Khotbah Hari Raya Kristen

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 

Jum’AT Agung 2004

 

Tanggapan terhadap Film

‘The Passion of the Christ’

 

 

I) Ada bermacam-macam tanggapan yang salah.

 

1)   Menganggapnya sebagai penggambaran yang melebih-lebihkan (exaggeration).

 

Mungkin kalau melihat pencambukan terhadap Yesus, yang menjadikan diriNya penuh dengan darah seperti itu, ada orang-orang yang beranggapan bahwa film ‘The Passion of the Christ’ tersebut mengexpose secara terlalu berlebihan pencambukan / penyiksaan terhadap Yesus tersebut. Tetapi dari apa yang saya baca dari buku-buku tafsiran, Bible Dictionary, dan Encyclopedia, saya berpendapat bahwa apa yang digambarkan dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu tidaklah berlebih-lebihan!

 

Untuk menunjukkan bahwa penggambaran dalam film ‘The Passion of the Christ’ tersebut tidaklah berlebih-lebihan, bacalah komentar-komentar dari para penafsir di bawah ini tentang pencambukan dan penyaliban, dan bandingkan dengan penggambaran dalam film tersebut.

 

a)   Pencambukan.

 

1.   Pencambukan / penyesahan selalu mendahului penyaliban.

 

Pulpit Commentary (tentang Yoh 19:1): “Roman and Greek historians confirm the custom (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Matt. 20:19; Luke 18:33) of scourging before crucifixion. It may have had a twofold motive - one to glut the desire of inflicting physical torment and ignominy, and another allied to the offer of anodyne, to hasten the final sufferings of the cross” [= Para ahli sejarah Romawi dan Yunani meneguhkan kebiasaan / tradisi (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Mat 20:19; Luk 18:33) tentang penyesahan sebelum penyaliban. Itu bisa mempunyai motivasi ganda - pertama untuk memuaskan keinginan untuk memberikan siksaan fisik dan kehinaan, dan yang kedua berhubungan dengan tawaran pengurangan rasa sakit, untuk mempercepat penderitaan akhir pada salib] - hal 416.

 

The International Standard Bible Encyclopedia, vol I: “Some form of torture prior to the crucifixion was customary among the Carthaginians and, in the form of flogging, was the normal procedure of the Romans. Whatever else may have been done to the victim prior to crucifixion, there was at least a flogging to the point of making blood flow. In actuality this hastened death and thus reduced the extreme agonies that intensified as long as the victim endured on the cross” (= Suatu bentuk penyiksaan sebelum penyaliban merupakan kebiasaan di antara orang-orang Carthage dan, dalam bentuk pencambukan, merupakan prosedur normal dari orang-orang Romawi. Apapun hal lain yang dilakukan terhadap korban sebelum penyaliban, sedikitnya ada pencambukan dengan tujuan untuk membuat darah mengalir. Dalam kenyataan, ini mempercepat kematian dan dengan demikian mengurangi penderitaan extrim yang makin lama makin hebat selama korban bertahan di kayu salib) - hal 829.

 

Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, kedua penjahat yang disalibkan bersama Yesus tidak dicambuki terlebih dahulu. Ini bertentangan dengan tradisi penyaliban, yang mengharuskan orang yang akan disalib dicambuki lebih dulu.

 

2.   Hebatnya penyesahan.

 

a.   Bentuk cambuk.

 

Unger’s Bible Dictionary: “Crucifixion was preceded by scourging with thongs, to which were sometimes added nails, pieces of bone, etc., to heighten the pain, often so intense as to cause death” (= Penyaliban didahului oleh pencambukan dengan tali-tali kulit, dimana kadang-kadang ditambahkan paku-paku, potongan-potongan tulang, dsb, untuk menaikkan rasa sakit, sering begitu hebat sehingga menyebabkan kematian) - hal 229.

 

Pulpit Commentary: “This was no ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead or armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the flesh, causing intense pain” (= Ini bukannya cambuk biasa, tetapi biasanya merupakan sejumlah tali kulit yang dimuati / dibebani / diberi timah atau diperlengkapi dengan tulang-tulang runcing dan paku-paku, sehingga setiap cambukan mengiris dalam ke dalam daging, menyebabkan rasa sakit yang sangat hebat) - ‘Matthew’, hal 586.

 

Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Yesus dicambuki dengan 2 macam cambuk, yang pertama hanya semacam rotan biasa, lalu yang kedua baru dengan cambuk yang dberi benda-benda tajam. Dalam buku-buku saya tidak pernah dibicarakan tentang cambuk yang pertama.

 

b.   Akibat / hebatnya pencambukan.

 

Spurgeon: “The Roman scourge was a most dreadful instrument of torture. It was made of the sinews of oxen, and sharp bones were intertwisted here and there among the sinews; so that every time the lash came down these pieces of bone inflicted fearful laceration, and tore off the flesh from the bone” (= Cambuk Romawi adalah suatu alat penyiksaan yang paling menakutkan. Itu dibuat dari otot dari sapi jantan, dan tulang-tulang runcing dijalin di sana sini di antara otot-otot itu; sehingga setiap kali cambuk itu turun potongan-potongan tulang ini menimbulkan koyakan yang mengerikan, dan mencabik daging dari tulangnya) - ‘Morning & Evening’, March 31, morning.

 

William Hendriksen (tentang Yoh 19:1): “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially (not always exclusively) on the victim’s back, bared and bent. The body was at times torn and lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries - sometimes even entrails and inner organs - were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt, often resulted in death” [= Cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama, tetapi tidak selalu hanya, pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Tubuh itu kadang-kadang koyak dan sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam - kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam - menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi, sering berakhir dengan kematian] - hal 414.

 

Catatan: Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, Yesus setelah dicambuki punggungNya, lalu ditelentangkan, dan dicambuki dadaNya. Ini sesuai dengan kata-kata Hendriksen, pada bagian yang saya beri garis bawah ganda itu.

 

William Barclay (tentang Yoh 19:1): “When a man was scourged he was tied to a whipping-post in such a way that his back was fully exposed. The lash was a long leather thong, studded at intervals with pellets of lead and sharpened pieces of bone. It literally tore a man’s back into strips. Few remained conscious throughout the ordeal; some dies; and many went raving mad” (= Pada waktu seseorang disesah ia diikat pada tiang pencambukan sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka sepenuhnya. Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, yang pada jarak tertentu ditaburi dengan butiran-butiran timah dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah merobek punggung seseorang menjadi carikan-carikan. Sedikit orang bisa tetap sadar melalui siksaan itu; sebagian orang mati; dan banyak yang menjadi mengoceh seperti orang gila) - hal 244.

 

Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 19:1): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of a man’s back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung seseorang menjadi bubur) - hal 790.

 

Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 19:1): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (=  Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini) - hal 790, footnote.

 

Kalau kita melihat kutipan-kutipan di atas ini, khususnya pada bagian-bagian yang saya garis-bawahi, maka kita bisa melihat bahwa pencambukan terhadap Yesus dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu bukan hanya tidak berlebihan, tetapi bahkan masih kurang!

 

3.   Pencambukan Romawi, yang dialami Yesus, lebih hebat dari pencambukan Yahudi.

 

Adam Clarke (tentang Yoh 19:1): “As our Lord was scourged by order of Pilate, it is probable he was scourged in the Roman manner, which was much severe than that of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah oleh perintah dari Pilatus, mungkin Ia disesah dengan cara Romawi, yang jauh lebih berat / hebat dari pada penyesahan Yahudi) - hal 648-649.

