FONDASI KEKRISTENAN : Pegangan Katekisasi

oleh : Pdt. Budi Asali MDiv.


DASAR KEKRISTENAN / INJIL

 

 

Hal-hal yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:

 

1)   Dosa.

 

2)   Hukuman bagi manusia berdosa.

 

3)   Penebusan oleh Yesus Kristus, melalui kematian dan kebangkitanNya.

 

4)   Iman / percaya dan pertobatan.

 

5)   Gunanya perbuatan baik / ketaatan, dan apa hubungan perbuatan baik / ketaatan dengan iman.

 

I) Dosa.

 

1)   Pentingnya kesadaran akan dosa.

 

Kesadaran akan dosa adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau kita tidak menyadari bahwa kita adalah orang yang berdosa, maka kita tidak akan merasa butuh seorang Juruselamat.

 

Karena itu, kalau dalam pelajaran ini saudara sepertinya ‘ditelanjangi’ dosa-dosanya, maka:

 

·        jangan menjadi marah.

 

·        juga jangan berhenti mengikuti pelajaran ini dengan alasan saudara merasa tidak damai, tidak sukacita dsb. Bandingkan dengan 2Kor 7:8-10 - Jadi meskipun aku telah menyedihkan hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya. Memang pernah aku menyesalkannya, karena aku lihat, bahwa surat itu menyedihkan hatimu - kendatipun untuk seketika saja lamanya -, namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami. Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian”.

 

Sebaliknya bersyukurlah, karena dengan makin menyadari dosa, saudara akan lebih mudah untuk percaya kepada Yesus dan diselamatkan. Dan kalau saudara adalah orang yang sudah betul-betul percaya kepada Kristus, maka kesadaran akan dosa tetap merupakan sesuatu yang sangat penting, karena itu bisa memberikan kerendahan hati kepada saudara dan juga memungkinkan saudara untuk berjuang dalam pengudusan.

 

2)   Kitab Suci / Firman Tuhan adalah standard untuk menentukan dosa atau tidak.

 

Banyak orang menentukan sesuatu itu dosa atau tidak berdasarkan:

 

a)   Pandangan umum / manusia.

 

Ini jelas salah, karena seluruh dunia adalah orang berdosa sehingga sering terjadi bahwa suatu dosa dianggap benar oleh masyarakat, dan sebaliknya, sesuatu yang benar justru dicela / dikecam.

 

Illustrasi: Dalam kalangan orang gila, yang waras itu yang dianggap gila! Dalam gereja yang sudah meninggalkan Alkitab, orang kristen yang Injili / Alkitabiah dianggap sebagai orang extrim, fanatik, dsb.

 

Penerapan:

 

Jangan melakukan sesuatu hanya karena semua orang menyetujuinya atau juga melakukannya, dan jangan menolak melakukan sesuatu hanya karena banyak orang menentang hal itu. Bisa saja, semua orang banyak itu salah semua!

 

b)   Suara hati / hati nurani.

 

Memang kadang-kadang suara hati masih bisa dijadikan standard, tetapi seringkali tidak bisa. Mengapa? Karena:

 

·        Perlu diingat bahwa karena manusianya berdosa, maka suara hatinyapun ikut dikotori oleh dosa.

 

Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

 

Karena itu suara hati / hati nurani tidak lagi bisa menjadi standard yang benar.

 

·        Suara hati akan padam kalau tidak dituruti.

 

Seseorang yang mencuri / menyontek / berzinah untuk pertama kalinya, biasanya mendapatkan bahwa suara hatinya mengecam dirinya, sehingga ia menjadi gelisah, takut, berdebar-debar, dsb. Tetapi kalau ia meneruskan tindakan itu, maka lama-kelamaan suara hatinya akan diam.

 

·        Suara hati sangat dipengaruhi pandangan sekitar / umum.

 

Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang suka mencaci maki / mengeluarkan kata-kata kotor, tidak akan ditegur oleh hati nuraninya pada waktu ia mengeluarkan makian / kata-kata kotor. Seseorang yang melakukan dosa yang sudah umum dilakukan orang di sekitarnya, seperti berdusta / ngaret, mungkin sekali suara hatinya tidak akan menegur dia.

 

Jadi jelaslah bahwa suara hati ini tidak bisa dijadikan standard yang akurat untuk menentukan apakah sesuatu tindakan itu dosa atau tidak.

 

Penerapan: Karena itu, janganlah saudara berani melakukan sesuatu hal, hanya karena perasaan / hati saudara tetap merasa enak! Sebaliknya, janganlah saudara tidak melakukan sesuatu hal, hanya karena hati / perasaan saudara merasa tidak enak.

 

Standard yang benar untuk menentukan apakah sesuatu itu dosa atau tidak adalah Kitab Suci / Firman Tuhan.

 

Ini terlihat dari:

 

a)   2Tim 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”.

 

Jadi ayat ini mengatakan bahwa salah satu fungsi Firman Tuhan adalah untuk menunjukkan kesalahan / dosa-dosa kita. Jadi Firman Tuhan itu seperti cermin bagi kita yang bisa kita pakai untuk melihat kejelekan-kejelekan kita sendiri.

 

b)   1Yoh 3:4 yang berkata bahwa “dosa adalah pelanggaran hukum Allah”.

 

c)   Ro 3:20b - “oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.

 

Illustrasi: Dalam setiap negara ada undang-undang. Apakah tindakan kita salah atau benar tidak didasarkan pada pandangan umum ataupun pandangan pribadi, tetapi didasarkan pada undang-undang tersebut. Tidak peduli kita menganggap tindakan kita itu benar, ataupun seluruh masyarakat menganggap tindakan kita itu benar, tetapi kalau undang-undang menganggap kita salah, maka kita salah.

 

Kitab Suci / Firman Tuhan adalah undang-undang yang Allah berikan kepada kita, dan karena itu Kitab Suci / Firman Tuhan ini adalah standard hidup kita.

 

Jadi, kalau saudara mau melakukan sesuatu, maka jangan pedulikan pandangan umum ataupun hati nurani saudara, tetapi pikirkan lebih dulu bagaimana pandangan / ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Kalau Kitab Suci menyetujuinya, maka lakukanlah; sebaliknya kalau Kitab Suci mengecamnya / menganggapnya sebagai dosa, maka janganlah melakukannya.

 

3)   Macam-macam dosa:

 

a)   Dosa bisa dilakukan:

 

·        melalui perbuatan, seperti berzinah, membunuh, dsb.

 

·        melalui perkataan, seperti dusta, fitnah, mengeluarkan kata-kata kotor / cabul, memaki-maki, membicarakan kejelekan orang tanpa ada gunanya, dsb.

 

·        melalui hati / pikiran / motivasi yang berdosa, misalnya iri hati, benci, pergi ke gereja untuk cari pacar, memberi persembahan supaya diberkati oleh Tuhan, dsb.

 

b)   Dosa juga bisa dilakukan:

 

·        secara aktif, dimana kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, misalnya kita berzinah, kita membunuh orang, dsb.

