>

DOKTRIN ALLAH : Theology

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 The eternal generation & procession

 

I) The eternal generation of the Son.

1) Arti kata.

2) Definisi dari doktrin ini:

a) Hal ini adalah suatu tindakan yang tidak bisa tidak dilakukan oleh Allah (It is a necessary act of God).

b) Ini merupakan tindakan kekal dari Allah.

Dengan kata lain, hal ini bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh Allah Bapa di masa yang lalu, tetapi merupakan tindakan yang dilakukan secara terus-menerus.

Herman Bavinck:

"It is not to be regarded as having been completed once for all in the past, but it is an act eternal and immutable, eternally finished yet continuing forevermore. As it is natural for the sun to give light and for the fountain to pour forth water, so it is natural for the Father to generate the Son" (= Hal itu tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang telah diselesaikan sekali dan selamanya pada waktu lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang kekal dan abadi, diselesaikan secara kekal tetapi berlangsung selama-lamanya. Sebagaimana adalah alamiah bagi matahari untuk memberikan sinar dan bagi mata air untuk mengeluarkan air, begitu pula adalah alamiah bagi Bapa untuk memperanakkan Anak) -’The Doctrine of God’, hal 309.

Illustrasi / analogi yang dipakai oleh Bavinck di sini adalah sangat penting. ‘Bapa memperanakkan Anak’ merupakan suatu tindakan yang sudah selesai, tetapi terus berlangsung secara kekal. Analoginya adalah matahari yang memancarkan sinarnya. Matahari itu sudah selesai memancarkan sinarnya, tetapi hal itu tetap berlangsung terus menerus. Dengan analogi ini terlihat bahwa sama seperti kita tidak bisa mengatakan bahwa matahari itu ada lebih dulu dari sinarnya (ingat bahwa matahari tanpa sinar tidak bisa disebut sebagai mata-hari!), maka kitapun tidak bisa mengatakan bahwa Bapa itu lebih kekal dari pada Anak.

William G. T. Shedd mengutip kata-kata Turrettin:

"‘The Father,’ says Turrettin, ‘does not generate the Son either as previously existing, for in this case there would be no need of generation; nor as not yet existing, for in this case the Son would not be eternal; but as coexisting, because he is from eternity in the Godhead’" (= ‘Bapa’, kata Turretin, ‘tidak memperanakkan Anak seakan-akan Anak itu sudah ada sebelumnya, karena kalau begitu maka tidak diperlukan tindakan memperanakkan itu; juga tidak seakan-akan Anak itu belum ada, karena kalau begitu maka Anak itu tidak kekal; tetapi sebagai ada bersama-sama, karena Ia ada dalam diri Allah sejak kekekalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 293-294.

Dari penjelasan-penjelasan ini terlihat bahwa sekalipun Yesus memang betul-betul diperanakkan oleh Bapa, Ia tetap sama kekal-nya dengan Bapa. Jadi doktrin ini memang disusun sedemikian rupa sehingga melindungi kekekalan Anak, dan dengan demikian juga melindungi keilahian Anak.

c) Hal ini merupakan kelahiran / generation dari pribadi, bukan kelahiran / generation dari hakekat Anak Allah.

Louis Berkhof:

"It is better to say that the Father generates the personal subsistence of the Son, but thereby also communicates to Him the divine essence in its entirety. But in doing this we should guard against the idea that the Father first generated a second person, and then communicated the divine essence to this person, for that would lead to the conclusion that the Son was not generated out of the divine essence but created out of nothing. In the work of generation there was a communication of essence but created out of nothing. In the work of generation there was a communication of essence; it was one indivisible act" (= Lebih baik untuk mengatakan bahwa Bapa memperanakkan keberadaan pribadi dari Anak, tetapi dengan demikian juga memberikan kepadaNya seluruh hakekat ilahi. Tetapi dalam melakukan ini kita harus waspada terhadap gagasan bahwa Bapa mula-mula memperanakkan pribadi yang kedua, dan lalu memberikan hakekat ilahi kepada pribadi ini, karena itu akan membawa pada kesimpulan bahwa Anak bukan diperanakkan dari hakekat ilahi tetapi diciptakan dari ‘tidak ada’. Dalam pekerjaan memperanakkan ada pemberian hakekat; itu adalah satu tindakan yang tidak terpisahkan) - ‘Systematic Theology’, hal 93,94.