 

Dalam hal-hal apa pencambukan Romawi lebih berat?

 

·        Thomas Whitelaw (tentang Yoh 19:1): “The Jews bared only the upper part of the body; the Romans exposed it entirely” (= Orang-orang Yahudi membuka hanya bagian atas dari tubuh; orang-orang Romawi membuka seluruhnya) - hal 392.

 

Ini memang persis seperti pencambukan yang dilakukan terhadap Yesus dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, karena pencambukan dalam film itu dilakukan bahkan sampai mengenai kepala dan kaki Yesus.

 

·        Jumlah pencambukan.

 

Kalau orang Yahudi mencambuki, mereka mentaati hukum Taurat yang mengatakan bahwa pencambukan tidak boleh dilakukan lebih dari 40 x.

 

Ul 25:3 - “Empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu menjadi rendah di matamu, apabila ia dipukul lebih banyak lagi”.

 

Dan untuk menghindari pelanggaran terhadap hukum ini, kalau terjadi salah perhitungan, maka kalau orang Yahudi melakukan pencambukan, mereka hanya melakukannya sebanyak 39 x.

 

Bdk. 2Kor 11:24 - Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan.

 

Tetapi orang Romawi tidak terikat oleh peraturan hukum Taurat ini, dan mereka mencambuki tanpa menghitung maupun belas kasihan.

 

4.   Satu hal yang indah dari film ‘The Passion of the Christ’ itu adalah bahwa film itu dimulai dengan mengutip Yes 53:5 - “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh”.

 

Ada 2 hal yang ingin saya soroti dari ayat ini:

 

a.   Yang dibicarakan oleh ayat ini bukan penyakit maupun kesembuhan jasmani, tetapi penyakit dan kesembuhan rohani.

 

b.   Ayat ini menunjukkan Yesus sebagai substitute / pengganti kita. Kitalah yang merupakan orang-orang berdosa (perhatikan kata-kata ‘pemberontakan kita dan ‘kejahatan kita), dan kitalah yang seharusnya dihukum / dicambuki, tetapi Yesus sudah memikul hukuman dosa kita.

 

Ada banyak hal lain disekitar penderitaan dan kematian Kristus, yang menunjukkan Dia sebagai substitute / pengganti bagi kita, yaitu:

 

·        Dia ditelanjangi (Yoh 19:23-24), supaya kita diberi jubah kebenaran.

 

·        Dia kehausan (Yoh 19:28  Maz 22:16), supaya kita tak perlu mengalami kehausan di neraka (Luk 16:24 - kehausan orang kaya di neraka).

 

·        Dia dihinakan (Fil 2:5-8), supaya kita yang hina bisa dimuliakan.

 

·        Dia mengalami kematian terkutuk (Gal 3:13), supaya kita yang terkutuk (Gal 3:10) bisa menjadi orang yang diberkati di hadapan Allah.

 

·        Dia mati, supaya kita yang mati dalam dosa bisa mendapat hidup yang kekal.

 

·        Dia terpisah dari Allah (Mat 27:46), supaya kita yang dari lahir terpisah dari Allah, bisa diperdamaikan dengan Allah (Ro 5:1).

 

Dengan adanya Yesus sebagai Pengganti kita, maka kalau kita mau percaya kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka semua dosa kita akan diampuni.

 

Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

 

Sudahkan saudara percaya kepada Dia?

 

b)   Pemikulan salib / perjalanan ke tempat penyaliban.

 

1.   Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu digambarkan bahwa Yesus memikul seluruh salib. Benarkah penggambaran ini? Apakah sebetulnya Yesus memang memikul seluruh salib, atau hanya bagian horizontalnya? Kelihatannya tidak ada persetujuan di antara para penafsir dalam persoalan ini.

 

William Barclay mengatakan bahwa yang dipikul hanyalah bagian horizontal dari salib, sedangkan bagian vertikalnya sudah menunggu di tempat penyaliban.

 

William Barclay (tentang Mat 27:32): “It was the custom that he should carry the cross beam of his own cross; the upright was already waiting at the scene of execution” (= Tradisinya adalah bahwa ia harus memikul bagian horizontal dari salibnya sendiri; bagian yang vertikal sudah menunggu di tempat penghukuman mati) - hal 365.

 

Tetapi tidak semua penafsir setuju dengan dia.

 

Pulpit Commentary tentang Mat 27:32: “Whether Jesus carried the whole cross or only the transom is uncertain” (= Apakah Yesus memikul seluruh salib atau hanya bagian horizontalnya tidaklah pasti) - hal 588.

 

2.   Dalam perjalanan ke tempat penyaliban, sambil memikul salibnya, sang kriminil dicambuki di sepanjang jalan.

 

William Barclay: “Often the criminal had to be lashed and goaded along the road, to keep him on his feet, as he staggered to the place of crucifixion” (= Seringkali orang kriminil itu harus dicambuki dan didorong dengan tongkat sepanjang jalan, supaya ia tetap berdiri pada kakinya, pada waktu ia berjalan terhuyung-huyung menuju tempat penyaliban) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

 

Ini betul-betul persis seperti yang digambarkan dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu.

 

c)   Penyaliban.

 

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penyaliban:

 

1.   Bentuk dari salib.

 

Salib yang paling kuno hanya berbentuk suatu tiang saja. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘salib’ adalah STAUROS yang sebetulnya berarti ‘an upright stake’ (= tiang tegak). Ini menyebabkan sekte Saksi Yehuwa mempercayai bahwa Yesus mati pada salib yang hanya berbentuk tiang tegak saja. Tetapi ini sama sekali tidak pasti, karena dengan berlalunya waktu, lalu muncul beberapa variasi dari bentuk salib:

 

·        ada yang berbentuk seperti salib yang kita kenal sekarang. Kayu vertikal bisa sama panjang atau lebih panjang dari kayu horizontalnya.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘T’.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘X’.

 

·        ada yang berbentuk huruf ‘Y’ (Leon Morris hal 805, footnote).

 

Hendriksen mengatakan (‘The Gospel of John’, hal 425) bahwa dari Mat 27:37 dan Luk 23:38 dimana dikatakan bahwa di atas kepala Yesus ada tulisan, maka kemungkinan besar salib Yesus berbentuk seperti yang lazim kita kenal (variasi 1).

 

Tetapi Leon Morris (NICNT) mengatakan (hal 806, footnote) bahwa salib yang berbentuk ‘T’ juga memungkinkan, karena biasanya tubuh orang yang disalibkan melorot / turun, sehingga kayu melintang berada di atas kepala orang tersebut, dan di sana bisa ditaruh tulisan tersebut.

 

Jadi sebetulnya kita tidak tahu dengan pasti salib yang bagaimana yang dipakai untuk menyalibkan Tuhan Yesus.

 

A. T. Robertson (tentang Mat 27:32): “There were various kinds of crosses and we do not know precisely the shape of the Cross on which Jesus was crucified, though probably the one usually presented is correct” (= Ada bermacam-macam jenis salib dan kami tidak tahu dengan persis bantuk dari salib pada mana Yesus disalibkan, sekalipun mungkin bentuk yang biasanya diberikan / ditunjukkan adalah benar).

 

2.   Adanya ‘tempat duduk’ pada kayu salib yang menahan sebagian berat badan sehingga tidak merobek luka / lubang paku di tangan.