 

·        secara pasif, dimana kita tidak melakukan apa yang Allah perintahkan.

 

Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”.

 

Contoh:

 

*        tidak pergi ke gereja pada hari Minggu (kecuali karena sakit).

 

*        tidak mau belajar Firman Tuhan / berdoa / memuji Tuhan / melayani Tuhan.

 

*        tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, perasaan (Mat 22:37). Saya kira setiap orang senantiasa berbuat dosa karena tidak mentaati hukum ini!

 

*        tidak mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Mat 22:39).

 

*        tidak menolong mereka yang membutuhkan pertolongan / layak ditolong, padahal kita bisa melakukannya (Amsal 3:27  Mat 25:42-45).

 

c)   Dosa juga bisa dilakukan:

 

·        dengan sengaja / disadari.

 

·        dengan tidak sengaja / tidak disadari.

 

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:

 

¨      Sekalipun dosa yang tidak disengaja memang lebih ringan dari dosa yang disengaja, tetapi dosa yang tidak disengaja itu tetap adalah dosa! Bdk. Kel 21:12-13  Luk 12:48.

 

¨      Kesengajaan memperberat dosa, sehingga biarpun suatu dosa relatif kecil (seperti ngaret / terlambat, iri hati, berdusta, dsb), tetapi kalau terus menerus dilakukan dengan sengaja, ini diperhitungkan cukup berat!

 

4)   Hukum Taurat (10 Hukum Tuhan) adalah bagian Firman Tuhan yang mempunyai fungsi khusus dalam menunjukkan dosa-dosa kita (Ro 3:20  1Tim 1:8-10).

 

10 Hukum Tuhan ini terdapat dalam Kel 20:3-17 dan Ul 5:7-21.

 

Sambil mempelajari arti dari 10 Hukum Tuhan itu, marilah kita membandingkannya dengan hidup kita sendiri supaya kita bisa mengetahui / menyadari dosa-dosa kita.

 

 

HUKUM 1: Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu (Kel 20:3).

 

Penekanan hukum ini: obyek / tujuan penyembahan hanya satu yaitu Allah (tidak boleh ada allah lain).

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        menyembah banyak allah / dewa, atau melakukan syncretisme / menggabungkan 2 agama atau lebih (1Raja 18:21).

 

Misalnya: meskipun sudah menjadi orang kristen, tetapi masih pergi ke G. Kawi, kelenteng, dsb. Atau, sudah menjadi orang kristen tetapi masih ikut kebatinan, menggunakan magic, dsb.

 

Ada orang kristen / hamba Tuhan yang begitu takut dengan tuduhan melakukan pengkristenan / kristenisasi, sehingga pada waktu memberitakan Injil, mereka berkata: ‘Aku tidak minta kamu pindah agama. Aku hanya minta kamu percaya kepada Kristus’. Kata-kata bodoh ini sama artinya dengan menyuruh seseorang menjadi seorang syncretist, yang jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pertama ini!

 

·        berdoa kepada roh-roh nenek moyang / orang tua.

 

·        berdoa kepada Maria / orang suci.

 

·        sembahyang di kuburan (Cing Bing), memberi sesajen, dsb.

 

·        menyembah manusia, baik pai-kwie maupun sungkem (bdk. Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”).

 

·        Menyimpan / mempercayai jimat, benda-benda G. Kawi / kelenteng seper­ti: Hu, Pat-kwa, kantong merah G. Kawi, dll.

 

Konsekwensi dari hukum 1 ini adalah bahwa Allah harus diutamakan / dikasihi lebih daripada apapun / siapapun juga, misalnya:

 

¨       diri sendiri (Luk 14:26b).

 

Kalau saudara royal dalam mengeluarkan uang untuk diri sendiri (untuk makanan / pakaian, dsb), tetapi pelit / kikir dalam memberi persembahan kepada Tuhan, maka saudara sudah mengutamakan diri sendiri lebih dari pada Tuhan.

 

¨       keluarga, seperti suami, istri, orang tua, anak, cucu, dsb (Luk 14:26a).

 

Setiap orang kristen mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga, dan ini tetap harus dilakukan (1Tim 5:8), tetapi ia tidak boleh melakukan semua itu begitu rupa sehingga menyingkirkan Tuhan.

 

¨       pekerjaan / uang (bdk. Mat 6:24).

 

Orang kristen memang wajib untuk bekerja sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan keluarganya (2Tes 3:10-12). Karena itu jangan menggunakan ayat seperti Mat 6:25-34 untuk menjadi orang malas yang tidak mau bekerja. Tetapi bagaimanapun juga kita tidak boleh mementingkan pekerjaan lebih dari Tuhan.

 

Kalau suatu pekerjaan harus dilakukan dengan melakukan dosa, baik itu dosa aktif seperti dusta atau bekerja pada hari Minggu, maupun itu dosa pasif seperti tidak bisa berbakti, tidak bisa belajar Firman Tuhan, tidak bisa melayani dsb, dan saudara tetap melakukan pekerjaan itu, maka jelas bahwa pekerjaan itu sudah menjadi ‘allah lain’ bagi saudara!

 

¨       boss / rekan bisnis.

 

¨       study / pelajaran sekolah.

 

Tentu saja pelajar / mahasiswa kristen juga harus belajar dengan baik, tetapi ia tidak boleh terus belajar sehingga mengabaikan kebaktian, saat teduh dsb.

 

¨       pacar / teman.

 

¨       hobby, seperti nonton bioskop, TV, olah raga, dsb.

 

¨       undangan pernikahan / HUT.

 

*        Kalau saudara membuang kebaktian, karena adanya undangan pernikahan / HUT, maka itu berarti saudara sudah mengutamakan undangan pernikahan lebih dari Tuhan.

 

*        Juga kalau misalnya hujan lebat saudara tidak berbakti, tetapi dengan curah hujan yang sama, saudara tetap bisa pergi untuk memenuhi undangan pernikahan, maka itu jelas menunjukkan bahwa saudara mengutamakan undangan pernikahan itu lebih dari pada Tuhan.

 

¨       handphone (= telpon genggam).

 

Harus diakui bahwa handphone memang merupakan sesuatu yang sangat menolong kita. Tetapi bagaimanapun handphone tidak boleh kita letakkan di atas Tuhan, misalnya dengan cara tetap menyalakan handphone pada waktu berbakti, ikut Pemahaman Alkitab, bersaat teduh / berdoa, dsb, dan begitu handphone berbunyi, kita langsung meninggalkan Tuhan dan menerima handphone tersebut. Saudara harus menghormati, mementingkan dan mengutamakan Tuhan di atas handphone, atau urusan apapun yang diberikan oleh handphone tersebut, dan karena itu matikanlah handphone pada waktu melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan! Ini juga berlaku untuk telpon biasa dan pager / radio panggil.

 

¨       pelayanan (bdk. Luk 10:38-42).

