Bagaimana menaklukkan dan membongkar fitnah/dusta/kepalsuan

Saksi-saksi palsu Yehuwa?

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 

d)   Sekarang mari kita kembali kepada kedua kelompok ayat dalam Injil Yohanes dimana Yesus menyebut diriNya dengan sebutan ‘I am’ (= Aku adalah).

 

Dengan mengingat apa yang sudah saya bahas di atas, yang menekankan hubungan yang erat antara nama YAHWEH dengan ‘I am’ (= Aku adalah), maka kita bisa menyimpulkan bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) dari Yesus ini secara implicit menunjukkan diriNya sebagai Yahweh / Allah sendiri (bdk. Yer 23:5-6 dimana Yesus secara explicit disebut sebagai TUHAN / Yahweh!).

 

Memang ada orang-orang yang tidak setuju bahwa kelompok pertama, yaitu seri 7 ‘I am’, menunjukkan bahwa Yesus adalah YAHWEH. Mereka menganggap bahwa ‘I am’ di dalam ayat-ayat itu hanyalah ‘I am’ biasa, karena kata-kata ‘I am’ itu diikuti penggambaran Yesus tentang diriNya sendiri. Karena itu mari kita memperhatikan kelompok kedua saja, dimana kata-kata ‘I am’ digunakan secara mutlak, maksudnya kata-kata ‘I am’ itu tidak diikuti dengan penggambaran oleh Yesus tentang diriNya.

 

1.   Yoh 8:24,28 - “(24) Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’ ... (28) Maka kata Yesus: ‘Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu”.

 

TDB: ‘akulah dia’.

 

NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].

 

KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).

 

Terjemahan hurufiah seharusnya hanyalah: ‘I am’ (= Aku adalah).

 

Catatan: kata ‘he’ (= Dia) oleh NWT diletakkan dalam tanda kurung untuk menunjukkan bahwa kata itu tidak ada dalam bahasa aslinya; tetapi TDB tidak memberikan tanda kurung itu. KJV menterjemahkan seperti NWT, tetapi kata ‘he’ tidak diletakkan dalam tanda kurung, melainkan dicetak dengan huruf miring. Maksudnya sama seperti NWT, yaitu untuk menunjukkan bahwa kata itu sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya.

 

William Hendriksen: “This death in sins will be the result of not believing that I am he; literally, that I am (e]gw ei]mi), ... Basic to the expression are passages such as Ex. 3:14; Deut. 32:39; Is. 43:10. The meaning is: that I am all that I claim to be; the One sent by the Father, the One who is from above, the Son of Man, the only-begotten Son of God, equal with God, the One who has life in himself, the very essence of the scriptures, the bread of life, the light of the world, etc.” [= Kematian dalam dosa ini merupakan akibat dari ketidak-percayaan bahwa ‘Akulah Dia’; secara hurufiah, bahwa ‘Aku adalah’ (e]gw ei]mi / EGO EIMI), ... Yang mendasari ungkapan itu adalah text-text seperti Kel 3:14; Ul 32:39; Yes 43:10). Artinya adalah: bahwa Aku adalah semua yang Aku claim tentang diriKu; seseorang yang diutus oleh Bapa, seseorang dari atas, Anak Manusia, satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan, setara dengan Allah, seseorang yang mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, inti / hakekat dari kitab suci, roti hidup, terang dunia, dsb.] - hal 46.

 

A. T. Robertson: “Jesus can mean either ‘that I am from above’ (verse 23), ‘that I am the one sent from the Father or the Messiah’ (7:18,28), ‘that I am the Light of the World’ (8:12), ‘that I am the Deliverer from the bondage of sin’ (8:28, 31f., 36), ‘that I am’ without supplying a predicate in the absolute sense as the Jews (Deut. 32:39) used the language of Jehovah (cf. Isa. 43:10 where the very words occur HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). The phrase EGO EIMI occurs three times here (8:24,28,58) and also in 13:19. Jesus seems to claim absolute divine being as in 8:58 [= Yesus bisa memaksudkan salah satu dari hal-hal ini, ‘bahwa Aku adalah dari atas’ (ayat 23), ‘bahwa Aku adalah Orang yang diutus oleh Bapa atau Mesias’ (7:18,28), ‘bahwa Aku adalah Terang Dunia’ (8:12), ‘bahwa Aku adalah Pembebas dari perbudakan / belenggu dosa’ (8:28, 31-dst, 36), ‘bahwa Aku ada / adalah’ tanpa menyuplai predikat dalam arti yang mutlak seperti orang-orang Yahudi (Ul 32:39) menggunakan bahasa Yehovah (bdk. Yes 43:10 dimana kata-kata yang persis sama muncul (HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). Ungkapan EGO EIMI muncul 3 x di sini (8:24,28,58) dan juga dalam 13:19. Yesus kelihatannya mengclaim sebagai makhluk ilahi yang mutlak seperti dalam 8:58] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 5, hal 146.

 

Robert M. Bowman Jr.: “The sole objection offered by the JWs is that David said ANI HU in 1Chronicles 21:17, an objection which fails to note that David’s use of the phrase is completely nontheological” (= Satu-satunya keberatan yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa adalah bahwa Daud mengatakan ANI HU dalam 1Taw 21:17, suatu keberatan yang tidak memperhatikan bahwa penggunaan Daud tentang ungkapan ini adalah sama sekali tidak bersifat teologis) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 120.

 

1Taw 21:17 - “Dan berkatalah Daud kepada Allah: ‘Bukankah aku ini yang menyuruh menghitung rakyat dan aku sendirilah (ANI HU = akulah dia) yang telah berdosa dan yang melakukan kejahatan, tetapi domba-domba ini, apakah yang dilakukan mereka? Ya TUHAN, Allahku, biarlah kiranya tanganMu menimpa aku dan kaum keluargaku, tetapi janganlah tulah menimpa umatMu.’”.

 

Tetapi Calvin mempunyai pandangan lain tentang Yoh 8:24 ini.

 

Calvin: “For there is no other way for lost men to recover salvation, but to betake themselves to Christ. The phrase, ‘that I am,’ is emphatic; for, in order to make the meaning complete, we must supply all that the Scripture ascribes to the Messiah, and all that it bids us expect from him. ... Some of the ancient writers have deduced from this passage the Divine essence of Christ; but that is a mistake, for he speaks of his office towards us. This statement is worthy of observation; for men never consider sufficiently the evils in which they are plunged; and though they are constrained to acknowledge their destruction, yet they neglect Christ, and look around them, in every direction, for useless remedies” (= Karena tidak ada jalan lain untuk orang-orang yang terhilang untuk memperoleh keselamatan, kecuali dengan pergi / membawa dirinya sendiri kepada Kristus. Ungkapan ‘bahwa Aku ada / adalah’ perlu diperhatikan; karena untuk membuat artinya lengkap, kita harus menyuplai semua yang oleh Kitab Suci dianggap sebagai milik / kwalitet dari Mesias, dan semua yang Kitab Suci minta untuk kita harapkan dari Dia. ... Sebagian dari penulis-penulis kuno telah menyimpulkan dari text ini hakekat Ilahi dari Kristus; tetapi itu merupakan suatu kesalahan, karena Ia berbicara tentang jabatanNya / tugasNya terhadap kita. Pernyataan ini layak untuk diperhatikan; karena manusia tidak pernah mempertimbangkan dengan cukup kejahatan dalam mana mereka tercebur, tetapi mereka mengabaikan Kristus, dan memandang ke sekeliling mereka, ke setiap arah, untuk obat yang sia-sia) - hal 333.

 

Catatan:

 

·        bagian yang saya garis-bawahi itu jelas juga mencakup keilahian dari Kristus / Mesias, karena hal itu jelas diajarkan oleh Kitab Suci.

 

·        Calvin kelihatannya tidak menghubungkan Yoh 8:24 ini dengan Kel 3:14.

 

Dan tentang kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) dalam Yoh 8:28, Calvin berkata:

“this does not refer to Christ’s Divine essence, but to his office” (= ini tidak menunjuk kepada hakekat Ilahi Kristus, tetapi kepada jabatanNya) - hal 338.

