>

Calvinisme yang difitnah : Kontroversi Calvinisme & Armenianisme

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 Sejarah singkat Agustinus, John Calvin,
Dan Pertentangan Calvinisme vs Arminianisme
 

Catatan:

Dalam membahas sejarah singkat ini saya mengutip sangat banyak dari buku-buku sejarah, untuk menunjukkan bahwa semua ini bukan semata-mata pan-dangan saya sendiri, tetapi memang betul-betul merupakan fakta sejarah.

I) Aurelius Augustinus / Augustine of Hippo.

A) Komentar tentang Agustinus. Dr. Albert H. Freundt, Jr.:
"Augustine was perhaps the most influential figure in the early church, second only to the Apostle Paul. While his influence in the East was very slight, he was to become the greatest Father of the Western Church." (= Mungkin Agustinus adalah orang yang paling berpengaruh dalam gereja mula-mula, nomer dua hanya di bawah rasul Paulus. Sekalipun pengaruhnya di Timur adalah sangat kecil, tetapi ia menjadi Bapa Gereja Barat yang terbesar) - ‘History of Early Christianity’, hal 55.

 

B) Masa kecil dan pertobatan. Agustinus dilahirkan pada tanggal 13 Nopember 354 M, di Afrika Utara. Dari kecil ia mempunyai rasa haus yang tidak terpuaskan tentang penge-tahuan. Ia mendapatkan pendidikan yang hebat, dan menjadi seorang profesor rhetoric (= kepandaian berbicara / berpidato). Ayahnya seorang kafir yang baru menjadi kristen pada akhir hidupnya, tetapi ibunya adalah seorang kristen yang sungguh-sungguh, yang menginginkan supaya anaknya juga menjadi orang kristen. Untuk waktu yang lama keinginan-nya tidak terjadi. Ibunya tidak membaptiskan Agustinus pada waktu bayi, karena ia mempunyai kepercayaan bahwa baptisan menghapus dosa yang terjadi sebelum baptisan itu dilakukan, dan karena itu ia ingin me-nunda baptisan itu sampai Agustinus sudah melewati masa remaja yang panas.

Sejak kecil Agustinus punya masalah dengan keinginan sexnya yang tidak terkendali. Ia mempunyai seorang selir yang melahirkan seorang anak laki-laki baginya, padahal saat itu Agustinus belum berusia 18 tahun. Agustinus memang mencari kebenaran, tetapi ia beranggapan bahwa kekristenan tidak bisa dipertahankan secara intelektual. Karena itu ia memilih Manichaeism, yaitu suatu ajaran sesat yang beranggapan bahwa baik dan jahat adalah 2 kekuatan kekal yang berperang satu dengan yang lainnya. Tetapi ia lalu meninggalkan Manichaeism, karena ia beranggapan bahwa Manichaeism tidak bisa memuaskan pertanyaan-pertanyaan intelektualnya, dan ia lalu menjadi seorang skeptic (orang yang meragukan segala sesuatu). Dan ia juga meninggalkan selirnya yang setia, dan lalu bertunangan dengan seorang gadis muda, dan selain itu ia juga mempunyai hubungan gelap dengan seorang gadis lain. Saat itu, kehidupan moralnya mencapai titik terendah. Ia lalu pindah ke Neoplatonism, yaitu suatu aliran filsafat yang menggabungkan ajaran Plato dan tokoh-tokoh filsafat Yunani yang lain dengan Yudaisme, kekris-tenan dan Mysticism (= ajaran yang tekankan mistik, semedi, dsb) dari Near East, tetapi ia tetap tidak bisa mengatasi nafsu sexnya. Ia lalu mengajar di Milan. Suatu hari ia pergi ke kathedral untuk mendengar seorang yang bernama Ambrose, dan ia mendapatkan jawaban terhadap beberapa problem intelektualnya. Ia mendapatkan gambaran tentang kehidupan pertapa-pertapa kristen di Mesir. Sesuatu yang menyedihkan baginya melihat bahwa biarawan-biarawan yang tidak terpelajar itu bisa menaklukkan pencobaan terhadap daging mereka, sementara ia dengan seluruh pengetahuannya tidak bisa menaklukkan dagingnya. Pada waktu sendirian di dalam taman, ia mendengar suara, mungkin dari anak tetangga, yang berkata: "Tolle, lege" (= take up, read / ambillah, bacalah) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 56. Di situ ada sebuah copy Kitab Suci dan ia mengambilnya dan membuka-nya pada Roma 13:13-14, yang berbunyi sebagai berikut: "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya".