 

Sekalipun kita melakukan pelayanan itu untuk Allah, tetapi kalau kita begitu sibuk dengan pelayanan sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan Tuhan (saat teduh / doa), dan tidak ada waktu untuk belajar Firman Tuhan, maka pelayanan itu menjadi allah lain bagi kita.

 

Charles Haddon Spurgeon: “Anything becomes an idol when it keeps us away from God” (= Segala sesuatu menjadi berhala kalau hal itu menjauhkan kita dari Allah).

 

Augustine: “Christ is not valued at all unless he be valued above all” (= Kristus tidak dihargai sama sekali kecuali Ia dihargai di atas semua) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 78.

 

Saya pernah membaca cerita tentang seorang pendeta di Inggris yang memberitahu pelayannya bahwa kalau ia sedang berdoa ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Tetapi suatu hari ketika pendeta itu sedang berdoa, ada tamu datang, dan ketika si pelayan itu melihat tamu itu, ia lalu ‘membangunkan’ si pendeta dari doanya. Si pendeta memarahi pelayannya dengan berkata: ‘Bukankah sudah kuberitahu bahwa aku tidak mau diganggu kalau sedang berdoa?’. Tetapi pelayannya menjawab: ‘Tuan, tamu yang datang adalah anaknya raja’. Pendeta itu menjawab: ‘Saya tidak peduli dia anak raja. Beritahu dia untuk menunggu, karena saya sedang berbicara dengan Rajanya sendiri’.

Ini adalah contoh dimana seseorang betul-betul mengutamakan Tuhan!

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum pertama ini? Seandainya dalam Kitab Suci hanya ada satu hukum ini saja, maka dosa kita sudah bukan main banyaknya!

 

 

HUKUM 2: Jangan membuat dan menyembah patung berhala (Kel 20:4-6).

 

Kel 20:4 melarang untuk membuat patung. Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan bagian ini:

 

1.   Kel 20:4 ditafsirkan secara terpisah dari Kel 20:5, tetapi yang dimaksud dengan ‘patung’ bukanlah patung biasa, tetapi ‘patung berhala’ [NIV/NASB: ‘an idol’ (= patung berhala)].

 

2.   Kel 20:4 dan Kel 20:5 tidak boleh dipisahkan sehingga berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus ditafsirkan dalam suatu kesatuan. Jadi, yang dilarang bukanlah sekedar ‘membuat patung’, tetapi ‘membuat patung untuk disembah’. Membuat patung, asal bukan patung berhala (seperti patung Buddha, Kwan Im, dsb) atau patung untuk disembah, bukanlah dosa. Ini terlihat dari beberapa bagian Kitab Suci dimana Tuhan sendiri menyuruh membuat patung, misalnya:

 

·        patung ular tembaga (Bil 21:4-9).

 

Tuhan sendiri yang menyuruh membuat patung ular ini, sehingga tindakan Musa membuat patung itu jelas bukan dosa. Memang akhirnya patung ini dihancurkan, tetapi itu terjadi karena akhirnya patung ini disembah (2Raja 18:4).

 

·        patung kerub di atas tutup tabut perjanjian (Kel 25:18-20).

 

Ini perlu diketahui karena pada jaman ini ada banyak gereja / hamba Tuhan (biasanya dari kalangan Pentakosta / Kharismatik) yang begitu extrim dengan menyuruh menghancurkan seadanya patung, lebih-lebih kalau patungnya berbentuk naga atau orang yang matanya seperti mata setan, dsb.

 

Penekanan hukum ini: cara penyembahan harus benar. Jadi, kalau hukum 1 mempersoalkan tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka hukum 2 ini menekankan cara penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita mempunyai obyek / tujuan penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau kita menyembahNya dengan cara yang salah, yaitu melalui patung, maka kita berdosa. Untuk itu perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

 

¨       Kel 32 - tujuan mereka menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN. Tetapi penyembahan terhadap Allah itu mereka lakukan melalui anak lembu emas / berhala.

 

¨       Ul 12:4,31 (NIV): “You must not worship the LORD your God in their way” (= Kamu tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara mereka).

 

Ayat ini dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah dengan cara orang kafir (menggunakan berhala).

 

Thomas Manton: “It is idolatry not only to worship false gods in the place of the true God, but to worship the true God in a false manner” (= Adalah merupakan penyembahan berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu menggantikan tempat Allah yang benar, tetapi juga menyembah Allah yang benar dengan cara yang palsu / salah).

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini (Catatan: ada hal-hal yang overlap / bertumpukan antara pelanggaran terhadap hukum pertama dan pelanggaran terhadap hukum kedua):

 

·        menyembah patung berhala.

 

Ada beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala, seperti Ul 4:28  Maz 115:4-8  Yes 2:8  Yer 10:5. Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:14-20 yang berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’ Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.

 

·        kepercayaan terhadap jimat, benda-benda keramat (seperti keris), Hu, kantong merah dari G. Kawi, Pat Kwa, dsb.

 

·        menyembah / menghormati salib, Kitab Suci.

 

Kita memang mempercayai dan menghormati Kitab Suci sebagai Firman Allah. Tetapi bukan bendanya / bukunya itu sendiri yang kita hormati, melainkan isinya.

 

·        menyembah patung Yesus / Maria / malaikat / orang suci.

 

·        berdoa sambil menghadap pada salib atau sambil membayangkan Yesus.

 

·        menyembah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus.

 

Saya pernah pergi ke gereja dimana pada waktu mengadakan Perjamuan Kudus, pendeta dan majelisnya berlutut dan menyembah pada seluruh meja Perjamuan Kudus. Ini jelas juga salah. Roti dan anggur hanyalah lambang dari tubuh dan darah Kristus, bukan Kristus-nya sendiri, sehingga penyembahan terhadap hal-hal itu merupakan penyembahan berhala.

 

·        berdoa sambil menggunakan yosua / kemenyan.

 

Sekalipun dalam Perjanjian Lama ada penggunaan kemenyan, tetapi dalam Perjanjian Baru semua itu tidak lagi diijinkan.

 

·        dalam Perjanjian Baru, ini mencakup semua penyembahan terhadap Allah yang dilakukan tanpa melalui Yesus (1Tim 2:5  Yoh 14:6).

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kedua ini?

 

 

HUKUM 3: Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan / sia-sia (Kel 20:7).

 

Sebetulnya kata ‘Tuhan’ dalam Kel 20:7 menunjuk kepada nama ‘Yahweh’ / ‘Yehovah’, tetapi saya berpendapat bahwa ini juga bisa diberlakukan terhadap Kata ‘Tuhan’, ‘Allah’, ‘Yesus’, ‘Kristus’, ‘God’, ‘Lord’, dsb.

 

Perlu diingat bahwa sikap / cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap Tuhan sendiri.

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        mencaci maki / menghujat / mengutuk Tuhan (Im 24:10-16,23).

 

·        bersumpah dusta / mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan (Im 19:12).

