priest of his people - has entered heaven and ‘opened it to all true believers,’ and all of every nation may now have free access to God; see Heb. 9:12; compare Heb. 10:19-22” (= ).

 

4)   Semua persembahan / korban pada saat itu tidak bisa menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya.

 

Ay 9: “Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka,.

 

Matthew Henry dan Adam Clarke mengatakan bahwa dalam jaman Perjanjian Lama, sekalipun seseorang melakukan semua upacara ini, itu tetap tak bisa membersihkan hati nuraninya.

 

Bdk. Ibr 10:3-4 - “(3) Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. (4) Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa”.

 

Matthew Henry: “That the first tabernacle was only a figure for the time then present, v. 9. It was a dark dispensation, and but of short continuance, only designed for awhile to typify the great things of Christ and the gospel, that were in due time to shine forth in their own brightness, and thereby cause all the shadows to flee away and disappear, as the stars before the rising sun” (= ).

 

Matthew Henry: “That none of the gifts and sacrifices there offered could make the offerers perfect as pertaining to conscience (v. 9); that is, they could not take away the desert, or defilement, or dominion, of sin; they could not deliver conscience from a dread of the wrath of God; they could neither discharge the debts, nor resolve the doubts, of him who did the service. A man might run through them all in their several orders and frequent returns, and continue to do so all his days, and yet not find his conscience either pacified or purified by them; he might thereby be saved from corporal and temporal punishments that were threatened against the non-observers, but he could not be saved by them from sin or hell, as all those are who believe in Christ” (= ).

 

Adam Clarke: “The whole was a figure, or dark representation, of a spiritual and more glorious system: and although a sinner, who made these offerings and sacrifices according to the law, might be considered as having done his duty, and thus he would be exempted from many ecclesiastical and legal disabilities and punishments; yet his conscience would ever tell him that the guilt of sin was still remaining, and that it was impossible for the blood of bulls and goats to take it away. Thus, even he that did the service best continued to be imperfect - had a guilty conscience, and an unholy heart” (= ).

 

Barnes’ Notes: “The idea is, that the arrangements and services of the tabernacle were a representation of important realities, and of things which were more fully to be revealed at a future period. There can be no doubt that Paul meant to say that this service in general was symbolical or typical, though this will not authorize us to attempt to spiritualize every minute arrangement of it. Some of the things in which it was typical are specified by the apostle himself, and wisdom and safety in explaining the arrangements of the tabernacle and its services consist in adhering very closely to the explanations furnished by the inspired writers. An interpreter is on an open sea, to be driven he knows not whither, when he takes leave of these safe pilots. (NOTE: See the supplementary note at Heb. 9:2.)” (= ).

 

5)   Semua upacara dan peraturan ini hanyalah hal-hal lahiriah, yang hanya berlaku sampai tiba masa pembaharuan.

 

Ay 10: “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.

Semua ini memang tidak pernah direncanakan untuk berlangsung selama-lamanya, karena ada hal-hal yang lebih baik yang disediakan untuk menggantikan semua ini.

 

Matthew Henry: “The Holy Ghost hereby signifies that the Old-Testament institutions were by external carnal ordinances imposed upon them until the time of reformation, v. 10. Their imperfection lay in ... These were never designed for a perpetuity, but only to continue till the time of reformation, till the better things provided for them were actually bestowed upon them. Gospel times are and should be times of reformation” (= ).

 

Barnes’ Notes: “‘And carnal ordinances.’ Margin, ‘Or, rites, or ceremonies.’ Greek ‘Ordinances of the flesh;’ that is, which pertained to the flesh or to external ceremonies. The object was rather to keep them ‘externally’ pure than to cleanse the conscience and make them holy in heart (= ).

 

II) Pelayanan Kristus.

 

Ay 11-12: “(11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.

 

1)   ‘Tetapi Kristus’.

 

Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa di sini disebut sebagai ‘Kristus’, bukan ‘Yesus’, untuk menyesuaikan dengan kata-kata ‘Imam yang diurapi itu’ dalam Im 4:5 - “Imam yang diurapi itu harus mengambil sebagian dari darah lembu itu, lalu membawanya ke dalam Kemah Pertemuan”.

 

2)   ‘Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang’.