 

2.   Yoh 13:19 - “Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia.

 

TDB: ‘akulah dia’.

 

NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].

 

KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).

 

Literal: ‘I am’ (= Aku adalah).

 

William Hendriksen: “They must continue to believe that ‘I am (he),’ that is, that Jesus is whatever he claimed to be” (= Mereka harus terus percaya bahwa Yesus adalah apapun seperti yang Ia claim tentang diriNya sendiri) - hal 240.

 

Calvin (hal 66) dan A. T. Robertson (hal 242) menganggap bahwa kata-kata ‘Akulah Dia’ di sini menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, tetapi tentang pandangan A. T. Robertson bandingkan dengan komentarnya tentang Yoh 8:24 di atas.

 

Walter Martin menganggap bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) di sini juga berhubungan dengan kata-kata ‘Aku adalah yang Aku adalah’ dan ‘Aku adalah’ dalam Kel 3:14.

 

Walter Martin: “The meaning of the phrase in the sense of full Deity is especially clear at John 13:19 where Jesus says that He has told them things before they come to pass, that when they do come to pass the disciples may believe that EGO EIMI (I am). Jehovah is the only One who knows the future as a present fact. Jesus is telling them beforehand that when it does come to pass in the future, they may know that ‘I am’ (EGO EIMI), i.e., that He is Jehovah!” [= Arti dari ungkapan itu dalam arti KeAllahan yang penuh khususnya sangat jelas dalam Yoh 13:19 dimana Yesus berkata bahwa Ia telah memberitahu mereka hal-hal sebelum hal-hal itu terjadi, supaya pada waktu hal-hal itu terjadi, murid-murid bisa percaya bahwa EGO EIMI (Aku adalah). Yehovah adalah satu-satunya yang mengetahui masa depan sebagai suatu fakta masa kini. Yesus memberitahu mereka sebelumnya bahwa pada waktu itu terjadi, mereka bisa mengetahui bahwa ‘Aku adalah’ (EGO EIMI), yaitu bahwa Ia adalah Yehovah!] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 88-89.

 

3.   Yoh 18:5-6,8 - “(5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. (6) Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. ... (8) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.’”.

 

TDB: ‘Akulah dia’.

 

NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].

 

KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).

 

Literal: ‘I am’ (= Aku adalah).

 

Tasker (Tyndale): “The Greek EGO EIMI rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar with the Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of God (see Ex. 3:14)” [= Kata Yunani EGO EIMI yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tak langsung menunjukkan keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani, karena itu merupakan terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus dari Allah (lihat Kel 3:14)] - hal 196.

 

C. H. Spurgeon: “When in His humiliation he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell backward; what will be the terror of His enemies when He shall more fully reveal Himself as the ‘I am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia hanya berkata kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke belakang; bagaimana ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan diriNya sendiri secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’, October 15, morning.

 

George Hutcheson: “The word of Christ, how contemptible soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with divine power, and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And if his lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as a lion? and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples, John 6:20, be their terror, how terrible will it be when he speaks to them as they deserve?” (= Perkataan Kristus, betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan keagungan, dan disertai dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya, pada waktu Ia berkenan mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu mengerikan, bagaimana menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai seekor singa? dan jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur murid-muridNya, Yoh 6:20, menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan kata-kataNya pada waktu Ia berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?) - hal 375.

 

Catatan: ia menggambarkan Yesus sebagai ‘singa’ karena Wah 5:5 menyebut Yesus sebagai ‘singa Yehuda’.

 

Calvin: “He replies mildly that he is the person whom they seek” (= Ia menjawab dengan enteng / ringan bahwa Ia adalah orang yang mereka cari) - hal 191.

 

Jadi Calvin tidak menghubungkan ini dengan Kel 3:14, dan bahkan dalam persoalan ayat ini, kelihatannya Calvin tidak menganggap ini sebagai bukti keilahian Yesus.

 

4.   Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.

 

Dari seluruh bagian ini, Yoh 8:58 ini adalah ayat yang terkuat / terpenting. Karena itu mari sekarang kita menyorotinya secara mendetail.

 

a.   Terjemahan dari ayat ini.

 

Kata-kata ‘Aku telah ada’ ini salah terjemahan; TB2-LAI tidak memperbaikinya. Tetapi anehnya, ada sebagian TB1-LAI yang tidak mempunyai kata ‘telah’.

 

TDB: “aku telah ada.’”.

 

NWT: “I have been (= Aku telah ada).

 

KJV/RSV: ‘Before Abraham was, I am (= Sebelum Abraham ada, Aku ada).

 

NIV/NASB: ‘before Abraham was born, I am (= sebelum Abraham dilahirkan, Aku ada).

 

Catatan: dalam menterjemahkan kata-kata ‘I am’ ke dalam bahasa Indonesia kadang-kadang harus diterjemahkan ‘Aku ada’ dan kadang-kadang harus diterjemahkan sebagai ‘Aku adalah’. Kontextnya yang harus menentukan hal itu.

 

Kata-kata bentuk present (‘I am’) ini kelihatannya aneh / tak masuk akal, karena pada waktu membicarakan tentang Abraham (yang hidup di masa lampau) digunakan bentuk lampau (past tense), tetapi pada waktu membicarakan Yesus, yang ada sebelum Abraham, digunakan present tense.

 

Tetapi keanehan yang sama juga ada dalam Kol 1:17a - “Ia (Yesus) ada terlebih dahulu dari segala sesuatu”.

 

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘He is before all things’. Perhatikan kata ‘is’ yang merupakan bentuk present!

 

Moule: is, not only was - hal 78.

 

Kata-kata ‘He is’ tidak terlalu berbeda dengan kata-kata ‘I am’. Perbedaannya hanyalah bahwa dalam kasus pertama Yesus digambarkan sebagai orang ketiga, dan dalam kasus kedua Yesus digambarkan sebagai orang pertama.

 

Jangan terlalu heran kalau Yesus membicarakan diriNya dengan ‘cara yang aneh’. Ia adalah Allah, dan karena itu Ia melampaui pikiran kita. Dan terjemahan yang aneh ini justru sesuai dengan bahasa aslinya.

 

Pulpit Commentary (tentang Yoh 8:58): “the present tense, ei]mi, and not the past, e]n, was used by our Lord” [= bentuk present, ei]mi (EIMI), dan bukan bentuk lampau, e]n (EN), yang digunakan oleh Tuhan kita] - hal 373.

 

Jadi, kata-kata yang diterjemahkan ‘Aku telah ada ini dalam bahasa Yunaninya adalah EGO EIMI, yang ada dalam bentuk present. Bagaimana kata-kata Yunani bentuk present EGO EIMI (= ‘I am’) bisa diterjemahkan ‘Aku telah ada’ baik oleh Kitab Suci Indonesia maupun oleh NWT / TDB? Ini mengubah bentuk ‘present’ menjadi bentuk ‘perfect’, dan karenanya jelas salah! Terjemahan yang benar adalah ‘Aku ada / adalah’ bukan ‘Aku telah ada’.

 

b.   Apa tujuan Saksi Yehuwa menterjemahkan ‘I have been’ (= Aku telah ada)?

 

Robert M. Bowman Jr.: “it eliminates any apparent allusion to Exodus 3:14 and the ‘I am’ passages in Isaiah. It also softens the contrast between the two verbs (‘came into existence’ and ‘am’), and in so doing enables the Witnesses to understand Jesus to mean that he simply existed some time prior to Abraham without being eternally preexistent” [= itu menghapuskan hubungan tidak langsung yang nyata dengan Kel 3:14 dan text-text ‘Aku adalah’ dalam Yesaya. Itu juga melunakkan kontras antara dua kata kerja (‘jadi / menjadi ada’ dan ‘ada / adalah’), dan dengan demikian memungkinkan Saksi-Saksi untuk mengerti bahwa kata-kata Yesus berarti bahwa Ia hanya ada / sudah ada beberapa waktu sebelum Abraham tetapi bukannya ada secara kekal] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 89-90.

 

Yoh 8:58 - “Sebelum Abraham jadi, Aku ada.

