Khotbah Hari Raya Kristen

oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.


Paskah 2000

MARKUS 15:33-16:8a

 

I) Sekitar kematian Yesus (Mark 15:33-41).

 

1)   Kegelapan (ay 33).

 

a)   Ini merupakan tanda / mujijat yang terjadi sebelum Kristus mati, yaitu gelap gulita selama 3 jam (pukul 12 sampai pukul 3 siang).

 

Calvin (hal 317) menolak anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa kegelapan ini bersifat universal. Alasan Calvin, itu tidak dilaporkan dalam sejarah. Saya berpendapat bahwa kata-kata ‘kegelapan meliputi seluruh daerah itu (Mat 27:45  Mark 15:33  Luk 23:44), mendukung pandangan Calvin.

 

b)   Ada yang menganggap bahwa ini merupakan penggenapan dari Amos 8:9.

“‘Pada hari itu akan terjadi,’ demikianlah firman Tuhan ALLAH, ‘Aku akan membuat matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari cerah’”.

 

c)   Kegelapan ini bukanlah suatu gerhana matahari.

 

Kata Yunani yang dipakai dalam Luk 23:45 adalah EKLIPONTOS (banding­kan dengan kata bahasa Inggris Eclipse, yang berarti gerhana), yang artinya adalah failing [= gagal (bersinar), melemah].

 

Tetapi setidaknya ada 2 alasan yang menunjukkan bahwa kegelapan ini bukanlah suatu gerhana matahari:

 

·        Paskah selalu dirayakan pada saat bulan purnama, dan pada saat-saat seperti itu tidak mungkin terjadi gerhana matahari.

 

Pulpit Commentary: “This supernatural darkness came when the day is wont to be at its brightest. The moon was now at the full, so that it could not have been caused by what we call an eclipse, for when it is full moon the moon cannot intervene between the earth and the sun. This darkness was doubtless produced by the immediate interference of God” (= Kegelapan yang bersifat supranatural / gaib ini terjadi pada saat hari biasanya paling terang. Sekarang sedang pada saat bulan purnama, sehingga itu tidak mungkin disebabkan oleh apa yang kita sebut gerhana, karena pada saat bulan purnama, bulan tidak bisa menghalangi di antara bumi dan matahari. Tidak diragukan bahwa kegelapan ini dihasilkan oleh campur tangan langsung dari Allah) - hal  308.

 

·        gerhana matahari tidak mungkin terjadi selama lebih dari 15 menit, tetapi kegelapan ini berlangsung selama 3 jam.

 

d)   Apa arti / maksud kegelapan ini?

 

1.   Menunjukkan murka Allah.

 

Gelap sering merupakan simbol kemurkaan / hukuman Allah (bdk. Yes 5:30  60:2  Yoel 2:31  Amos 5:18,20  Zef 1:15  Mat 24:29  25:30  Kis 2:20  2Pet 2:17  Wah 6:12).

 

Kalau memang di sini kegelapan itu menunjukkan kemurkaan Allah, maka masih perlu dipertanyakan lagi: pada saat itu Allah murka kepada siapa?

 

·        kepada orang-orang yang menyalibkan Kristus.

 

·        kepada Kristus sendiri, karena pada saat itu Ia sedang memikul hukuman dosa kita. Mungkin ini adalah saat dimana Kristus mulai ‘turun ke neraka / kerajaan maut’ (bdk. 12 Pengakuan Iman Rasuli) sehingga Ia mengucapkan ‘Eli, Eli lama sabakhtani?’ (Mat 27:46).

 

Catatan: perhatikan bahwa kata-kata ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli tidak berarti bahwa pada saat mati Kristus betul-betul turun ke suatu tempat (neraka / kerajaan maut), karena pada saat Kristus mati Ia jelas pergi ke surga / kepada Bapa (bdk. Luk 23:43,46).

 

2.   Menyadarkan mereka akan kesalahan mereka.

 

Calvin: “the darkness was intended to arouse them to consider the astonishing design of God in the death of Christ. For if they were not altogether hardened, an unusual change of the order of nature must have made a deep impression on their senses, so as to look forward to an approaching renewal of the world” (= kegelapan ini dimaksudkan untuk menggerakkan mereka untuk merenungkan rencana yang mengherankan dari Allah dalam kematian Kristus. Karena jika mereka tidak dikeraskan sama sekali, maka suatu perubahan alam yang luar biasa pasti sudah memberikan kesan yang mendalam pada pikiran mereka, sehingga memandang ke depan kepada pembaharuan dunia ini yang sedang mendekat) - hal 316.

 

·        Adanya kegelapan yang luar biasa ini menunjukkan kepada mereka (dan kepada kita) bahwa Kristus bukanlah penjahat, dan bahkan bukanlah manusia biasa (dalam arti hanya manusia 100 %, tanpa keilahian). Kalau Kristus memang adalah penjahat / manusia biasa tanpa keilahian, maka kegelapan ini pasti tidak akan terjadi.

 

·        Rupanya kegelapan ini merupakan salah satu faktor yang menyadarkan kepala pasukan (ay 39  bdk. Mat 27:54).

 

3.   Ini menunjuk pada kematian dari ‘The Sun of Righteousness’ / ‘Surya kebenaran’ (bdk. Mal 4:2) yang jelas menunjuk kepada Yesus.

 

4.   Ini menunjuk pada pembutaan orang Yahudi, yang akan segera terjadi.

 

2)   Keterpisahan Yesus dengan Allah (ay 34).

 

a)   Yesus berseru: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’.

 

William Barclay: “Up to this moment Jesus had gone through every experience of life except this one - he had never known the consequence of sin. Now if there is one thing sin does, it separates us from God. It puts between us and God a barrier like an unscalable wall. That was the one human experience through which Jesus had never passed, because he was without sin. It may be that at this moment that experience came upon him - not because he had sinned, but because in order to be identified completely with our humanity he had to go through it. ... And this experience must have been double agonizing for Jesus, because he had never known what it was to be separated by this barrier from God” (= Sampai saat ini Yesus telah melewati setiap pengalaman kehidupan kecuali yang satu ini - Ia tidak pernah tahu / mengenal konsekwensi dari dosa. Kalau ada satu hal yang dilakukan oleh dosa, maka itu adalah memisahkan kita dari Allah. Dosa meletakkan antara kita dan Allah suatu pemisah seperti tembok yang tidak bisa didaki. Itulah suatu pengalaman manusia yang belum pernah dilalui oleh Yesus, karena Ia tidak berdosa. Mungkin bahwa pada saat ini pengalaman itu datang kepadaNya - bukan karena Ia telah berdosa, tetapi karena untuk menyamakan diri sepenuhnya dengan kemanusiaan kita Ia harus melaluinya. ... Dan pengalaman ini pasti menyakitkan secara ganda bagi Yesus, karena Ia tidak pernah mengenal / tahu bagaimana rasanya dipisahkan oleh pemisah ini dari Allah) - hal 364.

