Bagaimana menaklukkan dan membongkar fitnah/dusta/kepalsuan

Saksi-saksi palsu Yehuwa?

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 

5)  Yesus mempunyai sifat-sifat ilahi.

 

Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai sifat-sifat ilahi, seperti:

 

a)   Kekal (Yes 9:5  Mikha 5:1b  Yoh 1:1  Yoh 8:58  Yoh 10:10  Yoh 17:5  Ibr 1:11-12  Wah 1:8,17-18  Wah 2:8  Wah 22:13).

 

1.   Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”.

 

a.   Terjemahan dari bagian ini.

 

Merupakan sesuatu yang aneh bahwa semua Kitab Suci Inggris juga menterjemahkan ‘Bapa yang kekal’, karena sebetulnya terjemahan yang benar / hurufiah bukan ‘Bapa yang kekal’, tetapi ‘Bapa dari kekekalan’.

 

Barnes’ Notes: “Literally, it is the Father of eternity” [= Secara hurufiah, ini adalah (sang) Bapa dari kekekalan] - hal 193.

 

Kata Ibrani yang digunakan adalah dfa -ybixE (AVI AD; dibaca dari kanan ke kiri).

 

Kata pertama, yaitu AVI, merupakan suatu kata benda dalam bentuk yang disebut ‘the construct state’. Kalau mau tahu apa yang disebut dengan ‘the construct state’ bacalah kata-kata Menahem Mansoor di bawah ini.

 

Menahem Mansoor: “In each of these Hebrew pairs, two words are closely connected. In English the preposition ‘of’ (or sometimes ‘with’ or ‘for’) is used. The first of these two closely connected Hebrew words is said to be in the construct state. ... In the expression bxAhA Mwe, the first word Mwe is translated ‘the name of’, thus Mwe already implies the definite article ‘the’. It is obvious, therefore, that a noun in the construct state never takes the definite article” [= Dalam setiap dari pasangan kata-kata benda Ibrani ini, dua kata dihubungkan secara dekat. Dalam bahasa Inggris kata depan ‘dari’ (atau kadang-kadang ‘dengan’ atau ‘untuk’) digunakan. Yang pertama dari dua kata Ibrani yang dihubungkan secara dekat itu dikatakan berada dalam bentuk ‘construct state’. ... Dalam ungkapan bxAhA Mwe (SHEM HAAV - dibaca dari kanan ke kiri), kata pertama Mwe (SHEM) diterjemahkan ‘sang nama dari’, jadi Mwe (SHEM) sudah menyatakan secara tak langsung kata sandang tertentu ‘sang’. Karena itu jelaslah bahwa suatu kata benda dalam the construct state tidak pernah mempunyai kata sandang tertentu] - ‘Biblical Hebrew Step By Step’, vol I, hal 175.

 

Sekarang kita kembali pada text yang sedang kita bahas, yaitu Yes 9:5. Dua kata yang dihubungkan secara dekat itu adalah dfa -ybixE (AVI AD; dibaca dari kanan ke kiri). Kata pertama yaitu AVI, berasal dari kata AV, yang berarti ‘bapa’. AVI merupakan bentuk dari AV dalam ‘the construct state’, dan karena itu harus diterjemahkan sebagai ‘the father of’ (= sang bapa dari).

 

Bahwa kata AVI memang merupakan bentuk ‘the construct state’ dari kata AV (= bapa), terlihat dalam banyak ayat, dimana kata AVI memang digunakan seperti itu, misalnya dalam Kej 9:18, dimana kata AVI KENAAN diterjemahkan the father of Canaan’ (= sang bapa dari orang-orang Kanaan).

 

Kata kedua adalah AD, dan tentang kata ini Albert Barnes mengatakan:

“The word rendered ‘everlasting,’dfa, properly denotes ‘eternity’” [= Kata yang diterjemahkan ‘kekal’, dfa (AD), secara tepat menunjukkan ‘kekekalan’] - hal 193.

 

Kalau diterjemahkan ‘kekal’ maka kata itu adalah kata sifat, dan kalau diterjemahkan ‘kekekalan’ maka kata itu adalah kata benda. Karena kata pertama (AVI) ada dalam bentuk ‘construct state’ maka jelas bahwa kata kedua (AD) harus adalah kata benda. Jadi, terjemahannya yang benar bukanlah ‘Bapa yang kekal’, tetapi ‘Bapa dari kekekalan’.

 

b.   Ini jelas merupakan suatu nubuat tentang Yesus, dan di sini Ia disebut dengan istilah ‘Bapa dari kekekalan’. Apa arti istilah ini?

 

·        Calvin mengartikan bahwa kata ‘Bapa’ di sini artinya adalah author’ (= pencipta atau sumber). Jadi, Yes 9:5 ini menyatakan Yesus sebagai pencipta / sumber dari kekekalan.

 

·        Charles Haddon Spurgeon: “It is the manner of the Easterns to call a man the father of a quality for which he is remarkable. To this day, among the Arabs, a wise man is called ‘the father of wisdom;’ a very foolish man ‘the father of folly.’ The predominant quality in the man is ascribed to him as though it were his child, and he the father of it. Now, the Messiah is here called in the Hebrew ‘the father of eternity,’ by which is meant that he is pre-eminently the possessor of eternity as an attribute. Just as the idiom, ‘the father of wisdom,’ implies that a man is pre-eminently wise, so the term, ‘Father of eternity,’ implies that Jesus is pre-eminently eternal; that to him, beyond and above all others, eternity may be ascribed. ... not only is eternity ascribed to Christ, but he is here declared to be parent of it. Imagination cannot grasp this, for eternity is a thing beyond us; yet if eternity should seem to be a thing which can have no parent, be it remembered that Jesus is so surely and essentially eternal, that he is here pictured as the source and Father of eternity. Jesus is not the child of eternity, but the Father of it. Eternity did not bring him forth from its mighty bowels, but he brought forth eternity” (= Merupakan kebiasaan orang Timur untuk menyebut seseorang sebagai bapa dari kwalitet yang luar biasa / lain dari yang lain dalam dirinya. Sampai saat ini, di antara orang Arab, seorang yang bijaksana disebut ‘bapa dari hikmat’; seorang yang sangat bodoh disebut ‘bapa dari kebodohan’. Kwalitet yang utama / menonjol dalam seseorang dianggap berasal dari dia seakan-akan itu adalah anaknya, dan ia adalah bapa dari kwalitet itu. Sekarang, Mesias di sini disebut dalam bahasa Ibrani ‘bapa dari kekekalan’ dengan mana dimaksudkan bahwa ia memiliki sifat kekal. Sama seperti ungkapan ‘bapa dari hikmat’ menunjukkan bahwa orang itu bijaksana, demikian pula istilah ‘Bapa dari kekekalan’ menunjukkan bahwa Yesus itu kekal; sehingga di atas semua yang lain, kekekalan dianggap berasal dari dia. ... bukan hanya kekekalan dianggap berasal dari Kristus, tetapi di sini ia dinyatakan sebagai orang tua dari kekekalan. Imaginasi tidak dapat mengertinya, karena kekekalan merupakan sesuatu yang melampaui kita; tetapi jika kekekalan kelihatannya adalah hal yang tidak bisa mempunyai orang tua, haruslah diingat bahwa Yesus begitu kekal secara pasti dan hakiki, sehingga di sini ia digambarkan sebagai sumber dan Bapa dari kekekalan. Yesus bukanlah anak dari kekekalan, tetapi Bapa dari kekekalan. Kekekalan tidak melahirkannya, tetapi ia melahirkan kekekalan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol II, ‘The Messiah’, hal 134-135.

 

·        Barnes’ Notes: “it may be used in accordance with a custom in Hebrew and in Arabic, where he who possesses a thing is called the father of it. Thus ‘the father of strength’ means strong; ‘the father of knowledge’, intelligent; ‘the father of glory’, glorious; ‘the father of goodness’, good; ‘the father of peace’, peaceful. According to this, the meaning of the phrase, ‘the Father of eternity’ is properly eternal” (= ini mungkin dipakai sesuai dengan kebiasaan dalam bahasa Ibrani dan Arab, dimana ia yang memiliki sesuatu disebut bapa dari sesuatu itu. Jadi, ‘bapa dari kekuatan’ berarti kuat; ‘bapa dari pengetahuan’ berarti pandai; ‘bapa dari kemuliaan’ berarti mulia; ‘bapa dari kebaikan’ berarti baik; ‘bapa dari damai’ berarti cinta damai. Menurut ini, arti dari ungkapan ‘Bapa dari kekekalan’ adalah kekal) - hal 193.

 

·        Barnes’ Notes: “He is not merely represented as everlasting, but he is introduced, by a strong figure, as even ‘the Father of eternity’, as if even everlasting duration owed itself to his paternity” (= Ia tidak semata-mata digambarkan sebagai kekal, tetapi ia diperkenalkan dengan suatu penggambaran yang kuat bahkan sebagai ‘Bapa dari kekekalan’, seakan-akan bahkan kekekalan berhutang dirinya sendiri kepada kebapaanNya) - hal 193.

 

2.   Mikha 5:1 - “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala”.

 

Mikha 5:1b, yang jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus, mengatakan ‘yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala’.

 

3.   Yoh 1:1 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu sudah ada ‘pada mulanya’.

 

4.   Yoh 8:58 mengatakan bahwa Yesus sudah ada sebelum Abraham, padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kristus lahir.

 

5.   Yoh 10:10, dan banyak ayat Kitab Suci yang lain, mengatakan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat kelahiran Yesus. Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi ‘datang’, karena ‘datang’ menunjukkan bahwa Ia sudah ada sebelum saat itu.

 

6.   Yoh 17:5 - “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada”.

 

Pada bagian yang saya garis bawahi, terjemahan Kitab Suci Indonesia agak kurang tepat.

