Bagaimana menaklukkan dan membongkar fitnah/dusta/kepalsuan

Saksi-saksi palsu Yehuwa?

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


6)  Semua ayat yang menyebut Yesus sebagai Anak Allah.

 

Saksi-Saksi Yehuwa berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. Mereka juga berulangkali mengatakan bahwa Yesus tidak pernah mengclaim diriNya sebagai Allah, tetapi selalu sebagai Anak Allah.

Bantahan:

 

a)   Tentang Yesus yang tidak pernah menyatakan diri sebagai Allah.

 

Yesus memang tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’; Ia selalu menyatakan diri sebagai ‘Anak Allah’. Tetapi perlu dipertanyakan kepada Saksi-Saksi Yehuwa pertanyaan ini: apakah kita harus membentuk pemikiran / kepercayaan / ajaran tentang Yesus hanya berdasarkan kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain? Yang dianggap sebagai Firman Tuhan itu hanya kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga bagian-bagian lain dari Kitab Suci? Sekalipun Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’, tetapi banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan demikian, seperti Yes 9:5  Yoh 1:1  Yoh 20:28  Kis 20:28  Ro 9:5  Tit 2:13  Ibr 1:8  2Pet 1:1  1Yoh 5:20  Wah 1:8 dsb.

 

b)   Ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.

 

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri ini, banyak orang menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman seka­rang tentang istilah ‘Anak Allah’ itu. Padahal istilah itu digunakan sekitar 2000 tahun yang lalu di Palestina, dan karena itu harus diartikan menurut pengertian orang-orang di sana pada jaman itu.

 

Loraine Boettner: “in theological language the terms ‘Father’ and ‘Son’ carry with them not our occidental ideas of, on the one hand, source of being and superiority, and on the other, subordination and dependence, but rather the Semitic and oriental ideas of likeness or sameness of nature and equality of being. It is, of course, the Semitic consciousness that underlies the phraseology of Scripture, and wherever the Scriptures call Christ the ‘Son of God’ they assert His true and proper Deity” (= dalam bahasa theologia istilah-istilah ‘Bapa’ dan ‘Anak’ membawa dengan mereka, bukan gagasan-gagasan Barat tentang sumber keberadaan dan kesuperioran pada satu pihak dan ketundukan dan ketergantungan pada pihak yang lain, tetapi gagasan-gagasan Semitic dan Timur tentang persamaan atau kesamaan hakekat / sifat dan kesetaraan dari keberadaan. Tentu saja, kesadaran Semiticlah yang mendasari penggunaan ungkapan dari Kitab Suci, dan dimanapun Kitab Suci menyebut Kristus ‘Anak Allah’, mereka menegaskan keilahianNya yang sungguh-sungguh dan benar) - ‘Studies in Theology’, hal 152-153.

 

Catatan: kata ‘Semitic’ berasal dari nama ‘Sem’, yaitu salah satu dari anak-anak Nuh. Yang termasuk bahasa Semitic adalah bahasa-bahasa di Timur Tengah seperti Ibrani dan juga Aramaic, Arab, Asyur, Babilonia, Phoenicia, dsb.

 

Lalu bagaimana pengertian orang-orang di sana pada jaman itu tentang istilah ‘Anak Allah’?

 

Istilah ‘anak’ diartikan secara sangat bervariasi dalam Kitab Suci, yaitu:

 

·        anak laki-laki (secara jasmani).

 

·        keturunan, tanpa mempedulikan jenis kelamin (Ro 9:27).

 

·        teman / sahabat (Mat 9:15).

 

·        kemiripan, baik dalam hal yang baik atau buruk (Gal 3:7  Mat 23:31  Luk 6:35  Kis 13:10).

 

·        sifat moral yang menonjol (Mat 5:9,45  Mark 3:17  Luk 10:6  Luk 16:8  Ef 2:2  Kis 4:36).

 

·        tujuan / nasib akhir, baik atau buruk (Mat 23:15  Yoh 17:12  2Tes 2:3  Mat 13:38).

 

·        hubungan orang-orang percaya dengan Allah (Gal 3:26).

 

·        ciptaan (Luk 3:38  Ayub 1:6  Ayub 2:1).

 

Tidak ada dari arti-arti ini yang bisa diterapkan terhadap istilah ‘Anak Allah’ pada waktu istilah itu diterapkan kepada Yesus.

 

A. H. Strong: “Dalman, The Words of Jesus: ‘Nowhere do we find that Jesus called himself the Son of God in such a sense as to suggest a merely religious and ethical relation to God - a relation which others also possessed and which they were capable of attaining or were destined to acquire.’ We may add that while in the lower sense there are many ‘sons of God,’ there is but one ‘only begotten Son.’” (= Dalman, ‘The Words of Jesus’: Kita tidak pernah menemukan dimanapun bahwa Yesus menyebut diriNya sendiri Anak Allah dalam arti sedemikian rupa sehingga menunjukkan semata-mata hubungan yang bersifat agama dan etika / moral dengan Allah - suatu hubungan yang juga dimiliki oleh orang-orang yang lain, dan yang bisa mereka capai atau suatu hubungan yang ditetapkan bagi mereka untuk mendapatkannya’. Kami bisa menambahkan bahwa sementara dalam arti yang lebih rendah ada banyak ‘anak-anak Allah’, tetapi hanya ada satu ‘satu-satunya Anak yang diperanakkan’) - ‘Systematic Theology’, hal 313.

 

Kalau begitu apa artinya? Tentang istilah / gelar ‘Anak Allah’ bagi Yesus, W. E. Vine memberikan komentar sebagai berikut:

“absolute Godhead, not Godhead in a secondary or derived sense, is intended in the title” (= keAllahan yang mutlak, bukan keAllahan dalam arti sekunder atau yang didapatkan, yang dimaksudkan dalam gelar tersebut) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1061.

 

Tetapi, apa dasarnya pandangan seperti ini?

 

Pertama-tama kita bisa mendapatkan jawabannya dengan membandingkan istilah ‘Anak Allah’ dengan istilah ‘Anak  Manusia’, yang sama-sama merupakan gelar / sebutan yang sangat sering digunakan oleh Yesus untuk diriNya sendiri. Kalau istilah ‘Anak  Manusia’ diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul manusia’, maka istilah ‘Anak Allah’ harus diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul Allah’.

 

Kedua, kita bisa melihat Mat 14:33 yang berbunyi sebagai berikut: “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”. Pikirkan ayat ini! Mereka menganggap Yesus betul-betul adalah Anak Allah, dan karena itu mereka lalu menyembah Dia. Kalau mereka menganggap bahwa ‘Anak Allah’ itu ‘bukan Allah’, atau ‘lebih rendah dari Allah’, maka mungkinkah mereka, yang adalah orang-orang Yahudi (bangsa monotheist, yang hanya menyembah Allah saja), lalu menyembah Dia? Dari ayat ini jelas bahwa mereka menganggap istilah ‘Anak Allah’ berarti ‘Allah sendiri’.

 

Ketiga, kita bisa mendapatkan jawabannya dengan melihat pada Yoh 10:33b dan Yoh 5:18b, dimana terli­hat dengan jelas bahwa pada waktu Yesus menyebut diriNya sebagai ‘Anak Allah’, orang-orang Yahudi pada saat itu mengerti bahwa kata-kata itu berarti bahwa Yesus menganggap diri sehakekat dengan Allah, atau menyamakan diri dengan Allah, atau menganggap diri setara dengan Allah. Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karena itu mereka mau merajam Yesus.

 

Yoh 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.

 

NIV/NASB: ‘making himself equal with God’ (= membuat diriNya sendiri setara dengan Allah).

 

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yoh 5:18 adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Fil 2:6. Jadi artinya ‘menyetarakan’ / ‘menyederajatkan’, bukan betul-betul ‘mengidentikkan’.

 

Yoh 10:30-33 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah (bdk. Yoh 10:36b - Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”).

 

Catatan: terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘menyamakan diriMu dengan Allah’ adalah ‘membuat diriMu Allah’.

 

Bandingkan kedua text di atas dengan:

 

¨      Yoh 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.

 

Catatan: terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’ adalah ‘Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah’.

 

¨      Mark 14:61-64 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ (63) Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Untuk apa kita perlu saksi lagi? (64) Kamu sudah mendengar hujatNya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’ Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati.

 

Saksi-Saksi Yehuwa menganggap bahwa penyetaraan Yesus dengan Allah itu hanya merupakan anggapan / penafsiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang pengakuan Yesus sebagai Anak Allah.

 

Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 433, Saksi-Saksi Yehuwa mengomentari Yoh 5:18 dengan berkata: “Orang Yahudi yang tidak percaya itulah yang berpendapat bahwa Yesus berusaha menjadikan dirinya sama seperti Allah dengan menyatakan Allah sebagai Bapanya. ... Orang Yahudi yang tidak percaya itu jugalah yang menyatakan bahwa Yesus melanggar Sabat”. Bandingkan dengan buku ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 24, yang juga mengatakan hal yang kurang lebih sama dengan ini.

 

Ini sama sekali tidak masuk akal, karena:

 

*        Sebetulnya kata-kata dalam Yoh 5:18 itu bukanlah kata-kata dari orang-orang Yahudi tetapi kata-kata dari Yohanes / penceritaan oleh rasul Yohanes.

 

Yoh 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.