 

Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata yang saya garisbawahi. Yesus mengalami itu untuk memikul hukuman dosa, bukan sekedar mengidentikkan / menyamakan diri dengan manusia!

 

Alan Cole (Tyndale): “in what sense He was abandoned? To betrayal, mockery, scourging, death - yes: but to limit the explanation to this would be superficial exegesis, for all this He had faced and foretold for years. There was a far deeper spiritual agony endured alone in the darkness, an agony which we can never plumb and which, thanks to the cross, no created man need ever experience. No explanation will satisfy other than the traditional view that, in that dark hour, God’s wrath fell upon Him. Because wrath is no abstract principle, but a personal manifestation, that meant that the unclouded communion with the Father, enjoyed from all eternity, was broken. Some commentators have held that He suffered all the pangs of hell in that time; ... If there was a barrier between the Father and the Son at that moment, it could only be because of sin; and He knew no sin (2Cor. 5:21); so it could only be our sin that cost Him such agony” [= dalam arti apa Ia ditinggalkan? Ia ditinggalkan pada pengkhianatan, pengejekan, penyesahan, kematian - ya: tetapi membatasi penjelasan pada hal ini merupakan suatu exegesis yang dangkal, karena semua ini telah Ia hadapi dan ramalkan selama bertahun-tahun. Ada penderitaan rohani yang jauh lebih dalam yang ditanggungnya / dialaminya sendirian dalam kegelapan, suatu penderitaan yang tidak pernah bisa kita ukur / duga, dan yang, syukur pada salib, tidak ada manusia yang perlu mengalaminya. Tidak ada penjelasan yang bisa memuaskan selain pandangan tradisionil yang mengatakan bahwa pada saat yang gelap itu, murka Allah jatuh kepadaNya. Karena murka bukanlah suatu prinsip yang abstrak, tetapi suatu manifestasi yang bersifat pribadi, itu berarti bahwa persekutuan yang terang / tak terhalang dengan Bapa, yang dinikmati sejak kekekalan, menjadi putus. Beberapa penafsir menganggap bahwa Ia mengalami seluruh rasa sakit / kepedihan dari neraka pada saat itu.; ... Jika di sana ada pemisah antara Bapa dan Anak pada saat itu, itu hanya bisa terjadi karena dosa; dan Ia tidak mengenal dosa (2Kor 5:21); jadi itu hanya bisa terjadi karena dosa kita yang harus Ia bayar dengan penderitaan seperti itu] - hal 243.

 

b)   Kata-kata Yesus ini ditanggapi dengan ejekan (ay 35-36).

 

Ay 35-36: “(35) Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Lihat, Ia memanggil Elia.’ (36) Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata: ‘Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia.’”.

 

Calvin (hal 320) mengatakan bahwa kata-kata ini bukan dikatakan karena mereka tidak mengerti apa yang Yesus katakan. Mereka mengerti apa yang Yesus katakan, tetapi mereka tetap mengucapkan kata-kata ini sebagai suatu ejekan.

 

Calvin: “I do not think it at all probable that they erred through ignorance, but rather that they deliberately intended to mock Christ, and to turn his prayer into an occasion of slander. For Satan has no method more effectual for ruining the salvation of the godly, than by dissuading them from calling on God. For this reason, he employs his agents to drive off from us, as far as he can, the desire to pray. Thus he impelled the wicked enemies of Christ basely to turn his prayer into derision, intending by this stratagem to strip him of his chief armour” (= Saya sama sekali tidak berpikir bahwa mereka salah karena ketidak-tahuan, tetapi karena mereka secara sengaja bermaksud untuk mengejek Kristus, dan menjadikan doaNya sebagai suatu kesempatan untuk memfitnah. Karena setan tidak mempunyai metode yang lebih efektif untuk menghancurkan keselamatan orang saleh dari pada dengan membujuk mereka untuk tidak berseru kepada Allah. Untuk alasan ini, ia menggunakan agen-agennya untuk mengusir keinginan untuk berdoa dari kita, sejauh ia bisa melakukannya. Demikianlah ia mendorong / mendesak musuh-musuh yang jahat dari Kristus menjadikan doaNya sebagai suatu ejekan / cemooh, dengan maksud melalui tipu daya ini menyingkirkan dari padaNya senjata utamaNya) - hal 320.

 

3)   Yesus berseru dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya (ay 37).

 

Pulpit Commentary: “although he had gone through all the pains which were sufficient in ordinary cases to produce death, yet that at length he did not die of necessity, but voluntary, in accordance with what he had himself said, ‘No one taketh my life from me ... I have power to lay it down, and I have power to take it again’ (John 10:18)” [= sekalipun Ia telah mengalami semua penderitaan yang dalam kasus-kasus biasa cukup untuk menyebabkan kematian, tetapi Ia mati bukan sebagai keharusan, tetapi secara sukarela, sesuai dengan apa yang Ia sendiri telah katakan: ‘Tidak seorangpun mengambilnya (nyawaKu) dari padaKu .... Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali’ (Yoh 10:18)] - hal  309.

 

4)   Tabir Bait Suci terbelah (ay 38); chronology dan artinya.

 

a)   Dalam Markus diceritakan kematian Yesus dulu (ay 37), baru tabir yang terbelah (ay 38). Demikian juga dengan dalam Matius (Mat 27:50-51). Tetapi dalam Lukas urut-urutan itu dibalik (Luk 23:45b-46). Calvin mengatakan Lukas menulis secara tidak chronologis.

 

b)   Arti dari terbelahnya tabir Bait Suci adalah:

 

·        penghapusan ceremonial law dan imam pada jaman Perjanjian Lama.

 

·        terbukanya jalan ke surga / kepada Bapa melalui Yesus.

 