 

Tadi waktu membahas Kel 3:14 kita telah melihat bahwa Saksi-Saksi Yehuwa tidak mau menerima terjemahan ‘I am who I am’, dan mereka menghendaki terjemahan ‘I will be that I will be’. Tujuannya untuk menghindari hubungan antara Yoh 8:58 dengan Kel 3:14 itu. Rupanya mereka masih tidak puas dengan hal itu, sehingga dalam penterjemahan Yoh 8:58 ini mereka mengubah kata-kata ‘I am’ menjadi ‘I have been’.

 

c.   Keberatan / serangan dari Saksi-Saksi Yehuwa terhadap terjemahan ‘I am’ (= Aku ada / adalah) ini.

 

¬      Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “(NE, KJ, TEV, JB, NAB semua menyatakan ‘Aku ada,’ bahkan ada yang menggunakan huruf-huruf besar untuk menyatakan gagasan sebuah gelar. Jadi mereka berusaha menghubungkan ungkapan itu dengan Keluaran 3:14, di mana, menurut terjemahan mereka, Allah menyebut diriNya dengan gelar ‘Aku ada.’) Tetapi, dalam NW dan TB (TB-LAI) bagian terakhir dari Yohanes 8:58 bunyinya: ‘Sebelum Abraham ada, aku telah ada.’ (Gagasan yang sama dinyatakan dalam AT, Mo, CBW, SE, Bode dan BIS.) Terjemahan manakah yang sesuai dengan ikatan kalimatnya? Pertanyaan orang-orang Yahudi (ayat 57) yang dijawab Yesus ada hubungannya dengan usia, bukan identitas. Jawaban Yesus secara logis adalah mengenai usianya, lamanya ia telah hidup. Menarik sekali, tidak pernah ada usaha untuk memakai EGO EIMI sebagai gelar untuk roh kudus. A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research, oleh A. T. Robertson mengatakan: ‘Kata kerja (EIMI) ... Kadang-kadang kata itu memang menyatakan keberadaan sebagai predikat seperti kata kerja lainnya, misalnya dalam (EGO EIMI) (Yohanes 8:58).’ Nashville, Tenn.; 1934, h. 394.” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405-406.

 

Jawaban saya:

 

·        Dalam menterjemahkan kita harus memperhatikan gramatika, dan dalam Yoh 8:58 telah saya tunjukkan di atas bahwa kata-kata EGO EIMI ada dalam bentuk present, dan karena itu harus diterjemahkan ‘Aku ada / adalah’ / ‘I am’, dan tidak boleh diterjemahkan ‘Aku sudah ada’ / ‘I have been’ yang merupakan bentuk perfect. Kalau Yesus memang memaksudkan ‘Aku sudah ada’ / ‘I have been’, mengapa Ia tidak menggunakan ‘perfect tense’ saja?

 

·        Sekarang tentang ikatan kalimat / kontext.

 

Saya kutip ulang kata-kata mereka pada bagian tengah yang berbunyi sebagai berikut:

Terjemahan manakah yang sesuai dengan ikatan kalimatnya? Pertanyaan orang-orang Yahudi (ayat 57) yang dijawab Yesus ada hubungannya dengan usia, bukan identitas. Jawaban Yesus secara logis adalah mengenai usianya, lamanya ia telah hidup” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405.

 

Tanggapan saya:

 

Adalah merupakan suatu omong kosong bahwa orang-orang Yahudi menanyakan usia dan bukan identitas. Mulai Yoh 8:12, Yesus sudah berbicara tentang identitasnya sebagai ‘Terang dunia’. Lalu dalam Yoh 8:19b Yesus berkata: “Baik Aku, maupun BapaKu tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga BapaKu”. Ini lagi-lagi pasti berurusan dengan identitas. Lalu dalam Yoh 8:24 Yesus berkata: “jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”. Ini pasti juga berurusan dengan identitas, sehingga orang-orang Yahudi lalu bertanya dalam Yoh 8:25 - “Siapakah Engkau?”. Apakah ini bukan pertanyaan tentang identitas?.

 

Mari kita sekarang melihat kontext yang dekat dengan Yoh 8:58.

 

Yoh 8:51-59 - “(51) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.’ (52) Kata orang-orang Yahudi kepadaNya: ‘Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. (53) Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diriMu?’ (54) Jawab Yesus: ‘Jikalau Aku memuliakan diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, (55) padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firmanNya. (56) Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.’ (57) Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadaNya: ‘UmurMu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?’ (58) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’ (59) Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah”.

 

Perhatikan Yoh 8:53 yang saya garis bawahi itu. Kalau itu bukan pertanyaan tentang identitas, lalu tentang apa? Jawaban Yesus dalam Yoh 8:58 ini diberikan bukan hanya untuk menjawab pertanyaan orang-orang Yahudi dalam Yoh 8:57 tetapi juga pertanyaan mereka dalam Yoh 8:53, yang jelas mempersoalkan identitas.

 

William Hendriksen: “what he states here in 8:58 is his answer not only to the statement of the Jews recorded in 8:57 but also to that found in 8:53” [= apa yang Ia nyatakan di sini dalam 8:58 merupakan jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan orang-orang Yahudi yang dicatat dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang didapatkan dalam 8:53] - hal 66-67.

 

Jadi terjemahan ‘I am’ / ‘Aku ada’ tetap sesuai dengan ikatan kalimat / kontext, karena dengan jawaban ini Yesus menunjukkan identitasNya sebagai Allah sendiri.

 

·        Kalaupun jawaban Yesus hanya mempersoalkan umur, kata-kataNya yang menunjukkan bahwa Ia sudah ada lebih dulu dari Abraham yang hidup lebih dari 2000 tahun sebelum kelahiranNya, tetap menunjukkan bahwa Ia itu kekal, dan dengan demikian, juga menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

 

·        Kalau mau memperhatikan kontext, kita harus memperhatikan bagian sebelum dan sesudah ayat itu. Sekarang perhatikan bagian sesudah Yoh 8:58, yaitu Yoh 8:59 - “Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah”.

 

Mengapa orang-orang Yahudi itu mau merajam Yesus? Jelas karena kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) itu merupakan claim sebagai Allah, dan itu dianggap sebagai penghujatan! Seandainya Yesus berkata ‘I have been’ (= Aku telah ada), maka paling-paling orang-orang Yahudi akan menganggap Dia sebagai orang gila, dan mereka tidak akan merajam orang gila.

 

Walter Martin berkata bahwa dalam hukum Taurat hanya ada beberapa hal dimana hukuman rajam diberlakukan, yaitu:

 

¨      mempunyai roh peramal (Im 20:27).

 

¨      menghujat Allah (Im 24:10-23).

 

¨      nabi palsu yang mengajak menyembah allah lain (Ul 13:5-10).

 

¨      anak durhaka (Ul 21:18-21).

 

¨      perzinahan dan pemerkosaan (Ul 22:21-24  Im 20:10).

 

Satu-satunya yang bisa dipakai sebagai alasan oleh orang-orang Yahudi untuk mau merajam Yesus adalah ‘menghujat Allah’. Mengapa Ia dianggap menghujat Allah? Karena kata-kata ‘I am’ (= Aku ada / adalah) dalam Yoh 8:58 itu jelas mengacu pada Kel 3:14 yang merupakan nama Allah. Bandingkan dengan Yoh 5:18 dan Yoh 10:33 dimana mereka juga mau merajam Yesus karena pengakuan Yesus bahwa Ia adalah Anak Allah (yang berarti bahwa Ia setara dengan Allah - Yoh 5:18  Yoh 10:33).

 

Walter Martin juga mengatakan (hal 88) bahwa ada Saksi-Saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi itu mau merajam Yesus, karena Yesus mengatai mereka dengan mengatakan bahwa Iblis adalah bapa mereka (Yoh 8:44). Tetapi jika ini alasannya:

 

*        mengapa mereka tidak berusaha melempariNya pada saat itu (pada Yoh 8:44,45)?