 

KJV: ‘with thee’ (= bersama Engkau).

 

TDB: ‘di sisimu sendiri’.

 

Jadi, Yoh 17:5 ini menunjukkan bahwa Yesus memiliki kemuliaan bersama Allah sebelum dunia ada, dan itu jelas menunjukkan kekekalan dari Yesus.

 

7.   Ibr 1:11-12 - “(11) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian; (12) seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’”.

 

·        Bahwa bagian ini menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibr 1:10-12 merupakan sambungan dari Ibr 1:8-9 (dihubung­kan oleh kata ‘dan’ pada awal Ibr 1:10), dan Ibr 1:8 berkata tentang (kepada) Anak’.

 

·        Sekarang, perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu. Ini jelas menunjukkan kekekalan dari Anak / Yesus. Tetapi kalau dalam ayat-ayat di atas Yesus digambarkan kekal ke depan (tidak ada saat dimana Ia tidak / belum ada), maka dalam text ini Yesus digambarkan kekal ke belakang.

 

8.   Kitab Wahyu sangat menekankan kekekalan dari Yesus. Misalnya:

 

·        Wah 1:7-8,17-18 - “(7) Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin. (8) ‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’ ... (17) Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (18) dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”.

 

Catatan:

 

*        Dengan melihat pada Wah 1:7, terlihat bahwa Wah 1:8 berbicara tentang Yesus. Dan Wah 1:17-18 jelas sekali berbicara tentang Yesus, karena adanya kata-kata ‘telah mati, namun lihatlah, Aku hidup’. Juga bdk. dengan Wah 1:13nya yang mengatakan ‘Anak  Manusia’.

 

*        Kata-kata ‘Yang Awal’ dalam Wah 1:17 seharusnya adalah ‘Yang Pertama’.

 

·        Wah 2:8 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali”.

 

Catatan:

 

*        Kalau Saksi-Saksi Yehuwa tidak mau mengakui bahwa Wah 2:8 ini menunjuk kepada Yesus, maka:

 

Þ    tanyakan mengapa mereka menganggap bahwa Wah 3:14 ditujukan kepada Yesus. Jelas karena Wah 2 dan Wah 3 adalah surat-surat kepada ketujuh gereja dari Tuhan Yesus. Jadi, tidak bisa tidak, Wah 2:8 pasti menunjuk kepada Yesus.

 

Þ    ajak mereka melihat bagian akhir dari Wah 2:8 itu, yang berbunyi ‘yang telah mati dan hidup kembali’, dan tanyakan: kalau ini tidak menunjuk kepada Yesus, lalu menunjuk kepada siapa?

 

*        Kata-kata ‘Yang Awal’ di sini seharusnya juga adalah ‘Yang Pertama’.

 

·        Wah 22:12-13 - “(12) ‘Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya. (13) Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.’”.

 

Catatan: kata-kata ‘Yang Terkemudian’ dalam Wah 22:13 ini seharusnya adalah ‘Yang Akhir’.

 

Perhatikan bahwa:

 

¨      Wah 1:8 dan Wah 22:13 menyebut Yesus sebagai Alfa dan Omega’ (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani). Kalau Yesus memang adalah ciptaan pertama dari Bapa, maka Ia seharusnya disebut sebagai Beta dan Omega’ (Catatan: Beta adalah huruf kedua dalam abjad Yunani).

 

¨      Wah 22:13 mengatakan bahwa Ia adalah Yang Awal dan Yang Akhir’. Kalau Yesus adalah ciptaan pertama dari Bapa, Ia tidak bisa disebut sebagai ‘Yang Awal’.

 

¨      Wah 1:17, Wah 2:8 dan Wah 22:13 mengatakan bahwa Yesus adalah Yang pertama dan Yang Akhir’. Kalau Yesus adalah ciptaan pertama dari Bapa, Ia seharusnya disebut sebagai Yang kedua dan Yang Akhir’.

 

¨      Wah 1:18 mengatakan bahwa Ia ‘hidup sampai selama-lamanya’.

 

Semua ini jelas menunjukkan bahwa Yesus itu kekal / ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, dan semuanya ini bertentangan dengan ajaran Saksi Yehuwa tentang Yesus Kristus, yang mengatakan:

 

*        “Karena telah diciptakan oleh Allah, Yesus adalah nomor dua dalam hal waktu, kuasa, dan pengetahuan” - ‘Haruskah anda percaya kepada Tritunggal?’, hal 14.

 

*        “Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.

 

*        “bila Alkitab menyebut Allah sebagai ‘Bapa’ dari Yesus, ini memaksudkan tepat seperti yang dikatakannya - bahwa mereka adalah dua pribadi yang terpisah. Allah yang senior. Yesus yang yunior - dalam hal waktu atau umur, ...” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 16.

 

*        Yesus Kristus, pribadi terbesar kedua di alam semesta ini, di samping Allah sendiri” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 124.

 

Catatan: tentang bagaimana seorang anak bisa setua ayahnya, lihat penjelasan tentang doktrin ‘The Eternal Generation of The Son’ di depan (jilid I).

 

b)   Suci / tak berdosa (2Kor 5:21  Ibr 4:15).

 

Dalam menghadapi Saksi-Saksi Yehuwa, sifat ini tidak perlu ditekankan, karena mereka mempercayai kesucian Yesus.

 

c)   Mahakuasa.

 

Yesus berulangkali menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati, dan juga melakukan mujijat-mujijat lain seperti menenangkan badai, berjalan di atas air, mengubah air menjadi anggur, memberi makan 5000 orang dengan menggunakan 5 roti dan 2 ikan, mengusir setan dsb.

 

Saya akan menyoroti satu mujijat yang dilakukan Yesus, yaitu menenangkan badai.

 

Mat 8:26b - “Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali”.

 

Bandingkan dengan Maz 89:9-10 - “(9) Ya TUHAN, Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN, dan kesetiaanMu ada di sekelilingMu. (10) Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang meredakannya.

 

Kalau saudara memperhatikan Maz 89:9, terlihat bahwa ayat ini berbicara tentang TUHAN (YAHWEH). Dan dalam Maz 89:10nya dikatakan bahwa YAHWEH itulah yang memerintah kecongkakan laut, meredakannya dan sebagainya. Jadi kalau dalam Mat 8:26 Yesus bisa memerintah badai / laut, sehingga semua menjadi reda, itu jelas membuktikan bahwa Ia adalah Allah / YAHWEH sendiri.

 

Saksi Yehuwa mengatakan bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul juga banyak yang bisa menyembuhkan orang sakit, bahkan membang­kitkan orang mati, dan melakukan mujijat.

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Apakah mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus membuktikan bahwa ia adalah Allah? Kis 10:34,38: ‘Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ... tentang Yesus dari Nazaret: ... Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, ... berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia’ (Jadi Petrus tidak menyimpulkan dari mujizat-mujizat yang ia lihat bahwa Yesus adalah Allah tetapi sebaliknya, bahwa Allah menyertai Yesus. Bandingkan Mat 16:16,17) ... Nabi-nabi pra-Kristen seperti Elia dan Elisa mengadakan mujizat-mujizat yang sama seperti yang dilakukan Yesus. Namun hal itu bukan bukti bahwa mereka adalah Allah” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 434.

 

Jawaban saya:

 

1.   Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Yesus bisa melakukan mujijat-mujijat karena penyertaan Allah, atau dengan kuasa Roh Kudus (Kis 10:38  bdk. Mat 12:28  Luk 5:17), maka ayat-ayat itu menekankan Yesus sebagai manusia. Tetapi pada ayat-ayat dimana keilahianNya yang ditekankan, maka Ia melakukan mujijat-mujijat dengan kuasaNya sendiri.

 

Yoh 10:17-18 - “(17) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.

 

2.   Lihatlah bagaimana Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa ini mengutip Kitab Suci secara kurang ajar. Mereka hanya mengambil Kis 10:34,38nya yang kelihatannya menguntungkan pandangan mereka. Sekarang mari kita baca seluruh kontext, mulai ay 34-39.

 

Kis 10:34-39 - “(34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya. (36) Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang. (37) Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea, sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes, (38) yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia. (39) Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuatNya di tanah Yudea maupun di Yerusalem; dan mereka telah membunuh Dia dan menggantung Dia pada kayu salib”.

 

·        Ay 36b jelas menunjukkan bahwa Petrus mempercayai Yesus sebagai ‘Tuhan dari semua orang’. Apakah ini kalau bukan keilahian?

 

·        Dalam ay 37-39 Petrus jelas menyoroti Yesus sebagai manusia (perhatikan khususnya ay 39 yang menyatakan bahwa Yesus disalibkan dan dibunuh; ini tidak mungkin dihubungkan dengan keilahian Kristus). Karena itulah maka Petrus di sini mengatakan bahwa kuasa yang dimiliki Yesus diberikan oleh Allah!

 

3.   Adalah omong kosong bahwa nabi-nabi seperti Elia dan Elisa ‘mengadakan mujizat-mujizat yang sama seperti yang dilakukan Yesus’. Tidak ada seorang nabi / rasulpun yang bisa menandingi Yesus dalam hal melakukan mujijat, baik dalam hal banyaknya mujijat yang dilakukan, maupun dalam hal hebatnya mujijat yang dilakukan.

 

Misalnya dalam membangkitkan orang mati, dalam Kitab Suci ada 4 orang selain Yesus yang pernah membangkitkan orang mati, yaitu Elia, Elisa, Petrus dan Paulus. Tetapi mereka masing-masing hanya membangkitkan satu orang mati, dan semua orang mati yang mereka bangkitkan adalah orang-orang yang baru mati (1Raja 17:17-24  2Raja 4:18-37  Kis 9:36-41  Kis 20:9-12). Tetapi Yesus membangkitkan sedikitnya 3 orang mati  (Mark 5:21-43  Luk 7:11-17  Yoh 11:1-44), dan salah satu di antaranya sudah mati selama 4 hari (Lazarus - Yoh 11), dan yang seperti ini tidak pernah dilakukan oleh siapapun juga!