 

·        seruan-seruan (kebiasaan) dengan menggunakan nama Tuhan seperti: ‘Masya Allah’, ‘Aduh Allah’, ‘Ya Allah’, dsb. Mengatakan ‘Insya Allah’ (= Jika Allah menghendaki) sebetulnya bukan dosa, asal kita betul-betul memaksudkan hal itu. Tetapi kalau kita mengucapkannya hanya sebagai basa basi, maka itu juga termasuk menyebut nama Allah dengan sia-sia.

 

·        mengatakan ‘Haleluya / Puji Tuhan’ sekedar sebagai suatu kebiasaan sehingga keluar dari mulut tanpa hatinya betul-betul memuji Tuhan.

 

·        menggunakan nama Tuhan untuk lelucon / percakapan yang tidak ada gunanya.

 

Contoh: ada gereja yang mengeluarkan lelucon berjudul ‘kuda kristen’. Ceritanya adalah sebagai berikut: Ada sebuah gereja yang mempunyai seekor kuda. Kuda itu dilatih untuk berjalan kalau mendengar kata-kata ‘Puji Tuhan’, dan berhenti kalau mendengar kata ‘Haleluya’. Suatu hari seorang pendeta tamu, yang adalah pendeta Pentakosta, menaiki kuda itu setelah diajar tentang kata sandi yang diperlukan untuk menjalankan dan menghentikan kuda itu. Ia lalu berkata ‘Puji Tuhan’, dan kuda itu lalu mulai berjalan. Ia berkata lagi ‘Puji Tuhan’ berkali-kali dan kuda itu berlari makin lama makin cepat. Tiba-tiba pendeta itu melihat bahwa di depannya ada suatu sungai. Ia menjadi panik sehingga lupa kata sandi untuk menghentikan kudanya. Ia lalu memejamkan matanya dan berdoa: ‘Tuhan tolong hentikan kuda ini, Haleluya, Amin’. Kuda itu mendengar kata ‘Haleluya’ dalam doa pendeta itu dan ia berhenti, persis di tepi sungai. Pendeta itu membuka matanya dan melihat kuda itu berhenti persis di tepi sungai, dan ia lalu berseru ‘Puji Tuhan’, dan byur, ia dan kudanya masuk ke sungai!

 

Boleh jadi cerita ini lucu, tetapi apa manfaatnya? Sedikitpun tidak ada! Dan karena itu ini termasuk cerita yang menggunakan nama Allah secara sembarangan! Karena itu jangan mengkulak cerita-cerita seperti ini!

 

·        menyanyi memuji Tuhan hanya dengan mulut tetapi tidak dengan hati.

 

·        berdoa yang hanya di mulut saja.

 

Kalau saudara menganggap bahwa pelanggaran terhadap hukum ini adalah dosa remeh, maka perhatikanlah:

 

¨       Kel 20:7b mengatakan: “TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.

 

¨       Dalam 10 hukum Tuhan, hukum ini diletakkan pada urutan nomer 3!

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketiga ini?

 

 

HUKUM 4: Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat (Kel 20:8-11).

 

Tuhan menciptakan alam semesta dalam 6 hari, dan Ia beristirahat pada hari ke 7, lalu menguduskan (memisahkan) hari ke tujuh itu (Kej 2:1-3).

 

Perubahan Sabat dari Sabtu menjadi Minggu:

 

Hari Sabat sebetulnya adalah hari Sabtu, tapi sejak kebangkitan Tuhan Yesus, orang-orang kristen berbakti pada hari pertama / hari Minggu (Yoh 20:19  Kis 20:7  1Kor 16:2). Disamping itu, perlu kita ingat bahwa hari Pentakosta (Kis 2:1-13), yang merupakan ‘hari berdirinya gereja’, juga jatuh pada hari Minggu (bdk. Im 23:15-16  Ul 16:9).

 

Bandingkan dengan Wah 1:10 dimana istilah ‘hari Tuhan’ juga dianggap menunjuk pada hari Minggu.

 

Homer Hailey: “The ante-Nicene writers who wrote after John followed a consistent pattern in considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s day,’ the ‘resurrection day,’ and the day of meeting, Sunday, as identical. Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every friend of Christ keep the Lord’s day as a festival, the resurrection day, the queen and chief of all the days (of the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin (110-165 A.D.), writing of the day which the saints met for worship identified it as ‘Sunday ... the first day ... and Jesus Christ our Saviour on the same day rose from the dead’ (I, p. 168). The teaching of the Twelve (120-190 A.D.): ‘But every Lord’s day do ye gather yourselves, and break bread’ (VII, p. 381). Clement (153-217 A.D.), writing agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s day with the resurrection, saying, ‘He, in fulfillment of the precept, according to the Gospel, keeps the Lord’s day ... glorifying the Lord’s resurrection’ (II, p. 545). Tertullian (145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s resurrection, which is the Lord’s day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and ‘on the day of the resurrection of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble yourselves together, without fail’ (ibid. p. 471)” [= Penulis-penulis sebelum Nicea yang menulis setelah Yohanes mengikuti pola yang konsisten dalam menganggap ‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’, dan hari pertemuan, Minggu, sebagai identik. Ignatius (30-107 M) menulis: ‘Hendaknya setiap teman Kristus memelihara hari Tuhan sebagai suatu perayaan, hari kebangkitan, ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’ (A-N-F, I, hal 63). Justin (110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang kudus bertemu untuk kebaktian menyebutnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama ... dan Yesus Kristus Juruselamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari yang sama’ (I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap hari Tuhan kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217 M), menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan, dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil, memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545). Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan, kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk bertemu)’ (ibid. hal 471)] - hal 107.

 

William Barclay: “By early in the second century the Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the accepted Christian day” (= Pada awal abad kedua hari Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari Kristen) - hal 43.

 

Bagian ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Advent, yang berkeras bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari Sabat Perjanjian Lama.

 

Larangan dan keharusan pada hari Sabat:

 

·        Kita tidak boleh melakukan pekerjaan sehari-hari (Kel 20:9-10).

 

*        Kita bukannya tidak boleh melakukan apa-apa pada hari Sabat. Jadi, ajaran para ahli Taurat dan orang Farisi, yang boleh dikatakan melarang segala sesuatu pada hari Sabat, dan yang menyebabkan hari Sabat menjadi beban yang sangat berat, adalah salah. Yang tidak boleh dilakukan adalah pekerjaan sehari-hari. Bahkan pada masa sibuk (masa ujian, dsb), kita harus tetap memelihara hari Sabat. Ini terlihat dari Kel 34:21 - “Enam harilah lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga”.

 

*        Kita boleh berbuat baik / menolong orang pada hari Sabat (Mat 12:9-12). Karena itu janganlah menggunakan hukum Sabat ini sebagai alasan untuk tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan.

 

*        Kita boleh melayani Tuhan pada hari Sabat (Mat 12:5). Bahkan sebetulnya hari Sabat diadakan supaya saudara bebas dari pekerjaan sehari-hari sehingga bisa berbakti dan melayani Tuhan.