 

*        mengapa mereka tidak berusaha melempariNya pada waktu Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang munafik, ular beludak, kuburan yang dilabur putih, orang-orang tolol yang buta, dan sebagainya (Mat 23:13-33)?

 

·        Tidak ada keharusan untuk menggunakan EGO EIMI terhadap Roh Kudus. Kitab Suci memang menunjukkan keilahian Roh Kudus, tetapi Kitab Suci menggunakan cara yang berbeda dengan pada waktu Kitab Suci menunjukkan keilahian Yesus. Siapa yang memberi peraturan bahwa dalam membuktikan / menunjukkan keilahian Yesus dan keilahian Roh Kudus Kitab Suci harus menggunakan cara yang sama?

 

·        Saksi-Saksi Yehuwa mengutip A. T. Robertson seakan-akan A. T. Robertson mendukung pandangan mereka, yang untuk jelasnya saya kutip ulang di sini:

“A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research, oleh A. T. Robertson mengatakan: ‘Kata kerja (EIMI) ... Kadang-kadang kata itu memang menyatakan keberadaan sebagai predikat seperti kata kerja lainnya, misalnya dalam (EGO EIMI) (Yohanes 8:58).’ Nashville, Tenn.; 1934, h. 394” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405-406.

 

Tetapi dalam buku tafsirannya ‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 158-159, A. T. Robertson mengomentari Yoh 8:58 dengan kata-kata sebagai berikut:

“‘I am’ (EGO EIMI). Undoubtedly here Jesus claims eternal existence with the absolute phrase used of God. The contrast between GENESTHAI (entrance into existence of Abraham) and EIMI (timeless being) is complete” [= ‘Aku ada / adalah’ (EGO EIMI). Tidak diragukan bahwa di sini Yesus mengclaim keberadaan yang kekal dengan suatu ungkapan mutlak yang digunakan terhadap Allah. Kontras antara GENESTHAI (masuknya Abraham ke dalam keberadaan) dan EIMI (keberadaan yang kekal / ada di atas waktu) adalah sempurna].

 

Juga dalam komentar A. T. Robertson tentang Yoh 8:24 di atas, terlihat bahwa ia menganggap bahwa kata-kata Yesus dalam Yoh 8:58 sebagai claim keilahian.

 

­      Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa EGO EIMI itu merupakan ‘perfect indefinite tense’ dan secara benar diterjemahkan ‘Aku telah ada’.

 

Jawaban saya:

 

EGO EIMI itu jelas merupakan ‘present tense’, dan dalam bahasa Yunani tidak ada ‘perfect indefinite tense’. Itu hanya merupakan ciptaan / khayalan dari Saksi-Saksi Yehuwa, untuk melakukan penipuan. Karena itu, bukankah tepat kalau saya mengubah nama mereka menjadi ‘Jehovah’s (False) Witnesses’ / ‘Saksi-Saksi (Palsu) Yehuwa’?

 

Walter Martin: “Jehovah’s Witnesses (p. 312 of the New World Translation of the Christian Greek Scriptures, footnote C) declare that the Greek rendering of EGO EIMI (I am) in John 8:58 is properly rendered in the ‘perfect indefinite tense’ (I have been), not ‘I am.’ ... It is difficult to know what the author of the note on page 312 means since he does not use standard grammatical terminology, nor is his argument documented from standard grammars. ... The term ‘perfect indefinite’ is not a standard grammatical term and its use here has been invented by the authors of the note, so it is impossible to know what it meant. ... The incorrect and rude rendering of the NWT only serves to illustrate the difficulty of evading the meaning of the phrase and the context” [= Saksi-Saksi Yehuwa (h. 312 dari the New World Translation of the Christian Greek Scriptures, footnote C) menyatakan bahwa terjemahan Yunani dari EGO EIMI (I am / Aku ada / adalah) dalam Yoh 8:58 diterjemahkan dengan benar dalam ‘perfect indefinite tense’ (I have been / Aku sudah ada), bukan ‘I am’ / ‘Aku ada / adalah’. ... Sukar untuk mengetahui apa yang dimaksudkan oleh sang pengarang dengan catatan pada halaman 312, karena ia tidak menggunakan istilah gramatika yang standard. ... Istilah ‘perfect indefinite’ bukanlah istilah gramatika yang standard, dan penggunaannya di sini telah ditemukan / diciptakan oleh pengarang-pengarang dari catatan itu, sehingga mustahil untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan istilah itu. ... Terjemahan yang tidak benar dan bodoh dari NWT hanya berfungsi untuk mengilustrasikan sukarnya menghindari arti dari ungkapan dan kontext] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 88.

 

Robert M. Bowman Jr.: “It is true that some Christian scholars have critized the NWT footnote on the grounds that there is no such thing in Greek as the ‘perfect indefinite tense’” (= Adalah benar bahwa beberapa ahli bahasa / penafsir Kristen telah mengkritik catatan kaki dari NWT dengan dasar bahwa dalam bahasa Yunani tidak ada ‘perfect indefinite tense’) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 94.

 

®      Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa ungkapan EGO EIMI merupakan bentuk present ditinjau secara sejarah (historical present), dan karena itu dari sudut pandang kita bagian itu boleh diterjemahkan ‘Aku telah ada’.

 

Jawaban saya:

 

Baik Walter Martin maupun Robert M. Bowman Jr. mengatakan bahwa ‘historical present’ hanya bisa digunakan dalam suatu cerita sejarah. Padahal dalam Yoh 8:58 itu bukan merupakan suatu cerita, tetapi suatu kutipan dari argumentasi Yesus.

 

Walter Martin: “In conclusion, the facts are self-evident and undeniably clear - the Greek allows no such impositions as ‘I have been.’ The Watchtower’s contention on this point is that the phrase in question is a ‘historical present’ used in reference to Abraham, hence permissible. This is a classic example of Watchtower double talk. The passage is not a narrative, but a direct quote of Jesus’ argument. Standard grammars reserve the use of ‘historical present’ to narrative alone” [= Kesimpulannya, fakta-fakta membuktikan dirinya sendiri dan begitu jelas sehingga tidak bisa disangkal - bahasa Yunani tidak mengijinkan pemaksaan seperti ‘Aku telah ada’. Anggapan dari Menara Pengawal pada bagian ini adalah bahwa ungkapan yang dipersoalkan merupakan suatu ‘historical present’ / ‘masa sekarang secara historis’ yang digunakan berkenaan dengan Abraham, dan karena itu diijinkan. Ini merupakan contoh klasik dari omongan ganda dari Menara Pengawal. Text ini bukanlah suatu cerita, tetapi suatu kutipan langsung dari argumentasi Yesus. Standard dari gramatika menyediakan penggunaan dari ‘historical present’ / ‘masa sekarang secara historis’ hanya bagi suatu cerita saja] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 89.

 

Robert M. Bowman Jr.: “The historical present is an idiom in which past events are narrated, story-telling fashion, in the present tense, as a vivid, dramatic way of projecting the reader or listener into the narrative. In John 8:58, on the other hand, Jesus’ words do not tell a story or describe a past event, but instead simply state a comparison between Abraham and Jesus. … There is thus no reason whatsoever to believe that EIMI in John 8:58 is an historical present, and every reason to believe that it is not (= Historical present merupakan suatu ungkapan dalam mana peristiwa-peristiwa pada masa lampau diceritakan - suatu cara menceritakan cerita - dalam bentuk present / sekarang, sebagai suatu cara yang hidup dan dramatis untuk membawa pembaca atau pendengar ke dalam cerita itu. Dalam Yoh 8:58, di sisi yang lain, kata-kata Yesus tidak menceritakan suatu cerita atau menggambarkan suatu peristiwa di masa lampau, tetapi sebaliknya hanya menyatakan suatu perbandingan antara Abraham dan Yesus. … Karena itu, tidak ada alasan apapun untuk percaya bahwa EIMI dalam Yoh 8:58 adalah suatu ‘historical present’, dan ada banyak / setiap alasan untuk percaya bahwa itu bukanlah demikian) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 100,103.

 

¯      Saksi-Saksi Yehuwa juga mengatakan bahwa kata-kata EGO EIMI dalam Yoh 8:58 itu merupakan ‘present of past action still in progress’.