 

Barnes’ Notes: “‘But Christ being come.’ Now that the Messiah has come, a more perfect system is introduced by which the conscience may be made free from guilt (= ).

 

Matthew Henry: “The Holy Ghost signifies to us hereby that we never make the right use of types but when we apply them to the antitype; and, whenever we do so, it will be very evident that the antitype (as in reason it should) greatly excels the type, which is the main drift and design of all that is said. And, as he writes to those who believed that Christ had come and that Jesus was the Christ, so he very justly infers that he is infinitely above all legal high priests (v. 11-12), and he illustrates it very fully” (= ).

 

Matthew Henry: “Observe, All things past, present, and to come, were, and are, founded upon, and flowing from, the priestly office of Christ” (= ).

 

Barnes’ Notes: The apostle having described the tabernacle, and shown wherein it was defective in regard to the real wants of sinners, proceeds now to describe the Christian system, and to show how that met the real condition of man, and especially how it was adapted to remove sin from the soul (= ).

 

3)   Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini’.

 

Banyak penafsir menafsirkan bahwa ‘kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna’ ini menunjuk kepada human nature / hakekat manusia dari Kristus.

 

Ada alasan-alasan yang menyebabkan orang-orang tertentu menganggap bahwa ini adalah human nature / hakekat manusia dari Kristus, yaitu:

 

·        Yoh 2:21 - Yesus mengatakan bahwa bait Allah adalah tubuhNya sendiri.

 

·        Yoh 1:14 - ‘tabernacled among us’ (= tinggal / berkemah di antara kita).

 

·        Ibr 10:19-20 - “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri (Lit: ‘dagingNya’)”.

 

Matthew Henry: “Christ is a high priest by a greater and more perfect tabernacle (v. 11), a tabernacle not made with hands, that is to say, not of this building, but his own body, or rather human nature, conceived by the Holy Ghost overshadowing the blessed virgin. This was a new fabric, a new order of building, infinitely superior to all earthly structures, not excepting the tabernacle of the temple itself” (= ).

 

Adam Clarke: “‘A greater and more perfect tabernacle.’ This appears to mean our Lord’s human nature. That, in which dwelt all the fullness of the Godhead bodily, was fitly typified by the tabernacle and temple, in both of which the majesty of God dwelt. ‘Not made with hands.’ Though our Lord’s body was a perfect human body, yet it did not come in the way of natural generation; his miraculous conception will sufficiently justify the expressions used here by the apostle” (= ).

 

Tetapi saya berpendapat bahwa ini salah, dan sama sekali tidak cocok dengan kontextnya. Kata-kata itu harus diartikan menunjuk kepada ‘surga’. Alasan saya:

 

¨       Kontext menuntut arti itu.

 

Seluruh kontext membandingkan pelayanan imam besar pada jaman Perjanjian Lama, dengan pelayanan Kristus. Imam besar pada jaman Perjanjian Lama masuk ke Ruang Maha Suci, yang merupakan simbol kehadiran Allah, dengan membawa darah binatang. Sedangkan Kristus masuk ke surga, yang juga merupakan tempat kehadiran Allah, dengan membawa darahNya sendiri.

 

¨       Arti ini sesuai dengan Ibr 9:24 - “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita”.

 

¨       Kata-kata ‘bukan buatan tangan manusia’, baik dalam Ibr 9:24 di atas, maupun dalam 2Kor 5:1, menunjuk kepada surga.

 

2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.

 

Juga kata-kata ‘bukan buatan tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini’ tidak cocok untuk menunjuk kepada human nature / hakekat manusia dari Kristus, yang jelas adalah suatu ciptaan! Kristus sebagai Allah / hakekat ilahi dari Kristus memang bukan ciptaan, tetapi Kristus sebagai manusia / hakekat manusia dari Kristus adalah suatu ciptaan.

 

¨       Sekarang perhatikan ay 11-12 - “(11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.

 

Ay 12nya menunjukkan bahwa Yesus masuk ‘tempat kudus’ dengan membawa darahNya sendiri. Ini membuktikan bahwa tidak mungkin human nature / hakekat manusia dari Kristus yang dimaksud, karena Yesus mengambil human nature / hakekat manusia pada saat inkarnasi, yang jelas terjadi sebelum Ia mati di salib. Sedangkan penggambaran di sini, dimana Ia masuk ke sana dengan membawa darahNya sendiri, jelas terjadi setelah Ia mati di salib.