Calvin: “Nor was it proper that the vail should be rent, until the sacrifice of expiation had been completed; for then Christ, the true and everlasting Priest, having abolished the figures of the law, opened up for us by his blood the way to the heavenly sanctuary, that we may no longer stand at a distance within the porch, but may freely advance into the presence of God. For so long as the shadowy worship lasted, a vail was hung up before the earthly sanctuary, in order to keep the people not only from entering but from seeing it, (Exod. 26:33; 2Chron. 3:14.) Now Christ, by blotting out the handwriting which was opposed to us, (Col. 2:14,) removed every obstruction, that, relying on him as Mediator, we may all be a royal priesthood, (1Pet. 2:9.) Thus the rending of the vail was not only an abrogation of the ceremonies which existed under the law, but was, in some respects, an opening of heaven, that God may now invite the members of his Son to approach him with familiarity [= Tidak cocok bahwa tirai / tabir itu sobek, sampai korban penebusan telah sempurna / lengkap / selesai; karena pada saat itu Kristus, Imam yang benar dan kekal, telah menghapuskan gambar / simbol hukum Taurat, membuka bagi kita jalan menuju Ruang Maha Suci surgawi oleh darahNya, sehingga kita tidak perlu lebih lama lagi berdiri pada jarak tertentu di serambi, tetapi boleh dengan bebas maju ke hadapan hadirat Allah. Karena selama ibadah yang bersifat bayangan itu tetap berlaku, suatu tirai / tabir digantung di depan Ruang Maha Suci duniawi, untuk mencegah umat bukan hanya untuk memasukinya tetapi bahkan juga melihatnya (Kel 26:33  2Taw 3:14). Sekarang Kristus, dengan menghapus tulisan tangan yang menentang kita (Kol 2:14 bdk. KJV), menyingkirkan setiap halangan, supaya dengan bersandar kepadaNya sebagai Pengantara, kita semua bisa menjadi imamat yang rajani (1Pet 2:9). Jadi sobeknya tirai / tabir itu bukan hanya merupakan penghapusan upacara-upacara yang ada di bawah Taurat, tetapi dalam aspek tertentu merupakan pembukaan surga, sehingga Allah sekarang bisa mengundang anggota-anggota AnakNya untuk mendekat kepadaNya dengan keakraban] - hal 323.

 

Calvin: “Meanwhile, the Jews were informed that the period of abolishing outward sacrifices had arrived, and that the ancient priesthood would be of no farther use; that though the building of the temple was left standing, it would not be necessary to worship God there after the ancient custom; but that since the substance and truth of the shadows had been fulfilled, the figures of the law were changed into spirit” (= Sementara itu, orang-orang Yahudi diberitahu bahwa masa penghapusan korban-korban telah tiba, dan bahwa keimaman kuno sudah tidak boleh digunakan lagi; sehingga sekalipun bangunan Bait Suci itu tetap dibiarkan berdiri, tetapi sudah tidak perlu lagi untuk menyembah / beribadah kepada Allah di sana menurut kebiasaan kuno; tetapi karena hakekat dan kebenaran dari bayang-bayang telah digenapi, gambar / simbol Taurat diubah menjadi roh) - hal 323.

 

Pulpit Commentary: “this rending of the veil signified (1) that the whole of the Jewish dispensation, with its rites and ceremonies, was now unfolded by Christ; and that thenceforth the middle wall of partition was broken down, so that now, not the Jews only, but the Gentiles also might draw nigh by the blood of Christ. But (2) it further signified that the way to heaven was laid open by our Lord’s death. ... The veil signified that heaven was closed to all, until Christ by his death rent this veil in twain, and laid open the way” [= penyobekan tirai / tabir ini menunjukkan (1) bahwa seluruh sistim Yahudi, dengan tatacara-tatacara dan upacara-upacaranya, sekarang telah dibuka oleh Kristus; dan bahwa sejak saat itu dinding pemisah yang di tengah-tengah telah dihancurkan, sehingga sekarang, bukan hanya orang Yahudi saja, tetapi orang non Yahudi juga boleh mendekat oleh darah Kristus. Tetapi (2) lebih jauh lagi hal itu menunjukkan bahwa jalan ke surga telah dibuka oleh kematian Tuhan kita. ... Tirai / tabir menunjukkan bahwa surga tertutup bagi semua, sampai Kristus oleh kematianNya menyobek tirai / tabir itu menjadi dua, dan membukakan jalan] - hal  309.

 

Alan Cole (Tyndale): “Henceforth, man had free access to the very presence of God (Heb. 10:19-22). Both Jewish priesthood and Jewish Temple had ceased to have any significance with the splitting of this curtain” [= Sejak saat ini, manusia mempunyai jalan masuk bebas ke hadapan Allah (Ibr 10:19-22). Baik keimaman Yahudi maupun Bait Suci Yahudi tidak lagi mempunyai arti apapun dengan sobeknya tirai / tabir ini] - hal 245.

 

Penerapan:

 

Ini bertentangan dengan adanya imam / pastor dalam Gereja Roma Katolik mapun Gereja Orthodox Syria. Juga bertentangan dengan ‘lembu merah’, pendirian kembali Bait Suci, adanya jam doa, kiblat, dan sebagainya.

 

Tentang hal-hal ajaib / supranatural yang terjadi di sekitar kematian Kristus, seperti kegelapan, tabir Bait Suci yang terbelah, gempa bumi, bukit-bukit batu yang terbelah dsb (bdk. Mat 27:45,51) Calvin berkata:

“Although in the death of Christ the weakness of the flesh concealed for a short time the glory of the Godhead, ... yet the heavenly Father did not cease to distinguish him by some marks, and during his lowest humiliation prepared some indications of his future glory, in order to fortify the minds of the godly against the offence of the cross. Thus the majesty of Christ was attested by the obscuration of the sun, by the earthquake, by the splitting of the rocks, and the rending of the vail, as if heaven and earth were rendering the homage which they owed to their Creator” (= Sekalipun dalam kematian Kristus kelemahan daging menyembunyikan untuk sementara waktu kemuliaan keilahianNya, ... tetapi Sang Bapa surgawi tidak berhenti untuk membedakanNya / menghormatiNya dengan beberapa tanda, dan pada saat perendahanNya yang terendah menyiapkan beberapa petunjuk tentang kemuliaanNya yang akan datang, untuk menjaga pikiran dari orang saleh terhadap batu sandungan dari salib. Demikianlah keagungan Kristus diperlihatkan / dibuktikan oleh penggelapan matahari, oleh gempa bumi, oleh pemecahan batu karang / bukit batu, dan penyobekan tirai / tabir, seakan-akan surga dan bumi sedang memberikan penghormatan yang harus mereka berikan kepada Pencipta mereka) - hal 316.

 

Catatan: ‘vail’ artinya sama dengan ‘veil’.

 

5)   Pengakuan kepala pasukan Romawi (ay 39)

 

Peristiwa-peristiwa yang ajaib, yang terjadi di sekitar kematian Kristus, dan juga sikap Kristus yang berbeda dengan orang lain yang disalib, membuat kepala pasukan memberikan pernyataan bahwa Yesus memang adalah Anak Allah (ay 39). Calvin (hal 326) mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang indah bahwa orang kafir ini, yang tidak pernah diajar hukum Taurat, bisa mengambil kesimpulan yang benar dari apa yang terjadi pada saat itu (termasuk tanda kegelapan, gempa dsb). Ini juga menunjukkan kebutaan dan kebodohan orang-orang Yahudi, yang tidak bisa bertindak seperti perwira kafir ini.

 

William Barclay: “he had never seen a man die like this and he was sure that Jesus was the Son of God. If Jesus had lived on and taught and healed he might have attracted many, but it is the Cross which speak straight to the hearts of men” (= ia tidak pernah melihat seseorang mati seperti ini dan ia yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah. Andaikata Yesus hidup terus dan mengajar dan menyembuhkan, Ia mungkin akan membuat banyak orang tertarik, tetapi adalah Salib yang berbicara langsung kepada hati manusia) - hal 365.