Ini menyebabkan ia bertobat pada tahun 385 / 386 M, dan akhirnya ia dan anaknya lalu dibaptis oleh Ambrose pada Minggu Paskah tahun 387 M.

 

C) Kehidupan, pelayanan, dan karyanya. Setelah pertobatannya, ia lalu meninggalkan pekerjaannya dan mulai belajar Kitab Suci dengan serius, dan lalu kembali ke Afrika Utara, dimana ia diangkat menjadi tua-tua (tahun 391 M), dan lalu bishop / uskup di Hippo (tahun 395 M). Di tempat itu, selama sekitar 38 tahun Agustinus melayani Tuhan sampai akhir hidupnya. Agustinus hidup di biara secara sangat sederhana, berpakaian serba hitam, dan makan makanan yang sederhana. Philip Schaff berkata: "He lived almost entirely on vegetables" (= Ia hidup hampir-hampir hanya dengan sayuran) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 994.

Ia hidup bersama dengan seorang rekan pendeta / pastor dalam satu rumah, dimana perempuan dilarang masuk. Sekalipun problem sexnya bisa teratasi, tetapi Agustinus mengakui bahwa ia masih mempunyai problem dengan kesombongan.

Tetapi Philip Schaff mengatakan:

"Augustine, ... is a philosophical and theological genius ... a heart full of Christian love and humility" (= Agustinus, ... adalah seorang genius dalam filsafat dan theologia ... suatu hati yang penuh dengan kasih kristen dan kerendahan hati) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 997.

Saya berpendapat bahwa kata-kata Phillip Schaff ini bukan kontradiksi dengan pengakuan Agustinus bahwa ia mempunyai problem dengan ke-sombongan, karena orang yang rendah hati biasanya tidak merasa diri-nya rendah hati.

Ia juga mengadakan / memimpin sebuah sekolah dan melakukan pem-belaan intelektual bagi kekristenan menghadapi ajaran-ajaran sesat pada jamannya. Agustinus berkonfrontasi dengan 3 ajaran sesat, yaitu: Mani-chaeism, Donatism, dan Pelagianism.

Tentang pelayanan khotbahnya, Philip Schaff, mengatakan:

"He often preached five days in succession, sometimes twice a day, and set it as the object of his preaching, that all might live with him, and he with all, in Christ" (= Ia sering berkhotbah 5 hari berturut-turut, kadang-kadang 2 x sehari, dan tujuan khotbahnya adalah supaya semua bisa hidup bersama dia, dan ia bersama semua, dalam Kristus) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 994.
 

Ia banyak menulis buku, dan 2 di antaranya yang sangat terkenal adalah:

1) Confessions.

Buku ini ditulis pada tahun 400 M, dimana ia menuliskan pengalaman rohaninya secara mendetail. Kata kuncinya ada di paragraf pertama, dan merupakan kata-kata yang sangat terkenal dari Agustinus, yang berbunyi: "You have made us for yourself, O Lord, and our heart is restless until it rests in you" (= Engkau telah membuat kami untukMu sendiri, ya Tuhan, dan hati kami gelisah sampai beristirahat dalam Engkau) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, p 56.