 

Barnes’ Notes: “‘By a greater and more perfect tabernacle.’ The meaning is, that Christ officiated as high priest in a much more magnificent and perfect temple than either the tabernacle or the temple under the old dispensation. He performed the great functions of his priestly office - the sprinkling of the blood of the atonement - in heaven itself, of which the most holy place in the tabernacle was but the emblem. The Jewish high priest entered the sanctuary made with hands to minister before God; Christ entered into heaven itself. The word ‘by’ here - dia - means probably ‘through,’ and the idea is, that Christ passed through a more perfect tabernacle on his way to the mercy-seat in heaven than the Jewish high priest did when he passed through the outer tabernacle (Heb. 9:2) and through the veil into the most holy place. Probably the idea in the mind of the writer was that of the Saviour passing through the ‘visible heavens’ above us, to which the veil, dividing the holy from the most holy place in the temple, bore some resemblance. Many, however, have understood the word ‘tabernacle’ here as denoting the ‘body of Christ’ (see Grotius and Bloomfield in loc.); and according to this the idea is, that Christ, by means of his own body and blood offered as a sacrifice, entered into the most holy place in heaven. But it seems to me that the whole scope of the passage requires us to understand it of the more perfect temple in heaven where Christ performs his ministry, and of which the tabernacle of the Hebrews was but the emblem (= ).

 

4)   dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal” (ay 12).

 

a)   Apa yang Kristus lakukan.

 

1.   dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri”.

 

Barnes’ Notes: “‘But by his own blood.’ That is, by his own blood shed for the remission of sins. The meaning is, that it was in virtue of his own blood, or ‘by means’ of that, that he sought the pardon of his people. That blood was not shed for himself - for he had no sin - and consequently there was a material difference between his offering and that of the Jewish high priest. The difference related to such points as these. (1) the offering which Christ made was wholly for others; that of the Jewish priest for himself as well as for them. (2) the blood offered by the Jewish priest was that of animals; that offered by the Saviour was his own. (3) that offered by the Jewish priest was only an emblem or type - for it could not take away sin; that offered by Christ had a real efficacy, and removes transgression from the soul” (= ).

 

2.   Kapan Kristus melakukan semua ini.

 

Ada 2 saat dimana Ia naik ke surga. Pada saat mati, Ia menyerahkan nyawa / rohNya ke tangan Bapa, dan karena itu Ia pasti naik ke surga (tanpa tubuhNya). Dan 40 hari setelah kebangkitanNya, Ia naik ke surga dengan tubuh kebangkitanNya. Pada saat yang mana Kristus melakukan semua ini?

 

John Owen (‘Hebrews’, Abridged, hal 163), menganggap bahwa itu terjadi pada hari Kenaikan Kristus ke surga. Calvin kelihatannya juga berpandangan demikian (hal 202).

 

Kalau ini benar, maka ini menunjukkan bahwa Kristus naik ke surga, bukan hanya karena tugasNya sudah selesai. KenaikanNya ke surga tetap berhubungan dengan penebusan dan pencurahan darah yang telah Ia lakukan di atas kayu salib, karena Ia naik ke surga seperti imam besar dalam Perjanjian Lama masuk Ruang Maha Suci. Bedanya, imam besar membawa darah binatang, sedangkan Ia membawa darahNya sendiri.

 

Barnes’ Notes: “It is not of course meant that he literally bore his own blood into heaven - as the high priest did the blood of the bullock and the goat into the sanctuary; or that he literally ‘sprinkled’ it on the mercy-seat there, but that that blood, having been shed for sin, is now the ground of his pleading and intercession for the pardon of sin - as the sprinkled blood of the Jewish sacrifice was the ground of the pleading of the Jewish high priest for the pardon of himself and the people” (= Ini tentu tidak berarti bahwa Ia secara hurufiah membawa darahNya sendiri ke dalam surga - seperti imam besar membawa darah dari sapi jantan dan kambing ke dalam Ruang Maha Suci; atau bahwa Ia secara hurufiah memercikkannya pada tutup pendamaian / tempat duduk belas kasihan di sana, tetapi bahwa darah itu, yang telah dicurahkan untuk dosa, sekarang merupakan dasar dari permohonan dan pengantaraanNya untuk pengampunan dosa - seperti darah yang dipercikkan dari korban Yahudi merupakan dasar dari permohonan imam besar Yahudi untuk pengampunan dari dirinya sendiri dan bangsa itu).