 

Walter Martin: “The sentence structure clearly shows that John said it under the inspiration of the Holy Spirit, and not the Jews!” (= Struktur kalimatnya jelas menunjukkan bahwa Yohaneslah yang mengatakannya di bawah pengilhaman Roh Kudus, dan bukan orang-orang Yahudi!) - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 96.

 

Tetapi adanya kata-kata ‘meniadakan Sabat’, mungkin menunjukkan bahwa dalam bagian ini rasul Yohanes memang mencatat kata-kata dari orang-orang Yahudi. Sekalipun demikian, kata-kata itu pasti benar karena Yohanes tidak mengoreksinya (Catatan: tentang ‘meniadakan Sabat’, Yohanes tidak perlu mengoreksinya, karena Yesus sudah melakukan hal itu dalam ay 16-17nya).

 

Dalam Yoh 2, pada waktu orang-orang Yahudi mempunyai penafsiran yang salah tentang kata-kata Yesus, maka Yohanes mengoreksinya.

 

Yoh 2:18-21 - “(18) Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: ‘Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?’ (19) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.’ (20) Lalu kata orang Yahudi kepadaNya: ‘Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?’ (21) Tetapi yang dimaksudkanNya dengan Bait Allah ialah tubuhNya sendiri”.

 

Ay 20 merupakan penafsiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang kata-kata Yesus, dan ay 21 merupakan koreksi yang diberikan oleh rasul Yohanes tentang penafsiran yang salah itu.

 

Lalu mengapa kalau Yoh 5:18 merupakan kata-kata dari orang-orang Yahudi, dan kata-kata itu salah, Yohanes tidak mengoreksinya? Jelas karena kata-kata itu memang benar, dan karena itu tidak perlu dikoreksi.

 

*        dalam Yoh 10:33, sekalipun kata-kata itu memang itu diucapkan oleh orang-orang Yahudi, tetapi lagi-lagi kata-kata itu pasti benar. Mengapa? Karena kalau kata-kata itu salah, Yesus pasti akan membetulkannya; Ia pasti akan menyangkal bahwa Ia menyetarakan diriNya dengan Allah. Tetapi Yesus tidak pernah melakukan hal itu! Kalau saudara membaca Yoh 10:34-39 terlihat dengan jelas bahwa Yesus bukannya membetulkan kesalahan mereka, tetapi sebaliknya justru menegaskan bahwa kata-kata mereka itu benar. Supaya lebih jelas, mari kita pelajari bagian itu.

 

Yoh 10:34-39 - “(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.

 

Ada hal-hal yang ingin saya jelaskan tentang jawaban Yesus dalam Yoh 10:34-38 ini:

 

1.   Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dari seluruh jawaban Yesus ini adalah: terhadap kata-kata orang-orang Yahudi dalam ay 33 (bahwa Yesus menyetarakan diri dengan Allah), Yesus tidak menyangkalnya! Andaikata dalam ay 30 Yesus memang tidak bermaksud untuk menyetarakan diriNya dengan Allah, maka dalam ay 34-38 Ia pasti akan berkata: ‘Siapa yang menyetarakan diri dengan Allah? Kamu salah mengerti kata-kataKu!’.

 

Dalam persoalan Sabat, pada saat mereka menyalahkan Yesus, Yesus sering membantahnya (Mat 12:1-8  Mat 12:9-15a  Luk 13:10-17  Luk 14:1-6  Yoh 5:16-17  Yoh 7:22-24). Tetapi dalam persoalan ‘tuduhan’ menyetarakan diri dengan Allah, Yesus tidak pernah membantahnya (Yoh 5:17-18  Yoh 10:30-38). Kalau memang pendapat / penafsiran mereka itu salah, mengapa Yesus tidak pernah membantahnya?

 

Loraine Boettner: “And Jesus did not deny, but acknowledged, the accuracy of their charge. If they had been wrong a word from Him would have set them right, and it would have been nothing short of criminal for Him to have withheld it. ... It was not because of a slight misunderstanding of His claims that He allowed Himself to be murdered by His enemies, but because His claims were insisted upon by Him and accurately understood and resented by the Jews that He went to the cross” (= Dan Yesus tidak menyangkal, tetapi mengakui, keakuratan dari tuduhan mereka. Seandainya mereka salah, maka satu kata dari Dia akan membetulkan mereka, dan merupakan suatu tindakan kriminil dari Dia untuk menahan / tidak mengucapkan kata itu. ... Bukan karena suatu kesalah-pahaman yang kecil tentang claimNya sehingga Ia mengijinkan diriNya sendiri dibunuh oleh musuh-musuhNya, tetapi karena Ia berkeras / bersikukuh tentang claimNya, dan claimNya itu dimengerti secara akurat dan dibenci oleh orang-orang Yahudi sehingga Ia disalibkan) - ‘Studies in Theology’, hal 155.

 

2.   Jawaban Yesus dalam ay 34-38 terdiri dari 2 hal:

 

a.   Ay 34-36:

 

·        Ay 34b dikutip dari Maz 82:6.

 

·        Yesus berkata bahwa dalam Kitab Suci juga ada orang yang disebut dengan istilah ‘allah’, dan itu tidak dianggap penghujatan. Yesus tidak memaksudkan bahwa Ia juga adalah ‘allah’ dalam arti yang sama. Yesus tidak menyejajarkan diriNya dengan hakim-hakim yang disebut ‘allah’ itu. Maksud Yesus adalah: kalau mereka, yang adalah manusia biasa / hakim, bisa disebut ‘allah’ tanpa harus menghujat Allah, maka lebih-lebih Dia, yang adalah Mesias. Pada waktu Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Allah’, tentu itu bukan penghujatan.

 

b.   Ay 37-38: Hal kedua yang Yesus tekankan adalah: mujijat-mujijat yang Ia lakukan seharusnya membuat mereka mempercayai kata-kataNya.

 

3.   Ada 3 kalimat / pernyataan yang artinya sama.

 

Yoh 10:30-39 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’ (34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.

 

Ingat bahwa semua persoalan ini muncul karena dalam Yoh 10:30 Yesus berkata: ‘Aku dan Bapa adalah satu’.

 

Sekarang perhatikan bahwa dalam ay 36b Yesus berkata: “karena Aku berkata: ‘Aku Anak Allah’”. Ini aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “karena Aku berkata: ‘Aku dan Bapa adalah satu’”? Bukankah kata-kata ‘Aku dan Bapa adalah satu’ dalam ay 30 itu yang dipersoalkan di sini?

 

Juga dalam ay 38b, Yesus berkata: “Supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa. Ini juga aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “Supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Aku dan Bapa adalah satu?

 

Jawabannya: jelas karena ketiga kalimat itu: yaitu:

 

·        Aku dan Bapa adalah satu (ay 30).

 

·        Aku adalah Anak Allah (ay 36b).

 

·        Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (ay 38b  bdk. Yoh 14:8-11).

 

maksudnya adalah sama! Semuanya menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri!

 

c)   Yesus menyebut diriNya / disebut sebagai Anak Allah karena memang Ia diperanakkan secara kekal oleh Allah Bapa. Untuk ini lihat penjelasan tentang doktrin The Eternal Generation of the Son di bawah.

 

7)  Yoh 5:26 dan Yoh 6:57.

 

Yoh 5:26 - “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, demikian juga diberikanNya Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri.

 

Yoh 6:57 - “Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku”.

 

Di sini dikatakan bahwa Yesus menerima hidup dari Bapa atau Yesus hidup oleh Bapa. Ini dijadikan dasar oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk mengatakan bahwa Bapa ada lebih dulu dari pada Yesus dan itu berarti bahwa Yesus tidak sama kekalnya dengan Bapa.

Bantahan:

 

a)   Penafsiran satu ayat tidak boleh menabrak ayat lain dalam Kitab Suci, karena kalau demikian maka itu berarti bahwa Allah berbicara dengan lidah bercabang!

 

Banyak ayat lain dalam Kitab Suci yang menunjukkan kekekalan Yesus (Yoh 1:1  Yoh 8:58  Ibr 1:11-12  Wah 1:8,18). Jadi, jelas bahwa Yoh 5:26 dan Yoh 6:57 tidak berarti bahwa Bapa ada lebih dulu dari Yesus atau bahwa Yesus tidak sama kekalnya dengan Bapa.

 

b)   Kalau Anak itu tidak kekal, maka ke-Bapa-an dari Allah Bapa juga tidak kekal, karena pada saat Anak itu tidak ada, Allah tidak bisa disebut Bapa.

 

Philip Schaff: “As there is no Son without the Father, no more is there Father without Son. An unfruitful Father were like a dark light, or a dry fountain, a self-contradiction” (= Sama seperti tidak ada Anak tanpa Bapa, demikian juga tidak ada Bapa tanpa Anak. Seorang Bapa yang tidak berbuah / beranak, seperti terang yang gelap, atau sumber air yang kering, suatu kontradiksi) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 661.

 

c)   Dalam Yoh 5:26 dikatakan bahwa Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri. Artinya Bapa itu tidak diciptakan / mendapatkan keberadaannya dari sesuatu yang lain di luar diriNya. Ia ada dengan sendirinya / ada dari dirinya sendiri, atau dengan kata lain, Ia mempunyai sifat self-existent.

 

Lalu dalam Yoh 5:26b dikatakan bahwa Bapa memberi Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri. Jadi, Bapa membuat sehingga Anak / Yesus juga mempunyai sifat self-existent / ada dengan sendirinya / ada dari dirinya sendiri.

