CERITA BERSAMBUNG

Karya :

Unggul K. Surowidjojo

PANGERAN MATA ELANG

UKA SUROWIDJOJO ENTERPRISE

 

SERI 2. DAERAH GELANG-GELANG

No. 2. Kekalahan

Oleh : Unggul K. Surowidjojo

 

       

    

           Waktu itu tubuhnya seperti tak bernyawa, tapi ia sadar betul bahwa dirinya masih hidup. Ketika dia coba buka matanya, tiba-tiba terasa perih dan silau oleh merahnya langit senjakala, beberapa asap membubung, di sana sini api masih menyala. Dan kini dia tahu bahwa dia terbaring di antara ribuan mayat yang lain. Guphala sadar bahwa pihaknya telah kalah, mungkin seluruh balanya habis terbantai oleh prajurit Pengging.

 

     "Kala, dewaku, aku masih hidup" bisiknya samar-samar. "Tapi jelas aku kalah." lanjutnya. Saat kesadaran akan kekalahannya muncul seperti tergores sembilu hatinya, apalagi dia tahu bahwa kekalahannya itulah yang akan memisahkan dirinya dengan Candhrawati. Harga dirinya seketika remuk menjadi serpihan-serpihan kecil yang menjadikan dirinya tak berarti sama sekali. Kerdil seperti tikus celurut yang bau dan menjijikkan.

 

    Di atas dataran Delanggu, di bawah senja seperti jelaga, dan awan kemerahan menggemulung berarak-arak mengerikan. Serta angin yang membuyarkan debu-debu dan menjatuhi mayat-mayat, bunga-bunga soka di kejauhan tampak terlalu jauh untuk dijangkau, padahal seandainya dia kuat untuk berdiri dan kembali, dia harus melewati sekelompok pohon-pohon soka itu, dari sanalah kemarin dia mulai bergerak menyerbu, meneriakkan perintah kepada hampir duaribu prajuritnya. Tapi ternyata prajurit Pengging terlalu kuat untuk dikalahkan. Dia tidak tahu bahwa Pengging telah dipasok hampir tigaribu prajurit dari Kotapraja Bhumi Mataram seminggu sebelum dia dan pasukannya bergerak dari Alas Segoro.

 

    "Keparat!" rintihnya. "Dhamarmaya tak sejantan yang aku sangka, laki-laki itu baru datang saat diriku sudah kehabisan tenaga dan penuh luka. Kalau aku tahu dia sepengecut itu mestinya aku tak perlu menyerbu dengan seluruh balatentaraku, mestinya aku hadang saja saat dia pergi berburu yang tentu hanya membawa sedikit pengawal dan membunuhnya dengan mencincangnya." Sekilas ingatannya kembali saat tebasan pedang Dhamarmaya menghempaskannya setelah dia kelelahan melawan senopati-senopati Pengging atau mungkin juga senopati-senopati Bhumi Mataram.

 

    "Guphala, sudahlah! Hentikan mimpimu memiliki Candhrawati, wanita itu sudah menjadi milikku. Sadarlah pula bahwa dia tak mencintaimu. Kembalilah ke Alas Segoro, banyak gadis menunggumu di sana!" kata Dhamarmaya lembut.

 

Guphala yang keletihan berusaha tegak, punggung tangannya menghapus darah yang mau mengalir dari kening menuju ke matanya. Penglihatannya dia tajamkan, "Inikah laki-laki yang merebut kekasihku?" tanyanya pada dirinya sendiri. Tapi tak ada yang bisa dia perbuat selain menyerang laki-laki itu tiba-tiba dengan pedang yang masih terikat kuat di genggamannya. Namun serangan itu meleset, justru pedang Dhamarmaya yang menebas dadanya, dan membuatnya jatuh. Tubuh Guphala menggeleyang terbanting kemudian terbaring dan tak ada lagi kesadarannya, diam seperti pingsan. Dhamarmaya mendekat pelan, diikuti oleh senopati-senopatinya. Ketika berada di atas tubuh Guphala diangkatnya kedua tangannya yang menggenggam tangkai pedang ke arah langit, dikelilingi oleh prajurit-prajuritnya, sekali gerakan tentu ujung pedangnya akan menghunjam di jantung Guphala, tetapi tak ada yang menyangka kalau kemudian Dhamarmaya mengurungkan niatnya dan berbalik pergi, membiarkannya sepi bersama ribuan mayat lainnya yang berserakan di kanan kirinya.

 

    Setelah bertempur hampir sehari semalam prajurit Kadipaten Pengging yang dibantu oleh tigaribu prajurit Kerajaan Bhumi Mataram kembali ke Pengging dengan membawa kemenangan gemilang, hanya beberapa prajurit yang mati dan puluhan yang terluka. Dua hari kemudian akan segera dikirim pasukan lain yang akan membersihkan dataran Delanggu itu dari mayat-mayat. Untuk sementara waktu prajurit tempur itu akan ditarik kembali dan beristirahat. Geremang kata-katanya penuh dengan kebanggaan akan kemenangan mereka. Dan dataran itu menjadi ngelangut oleh sepi dan bau amis darah dari tubuh-tubuh tak bernafas balatentara Alas Segoro yang dipimpin Guphala.

 

 

(BERSAMBUNG Ke Seri 2. Daerah Gelang-Gelang No. 3. Tarikan Nafas )

BACK