 

Alan Cole (Tyndale): “For the honest Roman centurion ... the evidence had been overwhelming. He had watched and puzzled while his men gambled, and now he was convinced. What he, a pagan, meant by ‘the Son of God’ had been much disputed. It may not have been by any means the peerless position that such a title means to the Christian, especially as Luke has ‘a just man’ instead of ‘God’s Son’. ... Nevertheless, at the least the Christian Church saw in this word of the centurion an unconscious statement of truth, as that of Caiaphas had been (Jn. 11:50). The Lord demanded little knowledge and much faith as initial steps, in those who came to Him - witness His dealing with the dying thief (Lk. 23:43) - so that the centurion may have well become a true believer ultimately” [= Untuk perwira Romawi yang jujur ini ... buktinya berlimpah-limpah. Ia telah memperhatikan dan bingung sementara anak buahnya berjudi / mengundi, dan sekarang ia yakin. Apa yang ia, sebagai seorang kafir, maksudkan dengan ‘Anak Allah’ telah banyak diperdebatkan. Itu mungkin bukan kedudukan yang tidak ada taranya / bandingannya seperti yang dimengerti oleh orang Kristen, khususnya karena Lukas menuliskan ‘orang benar’ dan bukannya ‘Anak Allah’. ... Sekalipun demikian sedikitnya Gereja Kristen melihat dalam kata-kata perwira ini suatu pernyataan kebenaran secara tak disadari, seperti pernyataan yang diberikan oleh Kayafas (Yoh 11:50). Tuhan menuntut sedikit pengetahuan dan banyak iman sebagai langkah permulaan, dalam diri mereka yang datang kepadaNya - saksikan cara Ia memperlakukan pencuri yang sekarat (Luk 23:43) - sehingga perwira ini mungkin pada akhirnya menjadi orang percaya yang sungguh-sungguh] - hal 245-246.

 

Catatan: Lukas mengatakan ‘orang benar’, bukan ‘Anak Allah’ dalam Luk 23:47.

 

6)   Beberapa perempuan pengikut Yesus menyaksikan penderitaan dan kematian Yesus (ay 40-41).

 

Alan Cole (Tyndale): “Here Mark mentions specifically the group of women disciples, many of them wealthy, who followed Christ, and doubtless supported the apostolic band from their worldly goods (Lk. 8:2,3). John also speaks of them as standing by the cross (Jn. 19:25). The Church has always owed much to devoted women, often to women of means, and it is the mark of a fool to despise such. This same band was to share in the burial (verse 47); to bring loving gifts of spices (16:1); to hear first tidings of the resurrection (16:5,6); to continue in prayer until Pentecost (Acts 1:14); to open their homes for Christian worship (Acts 12:12)” [= Di sini Markus menyebutkan secara khusus grup murid perempuan, banyak dari mereka adalah orang kaya, yang mengikut Kristus, dan tidak diragukan menyokong grup rasul dengan kekayaan mereka (Luk 8:2-3). Yohanes juga mengatakan bahwa mereka berdiri di dekat salib (Yoh 19:25). Gereja selalu berhutang banyak kepada perempuan-perempuan yang berbakti, seringkali kepada perempuan yang memiliki kekayaan, dan merupakan tanda dari seorang tolol untuk meremehkan mereka. Grup yang sama ikut dalam melakukan penguburan (ay 47); membawa pemberian kasih dalam bentuk rempah-rempah (16:1); mendengar kabar pertama tentang kebangkitan (16:5-6); terus berdoa sampai hari Pentakosta (Kis 1:14); membuka rumah mereka untuk kebaktian Kristen (Kis 12:12)] - hal 246.

 

II) Penguburan Yesus (Mark 15:42-47).

 

1)   Dalam Injil Yohanes, diceritakan bahwa Yusuf dari Arimatea tidak melakukan semua ini sendirian, tetapi bersama-sama dengan Nikodemus (Yoh 19:39).

 

2)   Hal yang salah dalam diri Yusuf dari Arimatea.

 

William Barclay: “There is a certain tragedy about Joseph. He was a member of the Sanhedrin and yet we have no hint that he spoke one word in Jesus’ favour or intervened in any way on his behalf. Joseph is the man who gave Jesus a tomb when he was dead but was silent when he was alive. It is one of the commonest tragedies of life that we keep our wreaths for people’s graves and our praises until they are dead. It would be infinitely better to give them some of these flowers and some of these words of gratitude when they are still alive” (= Ada suatu tragedi tentang Yusuf. Ia adalah anggota Sanhedrin tetapi kita tidak mempunyai petunjuk bahwa ia berbicara satu katapun untuk membela Yesus atau ikut campur dengan cara apapun demi Dia. Yusuf adalah orang yang memberi Yesus kubur ketika Ia mati tetapi diam ketika Ia hidup. Merupakan salah satu tragedi kehidupan yang paling umum bahwa kita menyimpan / menahan rangkaian bunga untuk kuburan dan pujian kita sampai mereka mati. Adalah jauh lebih baik untuk memberikan kepada mereka sebagian bunga-bunga dan kata-kata terima kasih pada waktu mereka masih hidup) - hal 366-367.

 

Catatan: dalam Luk 23:50-51 dikatakan bahwa Yusuf dari Arimatea ini adalah ‘orang yang baik lagi benar. Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Tetapi memang dalam persidangan tidak pernah dikatakan bahwa ia berani menyatakan ketidaksetujuannya itu ataupun membela Yesus. Juga kata ‘memberanikan diri’ dalam Mark 15:43b secara implicit menunjukkan bahwa ia adalah orang yang seperti Nikodemus, yaitu ikut Yesus dengan sembunyi-sembunyi / diam-diam. Jadi, kata-kata Barclay di atas mungkin memang benar.

 

Penerapan:

 

Jangan pernah takut menyatakan kebenaran / pandangan yang saudara anggap benar, khususnya dalam rapat atau dalam pertemuan lain.

 

3)   Hal yang baik tentang Yusuf dari Arimatea.

 

Yusuf dari Arimatea ini adalah seorang yang berkedudukan tinggi (ay 43), dan dalam Mat 27:57 dikatakan sebagai ‘seorang kaya’, tetapi ia mau melakukan pekerjaan yang rendah / hina, demi melayani Kristus.

 

Calvin: “We are taught by this example, that the rich are so far from being excusable, when they deprive Christ of the honour due to him, that they must be held to be doubly criminal, for turning into obstruction those circumstances with ought to have been excitements to activity. .. if riches and honours do not aid us in the worship of God, we utterly abuse them” (= Kita diajar oleh contoh ini, bahwa orang kaya sangat tidak termaafkan, jika mereka tidak memberikan kepada Kristus hormat yang seharusnya diberikan kepadaNya, bahwa mereka harus dianggap sebagai kriminil ganda, kalau keadaan yang seharusnya merangsang mereka pada keaktifan justru mereka jadikan sebagai halangan. ... jika kekayaan dan kedudukan tinggi tidak membantu / menolong kita dalam penyembahan kepada Allah, maka kita menyalahgunakannya secara total) - hal 332.

