Amanat Agung

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 

MATIUS 28:19-20

 

 

I) Perintah Yesus untuk memberitakan Injil.

 

Mungkin saudara sudah sering mendengar ayat ini dikhotbahkan, tetapi hari ini saya akan mengkhotbahkannya dengan suatu latar belakang yang sangat berbeda.

 

Dalam Koran Jawa Pos, tanggal 27 Juli 2003, hal 4, ada suatu wawancara antara seorang Islam (Ulil Abshar-Abdalia) dengan Pdt. Kuntadi, ketua Sinode GKI Jabar. Pendeta ini diwawancarai berkenaan dengan artikel dalam majalah Time tanggal 30 Juni 2003, dengan topik ‘Should Christians Convert Muslims?’, yang mengatakan bahwa saat ini di Amerika, orang-orang kristen yang mau memberitakan Injil ke negara-negara Islam, khususnya di Timur Tengah, meningkat dengan tajam.

 

Hebatnya, pendeta ini mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan penginjilan! Dengan adanya perintah Yesus seperti ini dalam Mat 28:19-20, pendeta ini bisa berkata demikian!

 

1)   ‘Jadikanlah semua bangsa muridKu’.

 

a)   Dalam bahasa Yunaninya, ‘jadikan murid’ adalah satu-satunya kata perintah dalam bagian ini. Sedangkan kata-kata ‘pergilah’, ‘baptislah’, dan ‘ajarlah’ merupakan participles (kalau diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi ‘kata kerja + ing’, yaitu: going, baptizing, teaching).

 

Ini menunjukkan bahwa penekanan utama dari bagian ini adalah ‘menjadikan murid Yesus’. Sedangkan ‘pergi’, ‘membaptis’ dan ‘mengajar’ adalah hal-hal yang harus dilakukan untuk bisa menjadikan murid.

 

b)   Ini juga secara implicit menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan ke surga, karena kalau tidak mengapa Yesus menyuruh menjadikan semua bangsa muridNya?

 

Jawa Pos: Agenda agama-agama propagandis-misionaris sering ditentukan oleh seberapa besar kesuksesan mereka yang dicatat dalam mengkonversi agama orang lain. Paradigma yang diusung tak pernah beranjak dari konsepsi lama bahwa ‘tak ada keselamatan di luar Kristus’. Doktrin kuno yang sudah ditanggalkan banyak kalangan Kristen mainstream itu ...

Ulil Abshar-Abdalia: Bagaimana sikap kalangan Kristen mainstream terhadap gerakan evangelisme?

Pdt. Kuntadi: Hal tersebut tidak selalu bisa diungkapkan secara gamblang. Kebanyakan, Kristen mainstream tidak setuju terhadap cara-cara, paradigma, dan konsep yang dipakai oleh gerakan-gerakan pengabaran atau penyiaran Injil ini. Sikap itu tidak berarti bahwa kita meninggalkan apa yang diembankan dalam agama Kristen sebagai misi penyiaran. Hanya, kita merasa perlu memperbaiki metodologi, paradigma, dan pendekatan kita, sehingga aktivitas tersebut tidak menjadi sumber konflik baru pada abad ke-21 ini.

 

Tanggapan saya:

 

1.   Kepercayaan terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan berhubungan erat dengan pemberitaan Injil. Kalau kita mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, maka itu mendorong kita untuk memberitakan Injil. Tetapi sebaliknya, kalau kita tidak mempercayai hal itu, tidak mungkin kita memberitakan Injil. Jadi, adalah omong kosong kalau seseorang tak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, tetapi ia tetap mau dan bisa menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus.

 

Illustrasi: kalau rumah ini terbakar, dan hanya ada satu jalan, maka saya akan dorong semua untuk ikut saya lewat jalan itu. Tetapi kalau saya tahu ada banyak jalan, saya akan biarkan semua orang memilih jalannya sendiri-sendiri.

