>

Calvinisme yang difitnah : Kontroversi Calvinisme & Armenianisme

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 III) Penjabaran / penguraian Predestinasi.

1) Predestinasi bersifat kekal.

Mengapa kita mempercayai bahwa Predestinasi itu bersifat kekal?

a) Allah adalah ‘intelligent being’ (= makhluk berakal / makhluk cerdas).

Bahwa Allah adalah ‘intelligent being’, terlihat dari manusia yang juga adalah ‘intelligent being’, padahal manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Keberadaan Allah sebagai ‘intelligent being’ ini tidak memungkinkan ada saat dimana Ia tidak mempunyai rencana sama sekali.

Bahkan ada ahli theologia yang berani mengatakan bahwa Allah tidak lebih dulu ada dibanding dengan rencanaNya. Sepintas lalu ini keli-hatan extrim dan merupakan suatu pendewaan terhadap rencana Allah. Tetapi coba renungkan: bisakah saudara membayangkan ada-nya saat dimana Allah, yang adalah ‘intelligent being’ itu, ada dalam keadaan bermalas-malasan tanpa mempunyai rencana apapun? Saya sendiri tidak bisa membayangkan hal itu, dan karena itu saya berpen-dapat bahwa Rencana Allah sudah ada sejak kekekalan.

Herman Bavinck:

"Scaliger correctly observed that God's decree was not preceded by a long period of reflection and deliberation, so that for a long time God would have been without purpose and without a will ... It is impossible to conceive of God as a being without a purpose and without an active and operative will" (= Scaliger secara benar mengamati bahwa ketetapan Allah tidak didahului oleh waktu pemikiran dan pertimbangan yang lama, sehingga untuk waktu yang lama Allah tidak mempunyai tujuan / rencana dan tidak mempunyai kehendak ... Adalah tidak mungkin untuk membayang-kan Allah sebagai makhluk tanpa tujuan / rencana dan tanpa kehendak yang aktif dan operatif) - ‘The Doctrine of God’, hal 370.

Herman Hoeksema:

"God is en eternally active God. ... We must, therefore, not imagine, ... that God the Lord began to be active when in the beginning He created the heavens and the earth, while before the creation He was completely idle and inactive" (= Allah adalah Allah yang aktif secara kekal. ... Karena itu, kita tidak boleh membayangkan bahwa Allah Tuhan mulai aktif ketika pada mulanya Ia menciptakan langit dan bumi, sementara sebelum penciptaan Ia sepenuhnya bermalas-malasan / menganggur dan tidak aktif) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 153.

b) Kemahatahuan dan kemahabijaksanaan Allah menyebabkan Ia bisa merencanakan seluruh rencanaNya dari sejak kekekalan.

Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa mem-buat rencana lanjutan.

Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak semula!

c) Kitab Suci menyatakan bahwa Rencana Allah (secara umum) memang bersifat kekal / sudah ada sejak kekekalan.

2Raja-raja 19:25 - "Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah me-nentukannya dari jauh hari, dan telah merancangnya pada zaman pur-bakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu".

Maz 139:16 - "mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu-pun dari padanya".

Yes 37:26 - "Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukan-nya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu".

Yes 46:10-11 - "yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksana-kan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melak-sanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya".

d) Dalam persoalan Predestinasipun, Kitab Suci menyatakan bahwa Allah telah merencanakannya sejak kekekalan.

2Tim 1:9 - "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaru-niakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman".

Ef 1:4-5,11 - "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk mene-rima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya".

2Tes 2:13 - "Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai".

Ro 9:11-13 - "Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berda-sarkan panggilanNya - dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’".

Ro 8:29-30 - "Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya".

Wah 13:8 - "Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyem-bahnya, yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dija-dikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disem-belih".

Wah 17:8 - "Dan mereka yang diam di bumi, yaitu mereka yang tidak tertulis di dalam kitab kehidupan sejak dunia dijadikan, akan heran, apabila ....".

2) Predestinasi bersifat ‘unconditional’ / tak bersyarat.

Kebanyakan gereja percaya Predestinasi, tetapi apa dasarnya Allah memilih? Jawaban terhadap pertanyaan ini menentukan apakah orang itu Reformed atau tidak.

Kalau jawabannya menunjukkan suatu ‘conditional election’ (= pemilihan yang bersyarat), dimana Predestinasi / pemilihan itu tergantung pada kehidupan manusianya (Allah memilih orang karena Ia tahu bahwa orang itu baik / akan menjadi baik / akan beriman), maka orang itu bukan Reformed / Calvinist.

Sebaliknya kalau jawabannya menunjukkan suatu ‘unconditional election’ (= pemilihan yang tidak bersyarat), dimana Predestinasi / pemilihan itu sama sekali tidak tergantung pada kehidupan manusia yang dipilih, tetapi semata-mata tergantung kepada Allah, maka orang itu Reformed / Calvinist (Catatan: tetapi tentu ada hal-hal lain yang harus ia percayai untuk betul-betul disebut Reformed / Calvinist).

a) Dasar Kitab Suci dari Predestinasi / pemilihan yang tidak bersyarat.

1. Di atas sudah kita pelajari bahwa Predestinasi bersifat kekal. Jadi, kita sudah dipilih sebelum kita lahir, dan ini menunjukkan bahwa pemilihan ini tidak tergantung perbuatan / hidup kita (unconditio-nal).

Bdk. Ro 9:11 - "Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya".

2. Kita sudah melihat bahwa pemilihan terhadap Israel dilakukan bukan karena mereka baik, tetapi semata-mata karena kehendak Allah. Calvin menjadikan ini sebagai salah satu dasar dari Uncon-ditional Election (= pemilihan yang tidak bersyarat).

Calvin:

"... let those now come forward who would bind God’s election either to the worthiness of men or to the merit of works. Since they see one nation preferred above all others, and hear that God was not for any reason moved to be more favorably inclined to a few, ignoble - indeed, even wicked and stubborn - men, will they quarrel with him because he chose to give such evidence of his mercy?" (= ... biarlah maju ke depan mereka yang mengikat pemilihan Allah pada kelayakan manusia atau pada jasa pekerjaan / perbuatan baik mereka. Karena mereka melihat satu bangsa dipilih di atas yang lain, dan mendengar bahwa Allah bukan karena alasan apapun digerakkan untuk bersikap lebih baik kepada segelintir orang-orang hina / rendah / tercela, bahkan jahat dan tegar tengkuk, akankah mereka bertengkar dengan Dia karena Ia memilih untuk memberikan bukti dari belas kasihanNya?) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.

3. Yoh 15:16a - "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu".

Calvin:

"We therefore find Christ’s statement to his disciples, ‘You did not choose me, but I chose you’ (John 15:16), generally valid among all believers. There he not only rules out past merits but also indicates his disciples had nothing in themselves for which to be chosen if he had not first turned to them in his mercy" [= Karena itu kita menemukan pernyataan Kristus kepada murid-muridNya: ‘Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu’ (Yoh 15:16), yang merupakan suatu hal yang benar / sah secara umum di antara semua orang percaya. Di sana Ia bukan hanya menyingkirkan jasa-jasa pada waktu lampau tetapi juga menyatakan bahwa murid-muridNya tidak mempunyai apapun dalam diri mereka sendiri yang menyebabkan mereka dipilih, kalau Ia tidak lebih dulu berbalik kepada mereka dalam belas kasihanNya] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.

4. Ro 11:35 - "Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepa-daNya, sehingga Ia harus menggantikannya?".

Calvin:

"And how is Paul’s statement to be understood, ‘Who has first given to him, and he shall receive recompense’ (Rom. 11:35)? He means to show that God’s goodness so anticipates men that among them he finds nothing either past or future to win them his favor" [= Dan bagaimana pernyataan Paulus dimengerti: ‘Siapakah yang lebih dulu memberikan sesuatu kepadaNya, dan ia akan menerima balas jasa’ (Ro 11:35)? Ia bermaksud menunjukkan bahwa kebaikan Allah begitu mendahului manusia sehingga di antara mereka Ia tidak menemukan apapun, baik di waktu lampau maupun di waktu yang akan datang, yang menyebabkan Ia bersikap baik kepada mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.

Catatan: terjemahan Kitab Suci Indonesia berbeda dengan KJV dalam Ro 11:35 ini, tetapi kalau kita menggunakan terjemahan Indonesia ataupun NIV / NASB maka tetap akan cocok dengan argumentasi Calvin.

5. 2Tim 1:9 yang berbunyi: "Dialah yang menyelamatkan kita dan me-manggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman", jelas menunjukkan bahwa Predestinasi tidak tergantung perbuatan baik / kehidupan kita, tetapi tergantung pada Rencana Allah dan kasih karunia Allah.

6. Ro 9:11-13 - "Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’".

Ini adalah dasar yang sangat kuat / menyolok bahwa Predestinasi tidak dilakukan karena Allah melihat / tahu lebih dulu bahwa orang itu bakal baik / beriman.

Calvin:

7. Ro 9:14-16 - "Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati’. Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah".

Bandingkan juga dengan Ro 9:16 versi KJV yang menterjemahkan ayat ini secara hurufiah:

"So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy" [= Jadi hal itu bukanlah dari dia yang mau, bukan juga dari dia yang berlari (maksudnya ‘berusaha’), tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan].

Calvin berkata bahwa Ambrose, Origen, Jerome mengatakan bahwa Allah membagikan kasih karuniaNya di antara manusia seperti yang Ia lihat lebih dulu (foresaw) bahwa mereka akan menggunakannya dengan baik. Calvin juga mengatakan bahwa mula-mula Agustinus juga mempunyai pandangan seperti ini, tetapi lalu berubah. Agustinus menggunakan Ro 9:14 sebagai dasar. Ia berkata bahwa kalau memang Allah membagikan kasih karuniaNya kepada orang-orang yang Ia lihat lebih dulu akan menggunakannya dengan baik, maka Ro 9:14 ini adalah tempat yang tepat untuk menyatakan hal itu. Tetapi Paulus justru mengatakan Ro 9:15-16, yang sama sekali bertentangan dengan pandangan itu.