 

Hal ini dinyatakan secara explicit oleh Yesus sendiri dalam Yoh 15:24 yang berbunyi sebagai berikut: “Sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka seperti yang tidak pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang walaupun mereka telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku maupun BapaKu”.

 

Thomas Whitelaw mengomentari ayat ini dengan berkata:

“Christ claims that His miracles were superior to any that had been performed by other heaven-sent prophets” (= Kristus mengclaim bahwa mujijat-mujijatNya lebih besar dari pada mujijat-mujijat manapun yang telah dilakukan oleh nabi-nabi utusan surga yang lain) - hal 331.

 

4.   Perlu diingat bahwa nabi dan rasul hanya bisa melakukan mujijat-mujijat itu karena kehendak dan kuasa dari Tuhan, bukan karena kehendak dan kuasa mereka sendiri. Juga rasul-rasul selalu melakukan mujijat dalam nama Yesus.

 

Misalnya: Petrus menyembuhkan orang lumpuh dengan menggunakan nama Yesus (Kis 3:6). Paulus mengusir setan juga dengan nama Yesus (Kis 16:18). Karena itu, mujijat yang mereka lakukan tidak menunjukkan kemahakuasaan mereka.

 

Juga pada waktu setan mencegah pertemuan Paulus dengan jemaat Tesalonika (1Tes 2:18), Paulus berdoa kepada Bapa dan Yesus supaya membuka jalan untuk pertemuan itu (1Tes 3:10-11).

 

1Tes 2:18; 3:10-11 - “(2:18) Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu - aku, Paulus, malahan lebih dari sekali -, tetapi Iblis telah mencegah kami. ... (3:10) Siang malam kami berdoa sungguh-sungguh, supaya kita bertemu muka dengan muka dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu. (3:11) Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan Yesus, Tuhan kita, membukakan kami jalan kepadamu.

 

Jelas bahwa Paulus sendiri tidak mempunyai kuasa atas setan.

 

Tetapi Yesus melakukan mujijat ataupun pengusiran setan:

 

·        dengan kehendakNya sendiri (Mark 1:41  Yoh 5:21b).

 

Mark 1:40-41 - “(40) Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapanNya ia memohon bantuanNya, katanya: ‘Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.’ (41) Maka tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tanganNya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.’”.

 

Yoh 5:21 - “Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya.

 

·        dengan kuasaNya sendiri, dan tanpa menggunakan nama siapapun.

 

Contoh: pada waktu Yesus menyembuhkan orang lumpuh (Yoh 5:8), mengusir setan (Mat 8:28-32), Ia tidak menggunakan nama siapapun, tetapi Ia langsung memerintahkan, dan hal itu terjadi. Karena itu, itu menunjukkan kemaha-kuasaanNya!

 

Catatan: dalam Mat 12:28 memang dikatakan bahwa Yesus mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, tetapi ayat ini menekankan kemanusiaan Yesus.

 

Calvin: “It is commonly objected, that he did not perform more miracles or greater miracles than Moses and the Prophets. The answer is well known, that Christ is more eminent in miracles in this respect, that he was not merely a minister, like the rest, but was strictly the Author of them; for he employed his own name, his own authority, and his own power, in performing miracles” (= Ada suatu keberatan yang umum yang mengatakan bahwa Ia tidak melakukan mujijat-mujijat lebih banyak dan lebih besar dari pada Musa dan Nabi-Nabi. Jawabannya cukup terkenal, bahwa Kristus lebih unggul dalam mujijat-mujijat dalam hal ini, yaitu bahwa Ia tidak semata-mata merupakan seorang pelayan, seperti yang lainnya, tetapi secara ketat merupakan Pencipta dari mujijat-mujijat itu; karena Ia menggunakan namaNya sendiri, otoritasNya sendiri, dan kuasaNya sendiri, dalam melakukan mujijat-mujijat) - hal 128-129.

 

d)   Mahatahu.

 

Yesus adalah sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia, dan karena itu Ia mempunyai pikiran manusia dan pikiran ilahi. Pada waktu pikiran manusia yang muncul, Ia tidak maha tahu (bdk. Mat 24:36), tetapi pada waktu pikiran ilahiNya yang muncul, Ia maha tahu, dan inilah yang terjadi pada ayat-ayat di bawah ini:

 

Mat 9:4 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: ‘Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?”.

 

Mat 12:25 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan”.

 

Yoh 2:24-25 - “Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.

 

Yoh 6:64 - “Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.

 

Yoh 21:17 - “Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ‘Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?’ Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ Dan ia berkata kepadaNya: ‘Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Gembalakanlah domba-dombaKu”.

 

Kita mempunyai peribahasa: ‘Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu?’. Tetapi Yesus tahu apa yang ada di dalam hati manusia! Mengapa? Jelas karena Ia adalah Allah sendiri, yang mahatahu!

 

Dan menurut pengakuan Petrus, Yesus bahkan mengetahui segala sesuatu. Ini sama dengan mengakui bahwa Yesus itu maha tahu. Dan Yesus tidak menegur / menyalahkan Petrus atas kata-katanya ini. Secara tidak langsung itu berarti bahwa Ia membenarkan kata-kata / pengakuan Petrus itu.

 

e)   Mahaada.

 

Kemahaadaan Yesus terlihat dari:

 

·        Yoh 1, yang mula-mula menyatakan bahwa Firman / Yesus itu pada mulanya bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1), tetapi lalu menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu masih ada di pangkuan Bapa [Yoh 1:18 (NIV): “... but God the only Son, who is at the Father’s side ...”].

 

·        Janji-janji yang Ia berikan dalam:

 

*        Mat 18:20 - “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.’”.

 

*        Mat 28:20b - “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’”.

 

*        Yoh 14:23 - “Jawab Yesus: ‘Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia”.

 

Dengan adanya janji seperti itu, kalau Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang pendusta!

 

f)    Tidak berubah.

 

Allah tidak berubah (Mal 3:6  Maz 102:28  Yes 48:12  Yak 1:17). Allah tidak bisa berubah, karena kesempurnaanNya. Kalau Ia berubah menjadi lebih buruk, itu menunjukkan Ia tidak sempurna. Kalau Ia berubah menjadi lebih baik, itu juga menunjukkan ketidak-sempurnaanNya, karena yang sempurna tidak bisa menjadi lebih baik.

 

Tetapi sifat tidak berubah, yang hanya menjadi sifat dari Allah saja ini, ternyata juga adalah sifat dari Yesus. Ini terlihat dari:

 

·        Ibr 1:12 - “seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’”.

 

Barnes’ Notes: “What could more clearly prove that he of whom this is spoken is immutable? Yet it is indubitably spoken of the Messiah, and must demonstrate that he is divine. These attributes cannot be conferred on a creature; and nothing can be clearer, than that he who penned the epistle believed that the Son of God was divine” (= Apa yang bisa dengan lebih jelas membuktikan bahwa Ia, tentang siapa hal ini dibicarakan, tidak bisa berubah? Tetapi ini secara tidak meragukan dikatakan tentang Mesias, dan pasti menunjukkan bahwa Ia adalah ilahi / Allah. Sifat-sifat ini tidak bisa diberikan pada suatu makhluk ciptaan; dan tidak ada yang bisa lebih jelas dari pada bahwa ia yang menuliskan surat ini percaya bahwa Anak Allah adalah ilahi / Allah) - hal 1230.

 

Matthew Poole: “His immutability proves his Deity” (= Ketidak-bisa-berubahanNya membuktikan keilahianNya) - hal 812.

 

·        Ibr 13:8 - “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”.

 

Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah!

 

 

6)  Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan ilahi.

 

Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan ilahi, seperti:

 

a)   Penciptaan (Yoh 1:3,10  Kol 1:16  Ibr 1:2,10).

 

Bertentangan dengan ajaran Saksi Yehuwa yang menganggap Yesus sebagai ciptaan pertama dan langsung dari Bapa, maka ajaran Kristen yang Alkitabiah mengajarkan bahwa Yesus bukan hanya tidak dicipta, tetapi juga bahwa Ia adalah Pencipta dari segala sesuatu.

 

Saksi Yehuwa mengatakan bahwa Yesus bukan Pencipta, tetapi agen Allah dalam melakukan penciptaan. Karena itu selalu digunakan kata ‘through’ (= melalui), yang menunjukkan bahwa Bapa mencipta melalui Yesus.

 

·        Yoh 1:3,10 - “(3) Segala sesuatu dijadikan oleh (seharusnya ‘melalui’) Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. ... (10) Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya (seharusnya ‘melalui Dia’), tetapi dunia tidak mengenalNya”.

 

·        Kol 1:16 - “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh (seharusnya ‘melalui’) Dia dan untuk Dia”.

 

·        Ibr 1:2 - “maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh (seharusnya ‘melalui’) Dia Allah telah menjadikan alam semesta”.

 

Ini jelas merupakan suatu omong kosong dan bahkan merupakan ajaran sesat, karena:

 

1.   Sesuatu / seseorang yang diciptakan, tidak mungkin bisa mencipta.

 

C. H. Spurgeon: “Who less than God could make the heavens and the earth?” (= Siapa yang kurang dari Allah bisa membuat langit dan bumi?) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 2, hal 217.

 

2.   Ajaran itu bertentangan dengan Yes 44:24 yang berbunyi: “Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; ‘Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi - siapakah yang mendampingi Aku?”.