 

Calvin: “But if, through a holy desire to honour Christ, Joseph assumed such courage, while Christ was hanging on the cross, woe to our slothfulness / accursed be our sloth, if, now that he has risen from the dead, an equal zeal, at least, to glorify him do not burn in our hearts” (= Tetapi jika melalui suatu keinginan kudus untuk menghormati Kristus, Yusuf mempunyai keberanian seperti itu, sementara Kristus sedang tergantung pada kayu salib, celakalah / terkutuklah kelambanan kita, jika sekarang setelah Ia bangkit dari antara orang mati, suatu semangat untuk memuliakan Dia, yang sedikitnya sama besarnya, tidak membara dalam hati kita) - hal 333.

 

4)   Penguburan Yesus.

 

a)   ‘Kuburnya yang baru (Mat 27:60  Luk 23:53b  Yoh 19:41b).

 

Ini sengaja diceritakan untuk membuang kemungkinan bahwa yang bangkit pada hari yang ke 3 nanti adalah mayat orang lain (bandingkan dengan cerita dalam 2Raja 13:21).

 

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Wordsworth sebagai berikut:

“One Joseph was appointed by God to be guardian of Christ’s body in the virgin womb, and another Joseph was the guardian of his body in the virgin tomb, and each Joseph is called a ‘just man’ in Holy Scripture” [= Seorang Yusuf ditetapkan oleh Allah sebagai penja­ga tubuh Kristus dalam kandungan perawan, dan seorang Yusuf yang lain adalah penjaga tubuhNya dalam kuburan yang perawan (kuburan yang baru), dan setiap Yusuf itu disebut ‘orang benar’ dalam Kitab Suci].

 

Catatan: tentang sebutan ‘orang benar’ lihat dalam Mat 1:19 [NIV/NASB: ‘a righteous man’ (= seorang benar)] dan Luk 23:50.

 

b)   Kubur itu digali di dalam bukit batu (ay 46).

 

Jadi kuburan itu tidak tembus kemana-mana, dan pintunya hanya satu, dan pintu yang satu ini ditutup dengan batu besar (ay 46), dan bahkan nantinya disegel dan dijaga tentara (Mat 27:62-66). Ini tidak memungkinkan mayat Yesus itu dicuri melalui jalan apapun juga!

 

c)   Penguburan Yesus di kuburan Yusuf yang adalah orang kaya itu, oleh banyak penafsir dianggap sebagai penggenapan nubuat dalam Yes 53:9 (NIV/KJV) yang berbunyi ‘with the rich in his death’ (= dengan orang kaya dalam kematiannya).

 

Catatan: Calvin tidak setuju dengan ini, dan mengatakan bahwa ‘orang kaya’ berarti orang jahat / kejam (seperti terjemahan Kitab Suci Indonesia). Dan ‘kubur’ dalam Yes 53:9 menurut Calvin harus diar­tikan ‘mati’. Jadi Calvin beranggapan bahwa Yes 53:9 ini digenapi bukan pada saat penguburan Kristus, tetapi pada saat kematian Kristus.

 

d)   Mengapa Kristus perlu / harus dikuburkan?

 

·        Ini merupakan ketaatan terhadap Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

 

·        Calvin: “Christ should be buried, that it might be more fully attested that he suffered real death on our account. But yet it ought to be regarded as the principal design, that in this manner the cursing, which he had endured for a short time, began to be removed; for his body was not thrown into a ditch in the ordinary way, but honourably laid in a hewn sepulchre” [= Kristus harus dikuburkan, supaya itu bisa membuktikan secara lebih penuh bahwa Ia mengalami kematian yang sungguh-sungguh karena kita. Tetapi harus dianggap sebagai tujuan utama, bahwa dengan cara ini, kutuk, yang Ia alami untuk waktu yang singkat, mulai disingkirkan; karena tubuhNya tidak dibuang di got dengan cara biasa, tetapi dengan hormat diletakkan di suatu kuburan galian] - hal 330.

 

III) Kebangkitan Yesus (Mark 16:1-8a).

 

1)   Pemberian rempah-rempah untuk mayat Yesus (ay 1).

 

a)   Mereka membeli rempah-rempah itu setelah Sabat lewat (ay 1a).

 

Ini disebabkan karena ketaatan mereka terhadap hukum hari Sabat, yang melarang untuk berjual beli pada hari tersebut.

 

b)   ‘pagi-pagi benar ... setelah matahari terbit’ (ay 2).

 

William Hendriksen: “As to the time when these women came: Mark says ‘when the sun was risen,’ Matt. 28:1 ‘at dawn,’ Luke ‘at early dawn,’ and John ‘while it was still dark.’ Probable solution: although it was still dark when the women started out, the sun had risen when they arrived at the tomb” (= Berkenaan dengan saat dimana para perempuan ini datang: Markus mengatakan ‘setelah matahari terbit’, Mat 28:1 ‘menjelang menyingsingnya fajar’, Lukas ‘pada pagi-pagi benar’, dan Yohanes ‘ketika hari masih gelap’. Penyelesaian yang memungkinkan: sekalipun para perempuan itu berangkat ketika masih gelap, tetapi matahari sudah terbit ketika mereka tiba di kubur) - hal 678.

 

c)   Mereka bermaksud untuk menyempurnakan apa yang telah dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus.

 

Sebetulnya Jum’at siang / sore Yusuf dan Nikodemus sudah melakukan pemberian mur, minyak gaharu, dan rempah-rempah (Yoh 19:39-40).

 

Perlu diketahui bahwa terjemahan hurufiah dari Mark 15:42 bukanlah ‘hari sudah malam’, tetapi ‘evening coming’ (= malam sedang mendatang), dan karena itu NIV menterjemahkan ‘evening approached’ (= malam mendekat).

 

Sekarang pada Minggu pagi para perempuan ini mau melakukan hal itu lagi untuk menyempurnakan apa yang dilakukan dengan tergesa-gesa pada Jum’at sore itu. Ketergesa-gesaan itu disebabkan karena saat itu Sabat hampir tiba.

 

Pulpit Commentary: “What had been done on the Friday evening had been done in haste, and yet sufficiently for the preservation of the sacred body, if that had been needful, from decay. The remaining work could be done more carefully and tenderly at the tomb” (= Apa yang telah dilakukan pada Jum’at sore telah dilakukan dengan terburu-buru, tetapi cukup untuk mengawetkan tubuh yang kudus itu, seandainya hal itu dibutuhkan, dari pembusukan. Pekerjaan yang tersisa bisa dilakukan dengan lebih teliti dan lembut di kubur) - hal 346.