8. Pemilihan Efraim atas Manasye.

Kej 48:13-14,17-20 - "Setelah itu Yusuf memegang mereka kedua-nya, dengan tangan kanan dipegangnya Efraim, yaitu di sebelah kiri Israel, dan dengan tangan kiri Manasye, yaitu di sebelah kanan Israel, lalu didekatkannyalah mereka kepadanya. Tetapi Israel meng-ulurkan tangan kanannya dan meletakkannya di atas kepala Efraim, walaupun ia yang bungsu, dan tangan kirinya di atas kepala Manasye - jadi tangannya bersilang, walaupun Manasye yang sulung. ... Ketika Yusuf melihat bahwa ayahnya meletakkan tangan kanannya di atas kepala Efraim, hal itu dipandangnya tidak baik; lalu dipegangnya tangan ayahnya untuk memindahkannya dari atas kepala Efraim ke atas kepala Manasye. Katanya kepada ayahnya: ‘Janganlah demi-kian, ayahku, sebab inilah yang sulung, letakkanlah tangan kananmu ke atas kepalanya.’ Tetapi ayahnya menolak, katanya: ‘Aku tahu, anakku, aku tahu; ia juga akan menjadi suatu bangsa dan ia juga akan menjadi besar kuasanya; walaupun begitu, adiknya akan lebih besar kuasanya dari padanya, dan keturunan adiknya itu akan menjadi sejumlah besar bangsa-bangsa.’ Lalu diberkatinyalah me-reka pada waktu itu, katanya: ‘Dengan menyebutkan namamulah orang Israel akan memberkati, demikian: Allah kiranya membuat engkau seperti Efraim dan seperti Manasye.’ Demikianlah didahulu-kannya Efraim dari pada Manasye".

b) Jangan mencampuradukkan ‘pemilihan yang tidak bersyarat’ dengan ‘keselamatan yang tidak bersyarat’. Ini adalah 2 hal yang berbeda seperti langit dengan bumi!

Calvinisme memang mengajarkan ‘pemilihan yang tidak bersyarat’ (unconditional election), dimana Allah memilih seseorang tanpa ter-gantung pada kehidupan orang itu. Tetapi Calvinisme tidak pernah mengajarkan ‘keselamatan tanpa syarat’! Keselamatan tentu ada syaratnya, yaitu orangnya harus mendengar Injil, lalu percaya kepada Yesus, dan bertekun ikut Yesus sampai mati.

Pdt. dr. Yusuf B. S. secara memfitnah menyatakan pandangan Calvinisme dengan cara sebagai berikut: "Dilayani atau tidak dilayani, kalau mereka sudah ditentukan selamat, akhirnya toh tetap selamat, sebab Tuhan berdaulat penuh" - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35.

Guy Duty, dalam seluruh bukunya ‘Keselamatan bersyarat atau tan-pa syarat?’, menekankan dari awal sampai akhir bahwa keselamatan itu bukan tanpa syarat (unconditional), tetapi dengan syarat (condi-tional), dan syaratnya adalah ‘percaya’. Dan ini dijadikannya sebagai suatu serangan terhadap ‘Calvinisme’ seakan-akan Calvinisme meng-ajar bahwa ‘Unconditional Election’ berarti bahwa orang yang dipilih tetap akan selamat sekalipun orangnya tidak percaya, atau tidak per-caya sampai akhir.

Bahwa Guy Duty memang mempunyai anggapan salah tentang Calvinisme seperti itu, saya buktikan dengan memberikan beberapa kutipan dari bukunya itu.

Jadi setelah pendeta itu membaca buku Guy Duty, ia diyakinkan bahwa ‘Calvinisme’ itu salah, karena ‘Calvinisme’ mengajarkan keselamatan tanpa syarat, dimana orang yang sudah dipilih tetap akan selamat sekalipun tidak terus menerus percaya. Sayang sekali pendeta ini sama tidak mengertinya dengan Guy Duty bahwa Calvinisme tidak pernah mengajar seperti itu!

Terhadap hal ini perlu saya tegaskan bahwa:

Perlu saudara ketahui bahwa saya adalah seorang Calvinist yang sangat keras dan saya mempunyai dan membaca banyak sekali buku-buku yang ditulis oleh Calvin sendiri maupun ahli-ahli theologia Calvinist / Reformed (seperti Louis Berkhof, R. L. Dabney, Charles Hodge, John Murray, William G. T. Shedd, Herman Bavinck, John Owen, G. C. Berkouwer, B. B. Warfield, Loraine Boettner, Arthur Pink, R. C. Sproul, dsb), tetapi saya belum pernah menjumpai satupun dari mereka mengatakan / mengajarkan hal sesat semacam itu. Lucunya Guy Duty tidak menyebutkan siapa penulis Calvinist / para guru Kepastian Keselamatan Kekal yang ia maksudkan (dalam 2 kutipan yang terakhir di atas), dan dari buku apa ia mengutip kata-kata itu. Atau ini juga merupakan fitnahan Guy Duty terhadap Calvinisme?

Yang saya pertanyakan adalah: apakah Pdt. dr. Yusuf B. S. dan Guy Duty memang salah mengerti tentang Calvinisme, atau mereka memang memfitnah Calvinisme? Kalau kemungkinan pertama yang benar, maka adalah sesuatu yang menggelikan dan menyedihkan bahwa seseorang bisa menyerang sesuatu yang tidak ia mengerti. Kalau kemungkinan kedua yang benar, maka ini lebih menyedihkan lagi, karena bagaimana mungkin seseorang yang mengaku sebagai hamba Tuhan bisa memfitnah seperti itu. Tetapi kemungkinan kedua ini bukannya merupakan sesuatu yang mustahil. Perhatikan kata-kata Charles Hodge dan Charles Haddon Spurgeon di bawah ini.

"That there are formidable objections to the Augustinian doctrine of divine sovereignty cannot be denied. They address themselves even more powerfully to the feelings and to the imagination than they do to understanding. They are therefore often arrayed in such distorted and exaggerated forms as to produce the strongest revulsion and abhorrence. This, however, is due partly to the distortion of the truth and partly to the opposition of our imperfectly or utterly unsanctified nature, to the things of the Spirit, of which the Apostle speaks in 1Cor. 2:14" (= Bahwa ada keberatan-keberatan yang berat / hebat terhadap doktrin Agustinus tentang kedaulatan ilahi tidak dapat disangkal. Mereka lebih tertuju pada perasaan dan imajinasi dari pada pada pengertian. Karena itu mereka sering diatur / disusun dalam bentuk yang menyimpang dan dilebih-lebihkan supaya menghasilkan reaksi mendadak dan kejijikan yang paling kuat. Bagaimanapun, hal ini sebagian disebabkan oleh penyimpangan kebenaran dan sebagian lagi oleh oposisi dari diri manusia yang pengudusannya belum sempurna atau belum ada sama sekali, terhadap hal-hal dari Roh, tentang mana sang Rasul berbicara dalam 1Kor 2:14) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 349.

Catatan: 1Kor 2:14 berbunyi: "Tetapi manusia duniawi tidak mene-rima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani".

"The doctrine of election has been made into a great bugbear by its unscrupulous opponents and its injudicious friends. I have read some very wonderful sermons against this doctrine, in which the first thing that was evident was that the person speaking was totally ignorant of his subject. ... The usual way of composing a sermon against the doctrine of grace is this, - first exaggerate and belie the doctrine, and then argue against it. ... Nobody ever believed the doctrine of election as I have heard it stated by Arminian controversialists. ... Is it remarkable that we are as eager to denounce the dogmas imputed to us as ever our opponents can be? Why do they earnestly set themselves to confute what no one defends? They might as well spare themselves the trouble" (= Doktrin pemilihan telah dibuat menjadi momok yang besar oleh penentang-penentangnya yang tidak teliti dan teman-temannya yang tidak bijaksana. Saya telah membaca beberapa khotbah yang luar biasa yang menentang doktrin ini, dimana hal pertama yang nyata adalah bahwa orang yang berbicara sama sekali tidak mempunyai pengertian tentang pokok yang dibicarakannya. ... Jalan / cara yang umum untuk menyusun khotbah untuk menentang doktrin kasih karunia adalah ini, - mula-mula lebih-lebihkan dan nyatakanlah doktrin ini secara salah, dan setelah itu berargumentasilah menen-tangnya. ... Tidak seorangpun pernah mempercayai doktrin pemi-lihan seperti yang saya dengar pendebat-pendebat Arminian menya-takannya. ... Bukankah merupakan sesuatu yang luar biasa / hebat bahwa kita sama bersemangatnya dengan penentang-penentang kita untuk mencela dogma yang mereka hubungkan dengan kita? Me-ngapa mereka begitu bersungguh-sungguh menyiapkan diri mereka untuk menyangkal / membantah apa yang tidak dipertahankan oleh seorangpun? Mereka lebih baik menghemat / menyimpan jerih payah mereka) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 36-37.

Kata-kata Hodge dan Spurgeon ini penting untuk saudara perhatikan dalam menghadapi setiap serangan orang Arminian (termasuk Pdt. dr. Yusuf B. S. dan Guy Duty) yang mengextrimkan dan memfitnah Cal-vinisme sehingga tidak mirip Calvinisme, dan baru setelah itu menye-rangnya.

Dan Guy Duty juga memberikan tuduhan sebagai berikut:

"Dalam tulisan-tulisan para guru Kepastian Keselamatan Kekal, anda tidak akan dapat menemukan kata predestinasi yang dipakai dalam hu-bungannya dengan pokok-pokok tentang keselamatan yang bersyarat seperti yang telah anda baca di atas" - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 37.

Ini jelas-jelas merupakan suatu fitnahan dari Guy Duty, dan juga menunjukkan betapa sembrononya / sembarangannya Guy Duty menyatakan Calvinisme!