 

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sendirian. Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu melalui Yesus, dan Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai bahwa Yesus adalah pribadi yang terpisah total dari Allah, dan karena itu Saksi-Saksi Yehuwa jelas sekali bertentangan dengan ayat ini!

 

Ini berbeda dengan dalam kekristenan, dimana sekalipun kita mempercayai bahwa Anak dan Roh Kudus juga ikut dalam melakukan penciptaan, tetapi kita percaya bahwa ketiga pribadi itu mempunyai satu hakekat dan merupakan satu kesatuan. Karena itu, Kristen tidak bertentangan dengan Yes 44:24 itu.

 

3.   Disamping itu, perhatikan:

 

a.   Ibr 1:10 - “Dan: ‘Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu.

 

Kata ‘Tuhan’ di sini jelas menunjuk kepada Yesus (TDB menterjemahkan ‘Tuan’). Dan dalam Ibr 1:10 ini tidak digunakan kata ‘through’ (= melalui), dan karena itu jelas bahwa ayat ini betul-betul menunjukkan Yesus sebagai pencipta langit dan bumi.

 

Barnes’ Notes: “This must demonstrate the Lord Jesus to be divine. He that made the vast heavens must be God. No creature could perform a work like that; nor can we conceive that power to create the vast array of distant worlds could possibly be delegated. If that power could be delegated, there is not an attribute of Deity which may not be, and thus all our notions of what constitutes divinity would be utterly confounded (= Ini pasti menunjukkan Tuhan Yesus sebagai ilahi / Allah. Ia yang membuat langit yang luas harus adalah Allah. Tidak ada mahkluk ciptaan yang bisa melakukan pekerjaan seperti itu; juga kita tidak bisa membayangkan bahwa kuasa untuk mencipta alam semesta yang luas bisa didelegasikan / diserahkan. Jika kuasa itu bisa didelegasikan / diserahkan, maka tidak ada suatu sifat dari keAllahan yang tidak bisa didelegasikan / diserahkan, dan dengan demikian semua gagasan / pemikiran kita tentang apa yang membentuk keilahian akan dikacaukan sama sekali) - hal 1230.

 

b.   Pkh 12:1 - “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’”.

 

Kata ‘Penciptamu’ diterjemahkan dari kata Ibrani BOREYKHA (‘The Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon’, hal 71), yang merupakan suatu participle bentuk jamak (dengan akhiran orang kedua tunggal laki-laki), dan berasal dari kata dasar BARA, yang berarti ‘mencipta’. Terjemahan yang paling hurufiah, yang diberikan oleh ‘Interlinear Hebrew-English Old Testament’ adalah ‘Ones creating you’ (= Orang-orang yang menciptakan kamu), atau untuk mudahnya ‘Pencipta-penciptamu’.

 

Kalau Yesus bukan Pencipta, bagaimana mungkin di sini digunakan bentuk jamak?

 

NWT: “your Grand Creator” (= Penciptamu yang Besar / Agung).

 

Rupanya sama seperti dalam kasus kata ELOHIM yang adalah kata bentuk jamak, mereka mengartikan kejamakan ini sebagai suatu keagungan / kebesaran.

 

b)   Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).

 

Mat 9:2-7 - “(2) Maka dibawa oranglah kepadaNya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: ‘Percayalah, hai anakKu, dosamu sudah diampuni.’ (3) Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: ‘Ia menghujat Allah.’ (4) Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: ‘Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? (5) Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? (6) Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa’ - lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu -: ‘Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!’ (7) Dan orang itupun bangun lalu pulang”.

 

Text ini sangat menekankan keilahian Yesus, karena text ini menunjukkan bahwa:

 

1.   Yesus bisa melihat iman seseorang (ay 2), dan Yesus bisa mengetahui pikiran orang-orang banyak (ay 4), dan ini menunjukkan kemaha-tahuanNya.

 

2.   Yesus bisa mengampuni dosa (ay 2b).

 

3.   Yesus bisa menyembuhkan orang lumpuh (ay 6-7), tanpa menggunakan nama siapapun. Penyembuhan ini Ia lakukan bukan hanya untuk menolong orang lumpuh itu, tetapi juga untuk membuktikan bahwa pengampunan dosa yang tadi Ia berikan betul-betul terjadi. Tetapi bagaimana mungkin penyembuhan itu bisa membuktikan hal itu? Jawabnya adalah: kalau Yesus bukan Allah, maka Ia tidak bisa mengampuni dosa maupun menyembuhkan orang lumpuh itu. Tetapi sebaliknya, kalau Yesus memang adalah Allah, Ia pasti bisa melakukan kedua hal itu. Jadi, dengan menyembuhkan orang lumpuh itu, Yesus membuktikan bahwa Ia adalah Allah, dan ini menunjukkan / membuktikan bahwa pengampunan dosa yang Ia berikan pasti benar-benar terjadi.

 

c)   Membangkitkan orang mati pada akhir jaman.

 

Yoh 6:40,44,54 - “(40) Sebab inilah kehendak BapaKu, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.’ ... (44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. ... (54) Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.

 

d)   Penghakiman pada akhir jaman (Mat 25:31-32  Yoh 5:22-27).

 

Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, menunjukkan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa? Karena jumlah manu­sia yang pernah hidup di dunia mulai jaman Adam sampai saat kedatangan Kristus yang keduakalinya adalah begitu banyak. Kalau Yesus bukan Allah, bagaimana Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia dengan adil?

 

Dan disamping itu:

 

1.   Ada begitu banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada setiap orang berdosa (ingat bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana hukuman semua orang sama), seperti:

 

·        Banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Orang yang dosanya lebih banyak, tentu hukumannya juga lebih berat.

 

·        Tingkat dosanya.

 

Misalnya, dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel 21:12  dan Kel 22:1).

 

·        Tingkat pengetahuannya.

 

Makin banyak pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau ia berbuat dosa (Luk 12:47-48).

 

·        Kesengajaannya.

 

Dosa sengaja dan tidak sengaja tentu juga berbeda hukumannya (Kel 21:12-14).

 

·        Pengaruh dosa yang ditimbulkan.

 

Kalau seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka pengaruh negatif yang ditimbulkan akan lebih besar dari pada kalau orang kristen biasa berbuat dosa. Dan karena itu hukumannya juga lebih berat. Hal ini bisa terlihat dari kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli Taurat pasti akan menerima hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b  Luk 20:47b).

 

·        Apa yang menyebabkan seseorang berbuat dosa.

 

Seseorang yang mencuri tanpa ada pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya dari pada orang yang mencuri karena membutuhkan uang untuk mengobati anaknya yang hampir mati. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang-orang yang melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam Maz 35:19  Maz 69:5  Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang yang mencintai / mencari dosa, seperti Maz 4:3.

 

2.   Demikian juga pada saat mau memberi pahala kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.

 

Coba renungkan betapa komplex dan rumitnya hal-hal yang harus diperhitungkan untuk memberikan hukuman dan pahala kepada semua orang yang pernah ada dalam dunia. Karena itu, untuk bisa melakukan semua ini dengan benar dan adil, maka Hakim itu haruslah seseorang yang mahatahu, mahabijaksana dan mahaadil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri! Karena itu adalah sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah sendiri!

 

e)   Penghancuran segala sesuatu.

 

Ibr 1:10-12 - “(10) Dan: ‘Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu. (11) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian; (12) seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’”.

 

f)    Pembaharuan segala sesuatu (Fil 3:21  Wah 21:5).

 

Fil 3:21 - “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diriNya”.

 

Wah 21:5 - “Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: ‘Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!’ Dan firmanNya: ‘Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.’”.

 

 

7)  Kehormatan ilahi diberikan kepada Yesus.

 

Kitab Suci menunjukkan bahwa kehormatan ilahi diberikan kepada Yesus, seperti:

 

a)   Penghormatan. Kita diperintahkan untuk menghormati Yesus sama seperti kita menghormati Bapa.

 

Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.

 

b)   Kepercayaan; kita diperintahkan untuk percaya kepada Allah dan kepada Yesus.

 

Yoh 14:1 - “‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu”.

 

c)   Pengharapan; kita diperintahkan untuk berharap kepada Yesus.

 

1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (bdk. Ro 15:12  2Kor 1:10  Kol 1:27  1Tim 1:1  1Yoh 3:2-3). Padahal firman Tuhan juga berkata bahwa kita tidak boleh berharap kepada manusia (Yes 31:1  Yer 16:5-7). Jadi jelaslah bahwa Yesus bukanlah hanya semata-mata manusia biasa, tetapi juga adalah Allah sendiri.

 

d)   Penyejajaran diriNya dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal.

 

Mat 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.

 

2Kor 13:13 - “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian”.

 

Memang bahwa ada 3 nama yang ditulis berjejeran, tidak membuktikan bahwa ketiga orang itu setingkat. Misalnya: presiden Megawati berbicara dengan si A dan si B. Maka belum tentu si A dan si B juga adalah presiden. Tetapi perlu diingat bahwa dalam Mat 28:19 itu ketiga pribadi itu dijejerkan bukan dalam sembarang peristiwa, tetapi dalam sesuatu yang sakral, yaitu dalam formula baptisan. Dan dalam 2Kor 13:13 ketiganya dijejerkan dalam berkat dari Paulus kepada gereja Korintus. Kalau ketiga nama itu tidak setingkat, itu sama mustahilnya seperti suatu Konperensi Tingkat Tinggi, yang dihadiri oleh Presiden Amerika, Kaisar Jepang, dan seorang Lurah dari Indonesia!

 

e)   Kemuliaan.

 

Mat 25:31 - “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaanNya.

 

Yoh 8:54 - “Jawab Yesus: ‘Jikalau Aku memuliakan diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami”.

 

Yoh 13:31-32 - “(31) Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: ‘Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. (32) Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diriNya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.