 

2.   Ajaran bahwa ‘di luar Kristus tidak ada keselamatan’ dikatakan sebagai ‘konsepsi lama’, ‘doktrin kuno’, dan ‘sudah ditanggalkan’. Ini menunjukkan bahwa dalam pemikiran Pdt. Kuntadi yang sesat ini, Injil / ajaran Kitab Suci bisa berubah-ubah. Ajaran yang lama menjadi ketinggalan jaman dan harus dibuang, lalu muncul yang ajaran baru, dan sebagainya. Ini jelas bodoh, karena menunjukkan bahwa Firman Tuhan menjadi suatu kebenaran yang relatif, dan itu juga berarti bahwa apa yang sekarang ia percayai bisa saja suatu saat kelak menjadi ajaran kuno dan harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru lagi. Pengertian sesat seperti ini bertentangan dengan:

 

·        Yes 40:8 - “Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.’”.

 

·        Mat 24:35 - “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu.

 

·        Maz 119:152,160 - “(152) Sejak dahulu aku tahu dari peringatan-peringatanMu, bahwa Engkau telah menetapkannya untuk selama-lamanya. ... (160) Dasar firmanMu adalah kebenaran dan segala hukum-hukumMu yang adil adalah untuk selama-lamanya.

 

·        Wah 14:6 - “Dan aku melihat seorang malaikat lain terbang di tengah-tengah langit dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum”.

 

3.   Hal lain yang ingin saya tekankan dalam persoalan ini adalah: kepercayaan terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan merupakan suatu keyakinan, bukan kesombongan. Bandingkan ini dengan cara Pdt. Kuntadi ini menyatakannya.

 

Pdt. Kuntadi: Yang paling mendasar, mereka masih menganut pemikiran-pemikiran para orientalis zaman dulu yang melihat agama lain sebagai agama yang lebih rendah derajatnya dan kurang berharga. Pandangan seperti itulah yang dalam sejarah Kristianitas disebut sebagai Triumphalistik, selalu merasa lebih dan unggul dari pada yang lain. Nah, pandangan itu tentu akan sangat mempengaruhi ‘metodologi’ pekabaran Injil mereka. Misalnya, ketika melakukan pelayanan atau penyiaran, paradigma seperti itu akan menimbulkan anggapan bahwa kebenaran dan keselamatan hanya milik mereka (truth claim). Sementara itu, yang di luar mereka dianggap salah dan tidak mengerti apa-apa.

 

Tanggapan saya:

 

a.   Harus saya akui bahwa saya mempunyai pandangan bahwa agama Kristen adalah yang terbaik, yang paling benar, dan satu-satunya yang bisa menyelamatkan. Kalau saya tidak menganggap agama saya paling benar, mengapa gerangan saya menganutnya?

 

b.   Dalam agama lain ada kebenaran, tetapi tidak ada keselamatan.

 

Saya tidak menganggap bahwa kebenaran itu terdapat hanya dalam Kristen. Dalam agama lain ada kebenaran, misalnya kalau mereka mengajar bahwa dusta, zinah dsb, merupakan dosa, maka itu adalah kebenaran. Tetapi memang dalam agama-agama lain tidak ada keselamatan, karena mereka menolak Kristus, yang adalah satu-satunya jalan keselamatan.

 

c.   Kalau saya merasa agama Kristen sebagai yang paling benar dan satu-satunya yang memang mempunyai keselamatan, maka itu merupakan iman / keyakinan, bukan suatu kesombongan. Tetapi Pdt. Kuntadi yang brengsek dan sesat ini secara memfitnah menggambarkan hal itu sedemikian rupa sehingga hal itu terlihat sebagai suatu kesombongan, bukan sebagai suatu iman / keyakinan.

 

4.   Ajaran bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan ke surga harus diterima dan dipertahankan karena:

 

a.   Kitab Suci mengajar demikian.

 

·        Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.

 

Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:

 

*        Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.

 

*        Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.

 

*        Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.

 

Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!

 

Pdt. Dr. Budyanto, Pendeta GKJW dan Dekan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta, menulis dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu artikel yang berjudul ‘Pemikiran ulang Amanah Agung Yesus Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya adalah sebagai berikut:

“Amanat Agung Yesus Kristus ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil, dalam arti sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini. Karena itu dua ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang.