Bahwa Calvinisme memang menghubungkan ‘Predestinasi’ dengan ‘keselamatan bersyarat’ terlihat dengan jelas dari acrostic / acronym TULIP (5 points Calvinisme), yang:

Saya juga akan membuktikan bahwa orang Calvinist menghubungkan predestinasi dengan keselamatan bersyarat dengan memberikan kutipan-kutipan kata-kata Calvin, R. L. Dabney, R. C. Sproul, Arthur W. Pink, B. B. Warfield, dan juga dari Westminster Confession of Faith di bawah ini, yang semuanya percaya bahwa sekalipun kita dipilih untuk diselamatkan, tetapi kita juga harus percaya. Allah yang sudah menetapkan keselamatan seseorang juga akan bekerja untuk mem-buat orang itu menjadi percaya sampai akhir hidupnya.

Calvin:

"Election is to be understood and recognized in Christ alone. ... Accordingly, those whom God has adopted as his sons are said to have been chosen not in themselves but in his Christ (Eph. 1:4)" [= Pemilihan hanya dimengerti dan dikenali dalam Kristus saja. ... Karena itu, mereka yang Allah adopsi sebagai anak-anakNya dikatakan telah dipilih bukan dalam diri mereka sendiri tetapi dalam KristusNya (Ef 1:4)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 5.

Robert L. Dabney:

"God’s act in forming His decree is unconditioned on anything to be done by His creatures. In another sense, a multitude of the things decreed are conditional; God’s whole plan is a wise unit, linking means with ends, and causes with effects. In regard to each of these effects, the occurrence of it is conditional on the presence of its cause, and is made so dependent by God’s decree itself. But while the events decreed are conditional, God’s act in forming the decree is not conditional, on anything which is to occur in time; because in the case of each dependent event, His decree as much determined the occurrence of the cause, as of its effect. And this is true equally of those events in His plan dependent on the free acts of free agents" (= Tindakan Allah dalam membentuk ketetapanNya tidak di-syaratkan pada apapun yang akan dilakukan oleh makhluk ciptaanNya. Dalam pengertian yang lain, banyak hal-hal yang ditetapkan yang bersyarat; seluruh rencana Allah merupakan kesatuan yang bijaksana, menghubungkan cara / jalannya dengan tujuannya, dan menghubung-kan sebab dengan akibatnya. Memperhatikan pada setiap akibat, terjadinya hal itu disyaratkan pada adanya penyebab, dan dibuat begitu tergantung oleh ketetapan Allah sendiri. Tetapi sementara kejadian yang ditetapkan itu bersyarat, tindakan Allah dalam membentuk ketetapan itu tidak bersyarat, pada apapun yang akan terjadi dalam waktu; karena dalam kasus dari setiap kejadian, ketetapanNya menetapkan terjadinya penyebabnya maupun akibatnya. Dan ini sama benarnya tentang kejadian-kejadian dalam rencanaNya yang tergantung pada tindakan bebas dari agen yang bebas) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 218-219.

Karena kata-kata ini cukup sukar, maka saya jelaskan sebagai berikut: Pada waktu Allah menetapkan bahwa si A akan selamat, maka itu bersifat tidak bersyarat, artinya itu bukan karena Allah melihat si A bakal percaya, bakal menjadi baik dsb. Tetapi keselamatan si A bersyarat, yaitu kalau ia percaya kepada Yesus. Tetapi Allah, yang menetapkan keselamatan si A, pasti juga menetapkan caranya / jalannya supaya si A selamat (misalnya si B menginjilinya sehingga si A percaya kepada Yesus).

 

Allah

 

 

 

B menginjili A ® A percaya Kristus ® A selamat

 

Robert L. Dabney:

"His decree includes means and conditions" (= KetetapanNya mencakup cara-cara / jalan-jalan dan syarat-syarat) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 220.

Dabney lalu memberikan 2Tes 2:13 dan 1Pet 1:2 sebagai pendukung pandangannya.

2Tes 2:13 - "Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai".

Kata-kata ‘Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan’ jelas menunjuk pada Predestinasi, sedangkan kata-kata ‘dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai’ menunjukkan cara / jalan untuk mencapai ketetapan Tuhan itu.

1Pet 1:1-2 - "Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu".

Kata-kata ‘orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita’ jelas menunjuk pada Predestinasi, sedangkan kata-kata ‘yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya’ menunjukkan cara / jalan untuk mencapai ketetap-an Tuhan itu.

Dabney menambahkan lagi:

"The sophism of the Arminian is just that, in this case, already pointed out; confounding conditionality of events decreed, with conditionality of God’s decree" (= Kesesatan dari orang Arminian dalam hal ini adalah seperti telah ditunjukkan; mencampuradukkan persyaratan dari hal-hal yang ditetapkan dengan persyaratan dari ketetapan ilahi) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 222.

R. C. Sproul:

"We must be careful to distinguish between conditions that are necessary for salvation and conditions that are necessary for election. ... There are all sorts of conditions that must be met for someone to be saved. Chief among them is that we must have faith in Christ. Justification is by faith. Faith is a necessary requirement. To be sure, the Reformed doctrine of predestination teaches that all the elect are indeed brought to faith. God insures that the conditions necessary for salvation are met" (= Kita harus hati-hati membedakan antara syarat-syarat yang diperlukan untuk keselamatan dan syarat-syarat yang diperlukan untuk pemilihan. ... Ada segala macam persyaratan yang harus dipenuhi supaya seseorang diselamatkan. Yang terutama dari mereka adalah bahwa kita harus mempunyai iman kepada Kristus. Pembenaran adalah oleh iman. Iman adalah persyaratan yang diperlukan. Jelasnya, doktrin Reformed tentang Predestinasi meng-ajarkan bahwa semua orang pilihan memang dibawa kepada iman. Allah memastikan bahwa persyaratan yang perlu untuk keselamatan dipenuhi) - ‘Chosen By God’, hal 155.

Arthur W. Pink:

"It is not true that, because God has chosen a certain one to salvation, he will be saved willy-nilly, whether he believes or not: nowhere do the Scriptures so represent it. The same God who predestined the end, also appointed the means; the same God who ‘chose unto salvation,’ decreed that His purpose should be realized through the work of the Spirit and belief of the truth" (= Adalah tidak benar bahwa karena Allah telah memilih orang tertentu untuk keselamatan, bagaimanapun juga ia akan diselamatkan, apakah ia percaya atau tidak: Kitab Suci tidak pernah menggambarkannya seperti itu. Allah yang sama yang mempredestinasi-kan akhir / tujuannya, juga menetapkan cara / jalannya; Allah yang sama yang ‘memilih kepada keselamatan’, menetapkan bahwa Ren-canaNya harus diwujudkan melalui pekerjaan Roh dan kepercayaan pada kebenaran) - ‘The Sovereignty of God’, hal 52.

B.B. Warfield:

"Of course this election is to privileges and means of grace; and without these the great end of the election would not be attained: for the ‘election’ is given effect only by the ‘call,’ and manifests itself only in faith and the holy life" (= Tentu saja pemilihan ini adalah bagi hak dan cara / jalan kasih karunia; dan tanpa hal-hal ini tujuan besar dari pemilihan tidak akan tercapai: karena ‘pemilihan’ hanya terjadi oleh ‘panggilan’, dan mewujudkan dirinya sendiri hanya dalam iman dan kehidupan yang kudus) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 301.

B.B. Warfield:

"In the case of neither class, that of the elect as little as that of those that are without, are the purpose of God wrought out without the co-operation of the activities of the subjects" (= Tidak ada golongan yang manapun, baik golongan pilihan maupun yang diluar pilihan, rencana / tujuan Allah dilaksanakan tanpa kerja sama dari aktivitas orangnya) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 302.

‘Westminster Confession of Faith’, Chapter III, no 6:

"As God hath appointed the elect unto glory, so hath He, by the eternal and most free purpose of His will, foreordained all the means thereunto. Wherefore, they who are elected, being fallen in Adam, are redeemed by Christ, are effectually called unto faith in Christ by His Spirit working in due season, are justified, adopted, sanctified, and kept by His power, through faith, unto salvation. Neither are any other redeemed by Christ, effectually called, justified, adopted, sanctified, and saved, but the elect only" (= Sebagaimana Allah telah menetapkan orang-orang pilihanNya kepada kemuliaan, Dia juga, oleh kehendakNya yang kekal dan bebas, telah menentukan caranya / jalannya untuk mencapai hal itu. Karena itu, mereka yang dipilih, yang telah jatuh di dalam Adam, ditebus oleh Kristus, dipanggil secara efektif ke dalam iman di dalam Kristus oleh RohNya yang bekerja pada saatnya, dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan, dan dipelihara oleh kuasaNya, melalui iman, kepada keselamatan. Tidak ada yang lain yang ditebus oleh Kristus, dipanggil secara efektif, dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan, dan diselamatkan, kecuali orang-orang pilihan saja).

Saya kira saya sudah lebih dari cukup menunjukkan bukti-bukti bahwa ahli-ahli theologia Calvinist tidak mengajar seperti apa yang dikatakan oleh Guy Duty! Jadi di sini terbukti hitam di atas putih bahwa Guy Duty memang memfitnah. Dan saya berpendapat bahwa Gereja Bukit Zaitun dan tim penterjemah buku Guy Duty bukannya tanpa salah pada waktu mereka menterjemahkan dan menyebarkan buku yang bersisikan fitnahan ini! Saya berharap mereka bisa bertobat!

3) Predestinasi pasti terjadi / tidak mungkin gagal.

a) Rencana Allah secara umum tidak bisa berubah ataupun gagal.

Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah RencanaNya, dan percaya bahwa Rencana Allah bisa gagal.

Pdt. dr. Yusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’ berkata sebagai berikut:

Ia lalu memberi contoh: Niniwe, Ahab, Hizkia.

Sebetulnya pandangan Arminian yang mengatakan bahwa Rencana Allah bisa gagal atau bahwa Allah bisa mengubah RencanaNya meru-pakan:

1. Suatu penghinaan bagi Allah karena ini menyamakan Allah de-ngan manusia, yang sering harus mengubah rencanaNya dan ga-gal dalam mencapai rencanaNya!

2. Pandangan yang bertentangan dengan logika.

Mengapa bisa demikian? Karena Allah itu mahatahu dan karena itu pada waktu Ia merencanakan, tentu Ia sudah tahu apakah Renca-naNya itu akan berhasil atau akan gagal. Kalau Ia sudah tahu bahwa RencanaNya akan gagal / akan diubah, mengapa Ia tetap merencanakannya?