 

W. G. T. Shedd: “The attribute of self-existence is here represented as ‘given,’ or communicated; not as created. The Father makes self-existing life a common quality between himself and his beloved Son, in order ‘that all men should honor the Son, even as they honor the Father,’ John 5:23” (= Sifat self-existent / ada dengan sendirinya / ada dari dirinya sendiri di sini digambarkan sebagai ‘diberikan’ atau ‘sama-sama dimiliki’; bukan sebagai ‘diciptakan’. Bapa menjadikan kehidupan yang ada dari diriNya sendiri sebagai suatu kwalitet yang sama antara diriNya sendiri dan AnakNya yang kekasih, ‘supaya semua manusia menghormati Anak, sama seperti mereka menghormati Bapa’, Yoh 5:23) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol 1, hal 276.

 

Kalau Anak itu memang adalah ciptaan dari Bapa, seperti yang dipercayai oleh Saksi-Saksi Yehuwa, maka tidak mungkin Bapa bisa membuatnya menjadi self-existent! Bahkan Allah sekalipun, tidak bisa membuat ‘suatu ciptaan’ menjadi ‘sesuatu yang self-existent! Jelas bahwa supaya Anak bisa mempunyai sifat self-existent, Ia harus adalah Allah sendiri, bukan merupakan ciptaan, dan sama kekalnya dengan Bapa!

 

d)   Yoh 5:26 dan Yoh 6:57 mempunyai 2 kemungkinan penafsiran:

 

·        Di sini Yesus berbicara sebagai manusia. Seba­gai manusia, Ia memang menerima hidup dari Bapa (Walter Martin, ‘The Kingdom of the Cults’, hal 67).

 

·        Ayat-ayat ini menunjuk pada doktrin yang disebut ‘The eternal generation of the Son’, yang akan saya jelaskan di bawah ini. Saya lebih condong pada penafsiran kedua ini.

 

THE ETERNAL GENERATION OF THE SON.

 

Untuk menjelaskan hubungan Bapa dengan Anak, dan sekaligus untuk melindungi ketidak-berubahan Allah dan kekekalan Yesus, maka diciptakan doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini.

 

¨      Dasar Kitab Suci dari doktrin ini:

 

*        Sebutan ‘Bapa’ dan ‘Anak’ dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa Bapa memang memperanakkan Anak (tetapi bukan seperti seorang bapak memperanakkan anaknya!). Kalau memang tidak ada tindakan memperanakkan, mengapa tidak disebut saja suami - istri, atau dua saudara kembar, atau paman - keponakan, dan sebagainya.

 

*        Sebutan ‘Anak Tunggal’ / The Only Begotten’ (Yoh 1:14  3:16), dan juga sebutan ‘sulung’ [dalam bahasa Inggrisnya firstborn (= yang dilahirkan pertama)] bagi Yesus (Kol 1:15  Ro 8:29  Ibr 1:6), menunjukkan bahwa Ia memang diperanakkan.

 

*        Yoh 5:26 dan Yoh 6:57 mengatakan bahwa Bapa memberikan Anak untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri.

 

*        Yoh 1:18, kalau dilihat dari manuscript yang dianggap paling benar, terjemahannya adalah ‘satu-satunya Allah yang diperanakkan’ (‘the only begotten God’). Sekalipun Bapa dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi Bapa dan Roh Kudus tidak pernah diperanakkan. Jadi, Yesus adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan!

 

Catatan: Ayat ini akan saya jelaskan secara lebih mendetail dalam jilid II.

 

¨      Definisi doktrin ini: ‘The eternal generation of the Son’ merupakan suatu tindakan kekal dari Bapa, dimana Bapa secara kekal / terus menerus memperanakkan Anak.

 

Itu bukanlah suatu tindakan yang terjadi hanya pada satu saat di masa lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang, sekalipun sudah selesai dilakukan, tetapi tetap dilakukan terus-menerus, dari - ; sampai + ; (minus tak terhingga sampai plus tak terhingga). Tidak ada saat di mana Bapa tidak melakukan tinda­kan itu.

 

Catatan: yang diperanakkan secara kekal itu adalah pribadi Allah Anak, bukan hakekatNya, karena Ia sehakekat dengan Bapa.

 

Definisi ini penting, karena kalau dikatakan bahwa Bapa memperanakkan Anak pada satu saat di masa yang lampau, maka gambarnya adalah seperti ini:

 

Bapa

memperanakkan

Anak

   

V                                                                                             V W

   

Hanya ada Bapa sendiri                                                            Ada Bapa dan Anak

_____________________________________________________________

 

Dengan demikian:

 

*        ada perubahan dalam diri Allah (dari 1 pribadi menjadi 2 pribadi).

 

Catatan: jangan menganggap gambar-gambar di atas sebagai gambar-gambar dari Bapa dan Anak. Saya tidak menggambarkan Allah, karena itu dilarang oleh Kitab Suci. Dengan gambar itu saya hanya ingin menunjukkan bahwa ada perubahan dari satu pribadi menjadi dua pribadi!

 

*        Bapa lebih kekal dari Anak / Yesus.

 

Memang ada yang menangkis serangan ini dengan berkata bahwa pada minus tak terhingga itu belum ada waktu, sehingga tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’. Itu benar tetapi:

 

¨      secara logika kita masih dapat memikirkan hal itu.

 

¨      bdk. Ro 8:29 - “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”.

 

Baik ‘pemilihan’ maupun ‘penentuan’ terjadi dari semula (minus tak terhingga), tetapi toh ayat itu menunjukkan bahwa ‘pemilihan’ mendahului ‘penentuan’.

 

Sekarang mari kita kembali pada doktrin yang benar dari ‘The Eternal Generation of the Son’ ini.

 

Herman Bavinck: “It is not to be regarded as having been completed once for all in the past, but it is an act eternal and immutable, eternally finished, yet continuing forevermore. As it is natural for the sun to give light and for the fountain to pour forth water, so it is natural for the Father to generate the Son” (= Ini tidak boleh dianggap sebagai sudah terjadi sekali untuk selama-lamanya di masa yang lalu, tetapi ini merupakan suatu tindakan yang kekal dan tidak berubah, diselesaikan secara kekal, tetapi terus berlang­sung selama-lamanya. Sebagaimana merupakan sesuatu yang alamiah bagi matahari untuk memberikan sinarnya dan bagi suatu sumber untuk mengeluarkan air, demikian juga adalah sesuatu yang alamiah bagi Bapa untuk memperanakkan Anak) - ‘The Doctrine of God’, hal 309.

 

Illustrasi / analogi yang dipakai oleh Bavinck di sini adalah sangat penting. Tindakan Bapa memperanakkan Anak merupakan suatu tinda­kan yang sudah selesai, tetapi terus berlangsung secara kekal.

 

Analoginya adalah matahari yang memancarkan sinarnya. Matahari itu sudah selesai memancarkan sinarnya, tetapi hal itu tetap berlangsung terus menerus, dan tidak ada saat dimana matahari tidak memancarkan sinranya.

 

Sekarang cobalah membayangkan hal itu. Dari minus tak terhingga sampai ke plus tak terhingga matahari terus menerus memancarkan sinarnya. Coba bayangkan hal ini, dan ikuti matahari dan sinarnya itu mulai minus tak terhingga sampai ke plus tak terhingga. Apakah ada perubahan? Sama sekali tidak, bukan? Semua tetap sama selama-lamanya. Lalu, apakah matahari lebih kekal dari sinarnya? Kalau saudara berkata bahwa matahari ada lebih dulu dari sinarnya, maka ingat bahwa matahari tanpa sinar tidak bisa disebut sebagai matahari, dan ingat juga bahwa dalam ilustrasi ini matahari itu terus mengeluarkan sinarnya dari minus tak terhingga sampai plus tak terhingga. Jadi jelas bahwa matahari sama usianya dengan sinarnya.

 

Kalau hal ini kita jadikan ilustrasi tentang Bapa yang memperanakkan Anak, maka kita tidak bisa melihat adanya perubahan dalam diri Allah, dan kita juga tidak bisa mengatakan bahwa Bapa itu lebih kekal dari pada Anak.

 

Philip Schaff: “In human generation, ... the father is older than the son; but in the divine generation, which takes place not in time, but is eternal, there can be no such thing as priority or posteriority of one or the other hypostasis” (= Dalam kelahiran manusia, ... bapanya lebih tua dari anaknya; tetapi dalam kelahiran ilahi, yang terjadi bukan dalam waktu, tetapi merupakan sesuatu yang kekal, tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’ dari satu pribadi atau pribadi yang lain) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 659.

 

W. G. T. Shedd mengutip kata-kata yang indah dari Turretin:

“The Father does not generate the Son either as previously exist­ing, for  in this case there would be no need of generation; nor as not yet existing, for in this case the Son would not be eter­nal; but as coexisting, because he is from eternity in the God­head” (= Bapa tidak memperanakkan Anak seakan-akan Anak itu sudah  ada sebelumnya, karena dalam hal ini tidak dibutuhkan tindakan memperanakkan itu; juga tidak seakan-akan Anak itu belum ada, karena dalam hal ini Anak itu tidak kekal; tetapi sebagai ada bersama-sama, karena Ia ada di dalam Allah sejak kekekalan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 293-294.