Pertama, Matius 28:19-20: ‘Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.’ Kata ‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami sebagai tanda bahwa seseorang menjadi orang Kristen atau menjadi anggota gereja tertentu. Padahal baptis dalam Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi dihubungkan dengan kematian dan kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang dipersekutukan dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12), sebagai simbol pembebasan dari dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya kerajaan Allah dalam diri Kristus, yang mendatangkan syalom. Itulah sebabnya perkataan ini dihubungkan dengan menjadi murid Kristus. Adapun menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’.

Karena itu penulis setuju dengan pendapat Moltmann yang mengatakan, misi Kristen itu tidak lagi dipahami sebagai membaptiskan dan mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja serta mendirikan gereja dimana-mana. Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih penting adalah misi yang kualitatif, yaitu menulari manusia apa pun agamanya, dengan roh pengharapan, kasih dan tanggung jawab kepada dunia dengan segala macam persoalannya. Agama harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi masalah manusia saat ini yaitu: kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas lain, imperialisme ideologi, perang atom dan perusakan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya.

Kedua, Yohanes 14:6: Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ Ayat inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen eksklusif sebagai dasar pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen, bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau bahkan kalau tidak lewat gereja. Sedangkan kelompok pluralis cenderung melupakan dan tidak menyinggung-nyinggung ayat ini, karena ayat ini sukar dipahami dalam konteks pluralisme agama-agama. Secara eksklusif William Barclay menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan ‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada Tuhan.

Tafsiran Barclay ini bertolak belakang dengan hakikat gereja sebagai umat Allah, yang sejajar dengan umat-umat lain dan bertolak belakang dengan semangat pluralisme agama-agama. Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juru Selamat namun orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju keselamatan.

Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara hurufiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehari-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan’. Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘... Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...’

Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.

Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan? Pemahaman ini bisa ditarik ke paradigma inklusif, artinya ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau, ditarik ke paradigma pluralis indiferen, artinya banyak jalan, termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah. Kalau kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6

Ada banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus. Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme, tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan ‘Aku adalah ... (tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup’. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan jalan hidup.

Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa semua jalan itu sama saja, sehingga semua agama sama saja. Juga tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa.

Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ harus ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah: ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya, Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya, kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada, murid-murid juga berada di sana (Yohanes 14:3). Kemudian Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan perkataan itu Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Kalau toh ia bisa datang di tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3 yang berkata: ‘Aku akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau Thomas bisa datang di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus Kristus.

Jadi persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama-agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.

Apakah pandangan ini tidak memperlemah semangat pekabaran Injil? Tidak, hanya harus ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’ (Luk. 4:18,19).

Memberitakan Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: ‘Mereka disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.

Apakah pemahaman pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Sering kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat emosional. Sedangkan pola pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa, toleran dan bahkan mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama antar agama. Kalau akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat emosional, tetapi dengan kesadaran penuh..

 

·        Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.

 

·        1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.

 

·        1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.

 

Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

 

Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).

 

Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!

 

Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!

 

b.   Karena Kristus adalah Allah sendiri dan Ia satu dengan BapaNya (Yoh 10:30). Karena itu sikap kepada Yesus Kristus merupakan sikap terhadap Allah Bapa (Yoh 5:23  14:9  15:23  1Yoh 2:22-23).

 

Dengan demikian, orang yang tidak percaya kepada Yesus, sama dengan tidak percaya kepada Allah. Lalu bagaimana ia mau masuk surga yang adalah milik Allah?

 

c.   Karena Kristus adalah satu-satunya Penebus / Juruselamat dosa.

 

Orang yang tidak mau percaya dan menerima Yesus sebagai Jurusela­mat / Penebus dosanya, harus membayar dosanya sendiri, dan karena itu ia harus masuk ke neraka selama-lamanya!

 

d.   Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.

 

Contoh:

 

·        Bahtera Nuh (Kej 6-8).

 

Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.

 

·        Darah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30  1Kor 5:7).

 

Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.

 

Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.

 

·        Ular tembaga (Bil 21:4-9  Yoh 3:14-15).