 

Yoh 16:14 - Ia (Roh Kudus) akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari padaKu”.

 

Yoh 17:1 - “Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau”.

 

Yoh 17:5 - “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada”. Terjemahan Kitab Suci Indonesia agak kurang tepat.

 

KJV: ‘And now, O Father, glorify thou me with thine own self with the glory which I had with thee before the world was’ (= Dan sekarang, ya Bapa, permuliakanlah Aku dengan diriMu sendiri dengan kemuliaan yang dahulu Aku miliki bersama Engkau sebelum dunia ada).

 

Kis 3:13 - “Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allah nenek moyang kita telah memuliakan HambaNya, yaitu Yesus yang kamu serahkan dan tolak di depan Pilatus, walaupun Pilatus berpendapat, bahwa Ia harus dilepaskan”.

 

2Tim 4:18 - “Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam KerajaanNya di sorga. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin”.

 

Catatan: dalam 2Tim 4:17,18 TDB menterjemahkan ‘Tuan’ sehingga jelas mereka sendiri menganggap bahwa yang dibicarakan di sini adalah Yesus, bukan Bapa.

 

Ibr 5:5 - “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’”.

 

Ibr 13:21 - “kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendakNya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepadaNya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin”.

 

1Pet 1:21 - “Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakanNya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah”.

 

2Pet 1:17 - “Kami menyaksikan, bagaimana Ia (Yesus) menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepadaNya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: ‘Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.

 

Saksi-Saksi Yehuwa sendiri mengatakan: “Kristus adalah Raja dari Allah, yang Allah tempatkan di atas takhta kekuasaan-Nya” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 157.

 

Kalau Yesus bukan Allah, maka pemuliaan Yesus ini merupakan sesuatu yang aneh, karena Yes 42:8 dan Yes 48:11 menyatakan bahwa Allah (Bapa) tidak akan memberikan kemuliaanNya kepada yang lain.

 

Yes 42:8 - “Aku ini TUHAN (YAHWEH), itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung”.

 

Yes 48:11 - “Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan namaKu akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain!’”.

 

Ajaran Saksi Yehuwa yang menganggap bahwa Yesus betul-betul terpisah secara total dari Bapa, bertentangan dengan kedua ayat di atas ini, tetapi kekristenan yang benar, yang mempercayai bahwa Yesus itu satu dengan BapaNya, tidak bertentangan dengan kedua text di atas ini.

 

 

8)  Kol 2:9.

 

Kol 2:9 - “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keAllahan”.

 

Kol 2:9 (TDB): “karena dalam dialah seluruh kepenuhan sifat ilahi itu berdiam secara jasmani”.

 

NWT: ‘divine quality’ (= kwalitet ilahi).

 

KJV: ‘Godhead’ (= keAllahan).

 

RSV/NIV/NASB: ‘Deity’ (= Keilahian).

 

Yunani: qeothtoj (THEOTETOS).

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Menurut Greek-English Lexicon, oleh Liddell dan Scott, THEOTES (bentuk nominatif, asal dari kata THEOTETOS) berarti ‘keilahian, sifat ilahi.’ (Oxford, 1968, h. 792) Benar-benar ‘ilahi,’ atau ‘bersifat ilahi,’ tidak membuat Yesus Anak Allah yang setara atau sama kekalnya dengan Bapa, sama dengan kenyataan bahwa semua manusia memiliki ‘kemanusiaan’ atau ‘sifat manusia’ tidak membuat mereka semua sama atau seumur - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 408-409.

 

Tanggapan saya:

 

a)   Bagian yang saya garis bawahi itu hanya bisa diterima kalau Allahnya ada banyak. Disamping itu, sekalipun semua manusia yang mempunyai ‘kemanusiaan’ memang tidak seumur, tetapi di hadapan Allah mereka semua setingkat. Berkenaan dengan Allah, karena Allah hanya satu / hakekatNya hanya satu, maka kalau Yesus ‘benar-benar ilahi’, Ia pasti setara dan seumur dengan Allah (Bapa).

 

b)   Mari kita soroti kata ‘keAllahan’ [yang diterjemahkan sifat ilahi’ oleh TDB; dan ‘divine quality (= kwalitet ilahi) oleh NWT].

 

Saksi Yehuwa melakukan penterjemahan yang salah (sengaja disalahkan?) terhadap Lexiconnya Liddel & Scott itu. ‘Kebetulan’ saya mempunyai Lexicon Greek-English karya Liddell & Scott, hanya saja punya saya adalah edisi yang lebih baru, yaitu dari tahun 1978. Saya mencari kata qeothj (THEOTES) itu dan saya mendapati bahwa kata itu berasal dari kata THEOS (= Allah), dan artinya adalah ‘divinity’ atau ‘divine nature’. Kata ‘divinity’ memang artinya adalah ‘keilahian’, tetapi bagaimana dengan kata-kata ‘divine nature’? Memang istilah ‘divine nature’ sering diterjemahkan sifat ilahi’, tetapi ini jelas merupakan terjemahan yang salah! Terjemahan yang benar adalah hakekat ilahi’.

 

Menurut ‘Webster’s New World Dictionary of the American Language’ (College Edition) kata ‘nature’ mempunyai 10 arti dan yang nomer 1 ada­lah: “The essential character of a thing; quality or qualities that make something what it is; essence (= Sifat-sifat yang hakiki dari suatu benda; kwalitas yang membuat sesuatu itu dirinya; hakekat).

 

Dalam Theologia / Kristologi, saya berpendapat bahwa istilah ‘nature’ itu harus diterjemahkan ‘hakekat’, bukan ‘sifat’!

 

William G. T. Shedd, seorang ahli Theologia Reformed pada abad 19, mengatakan:

“When we  speak of a human nature, a real substance having physical, rational, moral and spiritual properties is meant” (= Pada waktu kita berbicara tentang human nature, maka yang dimaksud adalah suatu zat yang nyata yang memiliki sifat-sifat fisik, rasio, moral dan rohani) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 289.

 

Charles Hodge juga mengatakan hal yang serupa, yang terlihat dari kutipan-kutipan ini:

 

·        “By ‘nature’, in this connection is meant substance. In Greek the corresponding words are PHUSIS and OUSIA; in Latin, NATURA and SUBSTANTIA” (= Yang dimaksud dengan ‘nature’ dalam persoalan ini adalah zat / bahan / hakekat. Dalam bahasa Yunani kata yang cocok / sama ialah PHUSIS dan OUSIA; dalam Latin NATURA dan SUBSTANTIA) - ‘System­atic Theology’, vol II, hal 387.

 

·        “... we are taught that the elements combined in the consti­tution of his person, namely, humanity and divinity, are two distinct natures, or substances (= ... kita diajar bahwa elemen-elemen yang disatukan / digabungkan dalam pembentukan pribadiNya, yaitu kemanusiaan dan keilahian, adalah dua natures atau zat / bahan / hakekat yang berbeda) - ‘System­atic Theology’, vol II, hal 388.

 

·        “... the elements united or combined in his person are two distinct substances, humanity and divinity; that He has in his constitution the same essence or substance which constitutes us men, and the same substance which makes God infi­nite, eternal, and immutable in all his perfections” (= elemen-elemen yang disatukan atau digabungkan dalam pribadi­Nya adalah dua zat / bahan yang berbeda, kemanu­siaan dan keilahian; sehingga dalam pembentukanNya Ia mempunyai hakekat atau zat / bahan yang sama yang membentuk kita menjadi manusia, dan zat / bahan yang sama yang membuat Allah itu tidak terbatas, kekal, dan tetap / tidak berubah dalam semua kesempurnaanNya) - ‘System­atic Theology’, vol II, hal 389.

 

·        “That in his person two natures, the divine and the human, are inseparably united; and the word nature in this connec­tion means substance (= Bahwa dalam pribadiNya dua natures, ilahi dan manusiawi, dipersatukan secara tak terpisahkan; dan dalam hal ini kata nature berarti zat / bahan / hakekat) - ‘System­atic Theology’, vol II, hal 391.

 

William Hendriksen juga mempunyai pandangan yang sama dengan saya. Dalam tafsirannya tentang Kol 2:9, William Hendriksen mengatakan:

 

¨      “When the apostle thus describes Christ he has in mind the latter’s ‘deity’, not just his ‘divinity’. He is referring to the Son’s complete equality of essence with the Father and the Holy Spirit, his ‘consubstantiality’, not his ‘similarity’” (= Pada waktu sang rasul menggambarkan Kristus demikian, ia memikirkan keAllahanNya, bukan sekedar ‘sifat ilahi’Nya, Ia menunjuk pada kesamaan hakekat yang sempurna dari Anak dengan Bapa dan Roh Kudus, ‘kepemilikan hakekat yang sama’ dari Dia, bukan ‘kemiripan’Nya) - hal 111.

 

¨      qeothj used here in Col. 2:9 (nowhere else in the New Testament) means deity; qeiothj used in Rom. 1:20 (and there alone in the New Testament) indicates divinity.” [= qeothj yang digunakan di sini dalam Kol 2:9 (tidak ada di tempat lain dalam Perjanjian Baru) berarti keilahian; qeiothj yang digunakan dalam Ro 1:20 (dan hanya di sana dalam Perjanjian Baru) menunjukkan sifat ilahi] - hal 111 (footnote).

 

Catatan: dalam kamus, kata-kata ‘deity’ dan ‘divinity’ dicampur-adukkan / diartikan secara sama. Tetapi kelihatannya William Hendriksen menganggap bahwa kata ‘deity’ betul-betul menunjukkan Yesus sebagai Allah, sedangkan kata ‘divinity’ menunjukkan bahwa Yesus hanya mempunyai sifat-sifat ilahi.