3. Pandangan yang jelas bertentangan dengan ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini:

Catatan: dalam Kitab Suci memang ada ayat-ayat yang menga-takan bahwa Allah menyesal (Kej 6:5-6 Kel 32:10-14 1Sam 15:1 Yes 38:1,5 Yer 18:8 Yunus 3:10 Amos 7:3,6), atau seolah-olah mengubah rencanaNya, seperti dalam kasus raja Hizkia (2Raja-raja 20:1-6). Ini akan saya jelaskan belakangan pada waktu menjelaskan tentang doktrin ‘Providence of God’. Untuk sementara ini cukup saudara renungkan ini: kalau ayat-ayat itu memang menunjukkan bahwa Allah itu menyesal se-hingga mengubah rencanaNya, lalu mengapa dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat di atas yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Allah tidak mungkin menyesal?

b) Kalau Rencana Allah secara umum tidak bisa berubah / gagal, maka jelas bahwa Predestinasi, yang merupakan sebagian dari Rencana Allah, juga tidak bisa berubah / gagal.

Dan tidak bisa gagalnya Predestinasi juga didukung secara khusus oleh ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini:

1. Kis 13:48 - "Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya".

Perhatikan bahwa di sini tidak dikatakan bahwa ‘sebagian orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya’, tetapi ‘semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya’.

2. Yoh 17:12 - "Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci".

Bagian yang saya garisbawahi itu menunjukkan secara jelas bahwa tidak ada orang pilihan yang bisa binasa / masuk neraka! Hanya orang yang bukan pilihan yang akan binasa.

3. Ro 11:25 - "Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan mengang-gap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk".

Tujuan Allah menegarkan Israel / Yahudi adalah supaya Injil bisa diberitakan kepada orang-orang non Yahudi, sehingga menyela-matkan orang pilihan Allah di kalangan bangsa-bangsa non Yahudi itu. Dan Ro 11:25 ini menunjukkan bahwa Israel akan tetap tegar, sampai ‘jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk’! Selama ada satu saja orang pilihan di antara bangsa-bangsa non Yahudi yang belum diselamatkan, Allah tetap menegarkan Israel, dan Allah bekerja untuk mencari dan mempertobatkan satu orang itu. Setelah itu baru Tuhan bekerja untuk mempertobatkan Israel / Yahudi (itupun tentu hanya orang Israel / Yahudi yang termasuk orang pilihan).

Bandingkan ini dengan Luk 21:24b - "dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genap-lah zaman bangsa-bangsa itu".

Tentang kata-kata ‘zaman bangsa-bangsa’ itu ‘New Geneva Study Bible’ memberi komentar sebagai berikut: "This may mean the time when the Gentiles will have their triumph over Israel, or the time when the gospel is preached to the Gentiles, or both" (= Ini bisa berarti waktu dimana bangsa-bangsa non Yahudi akan mendapatkan keme-nangan atas Israel, atau waktu dimana Injil diberitakan kepada bangsa-bangsa non Yahudi, atau kedua-duanya).

‘Zaman bangsa-bangsa’ ini tidak akan genap sebelum setiap orang non Yahudi yang adalah orang pilihan Allah, diselamatkan!

4. Ro 8:29-30 - "Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipang-gilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenar-kanNya, mereka itu juga dimuliakanNya".

Sebetulnya tanpa dijelaskanpun ayat ini sudah jelas menunjukkan bahwa orang yang dipilih / ditentukan oleh Allah itu pada akhirnya pasti akan dimuliakan.

Tetapi ada satu hal lain yang menarik yang bisa didapatkan dari ayat ini, yaitu bahwa Ro 8:29-30 ini menggunakan kata-kata kerja dalam bentuk lampau (past tense).

NIV: "For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified" (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasi-kanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibe-narkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).

Memang tidak aneh kalau ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) dan ‘predestined’ (= dipredestinasikan) ada dalam bentuk lampau, karena itu memang terjadi pada masa yang lampau, tetapi menga-pa ‘called’ (= dipanggil), ‘justified’ (= dibenarkan), dan ‘glorified’ (= dimuliakan), juga ada dalam bentuk lampau? Loraine Boettner memberikan penafsiran yang menarik tentang hal ini dimana ia berkata: "Paul has cast the verse in the past tense because with God the purpose is in principle executed when formed, so certain is it of fulfillment" (= Paulus telah melemparkan ayat itu ke dalam past tense karena dengan Allah, maksud / tujuan / rencana itu pada dasarnya dilaksanakan pada saat dibentuk, begitu pastinya penggenapan tujuan itu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 85-86.

c) Konsekwensi dari pasti terjadinya Predestinasi.

1. Keselamatan kita tidak terletak dalam tangan kita, tetapi dalam kehendak / keputusan Allah.

Memang dari sudut manusia, seseorang selamat karena ia percaya kepada Yesus. Tetapi dari sudut Allah, seseorang bisa percaya dan selamat, karena ia sudah dipilih oleh Allah.

Loraine Boettner mengutip kata-kata Martin Luther:

"God’s decree of predestination is firm and certain; and the necessary resulting from it is, in like manner, immovable, and cannot but take place. For we ourselves are so feeble, that if the matter were left in our hands, very few, or rather none, would be saved; but Satan would overcome us all" (= Ketetapan Allah tentang Predestinasi adalah teguh dan pasti; dan karena itu tidak berubah, dan tidak bisa tidak terjadi. Karena kita sendiri adalah begitu lemah, sehingga kalau persoalannya diletakkan dalam tangan kita, sangat sedikit, bahkan tidak ada, yang akan selamat; tetapi Setan akan mengalahkan kita semua) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 187.

Bandingkan kata-kata ini, khususnya pada bagian yang saya garisbawahi, dengan ajaran Pdt. dr. Yusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20), dimana secara berulangkali dan secara bertele-tele menyatakan bahwa Allah se-lalu menghendaki keselamatan manusia, setan selalu menghen-daki kebinasaan manusia, dan karena itu keselamatan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau percaya kepa-da Yesus atau tidak.

2. Kalau seseorang belum percaya kepada Yesus, memang tidak bisa diketahui apakah ia orang pilihan atau bukan. Sekalipun ia sudah lama menolak Kristus, tetap belum tentu bahwa ia adalah orang yang tidak dipilih (reprobate). Karena siapa tahu ia akan bertobat? Hanya kalau seseorang menolak Kristus sampai mati, barulah jelas bahwa ia termasuk orang yang tidak dipilih.

Tetapi, kalau seseorang bisa menjadi orang kristen yang sejati (betul-betul percaya kepada Yesus), ia bisa yakin bahwa ia adalah orang pilihan.

Pdt. dr Yusuf B. S. berulang-ulang berkata bahwa orang tidak bisa tahu apakah ia adalah orang pilihan atau bukan.

Catatan: Nama ‘Iskandar’ berasal dari 1Tim 1:20 dalam Kitab Suci Indonesia Terjemahan Lama. Dalam Terjemahan Baru orang itu disebut ‘Alexander’.

Cara pengajaran Pdt. dr. Yusuf B. S. ini betul-betul menggelikan karena ia memasukkan ajaran Arminian (tentang kemungkinan untuk murtad) ke dalam pemikiran orang Calvinist pada waktu memperkirakan apakah dirinya termasuk orang pilihan atau tidak. Dalam Calvinisme tidak dipercaya adanya orang kristen sejati yang bisa murtad! Karena itu, orang kristen yang sejati bisa yakin bahwa ia pasti selamat dan bahwa ia adalah orang pilihan.

Tetapi dalam persoalan meyakini diri sendiri sebagai orang pilihan, ada suatu peringatan yang sangat penting untuk diperhatikan.

Charles Haddon Spurgeon:

"We have known more than once in our day of some men who pretended to know their election by their impudence. They had got into their head the presumption that they were elected, and though they lived on in sin, and still did as they liked, they imagined they were God’s chosen. This is what I call presuming upon election by sheer impudence. We know of others, alas! who have imagined themselves to be elect, because of the visions that they have seen when they have been asleep or when they have been awake - for men have walking dreams - and they have brought these as evidence of their election" (= Kita sering tahu akan adanya orang-orang yang menganggap dirinya tahu pemilihan mereka oleh kelancangan mereka. Mereka memasukkan kesombongan ke dalam kepala mereka bahwa mereka telah dipilih, dan sekalipun mereka terus hidup dalam dosa, dan tetap melakukan seperti yang mereka senangi, mereka mengira / mengkhayalkan bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah. Ini adalah apa yang saya sebut mengira / menduga tentang pemilihan dengan kelancangan / kekurangajaran. Kita tahu tentang orang-orang lain yang mengira / mengkhayalkan bahwa diri mereka adalah orang pilihan, karena penglihatan yang telah mereka lihat pada saat mereka tidur atau pada waktu mereka sedang sadar / bangun - karena manusia bisa mimpi sambil berjalan - dan mereka menggunakan hal-hal ini sebagai bukti pemilihan mereka) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 13

Camkan kata-kata Spurgeon ini! Hanya kalau saudara betul-betul adalah orang yang percaya kepada Yesus Kristus seba-gai Juruselamat dan Tuhan, dan iman itu memang terbukti dengan adanya perbuatan baik / ketaatan, maka saudara boleh yakin / percaya bahwa saudara adalah orang pilihan.

Tetapi:

maka jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa sau-dara adalah orang pilihan.

4) Reprobation (= penentuan binasa).

Kita sudah membahas banyak tentang pemilihan / penentuan untuk sela-mat yang Allah lakukan (election). Sekarang kita akan membahas tentang Reprobation (= penentuan binasa).

a) Calvin sendiri jelas percaya pada doktrin reprobation / penentuan bi-nasa ini.

Ini terlihat dari kutipan-kutipan dari kata-kata Calvin di bawah ini:

b) Dasar dari doktrin reprobation.