Memang kata-kata ini benar, karena kalau seseorang belum mene-mukan Tuhan melalui Yesus Kristus, hatinya tidak akan pernah bisa merasakan damai / ketenangan yang sejati! Karena itu, kalau saudara adalah orang yang tidak mempunyai damai / ketenangan, datanglah dan percayalah kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

 Bandingkan ini dengan:

2) The City of God. Buku ini ditulis pada tahun 412 M.
Kenneth Scott Latourette mengatakan:

"He was a prolific author. Although troubled with insomnia and often ill, he accomplished a prodigious amount of work" (= Ia adalah seorang pengarang yang banyak hasilnya. Sekalipun diganggu oleh penyakit sukar tidur dan seringkali sakit, ia mencapai jumlah pekerjaan yang sangat banyak) - ‘A History of Christianity’, Revised Edition, vol I, hal 175
Catatan:
Buku-buku Agustinus masih banyak dipakai pada jaman ini. Jadi buku-bukunya sudah bertahan selama hampir 16 abad! Tidak banyak buku yang bisa bertahan sampai 16 abad, dan bahwa buku Agus-tinus bisa bertahan selama itu menunjukkan kwalitet yang luar biasa dari tulisan Agustinus tersebut! Orang-orang Arminian, seperti Pdt. dr. Yusuf B. S. dan Guy Duty, seharusnya memperhatikan fakta ini, sebelum mereka merendahkan / menghina orang seperti Agustinus! Buku mereka sendiri belum tentu bisa bertahan selama 16 tahun!

 

D) Akhir hidup dan kematian Agustinus.

Tentang akhir hidupnya, Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 995-996, menceritakan sebagai berikut:

"The evening of his life was troubled by increasing infirmities of body and by the unspeakable wretchedness which the barbarian Vandals spread over his country in their victorious invasion, destroying cities, villages, and churches, without mercy, and even besieging the fortified city of Hippo. Yet he faithfully persevered in his work. The last ten days of his life he spent in close retirement, in prayers and tears and repeated reading of the penitential Psalms, which he had caused to be written on the wall over his bed, that he might have them always before his eyes. Thus with an act of penance he closed his life. ... In the third month of the siege of Hippo, on the 28th of August, 430, in the seventy-sixth year of his age, in full possession of his faculties, and in the presence of many friends and pupils, he passed gently and happily into that eternity to which he had so long aspired" (= Akhir hidupnya diganggu oleh kelemahan-kelemahan tubuh yang meningkat dan oleh keadaan buruk yang tidak terkatakan yang disebarkan oleh orang barbar Vandals di seluruh negara Agustinus dalam penyerbuan yang berkemenangan, penghancuran kota-kota, desa-desa dan gereja-gereja, tanpa belas kasihan, dan bahkan pengepungan kota Hippo yang berbenteng. Tetapi ia dengan setia bertekun dalam pekerjaannya. 10 hari terakhir dalam hidupnya dilaluinya dalam pengucilan diri, dalam doa dan air mata dan pembacaan berulang-ulang dari Mazmur-mazmur pertobatan / penyesalan, yang ia suruh tuliskan di dinding di atas ranjangnya, supaya semua itu selalu ada di depan matanya. Jadi, dengan tindakan pengakuan dosa ia menutup hidupnya. ... Dalam bulan yang ketiga dari pengepungan Hippo, pada tanggal 28 Agustus, tahun 430 M, pada usia 76 tahun, dengan memiliki kemampuan berpikir yang baik, dan di hadapan banyak teman dan murid, ia berlalu dengan lembut / tenang dan gembira kepada kekekalan yang sudah begitu lama ia inginkan).
 

E) Konfrontasi Agustinus versus Pelagius.

Pelagius adalah seorang biarawan Inggris, yang datang ke Roma sekitar tahun 400 M, dan tinggal di Roma selama beberapa tahun. Ia sangat terkejut melihat moral yang begitu rendah di sana, dan ia mulai berusaha untuk mendesak Roma supaya memperbaiki diri mereka. Ia menekankan tanggung jawab dan kemampuan manusia. Ia menolak doktrin tentang dosa asal dan akibatnya pada manusia. Ia berpendapat bahwa semua manusia ada dalam kondisi seperti Adam yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dosa atau tidak berbuat dosa. Ia percaya bahwa Allah tidak memilih (Predestinasi), kuasa memilih ada dalam diri manusia. Allah mengirimkan Yesus untuk menunjukkan jalan, dan semua manusia diberi Allah kekuatan sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikuti. Pelagius ‘memenangkan jiwa’ seorang yang bernama Caelestius, yang pada tahun 412 M dikecam sebagai bidat dan dikucilkan oleh Synod setempat, karena pandangan sesatnya yang menyatakan bahwa:

       
        (Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 57).
Ini jelas bertentangan dengan pandangan Agustinus, yang berpendapat bahwa:
Suatu Synod di Yerusalem, kepada siapa persoalan ini disampaikan, tidak berbuat apa-apa kecuali menyerahkan persoalan ini ke Roma, dan pada tahun 415 M, suatu Synod di Diospolis (Lydda) di Palestina membebaskan Pelagius dari tuduhan. Tetapi pada tahun 416 M, Synod-Synod di Carthage dan Roma mengambil tindakan sebaliknya, dan bishop Roma mendukung mereka. Bishop Roma yang baru, yaitu Zosimus, mula-mula berpihak kepada Pelagius dan Caelestius, tetapi setelah pada tahun 418 M kaisar Honorius mengucilkan kedua orang ini, dan juga setelah mendapat desakan Agustinus, maka ia juga ikut mengecam mereka.

Pandangan Pelagius ini dikecam oleh Council of Carthage pada tahun 418 M. Tetapi Caelestius lalu pergi ke Timur dan ia lalu mendapatkan dukungan dari Nestorius (ini adalah bishop Constantinople, seorang pengajar sesat dalam Kristologi, yang mengajarkan Nestorianism, yang mempercayai bahwa Yesus Kristus mempunyai 2 pribadi). Dan pada tahun 431 M, Council of Ephesus, yang mengecam Nestorius, juga mengecam Pelagius, Caelestius, dan semua pendukungnya.

Sekalipun pandangan Pelagius ini telah dikecam oleh otoritas gereja pada saat itu, tetapi ini tidak berarti bahwa semua orang kristen / katolik lalu menerima pandangan Agustinus. Di Perancis Selatan, ada grup Semi-Pelagians, yang pandangannya ditolak oleh suatu Council Barat, yaitu the Synod of Arles, pada tahun 473 M. Melalui beberapa abad, secara perlahan-lahan berkembang suatu pandangan kompromi, yang disebut Moderate Augustinianism / Semi-Augustinianism, yang didukung oleh Synod of Orange pada tahun 529 M.

Synod of Orange ini:

Perlu diketahui bahwa Agustinuspun mempunyai pandangan yang salah tentang sakramen, karena ia mengajarkan bahwa: (Kenneth Scott Latourette, ‘A History of Christianity’, Revised Edition, vol I, hal 179).

Tetapi Synod of Orange ini lebih lagi menekankan baptisan dibanding-kan dengan Agustinus.

Synod of Orange ini berkata:

"We also believe this to be according to the Catholic faith, that grace having been received in baptism, all who have been baptized, can and ought, by the aid and support of Christ, to perform those things which belong to the salvation of the soul, if they labour faithfully" (= Kami juga percaya ini sesuai dengan iman Katolik, bahwa kasih karunia telah diterima dalam baptisan, semua yang telah dibaptis, bisa dan seharusnya, oleh per-tolongan dan bantuan Kristus, melakukan hal-hal yang termasuk dalam keselamatan jiwa, jika mereka bekerja dengan setia) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 58.

Jadi mereka beranggapan bahwa bukan hanya orang pilihan, tetapi semua orang bisa mendapatkan kasih karunia Allah melalui baptisan.

 

Dr. Freundt mengomentari hal ini dengan berkata:

"This opened the way to a doctrine of salvation by works, and it was in this direction that medieval Catholic was to move" (= Ini membuka jalan pada doktrin keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan, dan ke arah inilah Katolik pada abad pertengahan bergerak) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 58.

 

Schema Augustinianisme, Pelagianisme, dan pandangan-pandangan kompromi di antaranya.