 

¨      o[moousioj, as the Nicene Creed declared, means ‘of the same substance or essence’, the Son being consubstantial with the Father, while the weaker o[moiousioj, preferred by the Arians, means similar in substance or essence. Though the difference seems trivial - only one letter! - it is actually nothing less than that between declaring that Jesus is God and saying that he is man, a very divine man, to be sure, but man nevertheless. Was not the slogan of these heretics, ‘There was a time when he was not’?” [= o[moousioj (HOMOOUSIOS), seperti dinyatakan oleh Pengakuan Iman Nicea, berarti ‘dari zat atau hakekat yang sama’, Anak mempunyai hakekat yang sama dengan Bapa, sementara kata yang lebih lemah o[moiousioj (HOMOIOUSIOS), lebih dipilih oleh para pengikut Arianisme, berarti mirip dalam zat atau hakekat. Sekalipun perbedaannya kelihatannya remeh - hanya satu huruf! - itu sebetulnya tidak kurang dari perbedaan antara menyatakan bahwa Yesus adalah Allah dan mengatakan bahwa Ia adalah manusia, jelas seorang manusia yang baik / sangat agung / seperti allah, tetapi bagaimanapun adalah manusia. Bukankah slogan dari bidat itu adalah ‘Ada saat dimana Ia tidak ada’?) - hal 111 (footnote).

 

Dengan demikian Kol 2:9 ini menunjukkan bahwa dalam diri Yesus berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan hakekat ilahi.

 

b)   Sekarang kita soroti kata ‘secara jasmaniah’.

 

Kata Yunani yang dipakai adalah SOMATIKOS [= bodily (= secara tubuh / jasmaniah)].

 

William Hendriksen: “They interpret the adverb to mean ‘in a concentrated, as it were visible and tangible form.’ ... the entire essence and glory of God is concentrated in Christ as in a body. It is in that sense that it can be said that this fulness of the godhead is embodied, given concrete expression, fully realized, in him. This is but another way of saying that from everlasting to everlasting he is ‘the image of the invisible God’ (see on Col. 1:15)” [= Mereka menafsirkan kata keterangan itu sebagai berarti ‘dalam suatu bentuk yang dikonsentrasikan, seakan-akan bisa dilihat dan nyata’. ... seluruh hakekat dan kemuliaan Allah dikonsentrasikan dalam Kristus seakan-akan dalam suatu tubuh. Dalam arti itulah bisa dikatakan bahwa kepenuhan dari keAllahan ini diwujudkan, diberi pernyataan yang konkrit / nyata, dinyatakan sepenuhnya, dalam Dia. Ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Ia adalah ‘gambar dari Allah yang tidak kelihatan’ (lihat tentang Kol 1:15)] - hal 112.

 

Semua ini jelas menunjukkan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah!

 

 

9) Daud menyebut Yesus, yang adalah keturunannya, sebagai ‘Tuhan’.

 

Mat 22:41-46 - “(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepadaNya”.

 

Text yang dimaksudkan oleh Yesus adalah Maz 110:1 - “Mazmur Daud. Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.

 

Catatan: dalam Maz 110:1, RSV menterjemahkan ‘lord’ (= tuhan / tuan), tetapi KJV/NIV/NASB menterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan). Sedangkan dalam Mat 22:43,44,45, KJV/RSV/NIV/NASB semua menterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan).

 

Jelas bahwa terjemahan yang benar adalah ‘Lord’ (= Tuhan), karena dalam Mat 22:41-46 itu jelas bahwa Yesus sedang berusaha untuk membuktikan keilahianNya kepada orang-orang Yahudi.

 

H. P. Liddon: “David’s Son is David’s Lord. ... David describes his great descendant Messiah as his ‘Lord’ (Psa. 110:1). ... He is David’s descendant; the Pharisees knew that truth. But He is also David’s Lord. How could He both if He was merely human? The belief of Christendom can alone answer the question which our Lord addressed to the Pharisees. The Son of David is David’s Lord because He is God; the Lord of David is David’s Son because He is God incarnate” [= ‘Anak dari Daud’ adalah ‘Tuhan dari Daud’. ... Daud menggambarkan keturunannya yang agung, Mesias, sebagai ‘Tuhan’nya (Maz 110:1). ... Ia adalah keturunan dari Daud; orang-orang Farisi mengetahui kebenaran itu. Tetapi Ia juga adalah ‘Tuhan dari Daud’. Bagaimana Ia bisa adalah keduanya jika Ia hanya manusia semata-mata? Hanya kepercayaan dari orang-orang kristen yang bisa menjawab pertanyaan yang ditujukan oleh Tuhan kita kepada orang-orang Farisi. ‘Anak dari Daud’ adalah ‘Tuhan dari Daud’ karena Ia adalah Allah; ‘Tuhan dari Daud’ adalah ‘Anak dari Daud’ karena Ia adalah Allah yang berinkarnasi / menjadi manusia] - ‘The Divinity of the Lord and Saviour Jesus Christ’, hal 43.

 

 

10) KesatuanNya dengan Bapa.

 

Kesatuan Yesus dengan Bapa, yang dinyatakan oleh ayat-ayat seperti Yoh 10:30 dan Yoh 14:7-11, jelas menunjukkan keilahian Yesus.

 

Yoh 14:7-11 - Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.’ Kata Filipus kepadaNya: ‘Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanNya. Percayalah kepadaKu, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri”.

 

Yoh 10:30 - “Aku dan Bapa adalah satu.’”.

 

Ada beberapa hal yang ingin saya jelaskan berkenaan dengan Yoh 10:30 ini.

 

a)   Satu dalam hal apa?

 

Barnes’ Notes: “The word translated ‘one’ is not in the masculine, but in the neuter gender. It expresses union, but not the precise nature of the union” (= Kata yang diterjemahkan ‘satu’ bukan dalam jenis kelamin laki-laki, tetapi netral. Itu mehnyatakan persatuan, tetapi tidak menunjukkan sifat yang tepat dari persatuan itu) - hal 317.

 

Jadi, para penafsir lalu menebak-nebak. Yesus dan Bapa itu satu dalam hal apa? Ada penafsir-penafsir yang beranggapan bahwa ‘satu’ di sini bukanlah satu dalam hal hakekat, tetapi hanya dalam hal tujuan, rencana, pemikiran, kehendak, atau kuasa. Salah satu dari penafsir-penafsir itu adalah Calvin, yang berkata:

“The ancients made a wrong use of this passage to prove that Christ is (HOMOOUSIOS) of the same essence with the Father. For Christ does not argue about the unity of substance, but about the agreement which he has with the Father, so that whatever is done by Christ will be confirmed by the power of his Father” [= Orang-orang kuno menggunakan bagian ini secara salah untuk membuktikan bahwa Kristus adalah (HOMOOUSIOS) dari zat / hakekat yang sama dengan Bapa. Karena Kristus tidak berargumentasi mengenai kesatuan zat, tetapi tentang persetujuan / permufakatan / yang ia miliki dengan Bapa, sehingga apapun yang dilakukan oleh Kristus akan diteguhkan oleh kuasa BapaNya] - hal 417.

 

Kata-kata / penafsiran Calvin ini dipakai oleh Saksi-Saksi Yehuwa, yang dalam bukunya yang berjudul ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 24, berkata:

“Mengenai Yohanes 10:30, John Calvin (seorang penganut Tritunggal) mengatakan dalam buku Commentary on the Gospel According to John: ‘Orang-orang zaman dulu menyalahgunakan ayat ini untuk membuktikan bahwa Kristus adalah ... dari zat yang sama dengan sang Bapa. Karena di sini Kristus tidak berbicara mengenai persatuan dalam zat, tetapi mengenai kesepakatan antara dia dengan sang Bapa’”.

 

Saksi-Saksi Yehuwa menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ‘satu’ dalam Yoh 10:30 adalah bahwa Yesus dan Bapa itu satu dalam tujuan dan pikiran. Ini terlihat dari kutipan di bawah ini, yang saya ambil dari buku ‘Haruskah anda percaya kepada Tritunggal?’, hal 24, yang berbunyi sebagai berikut:

“Ayat itu, dalam Yohanes 10:30, sering dikutip untuk mendukung Tritunggal, meskipun pribadi ketiga tidak disebutkan di sana. Tetapi Yesus sendiri menunjukkan apa yang ia maksud dengan menjadi ‘satu’ dengan Bapa. Dalam Yohanes 17:21,22, ia berdoa kepada Allah agar murid-muridnya ‘semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita,...supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.’ Apakah Yesus berdoa agar semua murid-muridnya menjadi satu kesatuan tunggal? Tidak, Yesus jelas berdoa agar mereka dipersatukan dalam pikiran dan tujuan, seperti halnya dia dan Allah”. Hal yang serupa juga mereka katakan dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 412.

 

Berbeda dengan Calvin, kebanyakan penafsir beranggapan bahwa ‘satu’ di sini adalah dalam hal hakekat, atau, setidaknya mencakup kesatuan hakekat. Yang pasti, kesatuan itu lebih dari sekedar kesatuan kehendak / tujuan.

 

A. H. Strong mengutip kata-kata Meyer: “Oneness of essence, though not contained in the words themselves, is, by the necessities of the argument, presupposed in them” (= Kesatuan hakekat, sekalipun tidak ada dalam kata-kata itu sendiri, dianggap ada di dalam kata-kata itu, oleh keharusan argumentasi) - ‘Systematic Theology’, hal 313.

 

B. B. Warfield: “‘I and the Father are’ (plurality of persons) ‘one’ (neuter singular, and accordingly singleness of being), the Jews naturally understood Him to be making Himself, the person then speaking to them, God” [= ‘Aku dan Bapa adalah’ (kejamakan pribadi-pribadi) ‘satu’ (netral, tunggal, dan karena itu ketunggalan keberadaan), orang-orang Yahudi tentu saja menganggapNya menjadikan diriNya sendiri, pribadi yang saat itu sedang berbicara kepada mereka, sebagai Allah] - ‘The Person and Work of Christ’, hal 60.