1. Ini merupakan konsekwensi logis dari doktrin pemilihan (election).

Ada orang-orang yang percaya pada ‘single predestination’, dima-na mereka hanya percaya bahwa Allah menentukan / memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, tetapi Allah tidak menetap-kan sisanya untuk dibinasakan. Tetapi ini adalah pandangan yang tidak konsekwen dari orang yang kurang bisa menggunakan logi-kanya, karena doktrin reprobation memang merupakan konse-kwensi logis dari doktrin election. Kalau hanya sebagian manusia yang dipilih / ditetapkan untuk selamat, sedangkan setelah mati hanya ada surga dan neraka, maka tidak bisa tidak, orang yang tidak dipilih untuk selamat sama dengan ditetapkan untuk binasa. Karena itu kita harus percaya bukan pada ‘single predestination’ tetapi pada ‘double predestination’, dimana selain kita percaya bahwa Allah memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, kita juga percaya bahwa Allah menetapkan sisanya untuik dihukum.

Louis Berkhof:

"The decree of election inevitably implies the decree of reprobation. ... If He has chosen or elected some, then He has by that very fact also rejected others" (= Ketetapan tentang pemilihan secara tak terhin-darkan menunjuk pada ketetapan tentang reprobation. ... Jika Ia telah memilih sebagian, maka oleh fakta itu Ia juga telah menolak yang lain) - ‘Systematic Theology’, hal 117-118.

Loraine Boettner:

"The very terms ‘elect’ and ‘election’ imply the terms ‘non-elect’ and ‘reprobation’" (= Istilah ‘orang pilihan’ dan ‘pemilihan’ secara tidak langsung menunjuk pada ‘orang yang bukan pilihan’ dan ‘penentuan binasa’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 104.

2. Adanya banyak orang yang mati tanpa mendapatkan kesempatan untuk bertobat.

Dalam Perjanjian Lama, hampir semua orang non Yahudi tidak selamat dan dalam Perjanjian Baru juga banyak orang mati sebelum mendengar Injil. Jelas bahwa mereka ini tidak mendapat kesempatan bertobat, dan karena itu termasuk reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa

3. Ayat-ayat Kitab Suci yang mendasari doktrin reprobation.

Yesus berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenya-taannya tidak memberi mujijat-mujijat itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk reprobate!

Mat 13:10-15 - "Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka da-lam perumpamaan?’ Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka’".

Ro 11:7-8 - "Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperoleh-nya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini’".

Komentar Calvin tentang ayat-ayat ini:

"Observe that he directs his voice to them but in order that they may become even more deaf; he kindles a light but that they may be made even more blind; he sets forth doctrine but that they may grow even more stupid; he employs a remedy but so that they may not be healed" (= Perhatikan bahwa Ia menujukan suaraNya kepada mereka tetapi supaya mereka menjadi makin tuli; Ia menyalakan cahaya tetapi supaya mereka menjadi makin buta; Ia menyatakan doktrin / ajaran tetapi supaya mereka menjadi makin bodoh; Ia menggunakan obat tetapi supaya mereka tidak disembuhkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 13.

Dalam ayat ini sebetulnya terjemahan Kitab Suci Indonesia terlalu keras. Bandingkan dengan NASB yang memberikan terjemahan hurufiah: "and not one of them perished but the son of perdition" (= dan tidak seorangpun dari mereka yang binasa selain anak kehancuran / neraka).

Dalam ‘Webster’s New World Dictionary’ dikatakan bahwa isti-lah ‘perdition’ bisa diterjemahkan bermacam-macam:

B. B. Warfield:

"Certainly St. Paul as explicitly affirms the sovereignty of reprobation as of election, ... if he represents God as sovereignly loving Jacob, he represents Him equally as sovereignly hating Esau; if he declares that He has mercy on whom He will, he equally declares that He hardens whom He will" (= Santo Paulus memang menegaskan kedaulatan dari reprobation secara sama explicitnya dengan kedaulatan dari election, ... jika ia menggambarkan Allah secara berdaulat mengasihi Yakub, ia secara sama menggambar-kanNya secara berdaulat membenci Esau; jika ia menyatakan bahwa Ia mempunyai belas kasihan bagi siapa yang Ia kehendaki, ia secara sama menyatakan bahwa Ia mengeraskan siapa yang Ia kehendaki) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 317.

Kitab Suci terjemahan Indonesia ini salah terjemahan. Perhati-kan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah ini:

Calvin menganggap ini menunjuk pada penetapan yang kekal dari Allah, dengan kata lain dalam Rencana Allah orang-orang itu telah ditentukan untuk dihukum.

Tetapi dalam ayat ini kata ‘ditentukan’ sebetulnya juga merupa-kan kata yang terlalu keras, karena dalam bahasa Yunaninya digunakan kata PROGEGRAMMENOI yang artinya adalah: ‘having been previously written’ (= telah dituliskan lebih dulu).

Bandingkan dengan NIV yang menterjemahkan bagian ini seca-ra hurufiah: "For certain men whose condemnation was written about long ago ..." (= Karena orang-orang tertentu yang peng-hukumannya sudah dituliskan sejak dahulu).

Adanya kata ‘dituliskan’ ini menyebabkan adanya orang-orang yang menganggap bahwa ini tidak menunjuk pada ketetapan yang kekal dari Allah, tetapi pada Perjanjian Lama maupun nubuat dari Yesus dan rasul-rasul (Misalnya Mat 18:7).

Tetapi seorang penafsir Calvinist / Reformed bernama Thomas Manton, dalam buku tafsirannya tentang surat Yudas, memberi-kan komentar sebagai berikut:

"The meaning of the metaphor is to show that these decrees are as certain and determinate as if he had a book wherein to write them" (= arti dari kiasan ini adalah untuk menunjukkan bahwa ketetap-an-ketetapan ini adalah sama pasti dan tertentunya seperti kalau ia mempunyai sebuah buku dimana ia menuliskannya).

Jadi Thomas Manton tidak menganggap ini menunjuk pada tulisan Kitab Suci / Firman Tuhan, tetapi sebagai suatu kiasan yang menunjukkan suatu kepastian.

Mengapa dasar Kitab Suci dari reprobation hanya sedikit, atau se-tidaknya lebih sedikit dibandingkan dengan dasar dari election? Louis Berkhof menjawab sebagai berikut:

"Since the Bible is primarily a revelation of redemption, it naturally does not have as much to say about reprobation as about election. But what it says is quite sufficient" (= Karena Alkitab terutama merupa-kan wahyu tentang penebusan, secara alamiah Alkitab tidak berbi-cara tentang reprobation sebanyak tentang election. Tetapi apa yang Alkitab katakan sudah cukup) - ‘Systematic Theology’, hal 118.

c) Alasan / dasar Allah melakukan reprobation.

Baik Robert L. Dabney maupun Loraine Boettner percaya bahwa se-kalipun iman dan / atau perbuatan baik bukanlah dasar dari election, tetapi dosa merupakan dasar dari reprobation.

Robert L. Dabney:

"... it is disputed what is the ground of this righteous preterition of the non-elect. The honest reader of his Bible would suppose that it was, of course, their guilt and wickedness foreseen by God, and, for wise reasons, permissively decreed by Him. This, we saw, all but the supralapsarian admitted in substance. God’s election is everywhere represented in Scripture, as an act of mercy, and His preterition as an act of righteous anger against sin" (= ... diperdebatkan apa yang menjadi dasar dari pelewatan yang benar dari orang yang tidak dipilih. Pembaca Alkitab yang jujur akan menganggap bahwa itu tentu adalah kesalahan dan kejahatan mereka yang dilihat lebih dulu oleh Allah, dan, karena alasan-alasan yang bijaksana, diijinkan olehNya. Kami melihat bahwa hal ini pada pokoknya diterima oleh semua kecuali oleh penganut Supralapsa-rianisme. Pemilihan Allah dimana-mana dinyatakan dalam Kitab Suci, sebagai suatu tindakan belas kasihan, dan pelewatanNya sebagai tin-dakan kemarahan yang benar terhadap dosa) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 240.

Catatan: saya berpendapat bahwa tidak benar kalau semua menerima pandangan ini kecuali penganut Supralapsarianisme.

Loraine Boettner:

"‘When the Arminian says that faith and works constitute the ground of election we dissent,’ says Clark. ‘But if he says that foreseen unbelief and disobedience constitute the ground of reprobation we assent readily enough. A man is not saved on the ground of his virtues but he is condemned on the ground of his sin. As strict Calvinists we insist that while some men are saved from their unbelief and disobedience, in which all are involved, and others are not, it is still the sinner’s sinfulness that constitutes the ground of his reprobation. Election and reprobation proceed on different grounds; one the grace of God, the other the sin of man’" (= ‘Pada waktu orang Arminian berkata bahwa iman dan ketaatan / perbuatan baik merupa-kan dasar pemilihan, kami tidak setuju,’ kata Clark. ‘Tetapi jika ia berkata bahwa ketidakpercayaan dan ketidaktaatan yang telah dilihat lebih dulu merupakan dasar dari reprobation, kami menyetujui dengan cepat. Seseorang tidak diselamatkan berdasarkan kebaikannya, tetapi ia dihukum berdasarkan dosanya. Sebagai Calvinist yang ketat, kami berkeras bahwa sementara sebagian manusia diselamatkan dari ketidak-percayaan dan ketidaktaatan mereka, di dalam mana semua orang ter-libat, dan sebagian yang lain tidak diselamatkan, adalah keberdosaan dari orang berdosa itu yang merupakan dasar dari reprobationnya. Election dan reprobation bertolak dari dasar yang berbeda; yang satu berdasarkan kasih karunia Allah, yang lain berdasarkan dosa manusia) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 114.

Tetapi Charles Hodge tidak setuju bahwa dosa adalah dasar dari reprobation. Dasar dari reprobation tetap adalah kedaulatan Allah.

Charles Hodge:

"God condemns no man, and foreordains no man to condemnation, except on account of his sin. But the preterition of such men, leaving them, rather than others equally guilty, to suffer the penalty of their sins, is distinctly declared to be a sovereign act" (= Allah tidak menghukum siapapun, dan tidak menentukan lebih dulu siapapun kepada penghukuman, kecuali karena dosanya. Tetapi tindakan melewati mereka, meninggalkan mere-ka, dan bukannya orang-orang lain yang sama bersalahnya, untuk men-dapatkan hukuman atas dosa-dosa mereka, dinyatakan secara jelas seba-gai tindakan yang berdaulat) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 346.