 

 
 Pandangan
Ringkasan
Augustinianism.  Manusia mati dalam dosa; keselamatan dibe-rikan secara total oleh kasih karunia Allah, yang hanya diberikan kepada orang pilihan.
Pelagianism Manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan bisa melakukan apa yang perlu untuk kese-lamatan.
Semi-pelagianism. Kasih karunia Allah dan kehendak manusia bekerja sama dalam keselamatan, dan ma-nusia harus berinisiatif / mengambil langkah pertama.
Semi-Augustinianism. Kasih karunia Allah diberikan kepada semua orang, memampukan seseorang untuk memi-lih dan melakukan apa yang perlu untuk ke-selamatan.
 
 
Manusia
Pemilihan
Kasih Karunia
Augustinianism. Kebejadan total (keti-dakmampuan sepe-nuhnya / total dalam hal moral). Tidak bersyarat (tidak didasarkan atas pe-ngetahuan lebih dulu dari Allah). Tidak bisa ditolak.
Pelagianism. Kemampuan moral sepenuhnya. Tidak ada. Tidak ada, kecuali Allah telah menyata-kan kehendakNya da-lam Kristus.
Semi-Pelagianism. Kemampuan moral sebagian (manusia bi-sa layak mendapat kasih karunia). Bersyarat (berdasar-kan pengetahuan le-bih dulu dari Allah). Perlu (manusia berge-rak; Allah menolong).
Semi-Augustinianism (Synod of Orange). Ketidakmampuan mo-ral (tetapi manusia bi-sa menerima atau menolak kasih karunia ilahi). Tidak ada penentuan binasa (Allah tidak menentukan siapapun untuk terhilang secara kekal). Mendahului (iman ma-nusia adalah tanggap-an terhadap Allah yang lebih dulu men-dekati dia).
  Catatan: Pandangan-pandangan kompromi di antara Augustinianisme dan Pelagianisme inilah yang nantinya menjadi pandangan Arminianisme!

Loraine Boettner:

"Arminianism in its radical and more fully developed forms is essentially a recrudescence of Pelagianism, a type of self-salvation. ... Arminianism at its best is a somewhat vague and indefinite attempt at reconciliation, hovering midway between the sharply marked systems of Pelagius and Augustine, taking off the edges of each, and inclining now to the one, now to the other. Dr. A.A. Hodge refers to it as a ‘manifold and elastic system of compromise’" (= Arminianisme dalam bentuknya yang radikal dan berkembang penuh pada dasarnya adalah bangkit kembalinya Pelagianisme, suatu type keselamatan oleh diri sendiri. ... Arminianisme dalam keadaan paling baik adalah usaha memperdamaikan yang agak samar-samar dan tidak pasti, melayang di tengah-tengah antara sistim yang ditandai dengan jelas dari Pelagius dan Agustinus, mengurangi kekuatan / ketajaman dari masing-masing pihak, dan kadang-kadang condong kepada yang satu, kadang-kadang kepada yang lain. Dr. A.A. Hodge menunjuk kepadanya sebagai suatu ‘sistim kompromi yang bermacam-macam dan bersifat elastis’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 48.

Perlu diketahui bahwa dalam sejarah pada waktu terjadi pertentang-an antara pandangan yang benar dan sesat, memang sering lalu muncul pandangan kompromi yang tidak mau melepaskan kesesatan secara tuntas.

Contoh:

1) Dalam persoalan keselamatan karena iman saja.