 

Jawaban saya:

 

·        Argumentasi yang berubah-ubah.

 

Robert M. Bowman Jr. mengatakan (‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 90-92) bahwa argumentasi dari Saksi-Saksi Yehuwa tentang Yoh 8:58 ini berubah-ubah. Mula-mula mereka mengatakan bahwa itu merupakan bentuk ‘perfect indefinite tense’ (suatu tense yang sebetulnya tidak pernah ada), lalu mereka mengatakan bahwa itu adalah suatu ‘historical present’, dan lalu mereka mengubahnya lagi dengan  mengatakan bahwa itu adalah suatu ‘perfect tense indicative’, ‘perfect indicative’, atau hanya ‘perfect tense’.

 

Lalu pada tahun 1978 seorang bernama Nelson Herle mulai memberikan penafsiran bahwa ‘perfect indefinite tense’ dan ‘perfect tense indicative’ adalah sama. Tetapi Robert Bowman mengatakan bahwa kedua istilah itu tidak mungkin sama.

 

Robert M. Bowman Jr.: “‘indicative’ is a term describing the mood of the verb, while ‘indefinite,’ as used in the 1950 NWT footnote, is a term describing the tense of the verb. The indicative mood is simply that aspect of the verb that identifies it as a statement (rather than a question, command, or wish). Thus, it is simply not true that ‘perfect tense indicative’ is synonymous with ‘perfect indefinite tense’” [= ‘indikatif’ adalah suatu istilah yang menggambarkan ‘mood’ / ‘modus’ dari kata kerja, sedangkan ‘indefinite’, sebagaimana digunakan dalam catatan kaki dari NWT tahun 1950, adalah suatu istilah yang menggambarkan ‘tense’ / ‘tensa’ dari kata kerja. Modus indikatif hanyalah suatu aspek dari kata kerja yang menunjukkan kata kerja itu sebagai suatu pernyataan (dan bukannya suatu pertanyaan, perintah, atau keinginan). Karena itu, adalah tidak benar bahwa ‘perfect tense indicative’ adalah sama dengan ‘perfect indefinite tense’] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 94-95.

 

·        Sekarang tentang ‘present of past action still in progress’.

 

Nelson Herle mengatakan bahwa adanya anak kalimat dalam bentuk lampau / aorist yang mendahului kata kerja EIMI itu menyebabkan kata EIMI itu harus ditafsirkan sebagai ‘perfect tense’. Ia menggunakan suatu ungkapan ‘present of past action still in progress’. Untuk mendukung pandangannya, Nelson Herle / Saksi-Saksi Yehuwa mengutip kata-kata dari 2 ahli bahasa Yunani yaitu G. B. Winer dan Nigel Turner, yang mengatakan bahwa kadang-kadang bentuk present tense bisa mencakup bentuk past tense, yang terus berlangsung sampai sekarang (Robert M. Bowman Jr., ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 105).

 

Tetapi Robert M. Bowman Jr. mengatakan (hal 105,109) bahwa dalam hal seperti itu kalimat tersebut harus mengandung suatu bagian yang menunjukkan lamanya waktu yang ditunjukkan oleh kata kerja tersebut, dan ia mengutip kata-kata dari Burton, Goodwin, A. T. Robertson, dan Dana & Mantey untuk mendukung pandangannya itu.

 

Contoh:

 

¨      1Yoh 2:9 - “Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada (present tense) di dalam kegelapan sampai sekarang.

 

¨      2Pet 3:4 - “Kata mereka: ‘Di manakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap (present tense) seperti semula, pada waktu dunia diciptakan.’”.

 

Bagian yang saya garis bawahi dobel menunjukkan ‘lamanya waktu’.

 

Dalam Yoh 8:58 ‘lamanya waktu’ itu tidak ada, dan karena itu Robert M. Bowman Jr. menyimpulkan bahwa Yoh 8:58 tidak termasuk dalam ‘present of past action still in progress’ (‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 111).

 

d.   Kontras antara EIMI (= am / adalah) dan GENESTHAI (= became / menjadi; was made / dibuat; was born / dilahirkan; was created / dicipta).

 

Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi (GENESTHAI), Aku telah ada (EIMI).’”.

 

Robert M. Bowman Jr.: “It has long been recognized by commentators on the Gospel of John that in 8:58 a deliberate contrast is made between the created origin of Abraham and the eternal uncreated nature of Christ. This contrast is made by the use of GENESTHAI for Abraham, but EIMI for Christ. Thus, Augustine wrote, Understand, that ‘was made’ refers to human formation; but ‘am’ to the Divine essence” (= Telah lama diakui oleh penafsir-penafsir tentang Injil Yohanes bahwa dalam 8:58 ada suatu kontras yang disengaja antara asal usul Abraham yang diciptakan dan hakekat Kristus yang kekal dan tidak diciptakan. Kontras ini dibuat dengan menggunakan GENESTHAI untuk Abraham, tetapi EIMI untuk Kristus. Karena itu, Agustinus menulis: “Mengertilah, bahwa kata ‘dibuat’ menunjuk pada pembentukan manusia; tetapi kata ‘adalah’ menunjuk pada hakekat Ilahi”) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 112.

 

Robert M. Bowman Jr.: “By itself, of course, the word EIMI does not connote eternal preexistence. However, placed alongside GENESTHAI and referring to a time anterior to that indicated by GENESTHAI, the word EIMI (or its related forms), because it denotes simple existence and is a durative form of the verb ‘to be,’ stands in sharp contrast to the aorist GENESTHAI which speaks of ‘coming into being.’ It is this sharp contrast between ‘being’ and ‘becoming’ which makes it clear that in a text like John 8:58 EIMI connotes eternality, not merely temporal priority” [= Dalam dirinya sendiri, tentu saja kata EIMI tidak mempunyai arti pre-eksistensi yang kekal. Tetapi, ditempatkan di sisi GENESTHAI dan menunjuk pada suatu waktu sebelum waktu yang ditunjukkan oleh GENESTHAI, maka kata EIMI (atau bentuk-bentuknya yang berhubungan), karena kata itu menunjukkan keberadaan biasa dan merupakan  suatu bentuk yang terus menerus dari kata kerja ‘to be’, berada dalam kontras yang tajam dengan bentuk aorist / lampau GENESTHAI, yang berbicara tentang ‘menjadi ada’. Kontras yang tajam antara ‘being’ dan ‘becoming’ inilah yang membuat jelas bahwa dalam suatu text seperti Yoh 8:58 EIMI menunjukkan ‘kekekalan’, bukan sekedar ‘lebih dulu dalam hal waktu’] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 114.

 

Robert M. Bowman Jr.: “In his ‘Prologue’ John contrasts the Word, which ‘was’ (EN, third person imperfect form of EIMI) in the beginning, with his bringing into existence (EGENETO, the third person singular indicative form of GENESTHAI) of all things (John 1:1-3). ... to say that the Word was continuing to exist at the beginning of created time is simply another way of saying that the Word was eternal. By going on to say that this uncreated Logos ‘became’ (egeneto) flesh (1:14), John draws another contrast between the two natures of Christ. To put it in the classic terminology of orthodox incarnational theology, Christ was uncreated (EN) with respect to his deity, but created (EGENETO) with respect to his humanity” [= Dalam ‘Pendahuluan’nya Yohanes mengkontraskan Firman, yang ‘was’ / ‘telah ada’ (EN, orang ketiga, bentuk imperfect dari EIMI) pada mulanya, dengan pembuatan / penciptaan (EGENETO, orang ketiga tunggal, bentuk indikatif dari GENESTHAI) dari segala sesuatu (Yoh 1:1-3). ... mengatakan bahwa Firman terus ada pada permulaan dari waktu yang diciptakan hanyalah merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa Firman itu kekal. Dengan mengatakan selanjutnya bahwa Logos yang tidak diciptakan ini ‘became’ / ‘menjadi’ (EGENETO) daging (1:14), Yohanes membuat kontras yang lain antara kedua hakekat Kristus. Untuk mengatakannya dalam ungkapan klasik dari theologia inkarnasi yang ortodox, Kristus tidak diciptakan (EN) berkenaan dengan keallahanNya, tetapi diciptakan (EGENETO) berkenaan dengan kemanusiaanNya] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 114.