 

Leon Morris (NICNT): “‘One’ is neuter, ‘one thing’ and not ‘one person’. Identity is not asserted. but essential unity is. ... It may be true that this ought not to be understood as a metaphysical statement, but it is also true that it means more than that Jesus’ will was one with the Father’s” (= Kata ‘satu’ mempunyai jenis kelamin netral, ‘satu hal / benda’ dan bukan ‘satu pribadi’. Identitas tidak ditegaskan, tetapi kesatuan hakiki ditegaskan. ... Sekalipun mungkin benar bahwa ini tidak boleh dimengerti sebagai pernyataan yang bersifat metafisik, tetapi juga adalah benar bahwa itu berarti lebih dari sekedar bahwa kehendak Yesus adalah satu dengan kehendak Bapa) - hal 522-523.

 

Catatan:

 

·        ‘metafisik’ artinya ‘melampaui yang bersifat fisik / materi’.

 

·        Yesus hanya mengatakan ‘satu’ tetapi tidak mengatakan ‘satu’ dalam hal apa. Dan kata ‘satu’ itu dalam bahasa Yunani menggunakan jenis kelamin netral. Leon Morris mengatakan ‘one thing’ (= satu hal / benda), mungkin karena ia memikirkan kata Yunani RHEMA (= kata, firman, hal, benda), yang memang mempunyai jenis kelamin netral.

 

·        kata benda lain yang berjenis kelamin netral yang memungkinkan adalah kata Yunani pneuma / PNEUMA (= roh), tetapi sampai saat ini saya belum pernah menemukan ahli theologia yang mengatakan bahwa Allah Tritunggal itu satu Roh. Pengakuan Iman Athanasius memang mengatakan bahwa sekalipun Bapa itu adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi hanya ada satu Allah. Juga dikatakan bahwa sekalipun Bapa itu Tuhan, Anak itu Tuhan, dan Roh Kudus itu Tuhan, tetapi hanya ada satu Tuhan. Tetapi tidak ada kata-kata ‘Bapa itu Roh, Anak itu Roh, dan Roh Kudus itu Roh, tetapi kita hanya mempunyai satu Roh’.

 

Pulpit Commentary: “The Lord is conscious of his own Personality as distinct from that of the Father, and yet he asserts a fundamental unity. ... the e[n (HEN), the one reality, if it does not express actual unity in essence, involves it. ... If he merely meant to imply moral and spiritual union with the Father, or completeness of revelation of the Divine mind, why should the utterance have provoked such fierce resentment?” [= Tuhan (Yesus) sadar bahwa kePribadianNya sendiri berbeda (distinct) dari kePribadian Bapa, sekalipun demikian Ia menegaskan suatu kesatuan yang bersifat dasari. ... kata e[n (HEN), satu realita, jika itu tidak menyatakan kesatuan yang sungguh-sungguh dalam hakekat, mencakup hal itu. ... Jika Ia semata-mata memaksudkan persatuan moral dan rohani dengan Bapa, atau kelengkapan tentang penyataan dari pikiran Ilahi, mengapa ucapan itu menyebabkan kemarahan yang begitu hebat?] - hal 50.

 

William Hendriksen: “However, inasmuch as in other passages it is clearly taught that the oneness is a matter not only of outward operation but also (and basically) of inner essence, it is clear that also here nothing less than this can have been meant” [= Bagaimanapun, karena dalam bagian-bagian lain dengan jelas diajarkan bahwa kesatuannya bukan hanya dalam operasi luar saja tetapi juga (dan secara dasari) dalam hal hakekat di dalam, maka jelaslah bahwa di sini yang dimaksudkan tidak kurang dari itu] - hal 126.

 

A. T. Robertson: “‘One’ (HEN). Neuter, not masculine (HEIS). Not one person (cf. HEIS in Gal. 3:28), but one essence or nature [= ‘Satu’ (HEN). Jenis kelamin Netral, bukan laki-laki (HEIS). Bukan satu pribadi (bdk. HEIS dalam Gal 3:28), tetapi satu hakekat] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 186.

 

Catatan:

 

¨      kata ‘nature’ di sini harus diartikan sama dengan ‘essence’, yaitu ‘hakekat’.

 

¨      yang menjadi problem adalah bahwa kata Yunani ou]sia / OUSIA atau fusij / PHUSIS, yang artinya ‘hakekat’ adalah kata-kata benda yang berjenis kelamin perempuan.

 

Adam Clarke: “he says, speaking then as God over all, I and the Father, ego kai o[ pater e[n e]smen  (EGO KAI HO PATER HEN ESMEN / I and the Father are one) - the Creator of all things, the Judge of all men, the Father of the spirits of all flesh - are one, one in nature, one in all the attributes of Godhead, and one in all the operations of those attributes: and so it is evident the Jews understood him” [= Ia berkata, berbicara pada saat itu sebagai Allah yang ada di atas segala sesuatu, ego kai o[ pater e[n e]smen (EGO KAI HO PATER HEN ESMEN / Aku dan Bapa adalah satu) - sang Pencipta dari segala sesuatu, sang Hakim dari semua manusia, Bapa dari roh-roh dari semua daging - adalah satu, satu dalam hakekat, satu dalam semua sifat-sifat dari keAllahan, dan satu dalam semua operasi dari sifat-sifat itu: dan jelas bahwa demikianlah orang-orang Yahudi mengerti Dia] - hal 595.

 

Ada beberapa hal yang secara jelas menunjukkan bahwa kesatuan yang Yesus maksudkan jelas menunjukkan bahwa Ia adalah Allah, yaitu:

 

1.   Kata-kata Yesus ini menyebabkan orang-orang Yahudi mau merajam Dia (ay 31).

 

Kalau Yesus sekedar memaksudkan kesatuan kehendak, pikiran, atau kesatuan tujuan (seperti yang ditafsirkan oleh Saksi Yehuwa), maka tidak mungkin orang-orang Yahudi itu menjadi marah sehingga mau merajam Yesus. Ini argumentasi yang sangat kuat untuk menunjukkan bahwa Yesus tidak mungkin sekedar memaksudkan kesatuan maksud, tujuan, pikiran, dan sebagainya! Dalam arti apapun Ia memaksudkan kesatuan itu, kesatuan itu pasti menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

 

Sebetulnya, ditinjau dari sudut bahasa Yunani, ‘kesatuan kehendak’ merupakan sesuatu yang memungkinkan karena kata Yunani qelhma / THELEMA (= kehendak) mempunyai jenis kelamin netral. Demikian juga ‘kesatuan pikiran / cara berpikir’ merupakan sesuatu yang memungkinkan, karena kata Yunani fronhma / PHRONEMA (= cara berpikir, pikiran) juga mempunyai jenis kelamin netral. Tetapi ditinjau dari reaksi orang-orang Yahudi ini, penafsiran-penafsiran ini sama sekali tidak memungkinkan.

 

2.   Waktu Yesus bertanya mengapa mereka mau merajamNya (ay 32), mereka menjawab: ‘karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja (dalam pandangan mereka) menyamakan diriMu dengan Allah (ay 33). Kata-kata yang saya garis bawahi ini terjemahan hurufiahnya adalah ‘membuat diriMu sendiri Allah’.

 

Perlu diketahui bahwa dalam Injil Yohanes Yesus pernah 3 x mau dirajam, dan semua terjadi karena pengakuan Yesus sebagai Allah (Yoh 5:17-18  8:58-59  10:30-33).

 

Jadi orang-orang Yahudi itu mengerti bahwa pengakuan Yesus bahwa diriNya satu dengan Bapa / Allah ini berarti bahwa Yesus menganggap diriNya sebagai Allah (ay 33), tetapi mereka tidak mempercayai hal itu, dan kata-kata itu mereka anggap sebagai penghujatan / penyesatan. Dengan demikian dalam pandangan mereka Yesus adalah penghujat / nabi palsu, yang harus dihukum mati sesuai dengan Im 24:16 / Ul 13:5. Karena itulah maka orang-orang Yahudi itu lalu mengambil batu untuk merajam Yesus.

 

Dalam tafsirannya tentang ay 33 ini Adam Clarke berkata:

“When Christ said before, ver. 30, ‘I and the Father are one’, had the Jews understood him ... as only saying he had a unity of sentiments with the Father, they would not have attempted to treat him for this as a blasphemer; because in this sense Abraham, Isaac, Moses, David, and all the prophets, were one with God. But what irritated them so much was that they understood him as speaking of a unity of nature. Therefore they say here, ‘thou makest thyself God’; which word they understood, not in a figurative, metaphorical, or improper sense, but in the most literal meaning of the term” [= Pada waktu Kristus berkata sebelumnya, ay 30, ‘Aku dan Bapa adalah satu’, seandainya orang-orang Yahudi mengerti Dia ... sebagai hanya mengatakan bahwa Ia mempunyai kesatuan perasaan dengan Bapa, mereka tidak akan berusaha untuk memperlakukanNya sebagai seorang penghujat karena hal ini, karena dalam arti ini Abraham, Ishak, Musa, Daud, dan semua nabi-nabi, adalah satu dengan Allah. Tetapi apa yang begitu menjengkelkan mereka adalah bahwa mereka mengerti Dia sebagai berbicara tentang kesatuan hakekat. Karena itu mereka berkata di sini, ‘Engkau membuat diriMu sendiri Allah’; kata-kata mana mereka mengerti, bukan dalam arti kiasan atau simbolis, atau arti yang tidak benar, tetapi dalam arti yang paling hurufiah dari istilah itu] - hal 596.