 

F. F. Bruce: “a piece of wood attached to the upright might serve as a sort of seat (sedecula) - not so much for the victim’s relief as to prolong his life and his agony” [= sepotong kayu dilekatkan pada tiang tegak dan bisa berfungsi sebagai semacam tempat duduk (sedecula) - bukan untuk meringankan penderitaan korban tetapi lebih untuk memperpanjang hidupnya dan penderitaannya] - hal 167.

 

Pulpit Commentary (tentang Yoh 19:18): “A sedile was arranged to bear a portion of the weight of the body, which would never have been sustained by the gaping wounds” (= Sebuah tempat duduk diatur untuk memikul sebagian berat tubuh, yang tidak akan pernah bisa ditahan oleh luka-luka yang menganga) -  hal 426.

 

‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article yang berjudul ‘Cross’ berkata sebagai berikut:

“A small wooden block (sedicula) or a wooden peg positioned midway on the upright supported the body weight as the buttocks rested on it. This feature was extremely important in cases of nailing since it prevented the weight from tearing open the wounds” [= Sebuah kotak kayu kecil (sedicula) atau sebuah pasak kayu diletakkan di tengah-tengah tiang tegak untuk menahan berat tubuh pada saat pantat terletak di sana. Bagian ini sangat penting dalam kasus pemakuan karena ini menahan berat badan sehingga tidak merobek luka].

 

Unger’s Bible Dictionary: “usually a strong pin projected out of the central stem, on which the body of the sufferer rested” (= biasanya suatu pasak yang kuat menonjol di tengah dari batang / kayu vertikal, pada mana tubuh dari si penderita terletak / bersandar) - hal 229.

 

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “On the middle of that upright part there was a projection, or seat, on which the person crucified sat, or, as it were, rode. This was necessary, as the hands were not alone strong enough to bear the weight of the body” (= Di tengah-tengah bagian tegak itu ada suatu tonjolan, atau tempat duduk, di atas mana orang yang disalib itu duduk, atau, seakan-akan ‘mengendarai’. Ini penting, karena tangan saja tidak kuat menahan berat badan) - hal 138.

 

‘Tempat duduk’ / ‘sadel’ ini tidak ada dalam salib Yesus dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, dan saya menganggap tidak adanya ‘sadel’ ini sebagai suatu kesalahan dari film tersebut.

 

3.   Penyaliban tidak selalu dilakukan dengan pemakuan, kadang-kadang dengan tali (diikat pada salib), dan kadang-kadang menggunakan ikatan dan paku (mungkin kalau orangnya gemuk / berat).

 

Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Yesus dipaku pada tangan dan kaki, dan tanganNya diikatkan juga kepada salib. Ini memang memungkinkan.

 

Barnes’ Notes tentang Yoh 21:18: “The limbs of persons crucified were often bound instead of being nailed, and even the body was sometimes girded to the cross” (= Kaki dan tangan dari orang yang disalibkan seringkali diikat dan bukannya dipaku, dan bahkan tubuhnya kadang-kadang diikatkan pada salib) - hal 360.

 

Tetapi dalam kasus Yesus penyaliban jelas dilakukan dengan paku, baik pada tanganNya maupun pada kakiNya. Ini terlihat dari:

 

·        Luk 24:40 - ‘Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka’.

 

·        Maz 22:17b - ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

 

Catatan: bacalah seluruh Maz 22, dan saudara akan melihat bahwa ini adalah mazmur tentang salib.

 

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “The feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku) - hal 138.

 

Ada beberapa buku yang mengatakan bahwa Yesus dipaku pada pergelangan tanganNya. Biasanya anggapan ini muncul karena mereka beranggapan bahwa tangan tidak akan kuat untuk menahan berat badan. Tetapi adanya point 2 (adanya ‘tempat duduk’) dan point 3 (digunakannya tali untuk mengikat) ini menyebabkan pemakuan bisa dilakukan pada telapak tangan. Kita tidak perlu menyimpulkan bahwa pemakuan dilakukan pada pergelangan tangan. Ayat-ayat yang saya berikan di atas mengatakan ‘tangan’, bukan ‘pergelangan tangan’. Ada seorang dokter yang mengatakan bahwa dalam istilah kedokteran, yang disebut ‘tangan’ adalah mulai lengan sampai ujung jari. Saya menjawab dengan suatu pertanyaan: apakah Kitab Suci menggunakan istilah kedokteran modern?

 

4.   Tempat pijakan kaki.

 

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan) - ‘Matthew’, hal 588.

 

Catatan: ada penafsir yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki itu kadang-kadang digunakan, seperti yang dikatakan Hendriksen di bawah.

 

William Hendriksen: “Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little tablets, not very far away from the ground) were the following: ...” (= Di antara hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini: ...) - hal 427.

 

Catatan: perhatikan bagian yang saya garis-bawahi itu. Ini bertentangan dengan kata-kata Pulpit Commentary di atas, yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki tidak pernah digunakan. Jadi, kalau dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu ada tempat pijakan kaki, itu bisa dibenarkan.

 

5.   Proses penyaliban.

 

Ada yang mengatakan bahwa pemakuan dilakukan pada saat kayu salib ditidurkan di tanah, dan setelah itu kayu salib beserta orang yang tersalib itu diberdirikan. Lalu kayu salib itu dimasukkan ke lubang yang tersedia. Ini dilakukan dengan menjatuhkan kayu salib itu dengan keras pada lubang yang sudah tersedia, yang tentu saja menambah rasa sakit bagi orang yang sedang disalib itu. Ini proses penyaliban yang digunakan dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, dan saya memang berpendapat bahwa ini adalah proses yang paling masuk akal.

 

Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa pemakuan pada kayu horizontal dilakukan di bawah, dan kayu vertikal sudah ditancapkan di tanah, dan lalu kayu horizontal beserta orang yang sudah dipakukan padanya diangkat bersama-sama dan dilekatkan pada kayu vertikalnya.

 

Barnes’ Notes (tentang Mat 27:35): “The manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya) - hal 139.

 

Penjatuhan salib ke dalam lubang di tanah itu bukan hanya menyebabkan rasa sakit, tetapi bisa membuat tulang terkilir / kesleo / lepas dari sendinya.

 

Maz 22 adalah Mazmur tentang salib dan Maz 22:15a berbunyi sebagai berikut: “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya. Dan tentang ayat ini Spurgeon berkata sebagai berikut:

“In soul and body, our Lord felt Himself to be weak as water poured upon the ground. The placing of the cross in its socket had shaken Him with great violence, had strained all the ligaments, pained every nerve, and more or less dislocated all His bones” [= Dalam jiwa dan tubuh, Tuhan kita merasakan diriNya sendiri lemah seperti air dicurahkan ke tanah. Penempatan dari salib dalam lubang di tanah telah menggoncangkanNya dengan kekerasan yang besar, telah menarik / membuat terkilir semua ikatan (sendi) tulang, membuat sakit setiap syaraf, dan kurang lebih melepaskan semua tulang-tulangNya] - ‘Morning & Evening’, April 11, Morning.

 

F. F. Bruce: “Crucifixion, ‘the cruellest and foulest of punishment,’ as Cicero called it, was carried out in a variety of ways, The commonest way, which is implied in this narrative, was to fasten the victim’s arms or hands to the cross-beam and then hoist it on to the upright post, to which his feet were then fastened” (= Penyaliban, ‘hukuman yang paling kejam dan buruk’, seperti disebutkan oleh Cicero, dilaksanakan dengan bermacam-macam cara. Cara yang paling umum, yang secara tak langsung ditunjukkan dalam cerita ini, adalah dengan melekatkan lengan atau tangan pada kayu yang melintang dan lalu mengerek / mengangkatnya pada tiang tegak, pada tiang mana kakinya lalu dilekatkan) - hal 367.