 

Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!

 

Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.

 

Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.

 

Jadi, tetaplah percaya pada ajaran / doktrin bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Jangan peduli dengan istilah ‘kuno’, ‘ketinggalan jaman’ atau apapun juga yang dilontarkan oleh orang-orang sesat ini. Lebih baik ‘kuno tetapi Alkitabiah’ dari pada ‘modern tetapi sesat’!

 

5.   Satu hal yang harus ditekankan adalah: kalau kita percaya Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, kita juga harus percaya bahwa orang yang bisa selamat, hanyalah orang yang percaya kepada Kristus.

 

Ini saya tekankan, karena saya berdebat dengan satu orang Katolik di internet, yang mengatakan bahwa ia mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, tetapi pada saat yang sama juga mengakui bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus bisa selamat. Bagaimana bisa demikian? Katanya, orang-orang itu tetap diselamatkan oleh jasa penebusan Kristus, jadi Yesus tetap adalah satu-satunya jalan keselamatan.

 

Tanggapan saya:

 

Ini sama sekali sesat dan tak memungkinkan, karena dalam seluruh Kitab Suci iman / percaya kepada Yesus Kristus merupakan syarat yang sangat ditekankan. Dan sebaliknya, Kitab Suci juga menyatakan bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus akan dihukum.

 

Yoh 3:16,18 - “(16) Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ... (18) Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.

 

Yoh 3:36 - Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

 

Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.

 

Kis 16:31 - “Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.

 

2Tes 1:6-10 - “(6) Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu (7) dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang bernyala-nyala, (8) dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. (9) Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya, (10) apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya dan untuk dikagumi oleh semua orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah kamu percayai”.

 

Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

 

c)   Perintah untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus ini, jelas merupakan suatu perintah yang ditujukan kepada semua orang Kristen untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus.

 

Sebetulnya perintah ini jelas mencakup kristenisasi, karena menjadikan seseorang sebagai murid Kristus jelas mencakup tindakan mengkristenkan dia.

 

Perlu diketahui bahwa istilah ‘Kristen’, relatif sangat jarang digunakan dalam Kitab Suci. Istilah ‘Kristen’ hanya muncul 3 x dalam seluruh Kitab Suci, yaitu dalam:

 

·        Kis 11:26b - “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.

 

NIV: ‘Christians’ (= orang-orang Kristen).

 

·        Kis 26:28 - “Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’”.

 

·        1Pet 4:16 - “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu”.

 

Dalam Kitab Suci Indonesia istilah ‘Kristen’ itu muncul dalam beberapa ayat lain, tetapi sebetulnya terjemahannya salah. Ayat-ayat itu adalah:

 

¨      Ro 16:7 - “Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku.

 

NIV: ‘and they were in Christ before I was’ (= mereka sudah ada dalam Kristus sebelum aku).

 

¨      1Kor 9:5 - “Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?”.

 

NIV: ‘a believing wife’ (= seorang istri yang percaya).

 

Lit: ‘a sister, a wife’ (= seorang istri yang adalah seorang saudari).

 

¨      2Kor 12:2 - “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga”.

 

NIV: ‘a man in Christ’ (= seorang laki-laki dalam Kristus).

 

Sekarang mari kita soroti Kis 11:26b itu sekali lagi.

 

Kis 11:26b - “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”.

 

NIV: The disciples were called Christians first at Antioch (= Murid-murid disebut orang-orang Kristen pertama-kalinya di Antiokhia).

 

Barnes’ Notes: “The name was evidently given because they were the followers of Christ. But by whom, or with what views it was given, is not certainly known” (= Nama itu jelas diberikan karena mereka adalah pengikut-pengikut Kristus. Tetapi oleh siapa, atau dengan pandangan apa nama itu diberikan, tidak diketahui dengan pasti).

 

Dari Kis 11:26b ini kita bisa tahu bahwa:

 

*        istilah ‘Kristen’ baru dipakai setelah Yesus naik ke surga. Dan karena itu jelas tidak mungkin Yesus memberikan perintah ‘jadikanlah semua bangsa orang Kristen’.