 

Catatan: ia memberikan kata-kata ‘seandainya hal itu dibutuhkan’, karena sebetulnya hal itu memang tidak dibutuhkan. Mengapa? Karena Kitab Suci mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak akan membusuk (Maz 16:10  Kis 2:27  Kis 13:35). Tetapi dalam ketiga ayat ini Kitab Suci Indonesia salah terjemahan. Kata ‘kebinasaan’ seharusnya adalah ‘pembusukan’; NIV/NASB menterjemahkan semuanya dengan kata ‘decay’ (= pembusukan).

 

d)   Ini merupakan tindakan kasih yang mereka lakukan kepada Yesus.

 

William L. Lane (NICNT): “Spices were not used for mummification, which was not a Jewish custom, but to offset the odors from decomposition. ... Since in the climate of Jerusalem deterioration would occur rapidly, the visit of the women with the intention of ministering to the corpse after two nights and a day must be viewed as an expression of intense devotion” (= Rempah-rempah tidak digunakan untuk pembuatan mumi, yang bukan merupakan kebiasaan Yahudi, tetapi untuk menutupi bau dari pembusukan. ... Karena dalam iklim dari Yerusalem, pembusukan akan terjadi dengan cepat, kunjungan dari para perempuan dengan maksud melayani mayat setelah 2 malam dan satu hari harus dipandang sebagai pernyataan bakti yang kuat / hebat) - hal 585.

 

Pulpit Commentary: “Love will find occasions and ways of expressing itself” (= Kasih akan mendapatkan kesempatan dan cara untuk menyatakan dirinya sendiri) - hal 349.

 

William Hendriksen: “while we may criticize their lack of sufficient faith - a lack which they shared with the male disciples - let us not overlook their exceptional love and loyalty. They were at Calvary when Jesus died, in Joseph’s garden when their Master was buried, and now very early in the morning, here they are once more, in order to anoint the body. Meanwhile, where were the eleven?” (= sementara kita bisa mengkritik kekurangan iman mereka - suatu kekurangan yang juga terdapat pada para murid laki-laki - marilah kita tidak mengabaikan kasih dan kesetiaan mereka yang luar biasa. Mereka ada di Kalvari pada saat Yesus mati, di taman / kebun Yusuf pada waktu Tuan mereka dikubur, dan sekarang pagi-pagi sekali, sekali lagi mereka ada di sini, untuk mengurapi tubuh Yesus. Sementara itu, dimana 11 rasul itu?) - hal 678.

 

Pulpit Commentary: “Last at the cross, first at the grave” (= Terakhir di salib, pertama di kubur).

 

e)   Pengurapan mayat dan pengharapan akan kebangkitan pada akhir jaman.

 

Dalam maksud untuk melakukan pengurapan ini jelas ada sesuatu yang salah, karena ini menunjukkan bahwa mereka tidak beriman pada kata-kata Yesus yang menyatakan akan bangkit pada hari ke 3.

 

Calvin: “their design to anoint Christ, as if he were still dead, was not free from blame” (= rencana mereka untuk mengurapi Kristus, seakan-akan Ia masih tetap mati, tidak bebas dari kesalahan) - hal 339.

 

Tetapi Calvin menambahkan:

“I have no doubt, that the custom of anointing the dead, which they had borrowed from the Fathers, was applied by them to its proper object, which was, to draw consolation, amidst the mourning of death, from the hope of life to come. I readily acknowledge that they sinned in not immediately raising their minds to that prediction which they had heard from the lips of their Master, when he foretold that he would rise again on the third day. But as they retain the general principle of the final resurrection, that defect is forgiven, which would vitiated, as the phrase is, the whole of the action. Thus God frequently accepts, with fatherly kindness, the works of the saints, which, without pardon, not only would not have pleased him, but would even have been justly rejected with shame and punishment (= Saya tidak meragukan bahwa kebiasaan mengurapi orang mati, yang telah mereka dapatkan dari Bapa-bapa, diterapkan oleh mereka pada tujuan yang benar, yaitu untuk mendapatkan penghiburan di tengah-tengah perkabungan kematian, dari pengharapan akan kehidupan yang akan datang. Saya mengakui bahwa mereka berdosa dengan tidak segera mengangkat pikiran mereka pada ramalan yang telah mereka dengar dari bibir Tuan / Guru mereka, pada saat Ia meramalkan bahwa Ia akan bangkit kembali pada hari ke 3. Tetapi karena mereka memelihara prinsip umum tentang kebangkitan akhir, cacat itu diampuni, yang seharusnya meniadakan seluruh tindakan mereka. Demikianlah Allah sering menerima, dengan kebaikan seorang bapa, pekerjaan-pekerjaan orang-orang kudus, yang seandainya tanpa pengampunan, bukan hanya akan tidak menyenangkanNya, tetapi bahkan akan secara benar ditolak dengan rasa malu dan penghukuman) - hal 339-340.

 

Catatan: tetapi awas, ini bisa diextrimkan, misalnya orang yang ke gereja dengan motivasi tidak benar, tetap diterima oleh Allah, dan sebagainya.

 

Calvin: “the custom of anointing the dead, though it was common among many heathen nations, was applied to a lawful use by the Jews alone, to whom it had been handed down by the Fathers, to confirm them in the faith of the resurrection. For without having this in view, to embalm a dead body, which has no feeling, would be an idle and empty solace, as we know that the Egyptians bestowed great labour and anxiety on this point, without looking for any advantage. But by this sacred symbol, God represented to the Jews the image of life in death, to lead them to expect that out of putrefaction and dust they would one day acquire new vigour. Now as the resurrection of Christ, by its quickening vigour, penetrated every sepulchre, so as to breathe life into the dead, so it abolished those outward ceremonies (= kebiasaan untuk mengurapi orang mati, sekalipun itu merupakan sesuatu yang umum di antara banyak bangsa kafir, diterapkan pada penggunaan yang benar hanya oleh orang Yahudi, kepada siapa itu diturunkan oleh Bapa-bapa, untuk meneguhkan mereka dalam iman tentang kebangkitan. Karena tanpa memandang pada hal ini, membalsem mayat yang tak mempunyai perasaan merupakan sesuatu penghiburan yang sia-sia dan kosong, seperti kita tahu bahwa orang Mesir bekerja keras dalam hal ini, tanpa mencari manfaat apapun. Tetapi oleh simbol yang kudus / keramat ini, Allah melambangkan kepada orang-orang Yahudi gambaran dari kehidupan dalam kematian, untuk memimpin mereka untuk mengharapkan bahwa dari pembusukan dan debu suatu hari mereka akan mendapatkan tenaga / kekuatan yang baru. Sekarang karena kebangkitan Kristus, oleh tenaga menghidupkannya, menembus setiap kuburan, untuk menghembuskan kehidupan kepada orang mati, maka itu menghapuskan upacara lahiriah itu) - hal 341.