 

Catatan: saya sendiri tidak bisa melihat bahwa text / cerita ini secara implicit menunjukkan bahwa cara inilah yang dipakai pada saat menyalibkan Yesus. Juga saya tidak yakin bahwa itu merupakan cara yang paling umum. Menurut saya cara ini jelas lebih sukar dilakukan dari pada cara yang pertama yang digambarkan oleh Albert Barnes di atas.

 

Thomas Whitelaw: “Sometimes the nailing took place before and sometimes after the elevation of the cross” (= Kadang-kadang pemakuan terjadi sebelum dan kadang-kadang sesudah salib diberdirikan) - hal 405.

 

Menegakkan lebih dulu seluruh salib, lalu mengangkat orangnya dan memakukannya pada salib, saya kira merupakan cara yang sangat sukar dan tidak masuk akal.

 

Ada satu hal dalam proses penyaliban dalam film ‘The Passion of the Christ’ yang saya ragukan, yaitu pada saat para tentara Romawi itu membalikkan salib sehingga seluruh tubuh Yesus tertindih salib, dan lalu membengkokkan paku-paku yang telah menembus tangan dan kayu salib tersebut. Saya tidak pernah menjumpai hal itu dalam buku-buku yang saya baca.

 

6.   Hukuman salib adalah penderitaan yang luar biasa.

 

Pulpit Commentary: “the most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever invented” (= hukuman mati yang paling menyakitkan, paling biadab dan paling jahat / tercela / memalukan yang pernah ditemukan oleh kekejaman manusia) - ‘Matthew’, hal 585.

 

William Barclay: “There was no more terrible death than death by crucifixion. Even the Roman themselves regarded it with a shudder of horror. Cicero declared that it was ‘the most cruel and horrifying death.’ Tacitus said that it was a ‘despicable death.’ It was originally a Persian method of execution. It may have been used because, to the Persians, the earth was sacred, and they wished to avoid defiling it with the body of an evil-doer. So they nailed him to a cross and left him to die there, looking to the vultures and the carrion crows to complete the work. The Carthaginians took over crucifixion from the Persians; and the Romans learned it from the Carthaginians. Crucifixion was never used as a method of execution in the homeland, but only in the province, and there only in the case of slaves. It was unthinkable that a Roman citizen should die such a death. ... It was that death, the most dreaded in the ancient world, the death of slaves and criminals, that Jesus died” (= Tidak ada kematian yang lebih mengerikan dari pada kematian melalui penyaliban. Bahkan orang Romawi sendiri memandangnya dengan ngeri. Cicero menyatakan bahwa itu adalah ‘kematian yang paling kejam dan menakutkan’. Tacitus berkata bahwa itu adalah ‘kematian yang tercela / hina / keji’. Pada mulanya itu adalah cara penghukuman mati orang Persia. Itu digunakan karena bagi orang Persia bumi / tanah itu kudus / keramat, dan mereka ingin menghindarkannya dari kenajisan dari tubuh dari pelaku kejahatan. Jadi mereka memakukannya pada salib dan membiarkannya mati di sana, mengharapkan burung nazar dan burung gagak pemakan bangkai menyelesaikan pekerjaan itu. Orang Carthage mengambil-alih penyaliban dari orang Persia, dan orang Romawi mempelajarinya dari orang Carthage. Penyaliban tidak pernah digunakan sebagai cara penghukuman mati di tanah air mereka, tetapi hanya di propinsi-propinsi jajahan mereka, dan hanya dalam kasus budak. Adalah sangat tidak terpikirkan bahwa seorang warga negara Romawi harus mati dengan cara itu. ... Kematian seperti itulah, kematian yang paling ditakuti dalam dunia purba, kematian dari budak dan orang kriminil, yang dialami oleh Yesus) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

 

William Barclay, dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38, berkata sebagai berikut:

“The terror of crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it was not enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the blazing noontide sun and the frost of the night” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini - rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari).

 

William Hendriksen: “It has been well said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large nails were driven through hands and feet (20:25; cf. Luke 24:40). Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little tablets, not very far away from the ground) were the following: severe inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the body, throbbing headache, and burning thirst (19:28)” [= Dikatakan dengan benar bahwa orang yang disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan dan kaki (20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar (Yoh 19:28)] - hal 427.

 

Catatan: perhatikan bagian yang saya garis-bawahi itu. Ini bertentangan dengan kata-kata Pulpit Commentary di atas, yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki tidak pernah digunakan. Jadi, kalau dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu ada tempat pijakan kaki, itu bisa dibenarkan.

 

Barnes’ Notes (tentang Mat 27:35): “As it was the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there was a great increase in the veins of the head, producing an intense pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no rest.” [= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan penyaliban merupakan suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat] - hal 139.

 

William Barclay (tentang Mat 27:32) mengutip kata-kata Klausner sebagai berikut:

 

·        “The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleed­ing wounds” [= Sang kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari serangga dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah] - hal 364.

 

·        “It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita) - hal 364.

 

Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang harus mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?

 

7.   Perbedaan hukum Romawi dan hukum Yahudi dalam penyaliban.

 

William Barclay: “By Roman law a criminal must hang upon his cross until he died from hunger and thirst and exposure, a torture which sometimes lasted for days; but by Jewish law the body must be taken down and buried by nightfall. In Roman law the criminal’s body was not buried but simply thrown away for the vultures and the crows and the pariah dogs to dispose of; but that would have been quite illegal under Jewish law and no Jewish place would be littered with skulls” [= Oleh hukum Romawi, seorang kriminil harus tergantung pada salibnya sampai ia mati karena kelaparan dan kehausan dan keterbukaan / kepanasan, suatu penyiksaan yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-hari; tetapi oleh hukum Yahudi tubuh / mayat harus diturunkan dan dikuburkan menjelang malam. Dalam hukum Romawi tubuh dari kriminil itu tidak dikuburkan tetapi hanya dibuang untuk burung-burung nazar dan gagak dan anjing-anjing geladak untuk dimakan; tetapi hal itu merupakan sesuatu yang melanggar hukum di bawah hukum Yahudi dan tidak ada tempat Yahudi yang boleh dikotori dengan tengkorak] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

 

a.   Dalam hukum Romawi, orang yang disalib dibiarkan sampai mati, dan ini bisa memakan waktu berhari-hari.

 

Barnes’ Notes (tentang Mat 27:32): “... the body was left exposed often many days, and not unfrequently suffered to remain till the flesh had been devoured by vultures, or putrefied in the sun” (= tubuh itu dibiarkan terbuka seringkali sampai beberapa hari, dan tidak jarang orang itu terus menderita sampai dagingnya dimakan oleh burung pemakan bangkai, atau membusuk  di bawah matahari) - hal 138.

 

b.   Dalam hukum Yahudi, seseorang yang disalibkan tak boleh dibiarkan sampai melewati terbenamnya matahari

 

Bdk. Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

 

Sebetulnya, text ini tidak berbicara tentang penyaliban, karena penyaliban tidak dikenal dalam Perjanjian Lama. Text ini berbicara tentang orang yang setelah dihukum mati, lalu mayatnya digantung pada sebuah tiang / pohon. Tetapi ternyata pada penyaliban Yesus, orang-orang Yahudi menerapkan text ini juga pada proses penyaliban.