 

*        ‘murid-murid’ disebut ‘orang-orang Kristen’.

 

Calvin: “and what it is else to be a disciple of Christ but to be a Christian?” (= menjadi seorang murid dari Kristus bukan lain dari pada menjadi seorang Kristen) - hal 472.

 

Jadi kata-kata Yesus ‘jadikanlah semua bangsa muridKu’, tidak berbeda dengan ‘jadikanlah semua bangsa kristen / orang Kristen’.

 

Dengan demikian, Kristus sendiri memerintahkan kita untuk menjadikan semua bangsa orang Kristen, atau dengan kata lain, Kristus sendiri memerintahkan untuk melakukan kristenisasi!

 

Kis 26:28-29 - “(28) Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.

 

Kata-kata Agripa ini menunjukkan bahwa Paulus memang bertujuan untuk menjadikan dia orang Kristen. Dengan kata lain, Paulus melakukan kristenisasi.

 

Matthew Henry: “it is an acknowledgement that Paul spoke very much to the purpose” (= itu merupakan suatu pengakuan bahwa Paulus berbicara untuk tujuan itu).

 

Dan hal yang perlu diperhatikan adalah: jawaban Paulus dalam Kis 26:29 sama sekali tidak menyangkal hal itu, tetapi bahkan membenarkannya dan lebih menekankannya lagi, karena ia mengatakan bahwa ia berdoa supaya bukan hanya Agripa, tetapi semua orang yang hadir saat itu, menjadi orang Kristen.

 

Wycliffe Bible Commentary: “Paul took Agrippa’s light comment seriously and replied solemnly, whether in short or at length ... he wished that all men who heard him might become Christians as he was-with the exception of the chains he was wearing because he was a Christian” [= Paulus menganggap serius komentar ringan Agripa dan menjawab dengan khidmat, apakah segera atau lama kelamaan ... ia berharap bahwa semua orang yang mendengarnya bisa menjadi orang-orang kristen seperti dia, dengan perkecualian tentang belenggu yang ia pakai karena ia adalah seorang Kristen].

 

2)   ‘Pergilah’.

 

a)   Untuk bisa pergi mencari jiwa, kita sendiri harus sudah datang kepada Kristus! Bdk. Mat 4:19 yang mengatakan: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia”. Jadi, harus ikut Yesus dulu baru menjadi penjala manusia!

 

b)   Kata ‘pergi’ ini jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh hanya menunggu sampai orang luar mau datang ke gereja. Kita harus pergi mencari mereka!

 

Penerapan:

 

Pernahkah saudara betul-betul pergi dari rumah dengan tujuan khusus untuk memberitakan Injil?

 

3)   ‘Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus’.

 

Di atas sudah saya bahas bahwa sebetulnya perintah ‘menjadikan murid Yesus’ jelas sudah menunjukkan bahwa dalam pemberitaan Injil ada kristenisasi! Tetapi kalau itu masih kurang jelas, maka kata ‘baptislah’ ini menunjukkan secara lebih menyolok lagi.

 

Ulil Abshar-Abdalia: Konkretnya, bagaimana pandangan gereja-gereja mainstream terhadap gerakan pengabaran Injil dalam konteks keragaman agama yang sudah tak bisa ditolak itu?

Pdt. Kuntadi: Kalau dalam GKI, kami sering berkata begini: ‘Pekabaran Injil itu tidak sama dengan mengkristenkan orang.’ Tugas kita hanya menyiarkan, bukan melakukan proselitisme (konversi agama). Kalau sudah melakukan proselitisme, kita perlu kembali melihat kenyataan sejarah bahwa setiap kegiatan proselitisme selalu berhadapan dengan konsekuensi yang tidak bisa kita tanggung nantinya. Itulah perbedaan antara proselitisme dan pengabaran Injil. Penyiaran atau pengabaran tersebut bermakna menyiarkan kabar baik, tapi tidak memaksa dan menyudutkan orang untuk masuk ke agama kita. Sedangkan proselitisme adalah usaha untuk memindahkan orang ke agama kita. Gereja-gereja mainstream mestinya memakai istilah dialog untuk melakukan pengabaran Injil. Sebagai ketua Sinode GKI Jabar, saya mengatakan, ‘Kalau kita mempunyai kabar baik dan mau didengarkan oleh orang lain, ingatlah pesan Yesus supaya kita juga mau mendengarkan orang lain.’ Jangan cuma mau didengar, tapi tidak mau mendengar.