 

Dari penjelasan-penjelasan ini terlihat bahwa sekalipun Yesus memang betul-betul diperanakkan oleh Bapa, Ia tetap sama kekalnya dengan Bapa, dan itu membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah sendiri!

 

Jadi, dengan penjelasan dan ilustrasi ini kita bisa menjawab dan mematahkan argumentasi yang cuma berdasarkan logika semata-mata yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa:

Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya? - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.

 

Satu hal lagi yang perlu ditekankan adalah bahwa: yang dibicarakan dalam doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini adalah Yesus sebagai Allah, bukan Yesus sebagai manusia. Sebagai manusia, Yesus dicipta, dan tidak kekal.

 

Philip Schaff: “The Son, as man, is produced; as God, he is unproduced or uncreated; he is begotten from eternity of the unbegotten Father” (= Anak, sebagai manusia, dihasilkan / diciptakan; sebagai Allah, Ia tidak dihasilkan atau tidak diciptakan; Ia diperanakkan dari kekekalan dari Bapa yang tidak diperanakkan) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 658.

 

8)  Yoh 17:3.

 

Yoh 17:3 - “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus”.

 

Ini merupakan salah satu ayat favorit dari Saksi-Saksi Yehuwa untuk menyerang keilahian Kristus (dan sekaligus doktrin Allah Tritunggal), karena dalam ayat ini Yesus berdoa / berbicara kepada Bapa, dan menyebut Bapa sebagai ‘satu-satunya Allah yang benar’. Saksi-Saksi Yehuwa menganggap bahwa ayat ini membuktikan bahwa Yesus bukan Allah.

Bantahan:

 

a)   Calvin menganggap bahwa dalam ayat ini Yesus berbicara sebagai Allah yang merendahkan diri menjadi Pengantara antara Allah dan manusia.

 

John Calvin: “‘This is eternal life, that they believe thee to be the one true God, and Jesus Christ whom thou hast sent’ (John 17:3p.). For speaking in the person of the Mediator, he holds a middle rank between God and man; yet his majesty is not on this account diminished. For even though he emptied himself (Phil. 2:7), he lost not his glory with the Father which was hidden to the world. Thus the apostle in Heb., ch. 2, although he admits that Christ was for a short time abased beneath the angels (vs. 7,9), does not hesitate at the same time to declare him to be the everlasting God who founded the earth (ch. 1:10). Therefore we must hold that, as often as Christ in this person of Mediator addresses God, under this name of God is included his deity, which is also Christ’s. ... to restrict the name ‘God’ to the Father, to the exclusion of the Son, is neither lawful nor right [= Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus’ (Yoh 17:3). Karena berbicara dalam diri dari Pengantara, Ia mempunyai kedudukan di tengah di antara Allah dan manusia; tetapi keagungan / kuasaNya tidak berkurang karena hal ini. Karena sekalipun Ia mengosongkan diriNya sendiri (Fil 2:7), Ia tidak kehilangan kemuliaanNya dengan Bapa yang disembunyikan dari dunia. Karena itu, sang rasul dalam Ibr 2, sekalipun mengakui bahwa Kristus untuk waktu yang singkat direndahkan di bawah malaikat-malaikat (ay 7,9), pada saat yang sama tidak ragu-ragu untuk menyatakan Dia sebagai Allah yang kekal, yang meletakkan dasar bumi (Ibr 1:10). Karena itu kita harus mempercayai bahwa, sesering Kristus dalam diri dari Pengantara membicarakan Allah, di bawah nama / kata Allah ini tercakup keilahianNya, yang juga adalah milik Kristus. ... membatasi nama ‘Allah’ untuk Bapa, dan mengeluarkan Anak (tidak mencakup Anak dalam istilah itu), adalah tidak sah dan tidak benar] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 26.

 

b)   Yoh 17:3 di atas tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan ayat Kitab Suci yang lain, dan 1Yoh 5:20 mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Allah yang benar’.

 

Bdk. 1Yoh 5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

 

Jadi, kita tidak boleh menafsirkan kata-kata ‘satu-satunya Allah yang benar’ dalam Yoh 17:3 itu sehingga berarti bahwa ‘Yesus bukan Allah yang benar’.

 

c)   Pernyataan bahwa Allah itu esa / satu, bertujuan:

 

1.   Untuk menentang polytheisme, bukan menentang keilahian Kristus (atau Roh Kudus), atau doktrin Allah Tritunggal.

 

Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah itu satu / esa, maka tujuannya adalah menentang polytheisme (= kepercayaan kepada banyak allah / dewa), bukan untuk menentang keilahian Kristus (ataupun doktrin Allah Tritunggal). Saya percaya bahwa ini bukan hanya berlaku untuk Yoh 17:3 ini tetapi juga untuk semua ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah itu esa, seperti Ul 6:4, 1Kor 8:4,6  1Tim 2:5, Yak 2:19, dsb. Perlu diingat bahwa pada jaman itu semua agama lain di luar Kristen dan Yudaisme, menganut polytheisme.

 

Bahwa kata-kata ‘Allah itu esa / satu’ dalam Kitab Suci ditujukan untuk menentang polytheisme, terlihat dari:

 

·        Ul 6:4 yang menyatakan bahwa TUHAN itu esa, disusul oleh Ul 6:14-15 - “(14) Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa sekelilingmu, (15) sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi”.

 

·        1Kor 8:4-6 - “(4) Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: ‘tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa.’ (5) Sebab sungguhpun ada apa yang disebut ‘allah’, baik di sorga, maupun di bumi - dan memang benar ada banyak ‘allah’ dan banyak ‘tuhan’ yang demikian - (6) namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.

 

Ay 4 sudah mengkontraskan antara ‘berhala’ dan ‘tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa’. Kontras itu lebih ditekankan lagi dalam ay 5-6, karena ay 5 berbicara tentang berhala (yang disebut ‘tuhan’ atau ‘allah’ oleh banyak orang), sedangkan ay 6 berbicara tentang satu Allah dan satu Tuhan.

 

Adam Clarke memberikan komentar tentang Yoh 17:3 ini dengan kata-kata sebagai berikut:

“What is said here of ‘the only true God’ seems said in opposition to the gods whom the heathens worshipped; not in opposition to Jesus Christ himself, who is called the true God by John, in 1 Epist. 5:20.” (= Apa yang dikatakan di sini tentang ‘satu-satunya Allah yang benar’ kelihatannya dikatakan untuk mempertentangkan dengan allah-allah / dewa-dewa yang disembah oleh orang-orang kafir; bukan untuk mempertentangkan dengan Yesus Kristus sendiri, yang disebut ‘Allah yang benar’ oleh Yohanes, dalam 1Yoh 5:20) - hal 637.

 

2.   Untuk menyatakan bahwa hakekat Allah hanya satu, bukan bahwa pribadi Allah hanya satu.

 

John Calvin: “when we hear ‘one’ we ought to understand ‘unity of substance’; when we hear ‘three in one essence,’ the persons in this trinity are meant” (= pada waktu kita mendengar ‘satu’ kita harus mengerti / menafsirkannya sebagai ‘kesatuan zat’; pada waktu kita mendengar ‘tiga dalam satu hakekat’, maka pribadi-pribadi dalam Tritunggal ini yang dimaksudkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 5.

 

Mengapa kita harus menafsirkan seperti ini? Karena dalam Kitab Suci ada banyak hal yang menyatakan adanya kejamakan dalam diri Allah. Ini akan kita lihat belakangan dalam pembahasan tentang doktrin Allah Tritunggal.

 

d)   Konsekwensi dari penafsiran Saksi Yehuwa.

 

Kalau Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan Yoh 17:3 untuk mengatakan bahwa Yesus bukan Allah, maka konsekwensinya, Yesus harus dianggap sebagai sama sekali bukan Allah, bukan ‘Allah yang perkasa’ (Yes 9:5), bukan juga ‘allah kecil’ / ‘suatu allah’ [Yoh 1:1 (NWT/TDB)], seperti yang mereka percayai.

 

9) 1Kor 8:4-6.

 

1Kor 8:4-6 - “(4) Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: ‘tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa.’ (5) Sebab sungguhpun ada apa yang disebut ‘allah’, baik di sorga, maupun di bumi - dan memang benar ada banyak ‘allah’ dan banyak ‘tuhan’ yang demikian - (6) namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.

 

Saksi-Saksi Yehuwa menekankan bagian yang saya garis bawahi tersebut, dan menggunakannya sebagai dasar untuk mengatakan bahwa hanya Bapa yang betul-betul adalah Allah, dan Yesus bukan Allah.

Bantahan:

 

a)   Kalau dari kata-kata yang digaris-bawahi tersebut disimpulkan bahwa hanya Bapa yang adalah Allah, dan Yesus bukan Allah, maka konsekwensinya adalah: dari kata-kata dalam ay 6b - dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, kita harus menyimpulkan bahwa hanya Yesus yang adalah Tuhan, dan Bapa bukan Tuhan! Tentu tidak ada orang yang waras yang mau menerima konsekwensi ini!

 

Catatan: TDB menterjemahkan kata ‘Tuhan’ dalam ay 6b ini dengan kata ‘TUAN’, tetapi NWT menterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan).

 

Bandingkan juga dengan 1Kor 12:4-6 - “(4) Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. (5) Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. (6) Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang”.