 

*        Memang ada tempat-tempat yang boleh tetap buka pada hari Sabat, seperti rumah sakit, apotik. Tetapi ada syaratnya, yaitu:

 

Þ    para pegawai yang dipekerjakan pada hari itu harus mempunyai hari Sabat / istirahat sendiri di luar hari Sabat yang umum (hari Minggu).

 

Þ    mereka tetap membuka tempat-tempat itu bukan dengan motivasi untuk mencari uang, tetapi untuk melayani / menolong orang.

 

·        Kita tidak boleh mempekerjakan pegawai  / pelayan (Kel 20:10), dan kita juga tidak boleh menyuruh anak kita untuk belajar! Mereka juga membutuhkan istirahat! Ada 6 hari untuk bekerja / belajar bagi mereka; biarkan mereka beristirahat pada hari Sabat. Ini perlu dicamkan oleh para orang tua, khususnya mereka yang kadang-kadang menghukum anaknya dengan melarang pergi ke gereja dan menyuruhnya belajar di rumah, karena anak itu mendapatkan nilai / rapor yang jelek. Hukumlah anak dengan cara lain, bukan dengan menyuruh mereka melanggar peraturan Sabat!

 

·        Kita harus berbakti kepada Tuhan di gereja (Im 19:30  26:2  Luk 4:16).

 

Berbakti kepada Tuhan, bukanlah sekedar merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu keharusan. Jadi, kalau kita tidak melakukannya, kita berdosa.

 

*        Seseorang mengatakan: “After looking at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (= Setelah melihat pada bumi / dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan untuk melihat ke atas).

 

*        Yang dimaksud ‘gereja’; adalah persekutuan orang kristen, bukan gedungnya. Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak diadakan di gedung gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak jadi soal. Ingat bahwa orang kristen abad pertama juga tidak mempunyai gedung gereja, sehingga banyak yang berbakti di rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat berbakti.

 

*        Juga kita harus memilih gereja yang benar, yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan, sebagai tempat kita berbakti.

 

Bahwa tidak semua ‘gereja’ adalah ‘gereja’ di hadapan Tuhan, terlihat dari istilah ‘jemaah Iblis’ [NIV: ‘a synagogue of Satan’ (= sinagog Setan)] dalam Wah 2:9 dan Wah 3:9, dan juga dari istilah ‘rumahmu (bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’) yang digunakan oleh Yesus untuk menunjuk kepada Bait Allah (Mat 23:38).

 

Perlu diingat bahwa kalau kita berbakti di gereja yang tidak benar, apalagi yang sesat, maka:

 

Þ    Tuhan tidak menganggap bahwa saudara sudah berbakti kepadaNya.

 

Þ    kita mendukung dan memberi semangat kepada gereja sesat itu.

 

Kalau saudara segan untuk meninggalkan gereja saudara, padahal saudara tahu bahwa gereja saudara itu sesat, saudara perlu merenungkan pertanyaan ini secara serius: ‘Apakah aku mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.

 

*        Ada orang-orang yang berbakti kepada Tuhan di rumahnya sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri, menyanyi sendiri, dsb). Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari Minggu, hal ini bisa dilakukan oleh makin banyak orang. Tetapi ini bukan cara berbakti yang benar, dan ini terlihat dari:

 

Þ    Ul 12:5-7 - “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. Di sanalah kamu makan di hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersuka-ria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.

 

Þ    adanya Kemah Suci atau Bait Suci.

 

Kalau Tuhan memang menghendaki setiap orang percaya berbakti sendiri-sendiri di rumah masing-masing, untuk apa didirikan Kemah Suci / Bait Allah?

 

Þ    adanya hamba-hamba Tuhan.

 

Kalau memang Tuhan menghendaki setiap orang percaya berbakti di rumahnya masing-masing, apa gunanya Tuhan menetapkan adanya hamba Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua dan diaken (1Tim 3:1-13), dsb?

 

Þ    tidak bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman, kalau kita berbakti sendiri di rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen sangat menekankan persekutuan dengan saudara seiman.

 

Ibr 10:25 - “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.

 

*        Jangan membolos dari kebaktian hari Minggu, dengan alasan:

 

Þ    ada tamu.

 

Þ    arisan / pertemuan RT / RW.

 

Þ    bekerja / lembur.

 

Þ    belajar.

 

Þ    piknik / keluar kota.

 

Þ    pergi ke pesta HUT.

 

Þ    ada acara dari ‘para-church’ (persekutuan, dsb).

 

Para pemimpin maupun pengikut dari para-church ini harus menyadari bahwa para-church didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk menyaingi gereja. Karena itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari Minggu!

 

Þ    ikut ‘kebaktian’ Pernikahan.

 

Ingat bahwa upacara pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu kebaktian! Saya berpendapat bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah, tetapi untuk berbakti. Orang kristen sebaiknya tidak menikah pada hari Minggu! Mengapa? Karena ini bukan hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti, tetapi juga menyebabkan banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.

 

Alasan yang sah untuk tidak pergi ke kebaktian adalah kalau saudara sakit, dan itupun tentu bukan sembarang sakit. Sakitnya harus cukup berat (sehingga memang tidak memungkinkan saudara untuk berbakti) atau menular. Sedangkan alasan yang lain adalah kalau terjadi hal-hal yang memang sangat extrim, seperti banjir yang hebat atau kerusuhan.

 

Satu hal lain yang perlu disadari adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan hanya merupakan suatu dosa, tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat kurang ajar kepada Tuhan.

 

Illustrasi: Ada seorang melihat seorang pengemis. Ia kasihan dan ingin memberinya uang. Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan ia lalu memberikan 6 keping kepada pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk dirinya sendiri. Tetapi pengemis itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan satu keping untuk dirinya sendiri, lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan lari. Ini betul-betul menunjukkan orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba bandingkan dengan analoginya: Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari bagi kita untuk bekerja, belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya menyisakan satu hari bagi diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering lalu menyambar hari yang satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya untuk diri kita sendiri! Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan pengemis yang kurang ajar tadi?

 

Pelanggaran terhadap peraturan Sabat merupakan dosa yang berat, karena pada jaman Perjanjian Lama, orang yang melanggar peraturan Sabat dijatuhi hukuman mati (Kel 31:14-15  Bil 15:32-36). Sekarang renungkan: kalau saudara melihat seseorang mencuri dan seorang lain membolos dari kebaktian / bekerja pada hari Sabat, yang mana yang saudara anggap lebih jahat / lebih memalukan? Saya yakin bahwa hampir semua orang di dunia ini akan menganggap bahwa yang mencuri itulah yang dosanya lebih berat / lebih memalukan. Tetapi Kitab Suci tidak menjatuhkan hukuman mati kepada pencuri, melainkan hanya hukuman denda (Kel 22:1), sedangkan terhadap pelanggar peraturan Sabat, Kitab Suci menjatuhkan hukuman mati. Karena itu jelaslah bahwa Kitab Suci / Tuhan menganggap bahwa pelanggaran peraturan Sabat adalah dosa yang lebih besar dari pada mencuri! Karena itu jangan remehkan pelanggaran terhadap hukum ini!