Ketika saya ingin menyiarkan Injil kepada seorang muslim, saya juga mesti bersedia mendengarkan muslim itu melakukan dakwah kepada saya. Ada mutualisme yang merupakan inti dialog. Niat saya bukan mengkristenkan orang muslim. Sebaliknya, kaum muslim mestinya juga tidak mengislamkan orang Kristen. Ada pertukaran kabar baik. Dan masing-masing bisa belajar tentang sisi-sisi positif dari pengabaran atau dakwah.

Kalau akhirnya terjadi perpindahan agama, biarlah itu menjadi hak asasi orang. Kalau orang pindah agama bukan dengan pikiran penuh, tapi karena manipulasi, itu hanya menurunkan kualitas agama Artinya, sekalipun kuantitasnya banyak, kualitasnya sangat menurun.

 

Tanggapan saya:

 

a)   Penolakan ‘mengkristenkan orang’ ini lagi-lagi merupakan omong kosong yang sesat.

 

Pada waktu rasul-rasul memberitakan Injil, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama. Dan pada waktu orang-orang itu bertobat, mereka membaptis orang-orang itu, misalnya 3000 orang pada hari Pentakosta, dan itu berarti melakukan kristenisasi!

 

Kis 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

 

Kis 2:41-42 - “(41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. (42) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”.

 

Pemberitaan Injil, kalau itu diterima oleh orang yang diinjili, harus dilanjutkan dengan baptisan / kristenisasi. Memang bukan saudara sendiri yang membaptis, tetapi saudara mendorong orang itu untuk mau menyerahkan diri dibaptis.

 

Dan tulisan Pdt. Budyanto di atas, dikatakan olehnya bahwa:

 

1.   baptis dalam Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja’.

 

Tetapi dari Kis 2:41-42 di atas dikatakan bahwa ‘orang-orang yang memberi diri dibaptis itu lalu bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa’. Apakah ini kalau bukan masuk ke dalam gereja / menjadi orang Kristen?

 

2.   Ia tidak setuju dengan kristenisasi, tetapi setuju dengan Kristusisasi! Ini lucu dan bodoh. Kristenisasi berarti menjadikan Kristen, lalu Kristusisasi berarti apa? Menjadikan Kristus?

 

b)   Kristenisasi yang salah.

 

Memang ada kristenisasi yang salah, yaitu yang tidak didahului oleh penginjilan. Ini sering dilakukan oleh orang-orang Pentakosta / Kharismatik yang asal mendorong orang untuk masuk gereja dan dibaptis, tak peduli orangnya sudah mengerti dan percaya Injil atau tidak. Ini tentu salah.

 

4)   ‘Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu’.

 

a)   Kita disuruh ‘mengajar melakukan perintah Kristus’ atau ‘mengajarkan perintah Kristus’?

 

Pdt. Dr. Budyanto di atas mengatakan:

Adapun menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’”.

 

Ini luar biasa bodohnya! Bagaimana mungkin kita ‘mengajar melakukan perintah Kristus’ tanpa lebih dulu ‘mengajarkan perintah Kristus’?

 

b)   Kita disuruh mengajar orang agama lain, bukan belajar dari mereka, atau saling belajar.

 

Kalau dalam agama lain tidak ada keselamatan, kabar baik apa yang bisa ada dalam agama mereka? Jadi kata-kata Pdt. Kuntadi tadi, jelas merupakan suatu omong kosong.

 

Ia juga mengatakan bahwa:

“‘Kalau kita mempunyai kabar baik dan mau didengarkan oleh orang lain, ingatlah pesan Yesus supaya kita juga mau mendengarkan orang lain.’ Jangan cuma mau didengar, tapi tidak mau mendengar”.