 

Kata-kata ‘satu Roh’ menunjuk kepada Roh Kudus, dan tentu ini tidak berarti bahwa Bapa dan Anak bukan Roh. Kata-kata ‘satu Tuhan’ menunjuk kepada Anak / Yesus, dan tentu ini tidak berarti bahwa Bapa dan Roh Kudus bukan Tuhan. Kata-kata ‘Allah adalah satu’ menunjuk kepada Bapa, dan tentu ini tidak berarti bahwa Anak / Yesus dan Roh Kudus bukan Allah.

 

Catatan: 3 x kata ‘satu’ dalam 1Kor 12:4-6 itu seharusnya adalah ‘sama’. Jadi ay 4nya berbicara tentang ‘Roh yang sama’, ay 5nya tentang ‘Tuhan yang sama’, dan ay 6nya tentang ‘Allah yang sama’.

 

b)   Penafsiran yang benar tentang text ini adalah sebagai berikut:

 

·        memang hanya ada satu Allah yaitu Bapa, tetapi karena Yesus (dan Roh Kudus) satu dengan Bapa, maka Yesus (dan Roh Kudus) juga adalah Allah.

 

·        memang hanya ada satu Tuhan, yaitu Yesus, tetapi karena Bapa (dan Roh Kudus) satu dengan Yesus, maka Bapa (dan Roh Kudus) juga adalah Tuhan.

 

Sekalipun Kristen mempercayai bahwa Bapa adalah Allah / Tuhan, Yesus adalah Allah / Tuhan, dan Roh Kudus adalah Allah / Tuhan, tetapi Kristen tidak percaya adanya 3 Allah / Tuhan!

 

Bandingkan dengan Pengakuan Iman Athanasius, no 7-19, yang berbunyi sebagai berikut:

“7. What the Father is, the same is the Son, and the Holy Ghost.  8. The Father is uncreated, the Son uncreated, the Holy Ghost uncreated.  9. The Father is immense, the Son immense, the Holy Ghost immense.  10. The Father is eternal, the Son eternal, the Holy Ghost eternal.  11. And yet there are not three eternals, but one eternal.  12. So there are not three (beings) uncreated, nor three immense, but one uncreated, and one immense.  13. In like manner the Father is omnipotent, the Son is omnipotent, the Holy Ghost is omnipotent.  14. And yet there are not three omnipotents, but one omnipotent.  15. Thus the Father is God, The Son is God, the Holy Ghost is God.  16. And yet there are not three Gods, but one God.  17. Thus The Father is Lord, the Son is Lord, the Holy Ghost is Lord.  18. And yet there are not three Lords, but one Lord.  19. Because as we are thus compelled by Christian verity to confess each person severally to be God and Lord; so we are prohibited by the Catholic religion from saying that there are three Gods or Lords (= 7. Apa adanya Bapa itu, demikian juga dengan Anak, dan juga Roh Kudus.  8. Bapa tidak diciptakan, Anak tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan.  9. Bapa itu maha besar, Anak itu maha besar, Roh Kudus itu maha besar.  10. Bapa itu kekal, Anak itu kekal, Roh Kudus itu kekal.  11. Tetapi tidak ada tiga yang kekal, tetapi satu yang kekal.  12. Demikian juga tidak ada tiga (makhluk) yang tidak dicipta, juga tidak tiga yang maha besar, tetapi satu yang tidak dicipta, dan satu yang maha besar.  13. Dengan cara yang sama Bapa adalah maha kuasa, Anak adalah maha kuasa, Roh Kudus adalah maha kuasa.  14. Tetapi tidak ada tiga yang maha kuasa, tetapi satu yang maha kuasa.  15. Demikian juga Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah.  16. Tetapi tidak ada tiga Allah, tetapi satu Allah.  17. Demikian pula Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan.  18. Tetapi tidak ada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan.  19. Karena sebagaimana kami didorong seperti itu oleh kebenaran Kristen untuk mengakui setiap pribadi secara terpisah / individuil sebagai Allah dan Tuhan; demikian pula kami dilarang oleh agama Katolik / universal / am untuk mengatakan bahwa ada tiga Allah atau Tuhan) - A. A. Hodge, ‘Outlines of Theology’, hal 117-118.

 

10)Yoh 14:28 dan Mat 24:36.

 

Yoh 14:28 - “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.

 

Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.

 

Kedua ayat ini adalah ayat-ayat favorit Saksi-Saksi Yehuwa yang boleh dikatakan selalu / sangat sering digunakan untuk membuktikan bahwa Yesus lebih rendah dari Allah Bapa / Yehuwa, karena dalam Yoh 14:28 Yesus sendiri secara explicit berkata bahwa BapaNya lebih besar dari pada Dia, dan dalam Mat 24:36 Yesus berkata bahwa Ia tidak tahu tentang saat tibanya hari Tuhan / hari kedatangan­Nya yang keduakalinya.

Bantahan:

 

a)   Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah.

 

Saksi Yehuwa mempercayai bahwa pada waktu Yesus menjadi manusia, Ia kehilangan keilahianNya / ke-malaikat-anNya, sehingga Ia hanya seorang manusia saja. Tetapi kekristenan mempercayai bahwa pada saat Yesus menjadi manusia, Ia sama sekali tidak kehilangan keilahianNya, sehingga setelah inkarnasi dan seterusnya, Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.

 

Karena itu dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menunjukkan keilahian Yesus, dan juga ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus. Kita tidak boleh menggunakan ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, dan sebaliknya, kita juga tidak boleh menggunakan ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah.

 

Tetapi inilah yang justru selalu dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka selalu menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah.

 

Contoh:

 

·        Charles Taze Russell: “Mereka yang mengatakan bahwa Yesus dan Bapa adalah satu Allah, benar-benar mendapati diri mereka dalam kontradiksi dan kebingungan yang bercampur baur! Ini akan mencakup gagasan bahwa Tuhan kita Yesus adalah seorang munafik ketika berada di bumi dan hanya berpura-pura menyapa Allah dalam doa, kalau Dia sendiri adalah Allah yang sama. ... Satu lagi, Bapa selalu tidak berkematian, dan karena itu tidak dapat mati. Maka, bagaimana mungkin Yesus mati? Para Rasul adalah Saksi-Saksi palsu pada waktu mengumumkan kematian dan kebangkitan Yesus jika Dia tidak mati. Akan tetapi, Alkitab menyatakan bahwa Dia benar-benar mati” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 126.

 

·        Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Lebih jauh, pada suatu kesempatan Yesus berdoa kepada Allah ... Kalau memang Yesus Allah Yang Mahakuasa, tidak mungkin ia berdoa kepada dirinya sendiri, bukan?” - ‘Saudara Dapat Hidup Kekal Dalam Firdaus di Bumi’, hal 39,40.

 

Saya akan membuktikan / menunjukkan kesalahan dan kebodohan dari cara berargumentasi seperti ini dengan menggunakan suatu illustrasi.

 

Illustrasi: Saya adalah seorang pendeta, tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus, sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat sebagai olahragawan. Tidak ada orang (kecuali orang yang idiot) yang pada waktu melihat saya memakai toga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, pada waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan pendeta!

 

Analoginya, karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus (seperti Yoh 14:28 dan Mat 24:36 ini) untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah!

 

Juga dalam ayat-ayat dimana ditunjukkan bahwa:

 

·        Yesus berdoa.

 

·        Yesus lelah, makan, beristirahat.

 

·        Yesus mati / bangkit.

 

·        Yesus menyebut Allah dengan sebutan ‘AllahKu’ (Yoh 20:17) - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 17.

 

·        Allah berkenan kepada Yesus (Mat 3:16-17) - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 18.

 

·        Yesus diurapi oleh Allah (Luk 4:18) - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 18.

 

maka Yesusnya harus ditinjau sebagai manusia, bukan sebagai Allah. Ini juga merupakan jawaban terhadap kata-kata sesat dan bodoh dari Charles Taze Russell di atas.

 

b)   Sebelum inkarnasi, Yesus adalah 1 pribadi dengan 1 hakekat / nature, dan karenanya pada saat itu, Ia hanya mempunyai 1 kesada­ran / pikiran, yaitu pikiran illahi.

 

Pada waktu berinkarnasi Yesus mengambil human nature (= hakekat manusia) sehingga Ia lalu menjadi 1 pribadi dengan 2 hakekat (hakekat manusia & hakekat illahi). Karena itu, sejak inkarnasi Ia mempunyai 2 macam kesadaran / pikiran, yaitu pikiran illahi dan pikiran manusia. Tetapi hanya salah satu saja dari 2 pikiran / kesadaran itu yang timbul.

 

Kalau pikiran illahi yang timbul, Ia berkata-kata sebagai Allah, sedangkan kalau pikiran manusia yang timbul, Ia berkata-kata sebagai manusia. Kalau pikiran ilahiNya yang timbul, Ia menjadi mahatahu; dan sebaliknya, kalau pikiran manusiaNya yang timbul, Ia tidak mahatahu.

 

Baik dalam Yoh 14:28 maupun Mat 24:36, yang timbul adalah pikiran manusiaNya. Pada saat pikiran illahiNya yang timbul, Ia menyejajarkan diriNya dengan Allah BapaNya (Yoh 10:30 dan Yoh 14:7-11), dan Ia menjadi mahatahu (Mat 9:4  Mat 12:25  Yoh 2:24-25  Yoh 6:64).

 

Catatan: Kalau saudara mau mengerti hal ini dengan lebih jelas, bacalah buku saya yang berjudul Christology!