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum keempat ini?

 

 

HUKUM 5: Hormatilah ayahmu dan ibumu (Kel 20:12).

 

Calvin berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk semua otoritas di atas kita, seperti:

 

·        pemerintah (Ro 13:1-2  1Pet 2:13-14).

 

·        majikan / boss (Ef 6:5).

 

·        pimpinan gereja (Kis 23:1-5)

 

·        suami (Ef 5:22).

 

·        guru / dosen / pimpinan di sekolah.

 

Sekalipun saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita harus mentaati dan menghormati semua otoritas di atas kita, tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang tua. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam hubungan orang tua dengan anak (Mat 15:4-6  Ef 6:2-3).

 

Kol 3:20 mengatakan bahwa anak harus taat kepada orang tua ‘dalam segala hal’. Tetapi kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu kalau mereka memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau mereka memerintahkan sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang kita melakukan apa yang diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka berlaku hukum: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5:29). Tetapi dalam hal itupun kita harus tetap menghormati mereka (tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang ajar)!

 

Perlu juga diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama orang yang melanggar hukum ini juga dijatuhi hukuman mati (Kel 21:15,17  Im 20:9  Ul 21:18-21). Karena itu:

 

¨      jangan meremehkan dosa ini!

 

¨      orang tua harus mengajar anaknya untuk hormat dan taat kepada mereka, dan bukannya membiarkan anak untuk berlaku kurang ajar terhadap mereka!

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kelima ini?

 

 

HUKUM 6: Jangan membunuh (Kel 20:13).

 

Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia. Sekalipun merusak tanaman atau membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: Ro 13:9 dan Mat 22:37-39 menghubungkan hukum ini dengan sesama manusia.

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        Membunuh orang.

 

Ada pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa, yaitu:

 

*        pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’.

 

Dasar Kitab Suci untuk ini adalah:

 

Þ    Mat 22:39 yang mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.

 

Þ    Kel 22:2-3 - “Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah. Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu”.

 

Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, sehingga banyak yang menafsirkan bahwa di sini pencuri yang kepergok itu menyerang pemilik rumah, dan sebagai tindakan bela diri pemilik rumah membunuh pencuri itu. Bandingkan dengan terjemahan NIV yang berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mencuri dan dipukul sehingga mati, pembela diri itu tidak bersalah melakukan pencurahan darah).

 

Þ    Ester 9 menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan.

 

Þ    Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya satu orang.

 

Banyak orang tidak menyetujui hal ini berdasarkan Mat 5:39b yang berbunyi: “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. Tetapi perlu diingat bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita.

 

Juga ada yang tidak menyetujui hal ini dengan alasan bahwa pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri. Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita?

 

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!

 

*        pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.

 

Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan. Hal lain yang mendukung diijinkannya pembelaan diri nasional adalah bahwa Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara (bdk. Luk 3:14  Kis 10:1 - orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara).

 

*        penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, asal hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan (bdk. Ro 13:4).

 

Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa orang yang dihukum mati tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi ini merupakan pandangan yang salah, karena:

 

Þ    Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati (Kej 9:6  Kel 21:15  Im 20:10  Bil 35:31  Ul 13:5  Ro 13:4)!

 

Þ    Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu (Kis 25:11).

 

Þ    Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

 

·        Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasi­han’), baik secara aktif maupun pasif.

 

Misalnya: orang yang sudah sakit berat dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif).

 

·        Bunuh diri (bdk Mat 22:39).

 

Ingat bahwa diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri.

 

·        Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, seperti ngebut, dsb.

 

·        Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:

 

*        sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.

 

*        tidak mau berpantang demi kesehatannya (misalnya punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin, dsb).

 

*        merokok (termasuk menjadi perokok pasif).

 

*        menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dsb.

 

*        menggunakan minuman keras secara berlebihan.

 

·        Abortus / pengguguran kandungan.

 

Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!

 

Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.

 

Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?

 

Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak cacat dan orang dewasa yang sudah lahirpun boleh dibunuh!

 

Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:

“Seandainya anda setuju aborsi .....

1.   Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?

2.   Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?

3.   Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?

4.   Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.

 

Di bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:

1.   Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.

2.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.

3.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.

4.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.

 

·        Penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral. Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, tidak dilarang.

 

·        Proses pembuatan bayi tabung.

 

Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung, tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.

 

·        Benci (1Yoh 3:15).

 

·        Marah / mencaci maki.

 

Mat 5:21-22 - Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.

 

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:

 

*        Tidak semua kemarahan adalah pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (bdk. Ef 4:26). Yesus juga pernah marah, seperti dalam Mark 3:5 dan Yoh 2:13-17, tetapi Kitab Suci toh berkata bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15). Mengapa? Karena Yesus marah dengan kemarahan yang suci, yang bukan dilandasi oleh kebencian tetapi oleh kasih. Demikian juga kalau orang tua marah kepada anaknya yang berbuat salah, ini tentu tidak bisa dikatakan sebagai dosa. Tetapi ada kemarahan yang dilandasi oleh kebencian, dan ini jelas adalah dosa / pelanggaran terhadap hukum ke 6.

 

*        Kata ‘kafir’ dalam Mat 5:22a diterjemahkan ‘Raca’ oleh NIV, dan dalam catatan kaki dikatakan bahwa ini adalah suatu istilah bahasa Aramaic yang merupakan istilah yang menghina. Sedangkan kata ‘jahil’ dalam Mat 5:22b oleh NIV diterjemahkan sebagai ‘fool’ (= tolol). Sama seperti dengan kemarahan, mengatakan ‘kafir’ atau ‘tolol’ tidak selalu bisa dianggap sebagai dosa. Dalam Mat 23:17 Yesus memaki para ahli Taurat dan orang Farisi dengan istilah ‘orang bodoh’ yang dalam bahasa Yunaninya sama dengan istilah yang diterjemahkan ‘tolol’ dalam Mat 5:22b itu. Tetapi toh Yesus dikatakan sebagai tidak berdosa. Jadi jelaslah bahwa tidak semua pengucapan ‘kafir’ atau ‘tolol’ dianggap sebagai pelanggaran hukum ke 6. Kalau kita memaki seseorang sebagai luapan kebencian / emosi yang tidak terkendali, maka barulah kita melanggar hukum ke 6 ini.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?

 

 

HUKUM 7: Jangan berzinah (Kel 20:14).

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        Melakukan hubungan sex di luar pernikahan (pelacuran, dsb).

 

Dalam Ul 25:11-12 ada hukum yang kelihatannya aneh, yang bunyinya adalah sebagai berikut: Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya”.

 

Perempuan itu melihat suaminya berkelahi, lalu bermaksud menolong suaminya dengan menangkap kemaluan lawan suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa tangan perempuan itu harus dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya alat kelamin di hadapan Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin lelaki lain dalam sikon seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan dipotong tangannya, apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan / perzinahan (dengan berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi perempuan saja, tetapi juga bagi laki-laki!