Louis Berkhof mendukung Hodge dengan berkata:

Dengan demikian Louis Berkhof mempunyai pandangan yang sama dengan B. B. Warfield di bawah ini.

B. B. Warfield:

"Were not all men sinners, there might still be an election, as sovereign as now; and there being an election, there would still be as sovereign a rejection: but the rejection would not be a rejection to punishment, to destruction, to eternal death, but to some other destiny consonant to the state in which those passed by should be left. It is not indeed, then, because men are sinners that men are left unelected; election is free, and its obverse of rejection must be equally free: but it is solely because men are sinners that what they are left to is destruction" (= Andaikata semua manusia tidak berdosa, tetap bisa ada pemilihan, yang sama berdaulatnya dengan sekarang; dan dengan adanya pemilihan, juga ada penolakan yang sama berdaulatnya: tetapi penolakan itu tidak akan merupakan penolakan kepada hukuman, kepada penghancuran, kepada kematian kekal, tetapi kepada tujuan yang lain yang sesuai / cocok dengan keadaan dimana orang-orang yang dilewati itu berada. Jadi, bukannya karena mereka berdosa sehingga mereka lalu tidak dipilih; pemilihan itu bebas, dan pasangannya yaitu penolakan harus sama bebasnya: tetapi karena semua manusia adalah orang berdosa maka mereka ditinggalkan kepada penghancuran) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 317.

Saya lebih setuju dengan pandangan dari Charles Hodge, Louis Berkhof, B. B. Warfield, karena Ro 9:11-13 yang berbunyi:

"Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggil-anNya - dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’".

Jelas bahwa ayat ini menunjukkan bahwa sama seperti pemilihan Yakub tidak tergantung perbuatan Yakub, demikian juga penolakan / reprobation terhadap Esau juga tidak tergantung pada dosa Esau.

d) Guna / tujuan dari reprobation.

Loraine Boettner mengatakan bahwa guna / tujuan reprobation adalah:

Calvin menyatakan guna / tujuan dari reprobation ini dengan mengutip kata-kata Agustinus:

"The Lord can therefore also give grace ... to whom he will ... because he is merciful, and not give to all because he is a just judge. For by giving to some what they do not deserve, ... he can show his free grace ... By not giving to all, he can manifest what all deserve" (= Karena itu Tuhan juga bisa memberi kasih karunia ... kepada siapa yang dikehendakiNya ... karena Ia berbelas kasihan, dan tidak memberikan kepada semua karena Ia adalah Hakim yang adil. Karena dengan memberikan kepada sebagian apa yang tidak layak mereka dapatkan, ... Ia bisa menunjukkan kasih karuniaNya yang cuma-cuma ... Dengan tidak memberikan kepada semua, Ia bisa menunjukkan apa yang semua layak dapatkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 11.

e) Pelaksanaan dari penentuan binasa ini.

R. L. Dabney:

"... God does nothing to those thus passed by, to make their case any worse, or to give any additional momentum to their downward course. He leaves them as they are" (= ... Allah tidak melakukan apa-apa kepada mereka yang dilewatiNya, untuk membuat keadaan mereka menjadi lebih buruk, atau untuk memberikan tambahan momentum pada kejatuhan mereka. Ia membiarkan mereka sebagaimana adanya mereka) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 239.

R. L. Dabney:

"When it is said that God hardens the non-elect, it is not, and cannot be intended, that He exerts positive influence upon them to make them worse. ... God is only the negative cause of hardening - the positive depravation comes only from the sinner’s own voluntary feelings and acts. And the mode in which God gives place to, or permits this self-inflicted work, is by righteously withholding His restraining word and Spirit; and second, by surrounding the sinner (through His permissive providence) with such occasions and opportunities as the guilty man’s perverse heart will voluntarily abuse to increase his guilt and obduracy" [= Ketika dikatakan bahwa Allah mengeraskan orang yang bukan pilihan, itu tidak berarti bahwa Ia menggunakan pengaruh positif pada mereka untuk membuat mereka makin jelek. ... Allah hanyalah merupakan penyebab negatif dari pengerasan - kebejadan positif datang hanya dari perasaan dan tindakan sukarela dari orang berdosa itu. Dan cara dimana Allah memberi tempat, atau mengijinkan pekerjaan yang timbul dengan sendirinya ini, adalah dengan secara benar menahan firman dan RohNya yang mengekang; dan kedua, dengan melingkupi orang berdosa itu (melalui ProvidenceNya yang mengijinkan) dengan kejadian dan kesempatan yang akan disalah-gunakan secara sukarela oleh orang yang hatinya bengkok dan salah untuk meningkatkan kesalahannya dan kebandelannya] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 242-243.

Dengan demikian, sekalipun Allah menetapkan seseorang untuk binasa, tetapi nanti orang itu sendiri yang dengan sukarela memilih kehidupan yang berdosa, menolak Kristus dsb, sehingga ia binasa karena kesalahannya sendiri.

Pertanyaan: Kalau Allah membiarkan orang dalam dosa dan tidak menolong mereka, apakah itu berarti bahwa Allah melakukan dosa pasif (bdk. Amsal 24:11-12)? R. L. Dabney mengatakan tidak, karena hukum yang mengikat kita tidak berlaku bagi Allah, yang adalah pembuat hukum dan yang berada di atas hukum!

5) Predestinasi, kehendak bebas dan tanggung jawab manusia.

a) Banyak orang Reformed yang tidak setuju dengan istilah free will ( = kehendak bebas).

Charles Haddon Spurgeon:

"Any man who should deny that man is a free agent might well be thought unreasonable, but free-will is a different thing from free-agency. Luther denounces free-will when he said that ‘free-will is the name for nothing’; and President Edwards demolished the idea in his mastery treatise" (= Orang yang menyangkal bahwa manusia adalah agen bebas akan di-anggap tidak masuk akal / tidak rasionil, tetapi kebebasan kehendak berbeda dengan tindakan bebas. Luther mencela kehendak bebas ketika ia berkata bahwa ‘kehendak bebas adalah nama untuk sesuatu yang tidak ada’; dan Presiden Edwards menghancurkan gagasan / idee ini dalam bukunya yang luar biasa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclope-dia’, vol 7, hal 10.

Robert L. Dabney:

"... I have not used the phrase ‘freedom of the will’. I exclude it, because persuaded that it is inaccurate, and that it has occasioned much confusion and error. Freedom is properly predicated of a person, not of a faculty. ... I have preferred therefore to use the phrase, at once popular and exact: ‘free agency’ and ‘free agent’" (= Saya tidak memakai ungkapan ‘kebebasan kehendak’. Saya meniadakannya karena diyakinkan bahwa itu adalah tidak tepat, dan bahwa itu menimbulkan banyak kebingungan dan kesa-lahan. Kebebasan secara tepat ditujukan kepada seseorang, bukan pada bagian dari jiwa / pikiran. ... Karena itu saya lebih menyukai untuk menggunakan ungkapan yang sekaligus populer dan tepat: ‘tindakan bebas’ dan ‘agen bebas’) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 129.

Catatan:

Ini diambil dari Webster’s New World Dictionary.

Tetapi karena istilah ‘free will’ sudah begitu populer, dan lebih-lebih dalam kalangan orang awam di Indonesia istilah kehendak bebas sangat populer sedangkan istilah ‘agen bebas’ dan ‘tindakan bebas’ tidak pernah terdengar, maka saya tetap menggunakan istilah free will / kehendak bebas. Tetapi tentu saja kita harus berhati-hati terhadap penyalahgunaan dari istilah free will / kehendak bebas ini.

b) Arti yang salah dan benar dari free will ( = kehendak bebas).

Kalau kita meninjau doktrin Allah (theology), maka kita bisa melihat bahwa satu-satunya makhluk yang bebas mutlak adalah Allah, dan Allah menciptakan segala sesuatu dan membuat segala sesuatu tergantung kepada diriNya (Neh 9:6 Maz 94:17-19 Maz 104:27-30 Kis 17:28 1Tim 6:13 Ibr 1:3). Jadi jelas bahwa manusia tidak bebas secara mutlak, tetapi sebaliknya tergantung kepada Allah.

Ini berlaku dalam hal:

Jadi free will / kehendak bebas tidak berhubungan dengan kemam-puan untuk melakukan apa yang ia kehendaki.

Ini bahkan berlaku pada saat manusia itu dipaksa untuk melakukan sesuatu. Misalnya: seseorang ditodong dan dipaksa untuk menye-rahkan uangnya. Ia bisa saja memutuskan untuk melawan, apapun resikonya. Tetapi setelah ia mempertimbangkan resiko kehilangan nyawa / terluka, maka ia mengambil keputusan untuk menyerahkan uangnya. Ini tetap adalah keputusan / kehendak bebasnya. Karena itu sebetulnya ungkapan bahasa Inggris ‘I did it against my will’ (= aku melakukan itu bertentangan kehendakku) adalah sesuatu yang salah.

Yang bisa terjadi adalah: sesuatu dilakukan terhadap kita berten-tangan dengan kehendak kita. Misalnya kita diikat lalu dibawa ke tempat yang tidak kita ingini. Tetapi ini bukan kita yang melakukan.

Kalau kita melakukan sesuatu, itu karena kita mau / menghendaki untuk melakukan hal itu.

c) Predestinasi tidak menghancurkan kebebasan manusia.

Pdt. dr. Yusuf B. S. secara memfitnah menggambarkan Calvinis-me sebagai berikut: "Tidak ada kemauan bebas dari manusia" - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 22.

Saya katakan bahwa Pdt. dr. Yusuf B. S. memfitnah Calvinisme, bukan sekedar menyerang Calvinisme, karena ia menuliskan kali-mat itu di bawah point ke 2 dari lima pokok Calvinisme, yang ia sebut dengan istilah ‘Ikatan Takdir’. Jadi pada waktu orang mem-baca bukunya, maka orang jelas akan mengambil kesimpulan bahwa itu adalah ajaran Calvinisme. Padahal Calvinisme tidak pernah mengajarkan seperti itu.