 

Yoh 19:31 - “Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib - sebab Sabat itu adalah hari yang besar - maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan”.

 

Catatan: ada 2 teori yang menjelaskan mengapa orang yang disalib itu cepat mati pada saat kakinya dipatahkan. Teori pertama mengatakan bahwa karena tulang kering dari orang itu dihancurkan dengan martil yang besar, orang itu mengalami suatu shock / kejutan yang luar biasa (neurogenic shock), yang menyebabkan kematiannya. Teori kedua mengatakan bahwa orang yang tersalib sukar bernafas, karena tubuhnya yang tergantung. Setiap kali mau bernafas, ia harus menjejakkan kakinya untuk mengangkat tubuhnya (ini tentu menyakitkan, karena kaki juga dipaku). Pada saat kakinya dipatahkan, ia tidak lagi bisa mengangkat tubuhnya dengan kakinya, sehingga akan mengalami sesak nafas, yang mengakibatkan ia cepat mati.

 

Penerapan Ul 21:22-23 ini pada penyaliban tidak salah, karena Paulus juga menerapkan text itu pada penyaliban Yesus.

 

Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.

 

Bagian yang saya garis-bawahi itu merupakan kutipan dari Ul 21:23b.

 

Dosa menyebabkan kita terkutuk (Ul 27:26  Gal 3:10). Kalau Yesus mau memikul hukuman kita, Ia harus mati melalui kematian yang terkutuk, yaitu salib.

 

Catatan:

 

·        Dalam kasus Yesus, penyalibanNya hanya berlangsung selama ± 6 jam, yaitu mulai pukul 9 pagi (Mark 15:25) sampai Ia mati pada ± pukul 3 siang (Mat 27:46-50).

 

·        Sekalipun Yesus dan kedua penjahat yang disalibkan bersamaNya disalibkan oleh orang-orang Romawi, tetapi tetap menggunakan hukum Yahudi, karena hal itu dilakukan atas desakan orang-orang Yahudi. Karena itu kedua penjahat itu dipatahkan kakinya supaya mereka mati sebelum matahari terbenam (Yoh 19:31-dst).

 

8.   Penghapusan hukuman mati dengan salib.

 

Yang menghapuskan hukuman mati dengan salib adalah kaisar Constantine.

 

Nelson’s Bible Dictionary dengan topik ‘Cross’: “Following the conversion of the emperor Constantine to Christianity, the cross became a sacred symbol and its use by Romans as a means of torture and death was abolished” (= Setelah pertobatan dari kaisar Constantine kepada kekristenan, salib menjadi simbol yang keramat dan penggunaannya oleh orang-orang Romawi sebagai cara penyiksaan dan kematian dihapuskan).

 

2)   Tanggapan yang hanya bersifat emosionil.

 

Reaksi yang umum pada waktu menonton film ini, khususnya di antara para wanita, adalah sedih, menangis, dan merasa kasihan kepada Yesus.

 

Kadang-kadang perasaan sedih dan kasihan itu diwujudkan dalam bentuk yang sangat extrim, dimana orang tersebut lalu ingin merasakan penderitaan Kristus. Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Maria memberikan reaksi seperti itu, ia ingin mati bersama dengan Kristus. Ini tidak ada dalam Alkitab.

 

Sikap seperti ini bodoh, karena tujuan Kristus menderita dan mati bagi kita adalah supaya kita bebas dari penderitaan dan hukuman Allah. Dan sebagai tanggapan terhadap hal itu sekarang kita mau ikut menderita bersama dengan Dia?

 

Adam Clarke: “Some have even prayed to participate in the sufferings of Christ. Relative to this point, there are many unwarrantable expressions used by religious people in their prayers and hymns. To give only one instance, how often do we hear these or similar words said or sung: ‘Give me to feel thy agonies! One drop of thy sad cup afford!’ Reader! one drop of this cup would bear down thy soul to endless ruin; and these agonies would annihilate the universe. He suffered alone; for of the people there was none with him; because his sufferings were to make an atonement for the sins of the world: and in the work of redemption he had no helper” (= Sebagian orang bahkan berdoa supaya bisa berpartisipasi dalam penderitaan-penderitaan Kristus. Berhubungan dengan hal ini, ada banyak ungkapan yang tak berdasar yang digunakan oleh orang-orang yang religius dalam doa-doa dan puji-pujian mereka. Untuk memberi satu contoh, betapa sering kita mendengar kata-kata ini atau kata-kata yang serupa dikatakan atau dinyanyikan: ‘Berilah aku untuk merasakan penderitaan-penderitaanMu! Berikan satu tetes dari cawanMu yang menyedihkan!’ Pembaca! satu tetes dari cawan ini akan menekan jiwamu kepada kehancuran tanpa akhir; dan penderitaan-penderitaan ini akan memusnahkan alam semesta. Ia menderita sendirian; karena dari orang-orang yang ada di sana tidak seorangpun bersamaNya; karena penderitaan-penderitaanNya adalah untuk membuat suatu penebusan untuk dosa-dosa dunia: dan dalam pekerjaan penebusan Ia tidak mempunyai penolong) - hal 495-496.

 

Reaksi dalam bentuk sedih, menangis, dan kasihan ini sudah ada pada saat Yesus sudah disesah dan sedang memikul salib. Dan perhatikan bagaimana reaksi Yesus terhadap kesedihan, tangisan, dan perasaan kasihan yang ditujukan kepadaNya.

 

Luk 23:26-28 - “(26) Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. (27) Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. (28) Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!.

 

Perhatikan bahwa pada waktu perempuan-perempuan Yerusalem menangisi Dia karena kasihan, Yesus menegur mereka: ‘Janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!.

 

Pulpit Commentary: “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

 

Mengapa salah?

 

a)   Ingat, bahwa Yesus mau menjadi manusia, dan menderita dan mati disalib bagi kita, adalah karena Ia merasa kasihan kepada kita. Sekarang, waktu kita melihat penderitaan yang Ia alami, kita merasa kasihan kepada Dia! Bukan itu tanggapan yang Ia harapkan dari kita!

 

b)   Bagi para perempuan Yerusalem itu, bangsa mereka menolak Yesus dan menyalibkanNya dengan menggunakan tangan orang-orang Romawi. Ini pasti akan membawa hukuman Allah yang luar biasa untuk mereka, kalau mereka tidak bertobat. Karena itulah Yesus berkata: ‘tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!. Hal ini benar-benar terjadi pada tahun 70 M. pada saat orang-orang Romawi menyerbu dan menghancurkan Yerusalem.

 

Kalau saudara sebagai orang berdosa menangisi Yesus, dan berbelas kasihan kepada Yesus, karena penderitaanNya yang begitu hebat, maka pikirkan: dosa-dosa saudara yang begitu banyak dan besar akan membawa saudara ke neraka. Itu yang harus saudara tangisi! Berbelas-kasihanlah kepada diri saudara sendiri, dan bertobatlah, supaya jangan saudara mengalami nasib yang mengerikan tersebut.

 

c)   Juga perlu diingat bahwa perasaan sedih, menangis, kasihan, hanyalah merupakan emosi, dan emosi bisa berubah-ubah dengan cepat.