 

Ini lucu, karena Yesus tak pernah mengatakan kata-kata seperti itu, dan Kitab Suci justru melarang kita mendengar ‘orang lain’!

 

·        Yoh 10:5,8 - “(5) Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.’ ... (8) Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.

 

·        Ul 13:3,8 - “(3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. ... (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya”.

 

·        1Yoh 4:1-6 - “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia. (4) Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. (5) Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. (6) Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan”.

 

Calvin: “he therefore forbids them to hear those who denied that the Son of God appeared in the flesh” (= karena itu ia melarang mereka untuk mendengar mereka yang menyangkal bahwa Anak Allah muncul / tampil dalam daging) - hal 228.

 

c)   Memang bukan berarti kalau kita memberitakan Injil kita tak boleh mendengar orang itu sama sekali, karena kalau demikian, ia juga tak akan mau mendengar kita. Kita boleh mendengar dia, tetapi itu bukan tujuan kita. Itu cuma taktik / strategi, supaya ia mau mendengar kita! Tujuan kita: kita mengajar dia, dan dia mendengar dari kita!

 

 

II) Konflik dan penyertaan Tuhan.

 

1)   Kalau kita taat, pasti akan ada konflik.

 

Jangan berharap kalau saudara memberitakan Injil, lalu seluruh dunia menerima saudara dan memuji / berterima kasih kepada saudara. Memang akan ada orang-orang yang percaya, tetapi pasti ada yang menolak, membenci, bahkan mungkin menganiaya dan membunuh saudara. Dengan kata lain, pasti terjadi konflik.

 

Pdt. Kuntadi: apakah penyiaran Injil yang kalau diterjemahkan berarti kabar baik akan betul-betul bisa tersalur sebagai kabar baik atau justru menjadi kabar buruk ketika menjadi konflik?

 

a)   Apa yang dikatakan oleh Pdt. Kuntadi ini merupakan penghujatan. Yesus sendiri datang untuk memberitakan Injil (Mark 1:38), dan Ia sendiri sering mengalami konflik. Jadi Ia memberitakan kabar buruk?

 

b)   Ini juga merupakan penghinaan terhadap rasul-rasul dan orang-orang kristen sepanjang jaman, yang dalam memberitakan Injil pasti akan mengalami konflik. Apakah semua orang-orang ini adalah pemberita kabar buruk?

 

Bdk. Kis 24:5 - “Telah nyata kepada kami, bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang Nasrani”.

 

NIV: ‘We have found this man to be a troublemaker, stirring up riots among the Jews all over the world. He is a ringleader of the Nazarene sect (= Kami mendapati orang ini sebagai seorang pembuat kekacauan, menimbulkan huru hara di antara orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Ia adalah seorang tokoh dari sekte Nasrani).

 

Kemanapun Paulus pergi, selalu timbul huru-hara sehingga ia disebut ‘a trouble maker’ (= seorang pembuat keributan / pengacau) dalam Kis 24:5! Tetapi apakah terjadinya huru hara ini merupakan kesalahan Paulus? Tentu saja tidak! Yesus sendiri sudah berkata bahwa Ia datang bukan membawa damai tetapi membawa pedang (Mat 10:34), dan karena itu dimanapun Injil diberitakan, bisa saja terjadi kekacauan. Tetapi ini adalah kesalahan dari orang-orang yang menolak Injil itu, bukan kesalahan pemberita Injilnya!

 

c)   Kata-katanya menunjukkan bahwa apakah itu merupakan kabar baik atau kabar buruk, tergantung dari tanggapan para pendengarnya. Jadi itu menjadi sesuatu yang subyektif. Padahal Firman Tuhan / Injil merupakan sesuatu yang obyektif. Apakah didengar atau tidak, dimengerti atau tidak, dihargai atau tidak, diterima atau tidak, dipuji atau diejek, itu tetap adalah Firman Tuhan / Injil.

 

Mari kita membandingkan dengan beberapa ayat di bawah ini:

 

·        Mark 8:35 - “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya”.