 

c)   Tentang Yoh 14:28, Calvin memberikan penafsiran lain, yang sama dengan penafsirannya tentang Yoh 17:3 di atas. Ia mengatakan bahwa dalam Yoh 14:28 itu, Yesus berbicara sebagai seorang Pengantara antara Allah dan manusia, dan karena itu Ia menempatkan diriNya di bawah Allah, dan mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari pada Dia (‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 26).

 

11) 1Kor 3:23  11:3 dan 15:24,27-28.

 

1Kor 3:23 - “Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.

 

1Kor 11:3 - “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.

 

1Kor 15:24 - “Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan”.

 

1Kor 15:27-28 - “(27) Sebab segala sesuatu telah ditaklukkanNya di bawah kakiNya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‘segala sesuatu telah ditaklukkan’, maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya. (28) Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua”.

 

Ayat-ayat ini digunakan untuk menunjukkan bahwa Kristus lebih rendah dari Allah Bapa, karena dikatakan bahwa:

 

·                    ‘Kristus adalah milik Allah’.

 

·                    ‘Kepala dari Kristus ialah Allah’.

 

·                    ‘Kristus menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa’.

 

·                    ‘Allah Bapa tidak ditaklukkan di bawah kaki Kristus’, tetapi ‘Kristus akan menaklukkan diriNya di bawah Allah Bapa’.

Bantahan:

 

Tentang 1Kor 3:23, Calvin beranggapan bahwa Yesus ditinjau sebagai manusia, dan karena itu Ia dikatakan sebagai ‘milik Allah’ (John Calvin, ‘Commentary on the First Epistle to the Corinthians’, hal 148).

 

Tentang 1Kor 11:3 dan 15:24,27-28, Calvin tetap memberikan penafsiran yang sama seperti dengan pada Yoh 17:3 dan Yoh 14:28. Jadi dalam ayat-ayat ini, Yesus ditinjau sebagai Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, atau sebagai Pengantara antara Allah dan manusia. Pada waktu menjadi manusia / Pengantara, Kristus memang merendahkan diri dan menaklukkan diri kepada Allah (bdk. Fil 2:5-8). Jadi ayat-ayat ini tidak berarti Yesus (sebagai Allah) lebih rendah dari Allah Bapa (John Calvin, ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 26).

 

12) Mat 4:1-11.

 

Dalam text ini Yesus dicobai setan sebanyak 3 x, dan Saksi Yehuwa mengatakan bahwa ini membuktikan bahwa Yesus bukan Allah, karena Allah tidak bisa dicobai (Yak 1:13).

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Setan berusaha untuk membuat Yesus tidak loyal kepada Allah. Tetapi ujian keloyalan macam apakah itu jika Yesus adalah Allah. Dapatkah Allah memberontak melawan diri-Nya sendiri? ... Cobaan atas Yesus hanya masuk akal jika ia, bukan Allah, melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak bebasnya sendiri, pribadi yang bisa saja tidak loyal jika ia memutuskan demikian, seperti halnya malaikat atau manusia. ... jika Yesus adalah Allah, ia tidak mungkin dicobai. - Yakobus 1:13” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 14,15.

Bantahan:

 

a)   Lagi-lagi Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan bagian yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah. Allah memang tidak bisa dicobai (Yak 1:13). Yesus memang adalah Allah, dan sebagai Allah Ia tidak mungkin bisa dicobai. Tetapi setelah berinkarnasi, Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Dan sebagai manusia Ia bisa dicobai!

 

b)   Tetapi apakah Kristus bisa jatuh ke dalam dosa? Saya menjawab: tidak!

 

Keberatan terhadap pandangan ini:

 

1.   Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, Ia tidak bisa dicobai. Dengan kata lain, fakta bahwa Kristus dicobai, menunjukkan bahwa Ia bisa berbuat dosa.

 

Jawaban saya:

 

Pandangan ini tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak berarti bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa Kristus tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.

 

2.   Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, maka pencobaan yang Ia alami tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya.

 

Jawaban saya:

 

a.   Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini tidak berarti bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah  sepele /  ringan  (bdk.  Mat 26:36-46  Ibr 2:18  Ibr 4:15  Ibr 5:7-8).

 

Tentang hal ini G. C. Berkouwer berkata:

“Christ’s sinlessness does not nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the teeth of temptation” (= Ketidak-berdosaan Kristus tidak meniada­kan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperioranNya dalam gigitan pencobaan) - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.

 

b.   Kekuatan Kristus, yang tidak bisa jatuh dalam menghadapi pencobaan, justru menyebabkan Kristus merasakan kekuatan dari pencobaan itu sepenuhnya.

 

Pada waktu membahas tentang pencobaan di padang gurun dalam Injil Lukas, Norval Geldenhuis (NICNT) mengutip kata-kata Westcott yang mengomentari Ibr 2:18 dengan kata-kata sebagai berikut:

“Sympathy with the sinner in his trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of the strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its full intensity. He who falls yields before the last strain” (= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaannya tidak tergantung pada pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang kekuatan pencobaan kepada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa mengetahuinya dalam intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh, menyerah sebelum tekanan terakhir) - hal 157.

 

Geldenhuis juga mengutip Plummer yang berkata:

“... a righteous man, whose will never falters for a moment, may feel the attractiveness of the advantage more keenly than the weak man who succumbs; for the latter probably gave way before he recognised the whole of the attractiveness” (= ... orang yang benar, yang tidak pernah goyah sesaatpun, bisa merasakan daya tarik dari keuntungan dengan lebih hebat / keras dari pada orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang terakhir ini mungkin menyerah sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu) - hal 157.

 

Dari 2 kutipan di atas ini Geldenhuis lalu menyimpulkan:

“If we bear these considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced the violence of the attacks of temptation as no other human being ever did, because all others are sinful and therefore not able to remain standing until the temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them” (= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan menyadari bahwa sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan pencobaan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang berdosa dan karena itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu menghabiskan seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka) - hal 157.

 

Illustrasi dan contoh:

 

·        Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan pukul menghadapi Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena pukulan Mike Tyson ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh kekuatan Mike Tyson. Tetapi petinju lain yang betul-betul tahan pukulan, tidak jatuh sekalipun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia betul-betul merasakan seluruh kekuatan Tyson.

 

·        Orang yang mengalami godaan sex. Kalau begitu ada godaan ia langsung menyerah, maka jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia bertahan, maka orang yang menggodanya itu akan menggunakan bermacam-macam cara dan taktik untuk menjatuhkannya, sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan godaan itu.

 

13)Hab 1:12.

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Setelah Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama sebagian dari tiga hari. Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW) keliru ketika berkata: ‘Allahku, Yang Mahakudus, Engkau tidak mati.’ Namun Alkitab berkata bahwa Yesus mati dan tidak sadar dalam kuburan. Dan siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Dan jika ia benar-benar mati, ia tidak mungkin membangkitkan dirinya sendiri. Sebaliknya, jika ia tidak benar-benar mati, kematiannya yang pura-pura tidak akan membayar harga tebusan untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar membayar harga itu sepenuhnya melalui kematiannya yang sungguh-sungguh. Jadi ‘Allah (yang) membangkitkan (Yesus) dengan melepaskan Dia dari sengsara maut.’ (Kisah 2:24) Yang lebih unggul, Allah Yang Mahakuasa, membangkitkan yang kurang unggul, hamba-Nya Yesus dari kematian.” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 18.

Bantahan:

 

a)     Saksi Yehuwa menggunakan terjemahan NWT / TDB yang salah, dan ini lagi-lagi merupakan suatu contoh dimana mereka mengubah Kitab Suci seenaknya sendiri.

b)      

Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa”.

 

Saya hanya menyoroti bagian yang saya garis bawahi saja.

 

KJV/RSV: ‘we shall not die’ (= kami tidak akan mati).

 

NIV/NASB: ‘we will not die’ (= kami tidak akan mati).

 

Jadi jelas bahwa keempat versi bahasa Inggris yang paling populer ini semuanya sama dengan Kitab Suci Indonesia.

 

NWT: Are you not from long ago, O Jehovah? O my God, my Holy One, you do not die. O Jehovah, for a judgment you have set it; and, O Rock, for a reproving you have founded it (= Bukankah Engkau dari dahulu, Ya Yehovah? Ya Allahku, milikku Yang Mahakudus, Engkau tidak mati. Ya Yehovah, Engkau telah menetapkan suatu penghakiman; dan, Ya Batu Karang, untuk suatu teguran / celaan Engkau telah mendirikannya).

 

Terjemahan NWT ini mengubah ‘kami’ menjadi ‘engkau’.

 

Dalam bahasa Ibrani bagian itu berbunyi (dibaca dari kanan ke kiri): tUmnA xlo (LO NAMUT). Kata LO berarti ‘tidak’; sedangkan kata NAMUT dalam ‘The Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon’, hal 551, dikatakan sebagai: ‘Kal, future, 1 person, plural (= Kal, bentuk yang akan datang, orang pertama, jamak), sehingga artinya jelas adalah we will die’ (= kami akan mati), bukan you will die’ (= engkau akan mati). Jadi LO NAMUT artinya ‘we will not die’ (= kami tidak akan mati), bukan ‘you will not die’ (= engkau tidak akan mati).

 

Catatan: ‘Kal’ adalah semacam ‘tense’ dalam bahasa Ibrani.