 

David Gooding: “It was, it seems, a psychological reaction to the sight of ‘such a nice young man’ being so rudely taken out to such a hideously cruel death. It had nothing to do with moral conscience or repentance. In a month’s time they would have forgotten it. Christ wanted no such pity (= Kelihatannya itu adalah reaksi psikhologis terhadap pemandangan tentang ‘seorang muda yang baik’ yang dengan begitu kasar dibawa keluar kepada suatu kematian yang kejam dan mengerikan. Itu tidak berhubungan dengan hati nurani moral atau pertobatan. Dalam waktu satu bulan mereka akan melupakannya. Kristus tidak menginginkan belas kasihan seperti itu) - hal 341.

 

Ada lagi tanggapan emosionil yang lain, yaitu rasa takut. Hanya saja ini bukan terjadi karena orang-orang itu melihat penderitaan Yesus, tetapi karena mereka melihat mujijat-mujijat yang terjadi di sekitar saat kematian Yesus.

 

Bdk. Luk 23:48 - “Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri”.

 

Sebelum ini terjadi kegelapan selama 3 jam, dan juga terbelahnya tirai Bait Suci, dan gempa bumi.

 

Luk 23:44-45 - “(44) Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, (45) sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua”.

 

Mat 27:51-53 - “(51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, (52) dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. (53) Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang”.

 

Semua fenomena alam yang luar biasa ini menyebabkan orang-orang itu menganggap bahwa Allah menjadi marah, dan mereka menjadi takut, sehingga mereka pulang sambil memukul-mukul diri.

 

Spurgeon: “There were many, no doubt, who were merely moved with a transient emotion. ... With a kind of indefinite fear, grounded upon no very intelligent reasoning, they were alarmed, because God was angry, ... burdened with this indistinct fear, they went their way trembling and humbled to their several homes; but peradventure, ere the next morning light had dawned, they had forgotten it all, and the next day found them greedy for another bloody spectacle, and ready to nail another Christ to the cross, if there had been such another to be found in the land. Their beating of the breast was not a breaking of the heart. ... Like a shadow the emotion crossed their minds, and like a shadow it left no trace behind. How often in the preaching of the cross has this been the only result in tens of thousand!” (= Ada banyak, tak diragukan, yang semata-mata digerakkan oleh emosi yang bersifat sementara. ... Dengan suatu jenis rasa takut yang tidak tertentu, yang tidak didasarkan pada pemikiran / pertimbangan yang terlalu cerdas, mereka takut, karena Allah marah, ... dibebani dengan rasa takut yang tidak jelas ini, mereka pergi dengan gemetar dan direndahkan kerumah-rumah mereka; tetapi mungkin, sebelum subuh besok, mereka telah melupakan semua itu, dan hari berikutnya mendapati mereka tamak / haus untuk tontonan berdarah yang lain, dan siap untuk memakukan Kristus yang lain pada salib, seandainya bisa ditemukan yang seperti itu di negeri itu. Pemukulan mereka pada dada mereka bukanlah suatu penghancuran hati. ... Seperti suatu bayangan, emosi melewati pikiran mereka, dan seperti suatu bayangan, itu tidak meninggalkan jejak di belakang. Alangkah sering dalam pemberitaan dari salib, hal ini merupakan satu-satunya hasil dalam puluhan ribu orang!) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 655.

 

Spurgeon menganggap bahwa setidaknya ada banyak dari orang-orang yang memukul-mukul diri mereka sendiri itu, yang melakukannya bukan karena pemikiran yang cerdas, tetapi lagi-lagi karena terbawa emosi, dan itu dengan cepat berubah-ubah. Ingat bahwa mereka yang dengan antusias berteriak kepada Yesus ‘Hosana bagi Anak Daud, dsb’ (Mat 21:9), tak lama kemudian mereka berteriak ‘Salibkan Dia!’ (Mat 27:22-23  Mark 15:13-14).

 

Spurgeon mengatakan lagi sesuatu yang menunjukkan bahaya dari emosi tanpa pemikiran ataupun pertobatan.

 

Spurgeon: “‘I have seen something wonderful, this morning,’ said one who had listened to a faithful and earnest preacher, ‘I have seen a whole congregation in tears.’ ‘Alas!’ said the preacher, ‘there is something more wonderful still, for the most of them will go their way to forget that they ever shed a tear.’ Ah, my hearers, shall it be always so - always so? Then, O ye impenitent, there shall come to your eyes a tear which shall drip for ever, a scalding drop which no mercy shall ever wipe away; a thirst that shall never be abated; a worm that shall never die, and a fire that never shall be quenched. By the love you bear your souls, I pray you escape from the wrath to come!” (= ‘Aku telah melihat segala sesuatu yang luar biasa, pagi ini,’ kata seseorang yang telah mendengar pada seorang pengkhotbah yang setia dan sungguh-sungguh, ‘Aku telah melihat seluruh jemaat mencucurkan air mata’. ‘Aduh’ kata sang pengkhotbah, ‘ada sesuatu yang lebih luar biasa lagi, karena kebanyakan dari mereka akan pergi untuk melupakan bahwa mereka pernah mencucurkan air mata’. Oh, para pendengarku, akankah itu selalu demikian - selalu demikian? Maka, O kamu yang tidak bertobat, akan datang pada matamu air mata yang akan menetes selama-lamanya, suatu tetes yang panas yang tidak akan pernah dihapus oleh belas kasihan; suatu rasa haus yang tidak akan pernah diredakan / berkurang; ulat yang tidak akan pernah mati, dan api yang tidak akan pernah dipadamkan. Demi kasihmu kepada jiwamu, aku memohon supaya kamu meloloskan diri dari murka yang akan datang!) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 655.

 

Spurgeon melanjutkan, dengan mengatakan bahwa mungkin di antara orang-orang itu, ada yang menunjukkan emosi mereka yang didasarkan pada pemikiran yang lebih baik. Mereka melihat bahwa mereka telah mengambil bagian dalam pembunuhan dari seseorang yang tidak bersalah.

 

Dan Spurgeon lalu berkata:

“Such feelings would abide, but I can suppose that they might not bring men to sincere repentance; for while they might feel sorry that they had oppressed the innocent, yet, perceiving nothing more in Jesus than mere maltreated virtue and suffering manhood, the natural emotion might soon pass away, and the moral and spiritual result be of no great value. How frequently have we seen in our hearers that same description of emotion! They have regretted that Christ should be put to death, they have felt like that old king of France, who said, ‘I wish I had been there with ten thousand of my soldiers, I would have cut their throats sooner than they should have touched him;’ but those very feelings have been evidence that they did not feel their share in the guilt as they ought to have done, and that to them the cross of Jesus was no more a saving spectacle than the death of a common martyr. Dear hearers, beware of making the cross to be a common-place thing with you. Look beyond the suffering of the innocent manhood of Jesus, and see upon the tree the atoning sacrifice of Christ, or else you look to the cross in vain” (= Perasaan seperti itu akan tinggal / menetap, tetapi saya bisa menduga bahwa itu tidak akan membawa manusia kepada pertobatan yang sungguh-sungguh; karena sekalipun mereka menyesal bahwa mereka telah menindas Orang yang tidak bersalah, tetapi karena mereka tidak memahami apapun yang lebih dalam diri Yesus dari pada semata-mata kebaikan yang diperlakukan secara salah dan kemanusiaan yang menderita, emosi yang alamiah bisa segera berlalu, dan hasil yang bersifat moral dan rohani tidak bernilai besar. Alangkah seringnya kami melihat dalam diri para pendengar kami penggambaran emosi yang sama! Mereka menyesal bahwa Kristus dibunuh, mereka merasa seperti raja tua dari Perancis, yang berkata, ‘Aku berharap aku ada di sana dengan 10.000 tentaraku, aku akan menyuruh memotong leher mereka sebelum mereka menyentuh Dia’; tetapi perasaan seperti itu merupakan bukti bahwa mereka tidak merasa bagian / andil mereka dalam kesalahan itu seperti yang seharusnya mereka rasakan, dan bahwa bagi mereka salib Yesus lebih merupakan kematian dari seorang martir biasa dari pada suatu pertunjukan yang menyelamatkan. Para pendengar yang kekasih, berhati-hatilah terhadap tindakan membuat salib sebagai hal yang biasa denganmu. Lihatlah melampaui penderitaan dari kemanusiaan yang tidak bersalah dari Yesus, dan lihatlah pada salib pengorbanan yang menebus dari Kristus, atau kamu melihat pada salib dengan sia-sia) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 656.