 

f)    Yesus sendiri sebetulnya tidak membutuhkan pengurapan terhadap mayatNya.

 

Calvin: “For himself, he needed not those aids, but they were owing to the ignorance of the women, who were not yet fully aware that he was free from corruption” (= Untuk diriNya sendiri, Ia tidak membutuhkan pertolongan itu, tetapi itu dilakukan karena ketidakmengertian para perempuan itu, yang belum sepenuhnya sadar bahwa Ia bebas dari pembusukan) - hal 341.

 

2)   Kekuatiran tentang batu penutup kubur dan solusinya (ay 3-4).

 

Ay 3-4: “(3) Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?’ (4) Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling”.

 

William Barclay: “They were worried about one thing. Tombs had no doors. When the word ‘door’ is mentioned it really means ‘opening’. In front of the opening was a groove, and in the groove ran a circular stone as big as a cart-wheel; and the women knew that it was quite beyond their strength to move a stone like that” (= Mereka kuatir tentang satu hal. Kubur pada jaman itu tidak mempunyai pintu. Pada saat kata ‘pintu’ disebutkan itu sebetulnya berarti ‘pembukaan / lubang’. Di depan lubang yang terbuka itu ada sebuah alur / lekuk / semacam got, dan dalam alur / lekuk itu bergulir sebuah batu bundar sebesar roda kereta; dan para perempuan itu tahu bahwa merupakan sesuatu yang di luar kekuatan mereka untuk menggerakkan batu seperti itu) - hal 368.

 

Pulpit Commentary: “Very similar is much of Christian experience. We perplex ourselves, it may be, with speculative difficulties. ... To our finite and untrained, inexperienced intelligence it must be so. Our penetration is too dull, our wisdom is too short-sighted; our powers, knowledge, and opportunities are all unequal to the task. But all is clear to that Being who is infinitely wise; and when we lift up our eyes we shall in due time see the resolution of our doubts. We perplex ourselves, it may be, with practical difficulties. How shall we do our work - that work being so vast, and we so helpless? How shall we train our family, conduct our business, discharge our responsibilities? ... But, looking unto him, we shall be lightened. He shall bring our way to pass. We perplex ourselves, it may be, with difficulties as to the Church and kingdom of Christ. How shall the Lord’s people be awakened to zeal, or reconciled in unity, or qualified for the work assigned them in a dark and sinful world? Our mind is baffled by the problem, which we have no means of solving. Let us go on our way. When we come to our difficulty, we may perhaps find that it is gone (= Banyak pengalaman Kristen yang sangat mirip dengan hal ini. Kita bingung sendiri, mungkin karena kesukaran-kesukaran yang bersifat spekulatif. ... Bagi otak / pikiran kita yang terbatas, tak terlatih, dan tak berpengalaman, itu harus demikian. Pengertian kita terlalu tumpul, hikmat kita terlalu pendek penglihatannya; kekuatan, pengetahuan, dan kesempatan kita semuanya tidak setara dengan tugas kita. Tetapi semua itu jelas bagi Makhluk yang bijaksana secara tak terbatas; dan pada waktu kita mengangkat mata kita maka pada saatnya kita akan melihat penyelesaian dari keragu-raguan kita. Kita bingung sendiri, mungkin dengan kesukaran-kesukaran praktis. Bagaimana kita akan mengerjakan pekerjaan kita - pekerjaan itu begitu luas, dan kita begitu tidak berdaya? Bagaimana kita mendidik keluarga kita, memimpin bisnis kita, menunaikan tanggung jawab kita? ... Tetapi, jika kita memandang kepada Dia, kita akan diterangi. Ia akan memberikan jalan kepada kita. Kita bingung sendiri, mungkin dengan kesukaran-kesukaran yang berkenaan dengan Gereja dan kerajaan Kristus. Bagaimana umat Tuhan akan dibangkitkan sehingga menjadi bersemangat, atau diperdamaikan dalam kesatuan, atau dijadikan orang yang memenuhi syarat untuk pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka dalam dunia yang gelap dan berdosa? Pikiran kita dibingungkan oleh banyak problem, yang tidak ada jalan penyelesaiannya. Marilah kita melanjutkan jalan kita. Pada waktu kita sampai pada kesukaran kita, mungkin kita menjumpai bahwa kesukaran itu sudah hilang) - hal 349-350.

 

Pulpit Commentary: “The stone rolled away may also be regarded by us as a reminder of expected difficulties unexpectedly removed. ... Too often we discourage ourselves by thinking of future difficulties, until they loom so large in our imagination that we turn back from the path of duty. ... let us go on also to attempt our appointed work for God; and the difficulties which are insurmountable by us will be removed by hands mightier than our own (= Batu yang digulingkan juga bisa kita anggap sebagai pengingat tentang kesukaran-kesukaran yang diharapkan tetapi yang disingkirkan secara tak terduga. ... Terlalu sering kita mengecilkan hati kita sendiri dengan memikirkan kesukaran-kesukaran yang akan datang, sampai semua itu terlihat begitu besar dalam khayalan kita sehingga kita berbalik dari jalan kewajiban. ... marilah kita terus mengusahakan tugas yang ditetapkan Allah untuk kita; dan kesukaran-kesukaran yang tak dapat kita atasi akan disingkirkan oleh tangan yang lebih kuat dari tangan kita) - hal 359.

 

William Hendriksen: “Why did the angel have to remove the stone? Not to enable Jesus to make his way out - for see John 20:19,26 - but to enable these women, and also Peter and John, to enter the tomb” (= Mengapa malaikat itu harus menyingkirkan batu itu? Bukan untuk memungkinkan Yesus mendapatkan jalan keluar - karena lihat Yoh 20:19,26 - tetapi untuk memungkinkan para perempuan ini, dan juga Petrus dan Yohanes, untuk memasuki kubur) - hal 679.

 

Pulpit Commentary (hal 346) mengatakan bahwa pada titik ini (ay 4), Maria Magdalena lari untuk memberitahu Petrus dan Yohanes (Yoh 20:2).

 

3)   Bukti kebangkitan Yesus (ay 5-7).

 

a)   Kubur yang kosong.

 

Fakta tentang kubur yang kosong ini justru dikuatkan oleh cerita dusta dalam Mat 28:11-15, karena kalau tak ada kubur kosong, justru tak akan muncul cerita seperti itu.

 

William L. Lane (NICNT): “The story of the theft of the body (cf. Mt. 28:15; Justin, Dialogue with Trypho 108) simply confirms that the tomb was in fact empty” [= Cerita tentang pencurian mayat (bdk. Mat 28:15; Justin, Dialogue with Trypho 108) hanya meneguhkan bahwa kubur itu dalam faktanya kosong] - hal 588.

 

Ay 5-6 kelihatannya menunjukkan bahwa mereka masuk ke kubur ke tempat dimana mayat Yesus diletakkan, dan melihat kubur yang kosong.