‘Communication of essence’ ini menyebabkan Anak mempunyai hidup dari diriNya sendiri (Yoh 5:26).

d) Hal ini bersifat rohani dan illahi.

Louis Berkhof:

"This generation must not be conceived in a physical and creaturely way, but should be regarded as spiritual and divine, excluding all idea of division or change" (= Tindakan memperanakkan ini tidak boleh dipahami / dibayangkan secara fisik dan bersifat ciptaan, tetapi harus dianggap sebagai rohani dan ilahi, membuang semua gagasan tentang perpecahan atau perubahan) - ‘Systematic Theology’, hal 94.

Catatan: keempat definisi di atas ini kelihatannya diberikan begitu saja tanpa dasar Kitab Suci, tetapi saya berpendapat bahwa dasarnya sebe-tulnya ada. Dalam menyusun definisi-definisi itu, para ahli theologia mem-perhatikan beberapa hal yang tidak boleh dilanggar, yaitu:

Ada yang berdasarkan Maz 2:7 mendefinisikan doktrin ‘the eternal gene-ration of the Son’ sebagai suatu tindakan Bapa yang terjadi di minus tak terhingga. Orang itu berkata bahwa pada saat itu waktupun belum ada sehingga tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’. Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa Bapa ada sebelum Anak.

Tetapi saya tidak setuju dengan argumentasi ini. Untuk itu saya akan mengutip kata-kata John Murray dalam tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT) dimana ia berkata:

"This consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and conception quite apart from the order of temporal sequence" (= Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan pengertian terlepas dari urut-urutan waktu).

John Murray mendukung hal ini menggunakan Ro 8:29 dimana secara implicit ditunjukkan bahwa ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu; tetapi Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘dipilihNya’) mendahului ‘predestined’ (= ditentukanNya), padahal jelas bahwa baik ‘foreknew’ maupun ‘predestined’ adalah hal-hal yang terjadi di dalam kekekalan.

Karena itu, kalau kita mengatakan bahwa Anak diperanakkan di satu saat pada waktu yang lampau, sekalipun itu terjadi di minus tak terhingga, pada saat waktupun belum ada, maka secara logika kita tetap bisa melihat bahwa Bapa lebih kekal dari Anak, dan juga bahwa terjadi perubahan dalam diri Allah dari satu pribadi menjadi dua pribadi.

Tetapi dengan mendefinisikan bahwa Bapa memperanakkan Anak secara kekal / terus menerus, maka prinsip tentang keilahian dan kekekalan Yesus dan ketidakberubahan Allah bisa dipertahankan.

3) Dasar Kitab Suci dari "the eternal generation of the Son".

a) Dasar yang salah:

Maz 2:7 yang berbunyi: "Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuper-anakkan pada hari ini".

Pdt. Stephen Tong dalam seminar dan buku ‘Allah Tritunggal’ (hal 40-41,43) menggunakan Maz 2:7 ini sebagai dasar dari ‘the eternal gene-ration of the Son’, dan Calvin juga mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’. Tetapi Calvin tidak setuju dengan penafsiran itu. Saya setuju dengan Calvin, dan saya berpen-dapat ada beberapa alasan yang menyebabkan Maz 2:7 tidak bisa menjadi dasar dari ‘the eternal generation of the Son’, yaitu:

Calvin: "He is not said to be begotten in any other sense than as the Father bore testimony to him as being his own Son" (= Ia tidak dikatakan diperanakkan dalam arti yang lain dari pada bahwa Bapa memberikan kesaksian kepadaNya sebagai AnakNya sendiri).