 

Ada 2 hal yang perlu disoroti dari kata-kata ini:

 

a)   Jangan menganggap Yesus sebagai manusia biasa saja. Jangan menganggap penderitaanNya dan kematianNya sebagai kematian biasa dari seseorang yang mati syahid. Dia adalah manusia sungguh-sungguh, tetapi juga adalah Allah sungguh-sungguh. Pada saat Ia mati, Ia mati untuk menebus dosa umat manusia!

 

b)   Apa yang salah dalam sikap raja Perancis yang dibicarakan oleh Spurgeon itu? Bukankah kelihatannya dia sangat pro Yesus, dan ingin membelanya dari musuh-musuh Yesus? Tetapi kata-katanya menunjukkan bahwa ia ingin melemparkan semua kesalahan dalam persoalan penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus itu kepada orang-orang Yahudi dan Romawi. Dengan kata lain, ia sendiri tidak bersalah dan hal itu.

 

Kalau raja Perancis itu mempunyai pengertian dan iman Kristen yang baik, seharusnya ia tahu bahwa ia sendiri mempunyai andil dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus. Dan semua kita, yang mempunyai pengertian dan iman Kristen yang baik dan benar, seharusnya juga tahu bahwa kita mempunyai andil dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus. Mengapa? Yesus datang ke dunia menjadi manusia, lalu menderita dan mati di salib, karena Ia mau menebus dosa-dosa umat manusia. Karena itu setiap orang, untuk siapa Kristus sudah mati, adalah pembunuh Kristus!

 

 

II) Tanggapan yang benar.

 

Lalu tanggapan apa yang Ia inginkan dari kita setelah melihat penderitaanNya yang begitu hebat?

 

1)   Kita harus percaya kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.

 

Perhatikan komentar Leon Morris dan Geldenhuys tentang Luk 23:27-28 di atas.

 

Leon Morris (Tyndale): “He wants their repentance, not their sympathy” (= Ia menginginkan pertobatan mereka, bukan simpati mereka) - hal 325.

 

Norval Geldenhuys (NICNT): “It is not sympathy but sincere faith in Him and genuine repentance that Jesus expects from us” (= Bukan simpati tetapi iman yang tulus / sungguh-sungguh kepadaNya dan pertobatan sejati yang Yesus harapkan dari kita) - hal 605.

 

Yang dimaksudkan dengan ‘pertobatan’ bukan sekedar berhenti berbuat dosa dan mulai berbuat baik. ‘Pertobatan’ di sini jelas menunjuk kepada tindakan datang dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

 

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, karena penderitaan yang begitu dahsyat yang telah Ia alami, tetapi saudara tidak percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan sedih dan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidak-percayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu hal perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral. Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).

 

Spurgeon: “May you accept him to-day as your deliverer, and so be saved; for if not, the most virtuous regrets concerning his death, however much they may indicate your enlightenment, will not manifest your true conversion” (= Hendaklah kamu menerima Dia hari ini sebagai Pembebas / Penyelamatmu, dan dengan demikian diselamatkan; karena jika tidak, penyesalan / kesedihan yang paling baik mengenai kematianNya, betapapun banyaknya itu menunjukkan pencerahanmu, tidak akan menunjukkan pertobatanmu yang sejati) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 656-657.

 

2)   Kita harus bersukacita.

 

Adam Clarke: “the sufferings of Christ are not a subject of sorrow to any man; but, on the contrary, of eternal rejoicing to the whole of a lost world” (= penderitaan-penderitaan Kristus bukanlah suatu pokok kesedihan bagi siapapun; tetapi sebaliknya, suatu pokok sukacita kekal bagi seluruh dunia yang terhilang) - hal 495.

 

Bdk. Yoh 16:20-22 - “(20) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. (21) Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. (22) Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu”.

 

Memang pada saat kita sadar bahwa kita ikut andil dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus; pada saat kita sadar bahwa karena dosa-dosa kitalah Yesus disiksa dan dibunuh, kita harus merasa sedih. Tetapi pada saat kita tahu bahwa penderitaan dan kematianNya itu menebus dan membereskan semua dosa-dosa kita, dan menjamin keselamatan kita, apalagi pada saat kita tahu bahwa Yesus yang menderita dan mati itu sudah bangkit, mengalahkan maut dan setan, naik ke surga, dan hidup selama-lamanya, kita tidak boleh sedih, tetapi sebaliknya, harus bersukacita!

 

Barnes’ Notes: “The mention of the cross often occurs in the New Testament. It was the instrument on which the Saviour made atonement for the sins of the world. The whole of the Christian’s hope of heaven, and all his peace and consolation in trial and in death, depend on the sacrifice there made for sin, and on just views and feelings in regard to the fact and the design of the Redeemer’s death” (= Penyebutan salib sering terjadi dalam Perjanjian Baru. Itu merupakan alat pada mana sang Juruselamat membuat penebusan untuk dosa-dosa dunia. Seluruh pengharapan Kristen tentang surga, dan semua damai dan penghiburannya dalam pencobaan dan dalam kematian, tergantung pada pengorbanan yang dibuat di sana untuk dosa, dan tergantung pada pandangan dan perasaan yang benar berkenaan dengan fakta dan rencana / tujuan dari kematian sang Penebus).

 

Apakah saudara mempunyai pandangan dan perasaan yang benar berkenaan dengan fakta dan tujuan dari kematian Yesus? Sudahkah saudara percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara?

 

 

-AMIN-


 

Mungkin film ‘The Passion of the Christ’ ini adalah film tentang Yesus yang paling mendekati kebenaran. Tetapi tetap ada kesalahan-kesalahan dalam film ‘The Passion of the Christ’ ini, yaitu:

 

1)   Kata-kata Yesus pada waktu berdoa di Taman Getsemani ditambah-tambahi / divariasi sehingga tidak sesuai dengan aslinya. Misalnya ada kata-kata: ‘Rise up, defend Me (= Bangkitlah, belalah Aku).

 

2)   Setan menggoda Yesus di Taman Getsemani supaya tidak mau mati disalib.

 

Ada 2 kesalahan yang bersifat theologis di sini:

 

a)   Setan ingin Yesus mati disalib atau tidak? Yoh 13:27 mengatakan bahwa Yudas Iskariot kerasukan Iblis, yang lalu menyebabkan ia mengkhianati / menjual GuruNya. Jadi jelas bahwa setan ingin membunuh Yesus! Kalau di Taman Getsemani Ia menggodai Yesus supaya jangan mati disalib, maka ia bertentangan dengan dirinya sendiri.