 

Yoh 1:1 - “(1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (3) Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. ... (14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.

 

Catatan: kata EGENETO ada dalam aorist tense; sedangkan kata EN ada dalam imperfect tense. Aorist tense menunjuk pada tindakan sesaat di masa lampau, sedangkan imperfect tense menunjuk pada tindakan yang berjalan terus di masa lampau.

 

Robert M. Bowman Jr.: “had Jesus wished to say what JWs understand him to have said - that he merely existed for a long time before Abraham - he could have said so by saying, ‘Before Abraham came into existence, I was,’ using the imperfect tense EMEN instead of the present tense EIMI. ... Such a statement would have left open the question of whether or not Jesus had always existed, or whether (like the angels) he had existed from the earliest days of the universe’s history. Or, ... he could have said so by stating, ‘Before Abraham came into existence, I came into existence’ (by using the first person aorist EGENOMEN instead of EIMI), or perhaps more simply, ‘I came into existence before Abraham.’ Having said neither of these things, but rather, having chosen terms which went beyond these other formulations to draw a contrast between the created and the uncreated, Jesus’ words must be interpreted as a claim to eternality” [= seandainya Yesus bermaksud untuk mengatakan sebagaimana kata-kataNya dimengerti oleh Saksi-Saksi Yehuwa - bahwa Ia hanya sudah ada untuk waktu yang lama sebelum Abraham - Ia bisa mengatakan hal itu dengan berkata: ‘Sebelum Abraham menjadi ada, Aku ada / I was’, menggunakan imperfect tense EMEN dan bukannya present tense EIMI. ... Pernyataan seperti itu akan membiarkan terbuka pertanyaan apakah Yesus selalu sudah ada atau tidak, atau apakah (seperti malaikat-malaikat) Ia telah ada sebelum saat-saat yang paling awal dari sejarah alam semesta. Atau, ... Ia bisa mengatakan demikian dengan berkata: ‘Sebelum Abraham menjadi ada, Aku menjadi ada’ (dengan menggunakan bentuk aorist / lampau, orang pertama EGENOMEN dan bukannya EIMI), atau mungkin dengan lebih sederhana: ‘Aku menjadi ada sebelum Abraham’. Tetapi karena Ia tidak mengatakan yang manapun dari hal-hal ini, tetapi sebaliknya, memilih istilah-istilah yang melampaui pernyataan-pernyataan yang lain ini, untuk membuat suatu kontras antara yang dicipta dan yang tidak dicipta, maka kata-kata Yesus harus ditafsirkan sebagai suatu claim pada / untuk kekekalan] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 115-116.

 

e.   Hubungan antara Yoh 8:58 dengan Maz 90:2.

 

Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi (GENESTHAI = became = menjadi), Aku telah ada (EIMI = am = adalah).’”.

 

Maz 90:2 - “Sebelum gunung-gunung dilahirkan (LXX: GENETHENAI), dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah (LXX: SU EI = You are / Engkau adalah).

 

Catatan: Bowman menggunakan LXX / Septuaginta / Perjanjian Lama berbahasa Yunani untuk Maz 90:2. Sama seperti Bowman, A. T. Robertson juga membandingkan Yoh 8:58 dengan Maz 90:2 (hal 159).

 

Bowman mengatakan (hal 117-118) bahwa kata GENESTHAI dalam Yoh 8:58 dan kata GENETHENAI dalam Maz 90:2 mempunyai kata dasar yang sama, yaitu GINOMAI. Tetapi:

 

·        GENESTHAI ada dalam bentuk aorist active infinitive.

 

·        GENETHENAI ada dalam bentuk aorist passive infinitive.

 

Lalu, kata-kata ‘Aku ada / adalah’ dalam Yoh 8:58 adalah EGO EIMI (= I am); sedangkan kata-kata ‘Engkaulah’ atau ‘Engkau adalah’ dalam Maz 90:2 adalah SU EI (= You are).

 

Jadi terlihat dengan jelas bahwa Yoh 8:58 paralel dengan Maz 90:2. Perbedaan dari kedua text itu hanyalah:

 

¨      dalam Yoh 8:58 digunakan bentuk aktif dari GINOMAI; sedangkan dalam Maz 90:2 digunakan bentuk pasifnya.

 

¨      dalam Yoh 8:58 digunakan orang pertama (Aku); sedangkan dalam Maz 90:2 digunakan orang kedua (Engkau).

 

Tetapi perbedaan ini sama sekali tidak mempengaruhi ke-paralel-an dari kedua text ini.

 

Maz 90:2 jelas dimaksudkan untuk menunjukkan kekekalan dari Allah / YAHWEH (baca ay 1nya yang berbicara tentang YAHWEH), dan jelas bahwa Yoh 8:58, yang begitu paralel dengan Maz 90:2 itu, berbicara tentang kekekalan dari Yesus!

 

Robert Bowman mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menjawab dengan mengatakan bahwa terjemahan LXX dari Maz 90:2 itu salah, karena LXX menghapuskan kata ‘Allah’ pada akhir dari ayat itu. LXX hanya menterjemahkan ‘You are’ (= Engkau adalah), padahal seharusnya adalah ‘You are God’ (= Engkau adalah Allah). Dengan demikian Maz 90:2 tidak paralel dengan Yoh 8:58.

 

Robert Bowman menjawab keberatan ini dengan 2 hal:

 

*        Memang Yoh 8:58 bukan kutipan dari Maz 90:2, dan karena itu tidak harus sama dalam segala hal. Yang kita claim hanyalah bahwa kedua text ini paralel dalam mengkontraskan bentuk dari EIMI dan GENESTHAI untuk menunjukkan kontras antara ‘keberadaan sementara’ dan ‘keberadaan yang kekal’.

 

*        Perbedaan antara adanya kata ‘Allah’ dalam text Ibraninya dan tidak adanya kata ‘Allah’ dalam LXX tidak terlalu besar artinya.

 

Dengan menggunakan kata ‘Allah’ itu maka text Ibraninya menekankan fakta bahwa YAHWEH bukan hanya ada secara kekal, tetapi ada secara kekal sebagai Allah.

 

f.    Kalaupun Yoh 8:58 tidak mempunyai hubungan dengan Kel 3:14-15 ataupun dengan ayat-ayat Perjanjian Lama yang lain, Robert Bowman berpendapat bahwa Yoh 8:58 tetap menunjukkan kekekalan Kristus, dan karena itu, juga menunjukkan keilahianNya.

 

Robert M. Bowman Jr.: “it is not very important whether such a connection can be established. Even if Exodus 3:14 were not in the Bible at all, John 8:58 would stand on its own as an assertion of the eternality of Christ, … If Christ is eternal and uncreated, then he is Yahweh, for only Yahweh is eternal and uncreated. Therefore, it is not at all necessary for the Christian to prove any connection at all between John 8:58 and Exodus 3:14 in order to use John 8:58 as a prooftext for the deity of Christ” (= tidak terlalu penting apakah hubungan seperti itu bisa dibuktikan. Bahkan seandainya Kel 3:14 itu sama sekali tidak ada dalam Alkitab, Yoh 8:58 tetap akan berdiri sendiri sebagai suatu penegasan tentang kekekalan Kristus, … Jika Kristus kekal dan tidak dicipta, maka Ia adalah YAHWEH, karena hanya YAHWEH yang kekal dan tidak dicipta. Karena itu, sama sekali tidak perlu bagi orang Kristen untuk membuktikan hubungan apapun antara Yoh 8:58 dan Kel 3:14 untuk menggunakan Yoh 8:58 sebagai ayat bukti untuk keallahan Kristus) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 121-122.

 

g.   Komentar-komentar lain tentang Yoh 8:58.