Calvin: "This expression, to be begotten, does not therefore imply that he began to be the Son of God, but that his being so was then made manifest to the world" (= Ungkapan ‘diperanakkan’ ini tidak berarti bahwa Ia mulai menjadi Anak Allah, tetapi bahwa keberadaanNya sebagai Anak Allah dinyatakan kepada dunia pada saat itu).

b) Dasar yang benar:

Dalam istilah / bagian ini terdapat textual problem (= problem text, dimana ada perbedaan antara manuscript yang satu dengan manuscript yang lain).

Ada 4 golongan manuscript:

    1. the only begotten (= satu-satunya yang diperanakkan).
    2. the only begotten Son (= satu-satunya Anak yang diperanak-kan).
    3. the only begotten Son of God (= satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan).
    4. only begotten God (= satu-satunya Allah yang diperanakkan).

Kebanyakan penafsir menganggap bahwa yang keempatlah yang benar, dengan alasan:

Dalam peristiwa ini, kalau yang benar adalah yang no 1 atau no 2 atau no 3, tidak mungkin penyalin manuscript itu lalu mengubah menjadi yang no 4. Sebaliknya, kalau no 4 yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap bacaan itu tak masuk akal sehingga ia mengubahnya menjadi no 1 atau no 2 atau no 3.

II) The eternal procession of the Holy Spirit.

  1. Arti kata.

  1. Seperti Anak, Roh Kudus juga sehakekat dengan Bapa.
  2. Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak (The Holy Spirit proceeds from the Father and the Son).

Point ini memecah gereja menjadi dua pada abad ke 11, yaitu:

  1. Banyak hal-hal tentang ‘eternal generation’ yang juga berlaku untuk ‘eternal procession’. Semua point dalam definisi dari ‘the eternal generation of the Son’ juga berlaku di sini.
  2. Perbedaan ‘Generation’ dengan ‘Spiration’.

    1. ‘Generation’ adalah pekerjaan Bapa saja, sedangkan ‘Spiration’ meru-pakan pekerjaan Bapa dan Anak.
    2. Karena adanya ‘Generation’, maka Anak bisa ikut ambil bagian dalan ‘Spiration’.
    3. Secara logika (bukan secara chronologis!), ‘Generation’ mendahului ‘Spiration’. Tetapi faktanya adalah bahwa keduanya sama-sama merupakan tindakan kekal.

Catatan: kata ‘spiration’ tidak ada dalam kamus, bahkan dalam kamus Webster sekalipun. Tetapi kelihatannya, kalau ‘procession’ berarti ‘tindak-an keluar’, maka ‘spiration’ berarti ‘tindakan mengeluarkan’. Kalau ‘procession’ adalah ‘the property of the Holy Spirit’, maka ‘spiration’ adalah ‘the property of the Father and the Son’ (= milik Bapa dan Anak).

6) Dasar Kitab Suci dari ‘the procession of the Holy Spirit from the Father and the Son’:

    1. Roh Kudus disebut sebagai Roh Allah / Roh Bapa (Ro 8:9 Mat 10:20) dan juga sebagai Roh Kristus / Roh Anak (Ro 8:9 Gal 4:6). Kata ‘Roh’ bisa diartikan sebagai ‘nafas’ dan ini secara tidak langsung menunjuk-kan bahwa Ia keluar dari Bapa dan Anak.
    2. Yoh 15:26 & Yoh 14:26 mengatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan diutus oleh Bapa.
    3. Yoh 15:26 dan 16:7 mengatakan bahwa Roh Kudus diutus oleh Anak.

Catatan: tidak adanya ayat yang menyatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Anak menyebabkan Greek Orthodox menganggap bahwa Roh Kudus hanya keluar dari Bapa. Tetapi bahwa Roh Kudus disebut Roh Kristus, dan kata ‘Roh’ bisa diartikan nafas, secara tidak langsung menunjukkan bahwa Roh Kudus juga keluar dari Anak.

III) Keberatan dan jawabannya.