 

·        Melakukan hubungan sex sebelum pernikahan (dengan pacar / tunangan).

 

*        Hubungan sex sebelum pernikahan tetap adalah dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!

 

*        Kitab Suci tidak memberikan batasan orang pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex. Jadi, sukar untuk berbicara tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali Ul 25:11-12 yang sudah saya jelaskan di atas bisa menjadi dasar untuk melarang memegang alat kelamin pacarnya. Ada juga yang berdasarkan Mat 5:28 bahkan melarang orang berciuman. Tetapi saya berpendapat ini terlalu extrim.

 

·        Poligami atau poliandri  / beristri atau bersuami lebih dari satu.

 

*        Seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau pasangannya sudah mati (Ro 7:2-3). Jadi, jangan mempunyai pandangan negatif sedikitpun tentang orang yang menikah lagi setelah pasangannya meninggal dunia!

 

*        Kalau ada orang yang sudah terlanjur mempunyai lebih dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka ia harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap membiayai hidup mereka. Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di hadapan Allah, sedangkan pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan. Karena itu, pada waktu ia bertobat / menjadi orang kristen, ia harus membuang semua perzinahan itu.

 

·        Bercerai, kecuali kalau terjadi perzinahan (Mat 5:32  Mat 19:9).

 

Perzinahan merupakan satu-satunya alasan yang sah untuk bercerai. Kalau terjadi perzinahan, perceraian diijinkan, bukan diharus­kan.

 

·        Pernikahan dengan orang yang bercerai (Luk 16:18), kecuali kalau perceraian itu adalah perceraian yang sah (terjadi karena ada perzinahan).

 

Catatan: Kalau ada orang sudah menceraikan istrinya, dan lalu menikah lagi dengan perempuan lain, maka Kitab Suci justru melarang orang itu kembali dengan istri pertamanya (Ul 24:1-4).

 

·        Pikiran-pikiran cabul, menginginkan / membayangkan hubungan sex dengan orang yang bukan suami / istrinya (Mat 5:28). Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 

*        Masturbasi / onani termasuk di sini.

 

Menurut pendapat saya, sebetulnya bukannya masturbasi itu sendiri yang salah, tetapi fantasi sex yang boleh dikatakan selalu menyertai masturbasi. Ini jelas bertentangan dengan Mat 5:28 itu. Tetapi ada kemungkinan bahwa seseorang melakukan masturbasi, tetapi tidak bersalah, yaitu:

 

Þ    kalau ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex. Ini rasanya tidak masuk akal, tetapi saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang mengatakan bahwa ia bisa melakukan masturbasi tanpa membayangkan apa-apa. Kalau ini memang bisa dilakukan, saya berpendapat tidak ada dasar apapun untuk menentang masturbasi seperti ini.

 

Þ    kalau ia melakukan masturbasi itu dengan membayangkan istri / suaminya sendiri, mungkin pada saat ia terpisah jauh dari pasangannya. Dengan istri atau suaminya sendiri, melakukan hubungan sexpun tidak apa-apa, apalagi hanya membayangkan hubungan sex dengan dia.

 

*        ‘Wet dream’ (= mimpi basah) bukanlah dosa, karena ini bukan pikiran dalam keadaan sadar, tetapi dalam mimpi. Memang Im 15:1-18 menganggap lelehan yang keluar itu menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial law, yang tidak lagi berlaku saat ini.

 

*        Supaya tidak membangkitkan pikiran cabul dalam diri lawan jenis kita, kita tidak seharusnya berpakaian sedemikian rupa sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, kita menjatuhkan orang lain ke dalam dosa ini. Ini khususnya berlaku untuk perempuan.

 

·        Membaca buku-buku cabul, nonton Blue Film, mempercakapkan hal-hal yang cabul (1Kor 6:18  Ef 4:29  Ef 5:3-4).

 

·        Perkosaan (Ul 22:23-27).

 

·        Incest / perzinahan dalam keluarga (Im 18:6-18  Im 20:11-21  1Kor 5:1).

 

·        Penyimpangan-penyimpangan sex (sexual deviation), seperti:

 

*        Homosex (Im 18:22  Im 20:13  Ro 1:26-27).

 

*        Bestiality / Zoophilia / hubungan sex dengan binatang (Kel 22:19  Im 18:23  Im 20:15-16).

 

Tetapi oral sex, sekalipun dianggap berdosa oleh banyak orang, tidak pernah dikecam / dilarang oleh Kitab Suci, tentu saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan suami istri.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketujuh ini?

 

 

HUKUM 8: Jangan mencuri (Kel 20:15).

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        Mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri tanpa ijin, baik besar maupun kecil.

 

·        Mencuri waktu dalam bekerja, misalnya: datang terlambat, pulang terlalu pagi, kerja malas-malasan.

 

·        Tidak mengembalikan barang / uang yang dipinjam.

 

·        Mencuri dengan menggunakan ukuran / timbangan yang tidak cocok (Im 19:35-36  Amsal 20:10  Yeh 45:10-12  Mikha 6:10-11).

 

·        Korupsi (Luk 3:13  Yoh 12:6).

 

·        Menaikkan bon / kwitansi (Luk 3:13).

 

·        Mencuri nilai dengan cara tidak jujur pada  waktu ulangan / ujian.

 

·        Mencuri air / listrik / telpon / pajak.

 

·        Menyalahgunakan fasilitas kantor / perusahaan, seperti telpon, mobil, dsb, untuk kepentingan pribadi.

 

·        Tidak memberikan persembahan persepuluhan.

 

Persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan (Im 27:30), dan karena itu kalau kita tidak memberikannnya kepada Tuhan, kita mencuri / merampok milik Tuhan (Mal 3:6-12 - kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’).

 

Satu hal lain yang perlu diketahui tentang persembahan persepuluhan ialah bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja. Ini ditujukan oleh ayat-ayat di bawah ini:

 

¨       Ul 12:5-6 - “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu”.

 

¨       Neh 10:37-38 - “Dan tepung jelai kami yang mula-mula, dan persembahan-persembahan khusus kami, dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi inilah yang memungut persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami. Seorang imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan.

 

¨       Mal 3:10 - Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”.

 

Jadi, persembahan persepuluhan merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang kristen terhadap gereja dan dengan demikian persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan apapun / siapapun selain gereja, seperti:

 

*        orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, dsb.

 

Ul 26:12 tidak berarti bahwa persembahan persepuluhan boleh diberikan kepada orang miskin. Perhatikan baik-baik ayat itu dan saudara akan melihat bahwa persembahan persepuluhan itu bukannya diberikan kepada orang miskin, tetapi bisa dikatakan digunakan untuk pesta makan bersama dengan orang miskin di Bait Allah. Pada jaman sekarang, ini lebih tepat dikontextualisasikan sebagai ‘acara gereja’.

 

*        ‘para church’.

 

Perlu diketahui bahwa ‘para church’, seperti STRIS / LRII, PERKANTAS, dan persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga kristen lainnya, tetap bukan merupakan ‘church’ (= gereja), dan karena persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada mereka.