 

Calvin: “he uses different verbs. Before Abraham WAS, or Before Abraham WAS BORN, I AM. But by these words he excludes himself from the ordinary rank of men, and claims for himself a power more than human, a power heavenly and divine, the perception of which reached from the beginning of the world through all ages. Yet these words may be explained in two ways. Some think that this applies simply to the eternal Divinity of Christ, and compare it with that passage in the writings of Moses, I am what I am, (Exod. 3:14.) But I extend it much farther, because the power and grace of Christ, so far as he is the Redeemer of the world, was common to all ages. It agrees therefore with that saying of the apostle, ‘Christ (is the same) yesterday, and to-day, and for ever, (Heb. 13:8). For the context appears to demand this interpretation. ... this saying of Christ contains a remarkable testimony of his Divine essence. ... the present tense of the verb is emphatic; for he does not say, I was, but I am; by which he denotes a condition uniformly the same from the beginning to the end” (= Ia menggunakan kata kerja yang berbeda. Sebelum Abraham ADA, atau Sebelum Abraham dilahirkan, Aku ADA / ADALAH. Tetapi oleh kata-kata ini Ia mengeluarkan diriNya sendiri dari golongan manusia biasa, dan mengclaim untuk diriNya sendiri suatu kuasa yang lebih dari manusiawi, suatu kuasa surgawi dan ilahi, yang pengertiannya mencapai dari permulaan dunia ini sampai semua jaman. Tetapi kata-kata ini bisa dijelaskan dengan dua cara. Sebagian orang beranggapan bahwa ini hanya digunakan untuk keilahian yang kekal dari Kristus, dan membandingkannya dengan text dalam tulisan Musa, ‘Aku adalah yang Aku adalah’, (Kel 3:14). Tetapi saya memperluasnya lebih jauh, karena kuasa dan kasih karunia Kristus, sejauh Ia adalah Penebus dunia ini, adalah sama untuk semua jaman. Karena itu, ini sesuai dengan kata-kata sang rasul, ‘Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya’ (Ibr 13:8). Karena kontextnya kelihatannya menuntut penafsiran ini. ... kata-kata Kristus ini mencakup suatu kesaksian yang luar biasa tentang hakekat IlahiNya. ... bentuk present tense dari kata kerjanya ditekankan; karena Ia tidak berkata, ‘Aku dulu ada’, tetapi ‘Aku ada’; dengan mana Ia menunjukkan suatu kondisi yang terus menerus sama dari permulaan sampai akhir) - hal 362-363.

 

Dari kata-kata ini saya garis bawahi itu terlihat bahwa Calvin menganggap Yoh 8:58 ini memang ada hubungannya dengan Kel 3:14. Bahkan kelihatannya, sama seperti yang dikatakan oleh Robert Bowman di atas, Calvin juga berpendapat bahwa Yoh 8:58 itu sendiri (terpisah dari Kel 3:14) menyatakan kekekalan dari Kristus, dan karena itu juga keilahian dari Kristus.

 

William Hendriksen: “The Jews had committed the error of ascribing to Jesus a merely temporal existence. They saw only the historical manifestation, not the eternal Person; only the human, not the divine. Jesus, therefore, reaffirms his eternal, timeless absolute essence. ... Over against Abraham’s fleeting span of life (Gen. 25:7) Jesus places his own timeless present. To emphasize this eternal present he sets over against the aorist infinitive, indicating Abraham’s birth in time, the present indicative, with reference to himself; hence, not ‘I was,’ but ‘I am.’ Hence, the thought here conveyed is not only that the second Person always existed (existed from all eternity; cf. 1:1,2; cf. Col. 1:17), though this, too, is implied; but also, and very definitely, that his existence transcends time. ... The ‘I am’ here (8:58) reminds one of the ‘I am’ in 8:24. Basically the same thought is expressed in both passages; namely, that Jesus is God! Moreover, what he states here in 8:58 is his answer not only to the statement of the Jews recorded in 8:57 but also to that found in 8:53” [= Orang-orang Yahudi telah melakukan kesalahan dari memberikan kepada Yesus suatu keberadaan yang hanya bersifat sementara. Mereka hanya melihat manifestasi yang bersifat sejarah, bukan Pribadi yang kekal; hanya manusia, bukan ilahi. Karena itu, Yesus menegaskan kembali hakekatNya yang mutlak, kekal, dan tak terbatas oleh waktu. ... Bertentangan dengan saat kehidupan Abraham yang singkat (Kej 25:7) Yesus menempatkan keadaan present / masa kiniNya yang tidak terbatas waktu / ada di atas waktu. Untuk menekankan masa kini yang kekal ini Ia mengkontraskan / mempertentangkan bentuk infinitif lampau yang menunjukkan kelahiran Abraham dalam waktu dengan indikatif present / sekarang berkenaan dengan diriNya sendiri; karena itu Ia tidak menggunakan ‘I was’, tetapi ‘I am’. Karena itu pemikiran yang disampaikan di sini bukan hanya bahwa Pribadi yang kedua ini selalu ada (sudah ada dari kekekalan; bdk. 1;1,2; bdk. Kol 1:17), sekalipun ini juga ditunjukkan secara implicit / tak langsung; tetapi juga, dan dengan sangat pasti, bahwa keberadaanNya melampaui waktu. ... Kata-kata ‘Aku ada / adalah’ di sini (8:58) mengingatkan pada ‘Aku ada / adalah’ dalam 8:24. Secara dasari pemikiran yang sama dinyatakan dalam kedua text; yaitu bahwa Yesus adalah Allah! Lebih lagi, apa yang Ia nyatakan di sini dalam 8:58 merupakan jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan orang-orang Yahudi yang dicatat dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang didapatkan dalam 8:53] - hal 66-67.

 

Walter Martin: “The real problem in the verse is the verb ‘EGO EIMI.’ ... The usage occurs four times (in John 8:24; 8:58; 13:19; 18:5). In these places the term is the same used by the Septuagint at Deuteronomy 32:39; Isaiah 43:10; 46:4; etc., to render the Hebrew phrase ‘I (am) He.’ The phrase occurs only where Jehovah’s Lordship is reiterated. The phrase then is a claim to full and equal Deity” [= Problem sebenarnya dalam ayat ini adalah kata kerja ‘EGO EIMI’. ... Penggunaannya terjadi empat kali (dalam Yoh 8:24; 8:58; 13:19; 18:5). Di tempat-tempat ini istilah itu sama dengan yang digunakan oleh Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) pada Ulangan 32:39; Yesaya 43:10; 46:4; dsb. untuk menterjemahkan ungkapan Ibrani ‘Aku (adalah) Dia’. Ungkapan itu terjadi hanya dimana KeTuhanan dari Yehovah diulangi / dinyatakan ulang. Maka, ungkapan itu merupakan suatu claim tentang KeAllahan yang penuh dan setara] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 88.

 

Walter Martin: “The term is translated here correctly only as ‘I am’ and since Jehovah is the only ‘I am’ (Exodus 3:14; Isaiah 44:6), He and Christ are ‘One’ in Nature, truly the fullness of the ‘Deity’ in the flesh. The Septuagint translation of Exodus 3:14 from the Hebrew EHYEH utilizes EGO EIMI as the equivalent of ‘I am,’ Jehovah, and Jesus quoted the Septuagint to the Jews frequently, hence their known familiarity with it, and their anger at His claim (8:59)” [= Di sini istilah ini diterjemahkan dengan benar hanya sebagai ‘Aku ada / adalah’ dan karena Yehovah adalah satu-satunya ‘Aku ada / adalah’ (Keluaran 3:14; Yesaya 44:6), Ia dan Kristus adalah ‘Satu’ dalam Hakekat, sungguh-sungguh kepenuhan keAllahan dalam daging. Terjemahan Septuaginta dari Keluaran 3:14 dari kata Ibrani EHYEH menggunakan EGO EIMI sebagai kata yang sama artinya dengan ‘Aku adalah’, Yehovah, dan Yesus sering mengutip Septuaginta bagi orang-orang Yahudi, dan karena itu mereka akrab dengannya / mengenalnya dengan baik, dan mereka menjadi marah atas claimNya (8:59)] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 89.