1) Loraine Boettner tidak setuju dengan kedua doktrin ini.

a) Doktrin ‘the eternal generation of the Son’:

Loraine Boettner berkata bahwa ayat-ayat seperti Yoh 5:26 Ibr 1:6 Yoh 3:16, tidak mengajarkan doktrin ini. Tujuan utama dari ayat itu dan dari ayat-ayat lain yang serupa adalah mengajarkan bahwa:

Loraine Boettner juga berkata bahwa rupa-rupanya pandangannya juga merupakan pandangan John Calvin, karena pada bagian terakhir dari pasalnya tentang Tritunggal, Calvin berkata:

"But studying the edification of the Church, I have thought it better not to touch upon many things, which unnecessarily burdensome to the reader, without yielding him any profit. For to what purpose is it to dispute whether the Father is always begetting? For it is foolish to imagine a continual act of regeneration, since it is evident that three Persons have subsisted in God from all eternity" (= Tetapi mempelajari pendidikan Gereja, saya berpikir lebih baik tidak menyentuh banyak hal, yang secara tidak perlu memberatkan pembaca tanpa memberikan keuntungan / menfaat apapun kepadanya. Karena apa tujuannya memperdebatkan apakah Bapa itu terus memperanakkan? Karena adalah bodoh untuk membayangkan suatu tindakan melahirkan yang terus menerus, karena adalah jelas bahwa tiga Pribadi terus ada dalam Allah dari kekekalan) - Loraine Boettner, ‘Studies in Theology’, hal 122 (ini dikutip oleh Loraine Boettner dari ‘Insitutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 29).

Tetapi dalam bagian sebelumnya Calvin berkata:

"... and we must not seek in eternity a before or an after, nevertheless the observance of an order is not meaningless or superfluous, when the Father is thought of as first, then from him the Son, and finally from both the Spirit. ... For this reason, the Son is said to come forth from the Father alone; the Spirit, from the Father and the Son at the same time" (= ... dan kita tidak boleh mencari sebelum atau sesudah dalam kekekalan, meskipun demikian pengamatan tentang suatu urut-urutan bukanlah tanpa arti ataupun berlebihan, ketika Bapa dianggap sebagai yang pertama, lalu dari Dia Anak, dan akhirnya dari keduanya Roh. ... Karena itu, Anak dikatakan muncul / lahir dari Bapa saja; Roh, dari Bapa dan Anak pada saat yang sama) - ‘Insitutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 18.

b) Doktrin ‘The Eternal Procession of the Holy Spirit’:

Loraine Boettner berkata sebagai berikut:

c) Kesimpulan Loraine Boettner tentang ‘eternal generation’ dan ‘eternal procession’:

"We prefer to say, as previously stated, that within the essential life of the Trinity no one Person is prior to, nor generated by, nor proceeds from, another" (= Kami lebih suka berkata, seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa di dalam kehidupan hakiki dari Tritunggal tidak seorangpun yang mendahului, atau dilahirkan oleh, atau keluar dari, yang lain) - ‘Studies in Theology’, hal 123.

2) Pandangan William G. T. Shedd.

Pandangan William G. T. Shedd tentang orang yang menolak kedua doktrin ini: Ini adalah sesuatu yang tidak konsisten. Nama-nama ‘Bapa’, ‘Anak’, dan ‘Roh’ yang diberikan kepada Allah dalam Kitab Suci, menimbulkan ide / gagasan tentang paternity, filiation, spiration, dan procession.

Seseorang tidak bisa menyebut oknum I sebagai Bapa, dan menyangkal bahwa Ia memperanakkan. Juga tidak bisa menyebut oknum ke II sebagai Anak, dan menyangkal bahwa Ia diperanakkan. Juga tidak bisa menyebut oknum ke III sebagai Roh, dan menyangkal bahwa Ia keluar dari Bapa dan Anak.

Kalau seseorang percaya / menerima bahwa kata-kata ‘Bapa’, ‘Anak’, ‘Roh’ itu menyampaikan kebenaran yang mutlak, maka ia juga harus percaya / menerima kata-kata ‘beget’ (= memperanakkan), ‘begottten’ (= diperanakkan), ‘spirate’ (= mengeluarkan), ‘proceed’ (= keluar) juga menyampaikan suatu kebenaran yang mutlak (Shedd’s Dogmatic Theology, vol I, hal 292-293).


email us at : gkri_exodus@mailcity.com