Kondisi Sumatera Barat saat ini, pemukiman sebagian besar orang Minangkabau

Dari Sikilang Air Bangih sampai ke Taratak Air Hitam
Dari Si Pisok-Pisok Pisau hanyut sampai ke Sialang Balantak Basi
Dari riak nan badabua sampai ke Durian ditakuak rajo

Batas Alam Minangkabau tersebut di atas, menurut A.A. Navis merupakan kalimat metafora.
Dan hakekatnya Ranah Minang itu ada di manapun di Nusantara dan di muka bumi yang kita huni ini.

Hanya saja Luhak nan Tiga, nagari asal, yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, saat ini berada dengan kondisi nan indak "takah urang" lainnya.
Orang lain lebih cepat mengalami kemajuan pembangunan SDM:

Secara dialektika budaya Minang tidak mengenal istilah "miskin", karena "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", "ke lurah sama menurun, ke bukit sama mendaki", tak ada sangat kaya dan tidak pula ada yang sangat miskin!

Perkataan "miskin," merujuk kepada seseorang yang perlu dikasihani dan berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Minang dikenal istilah "bangsait", yang berasal dari kata "bangsat".
Kata bangsat masih dipakai dalam bahasa Indonesia untuk menunjuk seseorang yang berprilaku "kurang" (kurang iman, kurang ilmu/informasi, kurang harta, kurang bugar/sehat)

Marilah kita gunakan sebagian kecil angka-angka statistik yang dikeluarkan BPS th. 2000 untuk "mamareso" hal tersebut sehingga menghasilkan pandangan dan pemahaman yang objektif kuantitatif.
Perbandingan ini perlu, karena bak kata pepatah:

Baguru kapado nan pandai, maniru kapado nan elok.
Hal ini untuk menhindari, jangan sampai terjadi seperti yang dikatakan nenek moyang kita:
Jalan dipindah urang lalu, cupak diganti urang manggaleh.
Kita perlu memeriksa angka kematian bayi dan umur harapan hidup yang merupakan sebagian indikator tingkat kualitas Sumber Daya Manusia.

Penduduk Sum-Bar: 4.624.800 Yogja: 2.939.400 Indonesia: 209.821.200
Pertumbuhan pddk: 1,56 % Yogja: 0,01 % Indonesia: 1,69 %
Tingkat kematian bayi: 50 dari 1000 kelahiran Yogya: 27 dari 1000 kelahiran Irian Jaya: 55 dari 1000 kelahiran
Pend. gondok (kecerdasasan) 23,76 Yogya: 7,26 Nusa Tengr. Brt: 25,38
Angka harapan hidup: 64.60 th. Yogya: 70,49 th.

Meninggal, Tiga Penderita Busung Lapar

Kasus gizi buruk (marasmus,kwashiorkor) yang menderita ribuan anak berusia bawah lima tahun belum tuntas di Provinsi Sumatera Barat.
Di Padang sepekan terakhir ini dilaporkan tiga penderita busung lapar meninggal.
Keterangan yang dihimpun harian Kompas, dibenarkan oleh asisten III, Bidang Kesejahteraan Sosial Pemerintah Daerah SumBar.
"Saya kini tengah berapat untuk membicarakan kasus gizi buruk,busung lapar,dan kasus luar biasa muntah berak", katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang dr Hasrir Saus mengatakan, tahun 2001 terdapat 120 kasus busung lapar di Padang saja.
Data di seluruh Sumbar tidak ada.

Harian Kompas tg. 12 Januari 2002

Pada saat yang bersamaan Provinsi DIY tidak ditemukan penderita busung lapar, umur harapan hidup lebih lama, angka kematian bayi lebih sedikit, penderita kekurangan iodium lebih sedikit, dan wong Yojo pada saat ini lebih banyak menyandang "bebet" di Indonesia.
Meskipun Sumbar dan DIY sama-sama kurang SDA, tetapi DIY memiliki SDM yang lebih tinggi dengan banyaknya sekolah-sekolah.
Tahu di Nan Empat Ciri "bangsait" sebaiknya dipahami oleh urang awak, agar permasalahan ini segera dapat diatasi.
Setiap orang dalam kehidupannya akan berusaha untuk menghindari jangan sampai disebut sebagai "bangsat".
Dalam masyarakat kita, perkataan "miskin" memiliki konotasi "seseorang atau orang yang perlu dibantu/dikasihani dengan harta tunai untuk keperluan makannya/zakat, pada pelaksanaan ritual keagamaan.
Padahal masalah yang terjadi saat ini sebenarnya adalah "bangsait" SDM.
Banyak negara yang tidak memiliki SDA, tapi penduduknya tidak bangsait.

Kembali ke Halaman Utama