 

*        hamba Tuhan.

 

Saudara harus memberikannya kepada gereja dan biarlah gereja itu yang memberikannya sebagai biaya hidup hamba Tuhan.

 

Apakah ini berarti bahwa orang kristen tidak boleh menyumbang / memberi persembahan kepada orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, ‘para church’ dan hamba Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan menggunakan yang 10 %, tetapi gunakanlah 90 % sisanya! Yang 10 % tidak boleh diganggu gugat dan harus diberikan kepada gereja!

 

Juga dalam memberikannya ke gereja, saudara harus memilih gereja yang benar, bukan seadanya gereja, karena memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang sesat adalah sama dengan memberikannya kepada setan.

 

·        Menjadi tukang tadah barang curian.

 

Amsal 29:24 (NASB): “He who is a partner with a thief hates his own life” (= Ia yang menjadi partner dengan seorang pencuri membenci hidupnya / nyawanya sendiri).

 

Kalau saudara membeli barang curian, maka sebetulnya saudara sudah menjadi partner dengan pencurinya, dan ini jelas merupakan dosa! Karena itu jangan sembarangan membeli barang di loakan, yang saudara tahu berasal dari pencurian.

 

·        Kleptomania.

 

Ini adalah penyakit jiwa yang menyebabkan orangnya mencuri. Cirinya adalah:

 

*        tindakan mencuri itu muncul karena dorongan hati yang tiba-tiba (impulse), bukan dengan perencanaan.

*         

*        ia mencuri tanpa alasan. Jadi, bukan karena membutuhkan barang yang dicuri itu, atau karena mau menjualnya, dsb.

 

Sekalipun ini adalah penyakit kejiwaan, saya berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa. Bukankah homosex juga adalah penyakit kejiwaan? Tetapi itu tetap dikecam oleh Kitab Suci. Lalu mengapa Kleptomania tidak?

 

Catatan: Kalau kita menemukan sesuatu, yang tidak bisa diketahui pemiliknya, maka kita boleh memilikinya. Ini bukan pencurian.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kedelapan ini?

 

 

HUKUM 9: Jangan bersaksi dusta (Kel 20:16 bdk. Im 19:11).

 

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

·        Dusta yang dilakukan dengan:

 

*        lidah.

 

Contoh:

 

Þ    dalam bisnis / dagang (bdk. Amsal 20:14!).

 

Þ    fitnah / meneruskan kabar angin yang belum tentu benar, apalagi tentang hamba Tuhan (bdk. 1Tim 5:19).

 

Þ    dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.

 

*        tulisan.

 

Contoh:

 

Þ    memalsu tanda tangan.

 

Þ    mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil SIM.

 

Þ    menaikkan bon / kwitansi.

 

Þ    mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh teman yang bolos kuliah.

 

Þ    mengisi formulir pendaftaran secara tidak jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.

 

Þ    menandatangani pernyataan yang tidak benar.

 

Þ    memberi surat sakit, padahal tidak sakit.

 

*        sikap / pura-pura (bdk. 1Sam 21:10-15).

 

Contoh:

 

Þ    pura-pura sakit / sedih.

 

Þ    bersikap munafik.

 

·        Dusta tetap dilarang:

 

¨      baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.

 

Contoh: berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.

 

¨      sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss! Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga salah.

 

¨      sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik. Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih). Ingat bahwa tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak baik!

 

¨      sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.

 

Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

 

·        Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal ngaret / terlambat. Ini salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga justru malah mendidik jemaat untuk datang terlambat.

 

·        Tidak menepati janji, baik kepada Tuhan (Pengkh 5:3-4), maupun kepada manusia (bdk. Maz 15:4).

 

Misalnya:

 

*        tidak menepati janji pada waktu camp, KKR, dsb.

 

*        tidak menepati janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!

 

*        tidak menepati janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.

 

*        tidak menepati janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang, dan pada waktu pembantu / istri memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.

 

·        Sinterklas / Santa Claus.

 

Penggabungan Sinterklas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.

 

·        Membual, menambah-nambahi cerita, termasuk dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan. Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Juga banyak orang kristen, yang sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.

 

·        Memfitnah.

 

Mungkin ini adalah bentuk dusta yang paling kejam! Tetapi celakanya banyak orang kristen sering memfitnah, baik secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan berita yang disangka benar, tetapi ternyata tidak benar).

 

·        Dusta / fitnah bisa dilakukan dengan menceritakan setengah kebenaran (half truth).

 

Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceri­takan seluruh kebenaran. Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu dengan saya pada waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istri saya), maka itu jelas adalah half truth yang bersifat memfitnah!

 

Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikirkanlah lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.

 

Dusta dengan menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang dalam bersaksi hanya menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami dari Tuhan, tetapi sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak enak yang mereka alami dalam mengikuti Kristus.

 

·        Dusta / fitnah juga bisa dilakukan dengan mengubah nada bicara / mimik wajah!

 

Misalnya: kalau si A berka­ta kepada saudara: ‘si B itu gendeng’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyampaikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gen­deng!’, dengan nada membentak dan wajah yang marah, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!

 

Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikatakan oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!

 

Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesembilan ini? Kalau saudara tahu bahwa saudara sudah sering / banyak berdusta, maka jangan menganggapnya sebagai dosa yang remeh, karena Wah 21:8 mengatakan bahwa semua pendusta akan masuk ke dalam lautan yang menyala-nyala dengan api dan belerang! Juga perhatikan Kis 5:1-11, dimana Ananias dan Safira dihukum mati oleh Tuhan karena berdusta.

 

 

HUKUM 10: Jangan mengingini milik sesamamu (Kel 20:17).

 

Tidak semua keinginan adalah dosa. Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah keinginan yang didasari oleh iri hati.

 

Contoh pelanggaran dari hukum ini:

 

·        ingin kaya seperti tetangga.

 

·        ingin mobil, TV, video seperti tetangga.

 

·        ingin kecantikan orang lain.

 

·        ingin suami / istri / pacar orang lain.

 

·        ingin kepandaian / bakat orang lain.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesepuluh ini?

 

 

Hal-hal yang perlu diketahui tentang 10 Hukum Tuhan:

 

1)   10 Hukum Tuhan ini berlaku sampai akhir jaman (Mat 5:17-19).

 

2)   Mat 22:37-40 menunjukkan bahwa 10 Hukum Tuhan ini dapat disimpulkan dalam 2 hukum saja, yaitu:

 

a)     Kasih kepada Allah.

 

b)     Kasih kepada sesama manusia.

 

3)   Tujuan 10 Hukum Tuhan.

 

10 Hukum Tuhan diberikan bukan sebagai jalan untuk pergi ke surga! Tujuan 10 Hukum Tuhan yang terutama adalah menyadarkan kita akan dosa kita. Sudahkah saudara sadar akan banyaknya dosa saudara?

 

 



email us at : gkri_exodus@lycos.com