Sekalipun Calvinisme mempercayai kedaulatan Allah yang menentu-kan keselamatan seseorang dan bahkan juga menentukan segala sesuatu yang lain, tetapi Calvinisme tetap mempercayai kebebasan manusia. Mengapa? Karena dalam Kitab Suci kita melihat bahwa sekalipun segala sesuatu terjadi sesuai kehendak / rencana Allah, tetapi pada waktu manusianya melakukan hal itu, ia tidak dipaksa, tetapi melakukannya dengan sukarela.

Misalnya:

Sekarang perhatikan beberapa kutipan atau penjelasan dari beberapa ahli theologia Reformed yang jelas mempercayai baik ‘kedaulatan Allah’ maupun ‘kebebasan manusia’.

Robert L. Dabney:

"... God executes this purpose as to man’s acts, not against but through and with man’s own free will. In producing spiritually good acts, He ‘worketh in man to will and to do’ and determines that he ‘shall be willing in the day of His power’. And in bringing about bad acts, He simply leaves the sinner in circumstances such that he does, of himself only, yet certainly, choose the wrong" (= ... Allah melaksanakan rencanaNya yang berkenaan dengan tindakan manusia, bukan menentang tetapi melalui dan dengan kehen-dak bebas manusia. Dalam menghasilkan tindakan-tindakan yang baik secara rohani, Ia ‘bekerja dalam manusia untuk menghendaki dan melakukan’ dan menentukan bahwa ia ‘akan mau pada hari kuasaNya’. Dan untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang jahat, Ia hanya membiarkan orang berdosa itu dalam keadaan sedemikian rupa sehingga ia melakukan, hanya dari dirinya sendiri, tetapi dengan pasti, memilih yang jahat / salah) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 223.

Catatan: kata-kata yang diletakkan di antara tanda petik itu diambil dari Fil 2:13 dan Maz 110:3 (versi KJV).

R. C. Sproul, dalam bukunya ‘Chosen by God’, menjelaskan beberapa point sehubungan dengan hubungan antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia ini:

"If human freedom and divine sovereignty are real contradictions, then one of them, at least, has to go" (= Jika kebebasan manusia dan kedaulatan ilahi sunggung-sungguh bertentangan, maka sedikitnya salah satu dari mereka harus dibuang) - ‘Chosen by God’, hal 41.

Charles Hodge:

"God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility" (= Allah bisa mengontrol tin-dakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghan-curkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ (= Allah bisa).

Kalau saya membuat film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi selalu ada sedikit kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.

Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebe-basan manusia! Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala se-suatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan.

d) Karena Predestinasi tidak membuang kebebasan manusia, maka Predestinasi juga tidak membuang tanggung jawab manusia.

Ada 2 hal yang dimaksud dengan ‘tanggung jawab’ di sini:

1. Manusia bertanggung jawab / wajib berusaha mentaati Tuhan / Firman Tuhan.

Jadi kita tidak boleh hidup apatis / acuh tak acuh dengan alasan bahwa Allah toh sudah menentukan segala sesuatu. Bandingkan dengan Ul 29:29 yang berbunyi: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini".

‘Hal-hal yang tersembunyi’ menunjuk pada Rencana Allah yang tidak kita ketahui. Ul 29:29 mengatakan bahwa ‘hal-hal yang tersembunyi’ ini ialah bagi Allah, bukan bagi kita! Jadi kita tidak boleh menjadikannya sebagai dasar hidup kita.

‘Hal-hal yang dinyatakan’ menunjuk pada hukum Taurat / Firman Tuhan, dan inilah yang harus kita gunakan sebagai dasar hidup kita.

Contoh:

Tuhan sudah memilih orang-orang tertentu untuk selamat dan orang-orang tertentu untuk binasa, tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang ditentukan untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:

Kita harus hidup berdasarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:

2. Manusia harus bertanggung jawab / dihukum karena ketidak-taatannya.

Kalau manusia tidak bebas (seperti robot / wayang), maka ia tidak bertanggung jawab atas tindakannya. Tetapi karena ia bebas, maka ia bertanggung jawab.

J. I. Packer:

"God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same Bible; sometimes indeed, in the same text" (= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan berdampingan dalam Alkitab yang sama; bahkan kadang-kadang dalam text yang sama) - ‘Evangelism and the Sovereignty of God’, hal 22.

Dan ia lalu memberikan contoh Luk 22:22 yang berbunyi sebagai berikut: "Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserah-kan".

Kata-kata ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan’ menunjukkan kedaulatan Allah, sedangkan kata-kata ‘celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ menunjukkan adanya tanggung jawab manusia pada waktu ia melakukan apa yang Tuhan tetapkan itu.

Memang sepintas lalu, kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia kelihatan sebagai suatu kontradiksi. Ini terlihat dari Ro 9:19 dimana Paulus, setelah mengajarkan Predestinasi dan kedaulatan Allah dalam Ro 9:6-18, lalu menanyakan pertanyaan yang ia perkirakan bakal muncul dalam diri orang yang mendengar ajaran Predestinasi dan kedaulatan Allah.

Ro 9:19 - "Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’".

NASB: "You will say to me then, ‘Why does He still find fault? For who resists His will?’" (= Lalu kamu akan berkata kepadaku: ‘Mengapa Ia masih menyalahkan / mencari kesalahan? Karena siapa yang menahan / menolak kehendakNya?’).

KJV / RSV » NASB.

NIV: "One of you will say to me: Then why does God still blame us? For who resists his will?" (= Salah satu dari kamu akan berkata kepadaku: Lalu mengapa Allah masih menyalahkan kita? Karena siapa yang menahan / menolak kehendakNya?).

Jadi, karena Allah dalam kedaulatanNya sudah menetapkan / mempredestinasikan, dan kehendak Allah pasti terjadi sehingga tidak bisa ditolak, maka orang lalu merasa aneh bahwa manusia masih harus bertanggung jawab / disalahkan oleh Allah.

Andaikata Paulus menganggap bahwa karena adanya kedaulatan Allah / Predestinasi maka manusia tidak lagi perlu bertanggung jawab, maka ia akan menjawab dengan berkata: ‘Siapa bilang bahwa Allah menyalahkan kamu? Karena Ia yang menetapkan segala sesuatu dan karena kehendakNya pasti terjadi, maka Ia tidak akan menyalahkan kamu kalau kamu berbuat dosa atau tidak percaya’.

Andaikata Paulus memang tidak setuju dengan kedaulatan Allah yang menetapkan segala sesuatu, maka ia akan menjawab pertanyaan itu dengan kata-kata: ‘Allah tidak menetapkan apa-apa, karena itu kamu bertanggung jawab’.

Tetapi Paulus tidak menjawab seperti itu. Perhatikan jawaban Paulus dalam Ro 9:20-21: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu memban-tah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuk-nya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?".

J. I. Packer mengomentari ayat ini dengan berkata:

"What the objector has to learn is that he, a creature and a sinner, has no right whatsoever to find fault with the revealed ways of God. Creatures are not entitled to register complaints about their Creator" (= Apa yang harus dipelajari oleh orang yang mengajukan keberatan itu adalah bahwa ia, seorang makhluk ciptaan dan seorang berdosa, tidak mempunyai hak apapun untuk tidak puas / berkeberatan dengan jalan Allah yang dinyatakan. Makhluk-makhluk ciptaan tidak berhak menyatakan keluhan / ucapan yang menyatakan ketidakpuasan tentang Pencipta mereka) - ‘Evangelism and the Sovereignty of God’, hal 23.

Banyak orang kristen yang tidak senang dengan 2 hal yang kelihatan kontradiksi ini, sehingga lalu bersikap salah:

Dan orang Arminian sering menuduh / memfitnah bahwa Cal-vinisme adalah seperti ini. Bandingkan dengan fitnahan Pdt. dr. Yusuf B. S. yang berbunyi sebagai berikut: "Dilayani atau tidak dilayani, kalau mereka sudah ditentukan selamat, akhirnya toh tetap selamat, sebab Tuhan berdaulat penuh" - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35.

Tetapi fitnahan ini salah dan bodoh, karena Hyper-Calvinisme bukanlah Calvinisme!

Calvinisme yang benar memperhatikan baik kedaulatan Allah maupun tanggung jawab manusia.

Arthur W. Pink:

"Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator" (= Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara per-tanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta) - ‘The Sovereignty of God’, hal 9

Arthur W. Pink:

"We are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of man" [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yoh 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demi-kian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.

Charles Haddon Spurgeon:

"man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible" (= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggungjawab) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

J. I. Packer, dalam bukunya yang berjudul ‘Evangelism and the Sover-eignty of God’ menghubungkan kedaulatan Allah dengan tanggung jawab tertentu dari orang kristen, yaitu pemberitaan Injil. Ia berkata:

6) Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme.

a) Arti kata.

Kata Supralapsarianisme berasal dari bahasa Latin SUPRA (= above, beyond / di atas, melebihi) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).

Kata Infralapsarianisme berasal dari bahasa Latin INFRA (below / di bawah) + LAPSUS (fall / kejatuhan).

b) Perbedaan yang salah dan yang benar.

Ada orang yang beranggapan bahwa perbedaan antara Supralapsa-rianisme dan Infralapsarianisme adalah bahwa yang pertama percaya pada efficient decree (= ketetapan effisien) tentang dosa sehingga menganggap Allah sebagai pencipta dosa (God is the author of sin) dan yang terakhir pada permissive decree (= ketetapan yang mengijin-kan). Ini salah!

William G. T. Shedd:

"And here is the place to notice the error of those who represent supralapsarianism as differing from infralapsarianism by referring sin to the efficient decree, thereby making God the author of it. ... But both schemes alike refer sin to the permissive decree, and both alike deny that God is the author of sin" (= Dan di sini adalah tempat untuk memper-hatikan kesalahan dari mereka yang menggambarkan Supralapsarian-isme sebagai berbeda dengan Infralapsarianisme karena menghubungkan dosa dengan ketetapan yang effisien, dan dengan itu membuat Allah sebagai pencipta dosa. ... Tetapi kedua pola sama-sama menghubungkan dosa dengan ketetapan yang mengijinkan, dan keduanya sama-sama me-nyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 33-34.