 

Pulpit Commentary: This seem to imply that the women actually entered the inner chamber, and saw the very place where the Lord lay. Who does not see here how irrefragable is the evidence of his resurrection?” (= Ini kelihatannya menunjukkan bahwa para perempuan itu betul-betul masuk ke bagian dalam, dan melihat tempat dimana Tuhan berbaring. Siapa yang tidak melihat di sini betapa tak terbantahnya bukti kebangkitanNya?) - hal 347.

 

Pulpit Commentary: “In this passage there is no direct narrative of the Saviour’s resurrection. ... There were no such witnesses to the act of the Lord’s emergence from the tomb (= dalam text ini tidak ada cerita langsung tentang kebangkitan Sang Juruselamat. ...  Di sana tidak ada saksi terhadap tindakan Tuhan yang muncul / keluar dari kubur) - hal 349.

 

Calvin: “though he manifested his resurrection in a different manner from what the sense of our flesh would have desired, still the method of which he approved ought to be regarded by us also as the best. He went out of the grave without a witness, that the emptiness of the place might be the earliest indication (= sekalipun Ia menyatakan kebangkitanNya dengan cara yang berbeda dari apa yang diinginkan oleh daging kita, tetap metode / cara yang Ia restui / setujui harus kita anggap juga sebagai yang terbaik. Ia keluar dari kubur tanpa saksi, supaya kekosongan tempat itu bisa menjadi petunjuk yang paling awal) - hal 338.

 

b)   Firman Tuhan yang diberitakan oleh malaikat (ay 6-7).

 

Ay 6-7: “(6) tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: ‘Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (7) Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakanNya kepada kamu.’”.

 

William L. Lane (NICNT): “The action of God is not always self-evident. For this reason it is invariably accompanied by the word of revelation, interpreting the significance of an event ... The emptiness of the tomb possessed no factual value in itself. It simply raised the question, What happened to the body? God, therefore, sent his messenger to disclose the fact of the resurrection. The announcement of the angel is the crystallization point for faith” (= Tindakan Allah tidak selalu jelas dari dirinya sendiri. Untuk alasan ini tindakan Allah ini selalu disertai dengan firman yang diwahyukan, yang menafsirkan arti dari suatu peristiwa. ... Kekosongan dari kubur sebetulnya tidak mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Itu hanya menimbulkan pertanyaan: Apa yang terjadi dengan tubuh / mayat itu? Karena itu, Allah mengutus utusanNya untuk menyingkapkan fakta tentang kebangkitan) - hal 587.

 

William L. Lane (NICNT): “In the Gospel of Mark, however, the certainty of the resurrection rests solely upon the word of revelation. The empty tomb possessed no evidential value apart from this norm of interpretation” (= Bagaimanapun dalam Injil Markus kepastian tentang kebangkitan bersandar semata-mata pada firman yang diwahyukan. Kekosongan kubur tidak mempunyai nilai yang jelas terpisah dari norma penafsiran ini) - hal 588-589.

 

Ini juga berlaku untuk kelahiran, kematian, kenaikan Yesus ke surga. Kalau cuma ada peristiwanya tanpa penjelasan Firman Tuhan, maka kita tidak akan mengerti apa gunanya semua itu. Ini makin menunjukkan pentingnya Firman Tuhan. Karena itu rajinlah belajar Firman Tuhan.

 

c)   Yesus tetap dikenal sampai sekarang (bahkan merupakan pribadi paling terkenal di dunia), dan adanya gereja kristen.

 

William Barclay: “One thing is certain - if Jesus had not risen from the dead, we would never heard of him. The attitude of the women was that they had come to pay the last tribute to a dead body. The attitude of the disciples was that everything had finished in tragedy. By far the best proof of the Resurrection is the existence of the Christian church. Nothing else could have changed sad and despairing men and women into people radiant with joy and flaming with courage” (= Ada satu hal yang pasti - andaikata Yesus tidak bangkit dari antara orang mati, kita tidak akan pernah mendengar tentang Dia. Sikap dari para perempuan adalah bahwa mereka datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada mayat itu. Sikap dari para murid adalah bahwa segala sesuatu telah selesai dalam suatu tragedi. Jelas sekali bahwa bukti terbaik tentang Kebangkitan adalah adanya gereja Kristen. Tidak ada hal lain yang bisa mengubah kelompok orang laki-laki dan perempuan yang sedih dan putus asa itu menjadi orang-orang yang berseri-seri dengan sukacita dan berkobar-kobar dengan keberanian) - hal 368.

 

William L. Lane (NICNT): “Were it not for his resurrection, Jesus of Nazareth might have appeared as no more than a line in Josephus’ Antiquities of the Jews, if he were mentioned at all. The witness of the four Gospels is unequivocal that following the crucifixion Jesus’ disciples were scattered, their hopes shattered by the course of events. What halted the dissolution of the messianic movement centered in Jesus was the resurrection” (= Andaikata bukan karena kebangkitan, Yesus dari Nazaret akan muncul tidak lebih dari sebuah kalimat dalam Josephus’ Antiquities of the Jews, bahkan mungkin tidak disebutkan sama sekali. Kesaksian ke 4 Injil adalah jelas / tegas bahwa setelah penyaliban Yesus para murid tersebar / semburat, harapan mereka hancur oleh rangkaian peristiwa itu. Apa yang menghentikan bubarnya gerakan Mesias yang berpusat kepada Yesus ini adalah kebangkitan) - hal 584-585.

 

Penutup / kesimpulan:

 

William Barclay: “Jesus is not a figure in a book but a living presence. It is not enough to study the story of Jesus like the life of any other great historical figure. We may begin that way but we must end by meeting him. ... Jesus is not someone to discuss so much as someone to meet. ... The Christian life is not the life of a man who knows about Jesus, but the life of a man who knows Jesus” (= Yesus bukanlah seorang tokoh dalam sebuah buku tetapi sebuah kehadiran yang hidup. Tidak cukup untuk mempelajari cerita Yesus seperti kehidupan tokoh sejarah besar yang lain. Kita mungkin memulainya dengan cara itu tetapi kita harus mengakhirinya dengan menemuiNya. ... Yesus lebih merupakan seseorang untuk ditemui dari pada dibicarakan / didiskusikan. ... Kehidupan kristen bukanlah kehidupan seorang manusia yang tahu tentang Yesus, tetapi kehidupan seseorang yang mengenal Yesus) - hal 368-369.

 

Sudahkah saudara bertemu secara rohani dengan Yesus? Apakah selama ini saudara hanya tahu tentang Yesus atau betul-betul mengenal Yesus? Saudara bertemu Yesus secara rohani dan betul-betul mengenal Dia, kalau saudara datang dan percaya kepadaNya. Maukah saudara datang dan percaya kepadaNya sekarang juga?

 

 

-AMIN-