 

Juga dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, pada waktu Yesus dicambuki, ditunjukkan bahwa setan berjalan keliling (sambil menggendong setan kecil), dan wajahnya menunjukkan kepuasan melihat hal tersebut. Jadi, ia senang Yesus mati? Lalu mengapa tadinya menggodai Yesus di Taman Getsemani supaya Yesus jangan mati disalib? Jelas bahwa 2 hal dari film ‘The Passion of the Christ’ itu saling bertentangan.

 

b)   Setan digambarkan sebagai mengetahui rencana Allah tentang penebusan dosa umat manusia melalui kematian Kristus. Bagaimana mungkin setan bisa tahu? Bdk. 1Pet 1:12 - “Kepada mereka telah dinyatakan, bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri, tetapi melayani kamu dengan segala sesuatu yang telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan perantaraan mereka, yang oleh Roh Kudus, yang diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat.

 

Kalau malaikat-malaikat saja tidak tahu tentang Injil, bagaimana mungkin setan bisa tahu?

 

3)   Ada 2 jenis penyesahan yang dilakukan terhadap Yesus, yang satu menggunakan semacam rotan biasa, yang kedua menggunakan cambuk Romawi yang diberi benda-benda tajam. Tentang cambuk yang pertama, saya tidak pernah membacanya dalam buku manapun.

 

4)   Istri Pontius Pilatus memberikan kain kepada Maria, yang lalu digunakan untuk mengepel / membersihkan darah Yesus di lantai tempat pencambukan. Ini tidak ada dalam Kitab Suci.

 

5)   Kelihatannya Maria Magdalena digambarkan sebagai pelacur yang tertangkap dan mau dirajam dalam Yoh 8:1-11. Ini salah. Siapa yang mengatakan kalau perempuan itu adalah Maria Magdalena? Memang ada tradisi yang mengatakan bahwa Maria Magdalena adalah ex pelacur / perempuan yang tak bermoral. Ini merupakan fitnahan terhadap Maria Magdalena, karena dalam Kitab Suci sama sekali tak ada petunjuk tentang hal itu.

 

6)   Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu digambarkan adanya seorang perempuan (Veronica?) yang memberikan kain kepada Yesus yang lalu Ia gunakan untuk melap wajahNya yang penuh dengan darah. Ini lagi-lagi sama sekali tidak ada dalam Kitab Suci.

 

7)   Film ‘The Passion of the Christ’ ini juga memberikan beberapa penggambaran yang salah tentang Maria (ibu Yesus), dan terkesan terlalu meninggikan Maria, yaitu:

 

a)   Maria digambarkan terbangun dan mendapat firasat yang tidak enak pada waktu Yesus ditangkap. Ini lagi-lagi tak ada dalam Kitab Suci.

 

b)   Waktu Yesus ditangkap, Petrus datang kepada Maria dan melaporkan hal itu. Juga setelah Petrus menyangkal Yesus, ia datang kepada Maria, berlutut di hadapannya, dan mengaku bahwa ia telah menyangkal Yesus, dan menyebut Maria dengan istilah ‘mother’ (= ibu / mama). Ini memang sesuai dengan theologia Katolik, yang menganggap Maria sebagai ibu Gereja, tetapi ini sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.

 

c)   Yesuspun digambarkan menyebut Maria sebagai ‘mother’ (= ibu / mama).

 

Perlu dicamkan bahwa dalam Kitab Suci, Yesus tidak pernah menyebut Maria dengan istilah ‘mother’ (= ibu / mama). Apakah dalam kenyataannya Ia pernah menyebut demikian, saya tidak tahu. Kata Yunani untuk ‘mother’ adalah METER, dan ini tidak pernah digunakan oleh Yesus dalam Kitab Suci terhadap Maria. Ia menggunakan kata Yunani GUNAI, yang artinya ‘woman’ (= perempuan), tetapi oleh Kitab Suci Indonesia secara salah diterjemahkan ‘ibu’ (Yoh 2:4  Yoh 19:26).

 

d)   Pada waktu Yesus ada di salib, Maria mengatakan bahwa ia ingin mati bersama Yesus. Ini lagi-lagi merupakan sesuatu yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci. Seandainya kata-kata itu benar, Maria betul-betul bodoh, karena Yesus menderita dan mati untuk memikul hukuman dan penderitaan kita. Lalu apa gunanya Maria ingin mati bersama dengan Yesus?

 

e)   Maria digambarkan ikut menurunkan Yesus dari kayu salib setelah kematian Yesus.

 

Ada orang-orang yang menganggap bahwa setelah Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes (Yoh 19:26-27), maka Maria meninggalkan tempat penyaliban. Memang ada pro dan kontra dalam hal ini, tetapi yang jelas, dari penceritaan Kitab Suci sendiri, tidak disebutkan adanya Maria pada waktu Yesus mati / diturunkan dari kayu salib (bdk. Mat 27:55-61  Mark 15:40-47  Luk 23:49-56a  Yoh 19:38-42).

 

8)   Kedua penjahat yang disalibkan bersama Yesus itu tidak dicambuki. Ini tidak mungkin, karena tradisi penyaliban dalam kalangan Romawi mengharuskan pencambukan sebelum penyaliban.

 

9)   Digambarkan adanya burung gagak yang mencucuk mata dari penjahat yang tidak bertobat. Sekalipun mungkin menyenangkan bagi kita untuk melihat hal itu, tetapi itu tidak ada dalam Kitab Suci.

 

10) Setelah Yudas Iskariot mengkhianati Yesus, ia digoda sekumpulan setan kecil, dan bahkan diserang secara fisik. Saya tidak menolak kemungkinan bahwa setan memang bekerja untuk menggoda Yudas Iskariot dan itu menyebabkan ia lalu bunuh diri. Tetapi bahwa setan melakukan serangan fisik, yang digambarkan dengan gigitan setan kecil itu pada tangan Yudas Iskariot, merupakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal, dan juga tidak Alkitabiah.

 

11) Penusukan tombak pada rusuk Yesus dilakukan pada rusuk kanan dari Yesus. Ini tidak mungkin, karena kalau yang ditusuk adalah rusuk kanan, maka kecuali Yesus mempunyai jantung di sebelah kanan, tidak mungkin akan keluar air dan darah. Penusukan harus terjadi di rusuk kiri, sehingga mengenai jantung, baru bisa mengeluarkan air dan darah.

 

12) Pada saat Yesus mati, ada gempa bumi. Ini memang benar. Tetapi lalu digambarkan bahwa Bait Suci terbelah dan terbakar. Ini tidak Alkitabiah, karena Alkitab mengatakan bahwa tirai Bait Suci saja yang terbelah / sobek (Mat 27:51), bukan Bait Sucinya sendiri. Ini juga bertentangan dengan sejarah, karena yang menghancurkan Bait Suci itu nantinya adalah orang-orang Romawi, pada waktu mereka menyerbu dan menghancurkan Yerusalem pada tahun 70 M.

 

13) Pada saat Yesus mati, digambarkan setan teriak-teriak, dan kelihatannya seperti masuk neraka. Kalau penangkapan saya tentang hal ini benar, maka ini lagi-lagi merupakan sesuatu yang salah dari film ‘The Passion of the Christ’ itu. Sekalipun pada waktu Yesus mati disalib, dalam arti tertentu Ia menang, karena bisa mengatasi rasa takutNya dsb, tetapi setan sebetulnya baru dikalahkan secara mutlak pada saat Yesus bangkit, dan baru dimasukkan ke neraka pada saat Yesus datang kedua-kalinya!

 



email us at : gkri_exodus@lycos.com