William G. T. Shedd:

"The difference between them relates to an altogether different point: namely, the order in which the decree of election and reprobation stand to that of creation" (= Perbedaan antara mereka berhubungan dengan suatu hal yang sama sekali berbeda: yaitu, urut-urutan dalam mana ketetapan pemilihan dan penentuan binasa berada dalam hubungannya dengan penciptaan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 34-35.

Catatan: Saya berpendapat bahwa mengingat arti kata Supralapsa-rianisme dan Infralapsarianisme, maka lebih tepat kalau kata ‘creation’ (= penciptaan) dalam kata-kata William G. T. Shedd ini diganti dengan ‘fall’ (kejatuhan ke dalam dosa).

Infralapsarianisme (juga disebut Sublapsarianisme):

1. Penciptaan.

2. Kejatuhan ke dalam dosa.

3. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Supralapsarianisme:

1. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

2. Penciptaan.

3. Kejatuhan ke dalam dosa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Ingat bahwa baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme maupun dalam Infralapsarianisme adalah urut-urutan dalam pemikiran Allah, bukan dalam terjadinya rencana itu!

c) Urut-urutan dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urut-urutan chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan logika.

Loraine Boettner:

"It is also true that there are some things here which cannot be put into the time mould, - that these events are not in the Divine mind as they are in ours, by a succession of acts, one after another, but that by one single act God has at once ordained all these things. In the Divine mind the plan is a unit, ... All of the decrees are eternal. They have a logical, but not a chronological, relationship. Yet in order for us to reason intelligently about them we must have a certain order of thought" (= Juga benar bahwa ada hal-hal di sini yang tidak bisa dimasukkan ke dalam cetakan waktu, - bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak ada dalam pikiran ilahi seperti mereka ada dalam pikiran kita, oleh tindakan-tindakan yang berturut-turut / beriring-iringan, satu setelah yang lain, tetapi bahwa oleh satu tindakan Allah sekaligus telah menentukan semua hal-hal ini. Dalam pikiran ilahi rencana itu adalah satu kesatuan, ... Semua ketetapan adalah kekal. Mereka mempunyai hubungan logika, bukan hubungan chronologis) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 129.

Ini menyebabkan R. L. Dabney menganggap bahwa sebetulnya baik Supralapsarianisme maupun Infralapsarianisme adalah salah (tetapi kalau disuruh memilih di antara 2 pandangan itu ia memilih Infralap-sarianisme). Ia berkata:

"In my opinion this is a question which never ought to have been raised. Both schemes are illogical and contradictory to the true state of facts. ... God’s decree has no succession; and to Him no successive order of parts; because it is a contemporaneous unit, comprehended altogether, by one infinite intuition. In this thing, the statement of both parties are untrue to God’s thought" (= Dalam pandangan saya ini adalah pertanyaan yang tidak pernah boleh dipertanyakan. Kedua pola adalah tidak logis dan bertentangan dengan fakta sebenarnya. ... Ketetapan Allah tidak mem-punyai urut-urutan; dan bagi Dia tidak ada bagian-bagian yang ber-urutan; karena itu adalah suatu kesatuan yang bersamaan, dimengerti secara keseluruhan, oleh pengertian langsung yang tak terbatas. Dalam hal ini, pernyataan dari kedua golongan adalah tidak benar bagi pikiran Allah) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

Tetapi John Murray, dalam tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT), ber-kata sebagai berikut:

"This consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and conception quite apart from the order of temporal sequence" (= Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan pengertian, terlepas dari urut-urutan waktu).

John Murray mendukung hal ini menggunakan Ro 8:29.

Ro 8:29 (NIV): "For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers" (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara).

Secara implicit ditunjukkan bahwa ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) mendahului ‘predestined’ (= dipredestinasikan), padahal jelas bahwa baik ‘foreknew’ maupun ‘predestined’ adalah hal-hal yang terjadi di dalam kekekalan.

Jadi sekalipun memang dalam pemikiran dan perencanaan Allah tidak ada urut-urutan, karena semua terjadi sekaligus, tetapi secara logika, ada urut-urutannya.

d) Posisi Agustinus dan Calvin.

Agustinus memegang Infralapsarianisme, tetapi Calvin sukar ditentu-kan posisinya sehingga Calvin diclaim oleh kedua belah pihak.

Philip Schaff:

"Calvin was claimed by both schools" (= Calvin diclaim oleh kedua golongan / aliran) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 553.

Charles Hodge:

"The position of Calvin himself as to this point has been disputed. As it was not in his day a special matter of discussion, certain passages may be quoted from his writings which favour the supralapsarian and other passages which favour the infralapsarian view" (= Posisi Calvin sendiri dalam hal ini diperdebatkan. Karena pada jamannya hal ini bukanlah suatu persoalan khusus yang dipersoalkan, bagian-bagian tertentu bisa dikutip dari tulisannya yang mendukung Supralapsarianisme dan bagian-bagian lain yang mendukung Infralapsarianisme) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 316.

e) Supralapsarianisme.

Sangat sedikit orang Reformed / Calvinist yang memegang posisi Supralapsarianisme, salah satunya adalah Herman Hoeksema (‘Re-formed Dogmatics’, hal 161-dst).

Dasar yang ia pakai adalah:

    1. Pelaksanaan penciptaan.
    2. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.
    3. Pelaksanaan Predestinasi.

Ini memang sesuai dengan posisi Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana’ dan ‘urut-urutan terjadinya rencana’ memang seringkali terbalik.

Contohnya, kalau saya merencanakan untuk membangun rumah, maka ‘urut-urutan rencana’ adalah:

1. Tujuan saya untuk tinggal dalam sebuah rumah.

2. Rencana membangun rumah.

3. Pemilihan tempat, model, pemborong, dsb.

Tetapi dalam ‘pelaksanaan / terjadinya rencana’ membangun rumah itu, urut-urutannya terbalik.

1. Saya memilih tempat, model, pemborong lebih dulu.

2. Lalu saya membangun rumah.

3. Baru akhirnya saya tinggal di rumah itu.

Kesimpulannya: sekalipun sejarah ‘terjadinya rencana Allah’ sesuai dengan urut-urutan Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana Allah’ itu sebenarnya sesuai dengan urut-urutan Supralapsarian-isme.

Jawab:

"The view from which it starts, that the ultimate end must be first in design, and then the intermediate means, is of force only with reference to a finite mind" (= Pandangan yang mendasarinya, yaitu bahwa tujuan terakhir haruslah pertama dalam peren-canaan, dan sesudah itu cara / jalan yang ada di antaranya, hanya berlaku berkenaan dengan pikiran yang terbatas) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

Jawab:

Dalam Ro 9:19-21 itu Paulus menjelaskan Predestinasi dalam hubungannya dengan tanggung jawab manusia. Jadi Ro 9:20-21 itu adalah suatu jawaban terhadap Arminianisme, pada waktu mereka menyerang Calvinisme dengan berkata: ‘Kalau semua sudah ditentukan, manusia tidak mempunyai tanggung jawab’. Karena itu jawaban dalam Ro 9:20-21 itu memang ditujukan untuk menjawab keberatan dari Arminianisme, maka tentu saja jawaban itu tidak mempersoalkan Infralapsarianisme ataupun Supralapsa-rianisme.

Catatan: sekalipun pada jaman Paulus Arminianisme belum ada, tetapi pandangan Arminian, yaitu pandangan yang menentang kedaulatan Allah / predestinasi, jelas sudah ada.

f) Infralapsarianisme.

Dasar yang dipakai:

Jadi, Allah memilih orang-orang pilihannya dari dunia ini. Ini menunjukkan mereka dipilih dari kalangan orang yang telah jatuh ke dalam dosa.

Ef 1:4 ini menunjukkan bahwa kita dipilih dalam Kristus, dan secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan membutuhkan Penebus. Lebih jauh lagi, Ef 1:4 ini mengatakan ‘supaya kita kudus dan tak ber-cacat’, dan ini jelas menunjukkan bahwa kita yang dipilih itu adalah orang-orang berdosa.

Adanya kata-kata ‘memilih kamu untuk diselamatkan’ dan ‘Roh yang menguduskan kamu’, jelas menunjukkan bahwa orang pilihan itu sudah jatuh ke dalam dosa.

Ayat ini menunjukkan bahwa orang pilihan itu ‘dikuduskan oleh Roh’, dan ‘menerima percikan darah Kristus’. Ini lagi-lagi me-nunjukkan bahwa orang yang dipilih itu sudah jatuh ke dalam dosa.

Pemilihan adalah suatu tindakan belas kasihan, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang-orang pilihan itu dipilih dari orang yang sudah jatuh ke dalam dosa.

Ro 9:22 - "Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menya-takan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebina-saan".

Kata-kata ‘murka’ dan ‘kesabaran’ secara tidak langsung jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak dipilih itu adalah manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, karena kalau manusia itu tidak berdosa, tidak mungkin Allahnya murka, dan juga tidak dibutuhkan kesabaran di pihak Allah.

Perhatikan bahwa foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) men-dahului predestinasi! Dalam arti apapun Allah mengetahui lebih dulu tentang orang-orang itu, yang jelas mereka sudah dibayang-kan ada lebih dulu, dan baru setelah itu dipredestinasikan. Ini jelas cocok dengan Infralapsarianisme yang menempatkan penciptaan (yang membuat orang itu menjadi ada) lebih dulu dari predestinasi.

g) Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah:

Seluruh Reformed / Calvinisme terbagi dua dalam persoalan ini: Infralapsarianisme dan Supralapsarianisme, dan dua-duanya sa-ma-sama percaya bahwa dosa itu ada dalam Rencana Allah! Ti-dak ada golongan Reformed / Calvinist yang tidak percaya pada penetapan dosa! Dengan kata lain, orang yang tidak mempercayai bahwa Allah menetapkan dosa, tidak berhak menyebut dirinya sebagai ‘Reformed / Calvinist’!

 


email us at : gkri_exodus@mailcity.com