 

Leon Morris (NICNT): “Whether we translate ‘before Abraham was’ (as AV), or ‘was born’ (as ARV, NEB, etc.) the meaning will be ‘came into existence’, as the aorist tense indicates. A mode of being which has a definite beginning is contrasted with one which is eternal. ‘I am’ must have the fullest significance it can bear. It is ... in the style of deity. ... It is an emphatic form of speech and one that would not normally be employed in ordinary speech. Thus to use it was recognizably to adopt the divine style. In passages like vv. 24,28 that is fairly plain, but in the present passage it is unmistakable. When Jesus is asserting His existence in the time of Abraham there is no other way of understanding it. It should also be observed that He says ‘I am’, not ‘I was’. It is eternity of being and not simply being which has lasted through several centuries that the expression indicates” [= Apakah kita menterjemahkan ‘sebelum Abraham ada’ (seperti AV / KJV), atau ‘dilahirkan’ (seperti ARV, NEB, dsb.) artinya adalah ‘menjadi ada’, seperti yang ditunjukkan oleh bentuk lampau dari kata itu. Suatu cara keberadaan yang mempunyai suatu permulaan yang tertentu dikontraskan dengan cara keberadaan yang kekal. ‘Aku adalah’ harus mempunyai arti yang paling penuh yang bisa dikandungnya. Kata-kata itu ada ... dalam gaya dari keallahan. ... Itu merupakan bentuk pengucapan yang tegas / ditekankan, dan merupakan suatu bentuk yang tidak digunakan secara normal dalam pembicaraan biasa. Jadi menggunakan bentuk itu bisa dikenali sebagai menggunakan gaya ilahi. Dalam text-text seperti ay 24,28 hal itu cukup jelas, tetapi dalam text ini (Yoh 8:58) hal itu tidak bisa salah. Pada waktu Yesus sedang menegaskan keberadaanNya pada jaman Abraham tidak ada cara lain untuk memahaminya. Juga harus diperhatikan bahwa Ia mengatakan ‘I am’ (‘Aku adalah’ - bentuk present) bukan ‘I was’ (‘Aku adalah’ - bentuk lampau). Adalah kekekalan dari keberadaan, dan bukannya sekedar keberadaan yang berlangsung / bertahan melalui beberapa abad, yang ditunjukkan oleh ungkapan itu] - hal 473-474.

 

Leon Morris (Tyndale): “That is a supreme claim to Deity; ... These are the words of the most impudent blasphemer that ever spoke, or the words of God incarnate” (= Ini adalah claim yang tertinggi atas keAllahan; ... Kata-kata ini adalah kata-kata dari penghujat yang paling kurang ajar yang pernah berbicara, atau kata-kata dari Allah yang berinkarnasi) - hal 473 (footnote).

 

Leon Morris (NICNT): e]go ei]mi in LXX renders the Hebrew xUh ynix] which is the way God speaks (cf. Deut. 32:39; Isa. 41:4; 43:10; 46:4, etc.). The Hebrew may carry a reference to the meaning of the divine name hvhy (cf. Exod. 3:14). We should almost certainly understand John’s use of the term to reflect that in the LXX. It is the style of deity, and it points to the eternity of God according to the strictest understanding of the continuous nature of the present ei]mi. He continually IS [= e]go ei]mi / EGO EIMI dalam LXX / Septuaginta menterjemahkan kata-kata Ibrani xUh ynix] (ANI HU - Aku adalah Dia) yang merupakan cara Allah berbicara (bdk. Ul 32:39; Yes 41:4; 43:10; 46:4, dsb). Bahasa Ibraninya mungkin membawa suatu hubungan dengan arti dari nama ilahi hvhy / YHWH (bdk. Kel 3:14). Hampir pasti kita harus memahami penggunaan istilah itu oleh Yohanes untuk menggambarkan hal itu dalam LXX / Septuaginta. Itu merupakan gaya dari keallahan, dan itu menunjuk kepada kekekalan Allah menurut pengertian yang paling ketat dari sifat kontinyu / terus menerus dari bentuk present ei[mi (EIMI). Ia secara kontinyu / terus menerus ADA / adalah] - hal 473 (footnote).

 

William Barclay: “We must note carefully that Jesus did not say: ‘Before Abraham  was, I was,’ but, ‘Before Abraham was, I am.’ Here is the claim that Jesus is timeless. There never was a time when he came into being; there never will be a time when he is not in being. ... There is only one person in the universe who is timeless; and that one person is God. What Jesus is saying here is nothing less than that the life in him is the life of God; he is saying, as the writer of the Hebrew put it more simply, that he is the same yesterday, today and forever. In Jesus we see, not simply a man who came and lived and died; we see the timeless God, who was the God of Abraham and of Isaac and of Jacob, who was before time and who will be after time, who always is. In Jesus the eternal God showed himself to men” (= Kita harus memperhatikan dengan seksama bahwa Yesus tidak berkata: ‘Sebelum Abraham ada, I was’ (‘Aku ada’ - bentuk lampau), tetapi ‘Sebelum Abraham ada, I am’ (‘Aku ada’ - bentuk present). Ini adalah suatu claim bahwa Yesus itu tidak terbatas waktu. Tidak pernah ada waktu dimana Ia menjadi ada; tidak pernah akan ada waktu dimana Ia tidak ada. ... Hanya ada satu pribadi dalam alam semesta yang tidak terbatas waktu; dan satu pribadi itu adalah Allah; Ia sedang mengatakan, seperti penulis dari surat Ibrani menyatakannya dengan lebih sederhana, bahwa Ia adalah sama kemarin, hari ini, dan selama-lamanya. Dalam Yesus kita melihat, bukan hanya seorang manusia yang datang dan hidup dan mati; kita melihat Allah yang tidak terbatas waktu, yang adalah Allah dari Abraham dan dari Ishak dan dari Yakub, yang ada sebelum waktu dan akan ada setelah waktu, yang selalu ada (IS - bentuk present). Dalam Yesus, Allah yang kekal menunjukkan diriNya sendiri kepada manusia] - hal 36.

 

Barnes’ Notes: “There is a remarkable similarity between the expression employed by Jesus in this place, and that used in Exodus to denote the name of God” (= Ada suatu kemiripan yang hebat / luar biasa antara ungkapan yang digunakan oleh Yesus di tempat ini, dan ungkapan yang digunakan dalam Keluaran untuk menunjukkan nama Allah) - hal 310.

 

Tasker (Tyndale): “The fact that the Jews attempted to stone Jesus after hearing the words ‘I am’ shows that it suggested to them the divine name so translated in the LXX version of Ex. 3:14” (= Fakta bahwa orang-orang Yahudi berusaha untuk merajam Yesus setelah mendengar kata-kata ‘Aku adalah’ menunjukkan bahwa itu menunjukkan secara tidak langsung kepada mereka nama ilahi yang diterjemahkan demikian dalam Kel 3:14 versi LXX / Septuaginta) - hal 122.

 

F. F. Bruce: “He echoes the language of the God of Israel, who remains the same from everlasting to everlasting: ‘I, the LORD, the first, and with the last, I am He’ (Isa. 41:4). ... he was using language which only God could use” [= Ia menggemakan bahasa Allah dari Israel, yang tetap sama dari selama-lamanya sampai selama-lamanya: ‘Aku TUHAN, yang pertama, dan bersama dengan yang terakhir, Aku adalah Dia’ (Yes 41:4). ... Ia sedang menggunakan bahasa yang hanya bisa digunakan oleh Allah] - hal 205,206.

 

Kesimpulan: tidak semua penafsir setuju bahwa semua ayat-ayat dimana Yesus mengucapkan ‘I am’ (= Aku ada / adalah) berhubungan dengan nama Allah dalam Kel 3:14,15. Tetapi dalam kasus Yoh 8:58:

 

 

 

 

Dan, seperti yang dikatakan oleh Robert Bowman dalam point f. di atas, kalaupun Yoh 8:58 tidak berhubungan dengan Kel 3:14-15 atau ayat-ayat Perjanjian Lama yang lain, ayat itu sendiri tetap menunjukkan kekekalan Yesus dan keberadaan Yesus yang melampaui waktu / di atas waktu / tak terbatas oleh waktu, dan karena itu tetap menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com