 

b)   Terjemahan NWT juga tidak sesuai dengan kontextnya.

 

Entah dari mana gerangan NWT bisa menterjemahkan seperti itu, karena terjemahan itu bukan hanya salah, tetapi juga tidak sesuai dengan kontextnya. Kontextnya (bacalah mulai Hab 1:1) menunjukkan bahwa Habakuk sedih karena Tuhan menghukum Yehuda. Kata-kata dalam Hab 1:12 itu merupakan keyakinan Habakuk, bahwa sekalipun Tuhan menghukum dengan hebat, tetapi Tuhan tidak akan membunuh mereka. Karena itu ia mengatakan ‘kami tidak akan mati’. Tetapi NWT yang mengatakan ‘Engkau (Yehovah) tidak mati’, sama sekali tidak sesuai dengan kontextnya!

 

c)   Yesus bisa mati, karena Ia adalah sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia.

 

Allah memang tidak bisa mati. Pada waktu Yesus belum berinkarnasi / menjadi manusia, Ia 100 % Allah, dan 0 % manusia. Pada saat itu Ia memang tidak bisa menderita, apalagi mati. Karena itu, kalau Ia mau mati untuk menebus dosa manusia, Ia harus menjadi manusia dahulu. Setelah Ia menjadi manusia, maka Ia adalah 100 % Allah, dan 100 % manusia. Dan sekarang, Ia bisa menderita dan mati. Jadi, kematianNya adalah kematian yang sungguh-sungguh, sama sekali bukan pura-pura.

 

d)   Dengan mengatakan bahwa jika Yesus adalah Allah maka Ia tidak bisa mati, Saksi-Saksi Yehuwa lagi-lagi menggunakan ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah. Saksi-Saksi Yehuwa memang terus bertekun dalam kebodohan seperti ini!

 

e)   Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa pada saat Yesus mati, Ia berada dalam keadaan tidak sadar dalam kuburan.

 

Pada saat mati, Ia menyerahkan rohNya (roh dari manusia Yesus, bukan Roh IlahiNya) ke dalam tangan Bapa (Luk 23:46). Jadi, sekalipun tubuhNya memang masuk ke kuburan, tetapi jiwa / rohNya naik ke surga, sekaligus untuk menggenapi kata-kataNya kepada penjahat yang bertobat di sisiNya (Luk 23:43). Dan tentu saja pada saat roh dari manusia Yesus ini ada di surga, Ia tetap sadar!

 

f)    Sekalipun Yesus benar-benar mati, tetapi perlu diingat bahwa keilahianNya tidak bisa mati. Hakekat Ilahi memang tidak bisa mati. Dan karena itu, sekalipun dalam banyak ayat Kitab Suci dikatakan bahwa Yesus dibangkitkan oleh Bapa, tetapi kita tetap bisa mengatakan bahwa Yesus bangkit sendiri / membangkitkan diriNya sendiri, karena memang ada ayat-ayat yang mengatakan demikian. Bandingkan dengan text-text Kitab Suci ini:

 

·        Yoh 2:19-21 - “(19) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.’ (20) Lalu kata orang Yahudi kepadaNya: ‘Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?’ (21) Tetapi yang dimaksudkanNya dengan Bait Allah ialah tubuhNya sendiri.

 

·        Yoh 10:17-18 - “(17) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.

 

Dalam tafsirannya tentang Ro 8:11, Calvin menyinggung Yoh 10:18 ini, dan berkata:

“No doubt Christ arose through his own power” (= Tidak diragukan Kristus bangkit melalui kuasaNya sendiri) - hal 293.

 

·        Ro 1:4 - “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”.

 

Coba renungkan ayat ini. Kalau Yesus memang semata-mata dibangkitkan oleh Bapa, bagaimana mungkin kebangkitanNya itu membuktikan bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa dan bahwa Ia adalah Tuhan? Banyak orang mati yang dibangkitkan, dan itu tidak membuktikan mereka sebagai Anak Allah atau Tuhan. Bahwa kebangkitan Yesus membuktikan bahwa Ia adalah Anak Allah dan Tuhan, jelas menunjukkan bahwa Ia bangkit oleh kuasaNya sendiri!

 

14)Ibr 2:9a.

 

Ibr 2:9a - “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus”.

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Maka, ketika Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu, Ia menjadikan Yesus sebagai sesuatu yang akan memenuhi keadilan, bukan suatu inkarnasi, bukan manusia-allah, melainkan manusia sempurna, ‘lebih rendah daripada malaikat-malaikat.’ (Ibrani 2:9; bandingkan Mazmur 8:6,7.) Bagaimana mungkin suatu bagian dari Keilahian yang mahakuasa - Bapa, Anak, atau roh kudus - dapat lebih rendah daripada malaikat-malaikat?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.

Bantahan:

 

a)   Akan menjadi jelas artinya kalau ayat itu tidak dipotong hanya sebagian saja, tetapi dibaca secara keseluruhan, bahkan lebih baik lagi kalau dibaca juga ayat-ayat sebelumnya.

 

Ibr 2:5-9 - “(5) Sebab bukan kepada malaikat-malaikat telah Ia taklukkan dunia yang akan datang, yang kita bicarakan ini. (6) Ada orang yang pernah memberi kesaksian di dalam suatu nas, katanya: ‘Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya, atau anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (7) Namun Engkau telah membuatnya untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat, (8) segala sesuatu telah Engkau taklukkan di bawah kakiNya.’ Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepadaNya, tidak ada suatupun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepadaNya. Tetapi sekarang ini belum kita lihat, bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan kepadaNya. (9) Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia”.

 

Ada beberapa hal yang perlu disoroti:

 

·                    Kata-kata ‘telah membuatnya’ / ‘dibuat’ dan juga kata-kata ‘untuk waktu yang singkat’ jelas menunjuk pada waktu Yesus berinkarnasi / menjadi manusia. Jadi ayat ini tidak membicarakan Yesus sebagai Allah, tetapi Yesus sebagai manusia. Lagi-lagi Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan ayat yang menekankan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah.

 

·                    Text ini pada satu sisi memang menunjuk pada perendahan Yesus sehingga menjadi lebih rendah dari pada malaikat-malaikat; tetapi pada sisi lain juga menunjukkan pemuliaan Yesus yang digambarkan ada di atas malaikat-malaikat, karena dalam ay 5 dikatakan bahwa dunia yang akan datang tidak ditaklukkan kepada malaikat-malaikat, dan dalam ay 8 dikatakan bahwa segala sesuatu akan ditaklukkan di bawah kaki Yesus! Juga dalam ay 7b,9 dikatakan bahwa Ia dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat.

 

b)   Kalau penulis surat Ibrani memang berpendapat bahwa Yesus memang adalah manusia biasa saja, dan karena itu Ia lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, maka bukankah aneh kalau pada bagian sebelumnya ia mengatakan - Ibr 1:5-14 - “(5) Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi BapaNya, dan Ia akan menjadi AnakKu?’ (6) Dan ketika Ia membawa pula AnakNya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua malaikat Allah harus menyembah Dia.’ (7) Dan tentang malaikat-malaikat Ia berkata: ‘Yang membuat malaikat-malaikatNya menjadi badai dan pelayan-pelayanNya menjadi nyala api.’ (8) Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran. (9) Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutuMu.’ (10) Dan: ‘Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu. (11) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian; (12) seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’ (13) Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kakiMu?’ (14) Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?”.

 

Text ini secara jelas mengkontraskan Yesus dengan malaikat-malaikat, dimana Yesus ditinggikan jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat. Ini terlihat dari:

 

·                    malaikat-malaikat disebut sebagai ‘pelayan-pelayan’ (ay 7,14), sedangkan Yesus disebut sebagai:

 

*        ‘Anak’ (ay 5,6a,8a).

 

*        ‘Allah’ (ay 8) dan ‘Tuhan’ (ay 10), yang mempunyai ‘takhta’ (ay 8a).

 

·                    malaikat-malaikat diperintahkan untuk menyembah Yesus (ay 6).

 

·                    kata-kata dalam ay 13 itu (yang saya garis bawahi) dikutip dari Maz 110:1, dan ay 13nya mengatakan bahwa kata-kata itu tidak pernah diucapkan kepada malaikat-malaikat. Tetapi ternyata kata-kata tersebut diucapkan kepada Anak / Yesus, seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:

 

*        Maz 110:1 - “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.

 

*        Mat 22:44 - “Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.

 

*        1Kor 15:25-28 - “(25) Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya. (26) Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut. (27) Sebab segala sesuatu telah ditaklukkanNya di bawah kakiNya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‘segala sesuatu telah ditaklukkan’, maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya. (28) Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua”.

 

*        Ibr 10:12-13 - “(12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya”.

 

Kata-kata penulis surat Ibrani ini, yang kadang-kadang menempatkan Yesus di atas malaikat-malaikat, dan kadang-kadang di bawah malaikat-malaikat, bukan sesuatu yang kontradiksi, karena Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Sebagai manusia, Ia ada di bawah malaikat-malaikat, sedangkan sebagai Allah, Ia ada di atas malaikat-malaikat. Tetapi bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa, yang tidak mempercayai bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia, mengharmoniskan hal-hal yang kelihatannya bertentangan ini?

 

c)   Kalau Yesus hanya manusia biasa Dia tidak mungkin bisa menjadi Penebus dosa. Mengapa? Karena:

 

·                    Maz 49:8-9 menyatakan bahwa manusia tidak bisa menebus manusia yang lain.