Orang Yahudi / Yudaisme mengajarkan keselamatan karena per-buatan baik / ketaatan / usaha manusia. Tetapi Yesus dan rasul-rasul mengajarkan keselamatan hanya karena iman (Yoh 3:16 Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9). Lalu muncul orang Yahudi kristen, dengan pan-dangan komprominya, yang sekalipun beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, tetapi tetap menekankan sunat dan adat istiadat Yahudi (Kis 15:1-2 bdk. seluruh surat Galatia). 2) Dalam persoalan Allah Tritunggal. Seorang yang bernama Arius (pendiri dari Arianisme, yang akhirnya mendasari Saksi Yehovah), mengatakan bahwa Anak berbeda hake-kat (bahasa Yunaninya: HETERO-OUSION) dengan Bapa. Gereja lalu mengadakan sidang, yaitu The Council of Nicea, pada tahun 325 M, dan menimbulkan Pengakuan Iman Nicea, yang menyatakan bahwa Anak mempunyai hakekat yang sama / satu dengan Bapa (bahasa Yunaninya: HOMO-OUSION). Tetapi lalu muncul pandangan Semi-Arianism, yaitu pandangan kompromi, yang menggunakan istilah bahasa Yunani HOMOI-OUSION (= of the similar substance / dari zat yang serupa / mirip). 3) Dalam persoalan Kristologi. Seorang yang bernama Eutyches mengajarkan ajaran sesatnya yang mengatakan bahwa setelah inkarnasi, Kristus hanya mempunyai satu hakekat saja, yaitu hakekat ilahi (karena hakekat manusianya diserap oleh hakekat ilahinya).

Ini menyebabkan terjadinya Sidang gereja di kota Chalcedon, pada tahun 451 M, yang menimbulkan Pengakuan Iman Chalcedon, yang menyatakan bahwa Kristus setelah inkarnasi tetap mempunyai 2 hakekat yaitu hakekat ilahi dan hakekat manusia, yang masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya sendiri-sendiri.

Lalu muncul pandangan kompromi yang disebut Monophysitism, yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai hanya satu hakekat, yaitu hakekat ilahi, tetapi disertai dengan sifat-sifat manusia tertentu.

Juga muncul pandangan kompromi yang lain yang disebut Monothe-litism, yang mengatakan bahwa Kristus memang mempunyai 2 hake-kat, yaitu ilahi dan manusia, tetapi hanya mempunyai 1 kehendak.

 

Kesimpulan:

Sekalipun Arminianism tidak sesesat Pelagianism, tetapi Arminian-ism adalah pandangan kompromi yang tidak mau meninggalkan kesesatan / kesalahan secara tuntas! Kalau Augustinianism adalah pandangan yang waras dan Pelagianism adalah pandangan yang gila, maka Arminianism adalah pandangan yang setengah gila.

Mungkin saudara bertanya: apa tujuan setan memberi pandangan kom-promi yang setengah gila tersebut? Ada 2 alasan dari setan:

 

1) Setan bertujuan adalah supaya pandangan yang gila (Pelagianism) kelihatan sebagai extrim kiri, pandangan yang waras (Augustinianism) sebagai extrim kanan, dan pandangan yang setengah gila (Arminian-ism) sebagai pandangan yang benar!

Kalau saudara tergoda untuk berpikir begitu, maka pikirkan hal ini: itu berarti bahwa pada abad ke 5 itu terjadi pertentangan antara 2 pan-dangan extrim, extrim kanan (Augustinianism) dan extrim kiri (Pela-gianism). Sebagai hasil dari pertentangan 2 pandangan yang extrim itu, justru lalu muncul pandangan yang benar / waras (Arminianism). Masuk akalkah itu? Masuk akalkah bahwa ada 2 ajaran sesat, yang sama-sama berasal dari setan, bertempur, lalu sebagai akibatnya muncul ajaran yang benar / dari Tuhan? Apakah tidak lebih masuk akal kalau pada abad ke 5 itu terjadi pertentangan antara ajaran benar (Augustinianism) dan ajaran sesat (Pelagianism), dan sebagai hasil-nya muncul ajaran kompromi yang setengah sesat (Arminianism)?

 

2) Setan tahu bahwa ajaran yang setengah sesat lebih mudah diterima manusia dari pada ajaran yang sesat secara total.

Sama saja kalau saudara mau meracuni seseorang, jauh lebih mudah memberi dia makan yang dicampur racun dari pada memberi dia racun 100 %. Dalam faktanya memang jaman sekarang boleh dikatakan tidak ada gereja yang menganut Pelagianism, tetapi ada banyak gere-ja yang menganut Arminianism.


email us at : gkri_exodus@mailcity.com