 

3.   Yesus menjawab mereka dalam ay 34-38, dan dalam jawaban ini sama sekali tidak terlihat bahwa Yesus menyangkal tuduhan bahwa Ia menyamakan diri dengan Allah. Bahkan Yesus tetap mempertahankan kesatuanNya dengan Bapa tersebut.

 

4.   Andaikatapun kita menganggap bahwa kesatuan dalam ay 30 ini adalah dalam hal kuasa, karena ay 28-29 berbicara tentang kuasa untuk menjaga domba, maka penafsiran ini tetap menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Mengapa? Karena kalau Ia bisa satu dengan Bapa dalam hal kuasa, itu menunjukkan bahwa Ia juga maha kuasa sama seperti Bapa, dan itu jelas menunjukkan bahwa Ia adalah Allah. Tetapi problem dengan penafsiran tentang ‘kesatuan kuasa’ ini adalah bahwa kata dunamij / DUNAMIS maupun e]couisia / EXOUSIA, yang keduanya berarti ‘kuasa’ / ‘kekuatan’, sama-sama mempunyai jenis kelamin perempuan.

 

b)   Ay 30 ini merupakan ayat yang penting dalam menghadapi 2 ajaran sesat dalam hal doktrin Allah Tritunggal, yaitu Arianisme dan Sabelianisme.

 

Dalam bahasa Yunani ay 30 berbunyi sebagai berikut:

EGO   KAI      HO PATER    HEN   ESMEN

I           and     the Father      one     we are

Aku     dan      Bapa               satu    kami adalah

 

Perhatikan bahwa sekalipun ada kata HEN (one / satu), tetapi digunakan bentuk jamak ESMEN (we are / kami adalah).

 

William Hendriksen: “It has been well said that e[n (HEN) frees us from the charybdis of Arianism (which denies the unity of essence), and e]smen (ESMEN) from the scylla of Sabellianism (which denies the diversity of the persons)” [= Telah dikatakan dengan baik / benar bahwa e[n (HEN) membebaskan kita dari bahaya Arianisme (yang menyangkal kesatuan hakekat), dan e]smen (ESMEN) dari bahaya Sabelianisme (yang menyangkal perbedaan pribadi-pribadi)] - hal 126.

 

Catatan:

 

1.   Charybdis adalah nama pusaran air di pantai Sicilia, di depan batu karang yang bernama Scylla. Ini menimbulkan kiasan / ungkapan ‘between Scylla and Charybdis’ (= di antara Scylla dan Charybdis), yang artinya ‘faced with a choice of two dangers’ (= dihadapkan pada pemilihan terhadap dua bahaya), yaitu batu karang di satu sisi, dan pusaran air di sisi yang lain. William Hendriksen menganalogikan dengan persoalan ini: bahaya yang satu adalah Arianisme, dan bahaya yang lainnya adalah Sabellianisme.

 

2.   Sabelianisme adalah ajaran yang menyangkal adanya lebih dari satu pribadi dalam Allah Tritunggal. Mereka mengakui bahwa Allah Tritunggal mempunyai 3 perwujudan, bukan 3 pribadi. Karena itu kata Yunani ESMEN (we are / kami adalah) dalam Yoh 10:30 ini penting untuk menghadapi ajaran ini. Kata ESMEN ini dengan jelas menunjukkan adanya lebih dari satu pribadi.

 

W. G. T. Shedd mengutip kata-kata Athanasius: “Had the Father and the Son not been two persons, the Son would not have said, ‘I and the Father are one,’ but ‘am one.’” (= Seandainya Bapa dan Anak bukan dua pribadi, Anak tidak akan berkata ‘I and the Father are one’, tetapi am one’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol 1, hal 281.

 

W. G. T. Shedd: “Similarly Augustine (Trinity, V. ix) remarks that the Sabellians must read the text thus: ‘I and my Father is one,’ instead of ‘are one.’” (= Dengan cara yang hampir sama Agustinus (Trinity, V. ix) berkata bahwa para pengikut Sabellianisme pasti membaca text itu demikian: ‘I and my Father is one’, dan bukannya are one’)- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol 1, hal 281.

 

3.   Arianisme (yang nantinya berreinkarnasi dalam bentuk Saksi Yehuwa) adalah ajaran yang menyangkal keilahian Yesus. Karena itu, kata Yunani HEN (one / satu) ini penting untuk menghadapi ajaran ini, karena kata ini menunjukkan kesatuan antara Yesus dengan Bapa, dan dengan demikian menunjukkan keilahian Yesus.

 

c)   Apakah kesatuan dalam Yoh 10:30 sama dengan kesatuan dalam Yoh 17:21-22?

 

Yoh 17:20-23 - “(20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; (21) supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (22) Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: (23) Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku”.

 

Kita tidak bisa menafsirkan bahwa kesatuan di antara orang-orang kristen adalah sama dalam segala hal / betul-betul sama dengan kesatuan antara Bapa dan Anak (bdk. ay 22b). Mengapa? Karena kata ‘sama seperti’, yang muncul 2 x, yaitu dalam Yoh 17:21,22 dalam bahasa Yunaninya adalah kaqwj (KATHOS), artinya bukanlah ‘sama dengan’, tetapi ‘as’ (= seperti), dan kata ‘seperti’ jelas tidak menunjukkan kesamaan yang mutlak atau kesamaan dalam segala hal! Dalam TDB kata itu diterjemahkan ‘sebagaimana’, mungkin dengan tujuan untuk membuat kesatuan antara Bapa dan Yesus itu betul-betul sama dengan kesatuan antara orang-orang percaya.

 

Perhatikan juga bahwa dalam Yoh 17:23b, kata-kata ‘sama seperti’ itu muncul lagi, dan itu menggunakan kata Yunani yang sama, yaitu kaqwj (KATHOS).

 

Yoh 17:23b - “bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku”.

 

Sekarang, pikirkan: apakah mungkin Bapa mengasihi kita (orang-orang kristen) dengan kasih yang betul-betul sama dengan kasih yang ada pada Dia terhadap Anak? Ini jelas tidak mungkin. Jadi terlihat bahwa kata Yunani kaqwj (KATHOS), artinya memang bukannya ‘betul-betul sama’, tetapi hanya ‘seperti’.

 

Di sini saya menambahkan beberapa komentar dari para penafsir tentang hal ini:

 

·        Leon Morris (NICNT): “This does not mean that the unity between the Father and the Son is the same as that between believers and God. But it does mean that there is an analogy” (= Ini tidak berarti bahwa kesatuan antara Bapa dan Anak sama dengan kesatuan antara orang-orang percaya dan Allah. Tetapi itu berarti bahwa ada persamaannya) - hal 734.

 

·        Leon Morris (NICNT): “This time Jesus prays that they may be one just as the Father and the Son are one. The bond which unites believers is to be of the very closest (= Kali ini Yesus berdoa supaya mereka menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Ikatan yang mempersatukan orang-orang percaya adalah ikatan yang paling erat) - hal 735.

 

·        Barnes’ Notes: This does not affirm that the union between Christians should be in all respects like that between the Father and the Son, but only in the points in which they are capable of being compared. It is not the union of nature which is referred to, but the union of plan, of counsel, of purpose” (= Ini tidak menegaskan bahwa kesatuan antara orang-orang kristen harus dalam segala hal seperti kesatuan antara Bapa dan Anak, tetapi hanya dalam hal-hal dalam mana mereka bisa dibandingkan. Bukan kesatuan hakekat yang dimaksudkan, tetapi kesatuan rencana dan tujuan) - hal 347.

 

·        William Hendriksen: “The unity for which Jesus is praying is not merely outward. He guards against this very common misinterpretation. He asks that the oneness of all believers resemble that which exists eternally between the Father and the Son. In both cases the unity is of a definitely spiritual nature. To be sure, Father, Son, and Holy Spirit are one in essence; believers, on the other hand, are one in mind, effort, and purpose. ... These two kinds of unity are not the same. Nevertheless, there is a resemblance (= Kesatuan untuk mana Yesus berdoa bukanlah semata-mata kesatuan lahiriah. Ia menjaga terhadap penyalah-tafsiran yang sangat umum ini. Ia meminta supaya kesatuan dari orang-orang percaya menyerupai kesatuan yang ada secara kekal antara Bapa dan Anak. Dalam kedua kasus kesatuannya jelas bersifat rohani. Memang Bapa, Anak, dan Roh Kudus, satu dalam hakekat; sedangkan orang-orang percaya, satu dalam pikiran, usaha dan tujuan. ... Kedua jenis kesatuan ini tidak sama. Tetapi di sana ada kemiripan) - hal 364.

 

·        F. F.  Bruce: “The unity for which he prays is a unity of love; it is, in fact, their participation in the unity of love which subsists eternally between the Father and the Son. ... Earlier, the Evangelist has observed that Jesus, by his death, would ‘gather into one the dispersed children of God’ (John 11:52). It is this same unity for which Jesus now prays, and his language makes it plain that it is a unity of love - a unity which has its root within the soul but is manifested in outward action” [= Kesatuan untuk mana Ia berdoa adalah kesatuan kasih; dan dalam faktanya itu merupakan pertisipasi mereka dalam kesatuan yang ada secara kekal antara Bapa dan Anak. ... Sebelumnya, sang Penginjil (rasul Yohanes) telah menyebutkan bahwa Yesus, oleh kematianNya, akan ‘mengumpulkan menjadi satu anak-anak Allah yang tercerai berai’ (Yoh 11:52). Adalah kesatuan yang sama ini untuk mana Yesus sekarang berdoa, dan bahasaNya membuat jelas bahwa itu adalah kesatuan kasih - suatu kesatuan yang mempunyai akarnya dalam jiwa tetapi yang dinyatakan dalam tindakan lahiriah / luar] - hal 335.

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com