 

Maz 49:8-9 - “Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, (9) karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya”. Text ini salah terjemahan.

 

NIV: No man can redeem the life of another or give to God a ransom for him - the ransom for a life is costly, no payment is ever enough (= Tak seorangpun bisa menebus nyawa orang lain atau memberi kepada Allah suatu tebusan untuknya - tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).

 

Jelas bahwa ayat ini menyatakan bahwa manusia tidak bisa menebus dosa manusia yang lain. Kalaupun mau dipaksakan, paling-paling satu manusia hanya bisa menebus satu manusia saja. Lalu bagaimana Yesus bisa menebus seluruh dunia?

 

·                    Allah tidak adil pada waktu Ia memberikan hukuman dosa kita kepada Yesus; sama seperti seorang ayah yang pada waktu satu anaknya berbuat salah, lalu menghukum anaknya yang lain. Tetapi kalau Yesus adalah Allah sendiri maka kasusnya akan berbeda. Tidak ada orang yang bisa mengatakan bahwa Allah tidak adil, pada waktu Ia sendiri menerima hukuman dari manusia berdosa itu di dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus!

 

Jadi, untuk memungkinkan terjadinya penebusan, Yesus memang haruslah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia!

 

d)   Sebetulnya Saksi-Saksi Yehuwa percaya apa tentang Yesus? Dia adalah ‘suatu allah’, atau ‘penghulu malaikat Mikhael’, atau ‘manusia biasa’?

 

Saksi-Saksi Yehuwa berkata: “Ketika berada di atas bumi, Yesus adalah seorang manusia, meskipun manusia yang sempurna ... Namun itu bukan awal kehidupannya. ... Yesus sudah hidup di surga sebelum datang ke bumi. ... Alkitab dengan jelas menerangkan bahwa sebelum menjadi manusia, Yesus adalah suatu makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat adalah makhluk-makhluk roh yang diciptakan oleh Allah. Para malaikat maupun Yesus tidak hidup sebelum mereka diciptakan” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 14.

 

Penjelasan ini tetap memberikan problem kepada mereka, yaitu:

 

1.   Sebelum menjadi manusia itu Ia adalah ‘suatu allah’ atau ‘penghulu malaikat Mikhael’? Apakah ‘penghulu malaikat Mikhael’ itu adalah ‘suatu allah’?

 

2.   Kalau dahulu Ia adalah ‘suatu allah’ maka dahulu Ia pasti mempunyai ‘suatu keilahian tertentu’. Pada waktu Ia menjadi manusia biasa, itu berarti Ia kehilangan keilahian tersebut. Bagaimana mungkin ‘suatu allah’ bisa kehilangan keilahianNya?

 

Dan kalau pada waktu Yesus menjadi manusia Ia memang kehilangan keilahianNya, atau ke-malaikat-anNya, lalu bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa menjelaskan Ibr 13:8 yang mengatakan: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”?

 

3.   Kalau Yesus bukan Allah, bagaimana mungkin Allah bisa memberikan kemuliaan kepada Yesus seperti yang dinyatakan oleh Ibr 1:5-14 dan Ibr 2:5-9 di atas? Bukankah Kitab Suci mengatakan bahwa Allah tidak akan memberikan kemuliaanNya kepada yang lain? Bandingkan dengan:

 

·        Yes 42:8 - “Aku ini TUHAN, itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung”.

 

·        Yes 48:11 - “Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan namaKu akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain!’”.

 

15) Ibr 5:8 & Yes 50:4-5.

 

Kedua text ini dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus belajar:

 

a)   Ibr 5:8 - “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya”.

 

Ayat ini mengatakan bahwa Yesus ‘belajar menjadi taat’ dan ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Yesus terbatas dalam pengetahuan, karena Ia butuh untuk ‘belajar’!

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Dapatkah kita membayangkan bahwa Allah harus belajar sesuatu? Tidak, tetapi Yesus memang demikian, karena ia tidak mengetahui segala sesuatu yang Allah ketahui. Dan ia harus belajar sesuatu yang Allah tidak akan perlu pelajari - ketaatan. Allah tidak pernah harus mentaati siapapun” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 19.

Bantahan:

 

1.   Pada waktu Kitab Suci berbicara tentang ketaatan Yesus, jelas yang disoroti adalah Yesus sebagai manusia, bukan sebagai Allah. Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa lagi-lagi menggunakan ayat seperti ini untuk membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Ini penggunaan ayat Kitab Suci secara salah!

 

2.   Kalau dikatakan bahwa kita belajar untuk menjadi taat, maka itu mencakup jatuh bangunnya kita pada saat kita gagal untuk taat. Tetapi arti seperti itu tentu tidak bisa diterapkan kepada Yesus pada waktu tentang Dia dikatakan ‘belajar menjadi taat’, mengingat bahwa Ia adalah manusia yang suci. Jadi, kata-kata itu hanya berarti bahwa Ia mendapatkan pengalaman ketaatan. Tadinya, sekalipun Ia suci, tetapi Ia belum mempunyai pengalaman ketaatan, lalu sekarang Ia mempunyainya. Jadi, ini sama sekali tidak berhubungan dengan pengetahuan.

 

b)   Yes 50:4-5 - “(4) Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. (5) Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang”.

 

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Selama eksistensi pramanusianya yang panjang, Putra satu-satunya yang diperanakkan itu adalah pelajar yang rajin. ... Lalu, pada saat dibaptis, ia mendapat pengalaman yang unik. ‘Langit terbuka,’ kata Lukas 3:21. Tampaknya, pada saat itu Yesus dapat mengingat kembali eksistensi pramanusianya. ... Pastilah ia sangat senang sewaktu merenungkan begitu banyak sesi pelajaran yang ia terima dari Yehuwa saat berada di surga” - ‘Menara Pengawal’, 15 Agustus 2002, hal 11.

Bantahan:

 

1.   Yes 50:4-5 ini berbicara tentang siapa?

 

a.   Calvin menganggap bahwa ini berbicara bukan hanya tentang Kristus, tetapi juga tentang Yesaya sendiri, dan bahkan pelayan-pelayan Tuhan yang lain.

 

Calvin: “This passage is commonly explained so as to relate to Christ, as if it had not been applicable to the Prophet, ... For my own part, I have no doubt, that Isaiah comes forward as one who represents all the servants of God, not only those who were from the beginning, but those who should come afterwards” (= Text ini biasanya dijelaskan dalam hubungannya dengan Kristus, seakan-akan text ini tidak bisa diterapkan bagi sang Nabi, ... Bagi saya sendiri, saya tidak meragukan, bahwa Yesaya maju ke depan sebagai seseorang yang mewakili semua pelayan-pelayan Allah, bukan hanya mereka yang ada sejak semula, tetapi juga mereka yang akan datang kemudian) - hal 52.

 

Pada waktu mengomentari kata-kata ‘memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu’ (Yes 50:4b), Calvin (hal 53) menyamakan dengan kata-kata Kristus dalam Mat 11:28 - “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”.

 

Jadi, Calvin kelihatannya juga menerapkan text ini kepada Kristus, tetapi ia juga menerapkannya kepada Yesaya sendiri dan hamba-hamba Tuhan yang lain.

 

b.   E. J. Young menyoroti Yes 50:6 yang berbunyi: “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi”, dan mengatakan bahwa kata-kata ini hanya cocok untuk Kristus saja (‘The Book of Isaiah’, vol 3, hal 300-301).

 

E. J. Young menolak tafsiran yang mengatakan bahwa text ini bisa diterapkan kepada Gereja / tubuh Kristus.

 

Yang manapun pandangan yang benar, yang jelas text ini memang menunjuk kepada Kristus.

 

2.   Text ini merupakan suatu nubuat yang menunjuk kepada Kristus.

 

Tetapi mengapa text ini menggunakan bentuk lampau, bukan bentuk akan datang? Yes 50:4 mengatakan telah memberikan’, dan Yes 50:5 mengatakan telah membuka’. Untuk ini perlu diketahui bahwa nubuat memang cukup sering menggunakan bentuk lampau, untuk menekankan kepastian terjadinya nubuat tersebut. Dengan kata lain, untuk menunjukkan kepastian terjadinya nubuat itu, digunakan bentuk lampau seakan-akan nubuat itu sudah terjadi.

 

Contoh lain nubuat yang menggunakan bentuk lampau adalah Yes 53, yang mulai ay 2-12 boleh dikatakan terus menerus menggunakan kata-kata kerja bentuk lampau.

 

Jadi, bentuk lampau ini tidak menunjuk kepada masa lalu Kristus (masa pramanusia Yesus), seperti yang dikhayalkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

 

Ini adalah suatu nubuat, menunjuk pada saat Yesus menjadi manusia. Dan sebagai manusia, Yesus memang belajar Firman Tuhan. Bdk. Luk 2:46,47,52 - “(46) Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. (47) Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasanNya dan segala jawab yang diberikanNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”.

 

3.   Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai bahwa ‘hikmat’ dalam Amsal 8 menunjuk kepada Yesus. Kalau Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai bahwa Yesus sebagai ‘hikmat Allah’ ini perlu belajar, mengapa mereka tidak juga beranggapan bahwa Roh Kudus, yang mereka anggap sebagai ‘kekuatan Allah’, perlu berlatih angkat besi?

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com