 

b)   Akibat / hasil dari apa yang Kristus lakukan, jauh lebih baik dari apa yang dilakukan imam besar dan korban-korban Perjanjian Lama. Dalam hal apa?

 

1.   “Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.

 

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘eternal redemption’ (= penebusan kekal).

 

Bdk. Ibr 9:25-28 - “(25) Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diriNya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. (26) Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diriNya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korbanNya. (27) Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, (28) demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

 

Kekalnya penebusan yang dilakukan Kristus menyebabkan kita tidak membutuhkan korban lain, baik binatang maupun apapun juga yang lain. Juga Kristus hanya perlu dikorbankan / mengorbankan diriNya satu kali untuk selama-lamanya.

 

Barnes menggunakan bagian ini untuk menunjukkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang.

 

Barnes’ Notes: “The redemption which the Lord Jesus effected for his people is eternal. It will continue forever. It is not a temporary deliverance leaving the redeemed in danger of falling into sin and ruin, but it makes salvation secure, and in its effects extends through eternity (= Penebusan yang diadakan oleh Tuhan Yesus untuk umatNya adalah kekal. Itu akan berlangsung selama-lamanya. Itu bukanlah suatu pembebasan sementara yang membiarkan / meninggalkan orang-orang yang ditebus dalam bahaya untuk jatuh ke dalam dosa dan kehancuran, tetapi itu membuat keselamatan itu aman / terjamin, dan pengaruhnya diperluas sampai kekekalan).

 

Matthew Henry: “Not for one year only, which showed the imperfection of that priesthood, that it did but typically obtain a year’s reprieve or pardon. But our high priest entered into heaven once for all, and has obtained not a yearly respite, but eternal redemption, and so needs not to make an annual entrance. In each of the types there was something that showed it was a type, and resembled the antitype, and something that showed it was but a type, and fell short of the antitype, and therefore ought by no means to be set up in competition with the antitype” (= ).

 

Adam Clarke: “‘Eternal redemption.’ Aioonian lutroosin. A redemption price which should stand good forever, when once offered; and an endless redemption from sin, in reference to the pardon of which, and reconciliation to God, there needs no other sacrifice: it is eternal in its merit and efficacy” (= ).

 

2.   Ada penyucian hati nurani.

 

Ay 13-14: “(13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.

 

Berbeda dengan korban-korban Perjanjian Lama tadi, yang tidak bisa membersihkan hati nurani, maka korban Kristus ini bisa membersihkan hati nurani, sehingga kita bisa mempunyai keyakinan bahwa dosa-dosa kita telah diampuni, keyakinan akan masuk ke surga, dan damai dan sukacita dalam hati kita.

 

Barnes’ Notes: “‘Sanctifieth to the purifying of the flesh.’ Makes holy so far as the flesh or body is concerned. The uncleanness here referred to related to the body only, and of course the means of cleansing extended only to that. It was not designed to give peace to the conscience, or to expiate moral offences. The offering thus made removed the obstructions to the worship of God so far as to allow him who had been defiled to approach him in a regular manner. Thus, much the apostle allows was accomplished by the Jewish rites. They had an efficacy in removing ceremonial uncleanness, and in rendering it proper that he who had been polluted should be permitted again to approach and worship God. The apostle goes on to argue that if they had such an efficacy, it was fair to presume that the blood of Christ would have far greater efficacy, and would reach to the conscience itself, and make that pure” (= ).

 

Barnes’ Notes: “‘How much more shall the blood of Christ.’ As being infinitely more precious than the blood of an animal could possibly be. If the blood of an animal had any efficacy at all, even in removing ceremonial pollutions, how much more is it reasonable to suppose may be effected by the blood of the Son of God! (= ).

 

Penutup / kesimpulan.

 

Setelah KenaikanNya ke surga, Kristus menjadi Imam Besar kita di surga. Dengan darahNya sebagai dasar Ia selalu memintakan ampun untuk semua dosa-dosa kita yang percaya kepadaNya. Sudahkah saudara percaya kepada Dia? Maukah saudara percaya kepada Dia?

 

 

-AMIN-