 

Ayat ini bicara tentang orang yang kehilangan nyawanya karena Yesus dan karena Injil. Berarti pada waktu ia memberitakan Injil terjadi konflik, dan ia dibunuh. Tetapi ayat ini tetap menyebut ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’ bukan ‘kabar buruk’.

 

·        Kis 5:40-42 - “(40) Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan. (41) Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus. (42) Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias”.

 

Baru terjadi konflik dimana Petrus dan Yohanes ditangkap, lalu dalam ay 40 mereka disesah dan dilarang mengajar dalam nama Yesus, tetapi dalam ay 42 dikatakan bahwa mereka ‘memberitakan Injil’. Mengapa tetap disebut ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’ dan bukan ‘kabar buruk’? Hal yang sama terjadi dengan text di bawah ini.

 

·        Kis 11:19-20 - “(19) Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja. (20) Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan”.

 

·        Kis 14:5-7 - “(5) Maka mulailah orang-orang yang tidak mengenal Allah dan orang-orang Yahudi bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin mereka menimbulkan suatu gerakan untuk menyiksa dan melempari kedua rasul itu dengan batu. (6) Setelah rasul-rasul itu mengetahuinya, menyingkirlah mereka ke kota-kota di Likaonia, yaitu Listra dan Derbe dan daerah sekitarnya. (7) Di situ mereka memberitakan Injil.

 

·        2Tim 2:9 - “Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu”.

 

Ayat ini jelas menunjukkan suatu konflik. Paulus dipenjara dan dibelenggu karena memberitakan Injil, tetapi ia tetap menyebutnya sebagai ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’, bukan ‘kabar buruk’.

 

 

Text ini menunjukkan bahwa bagi orang-orang yang sedang binasa / sedang menuju kebinasaan, Paulus dan pemberitaannya adalah bau kematian yang mematikan (ay 16a), dan ini yang menyebabkan mereka menimbulkan konflik. Tetapi bagi Allah Paulus dan pemberitaannya selalu adalah bau harum (ay 15).

 

Calvin: “they have the name of odour, not as if they emitted any fragrance of themselves, but because the doctrine which they bring is odoriferous, so that it can imbue the whole world with its delectable fragrance. ... this commendation is applicable to all the ministers of the gospel, because wherever there is a pure and unvarnished proclamation of the gospel, there will be found there the influence of that odour, of which Paul here speaks. ... faithful and upright ministers of the gospel have a sweet odour before God, not merely when they quicken souls by a wholesome savour, but also, when they bring destruction to unbelievers. Hence the gospel ought not to be less esteemed on that account. ‘Both odours,’ says he, ‘are grateful to God - that by which the elect are refreshed unto salvation, and that from which the wicked receive a deadly shock.’ Here we have a remarkable passage, by which we are taught, that, whatever may be the issue of our preaching, it is, notwithstanding, well-pleasing to God, if the Gospel is preached, and our service will be acceptable to him; and also, that it does not detract in any degree from the dignity of the Gospel, that it does not do good to all; for God is glorified even in this, that the Gospel becomes an occasion of ruin to the wicked, nay, it must turn out so” (= mereka mendapat nama ‘bau (harum)’, bukan seakan-akan mereka memancarkan bau wangi dari diri mereka sendiri, tetapi karena doktrin / ajaran yang mereka bawa berbau harum, sehingga itu bisa memenuhi seluruh dunia dengan bau harumnya yang enak. ... pujian ini dapat diterapkan kepada semua pelayan-pelayan dari injil, karena dimanapun ada proklamasi injil yang murni dan sebenarnya, akan ditemukan di sana pengaruh dari bau tersebut, tentang mana Paulus di sini berbicara. ... pelayan-pelayan injil yang setia dan tulus / jujur mempunyai bau harum di hadapan Allah, bukan hanya pada waktu mereka menghidupkan jiwa-jiwa oleh bau yang sehat, tetapi juga, pada waktu mereka membawa kehancuran kepada orang-orang yang tidak percaya. Karena itu injil tidak boleh dinilai lebih rendah karena hal itu. ‘Kedua bau’, katanya, ‘menyenangkan bagi Allah - bau dengan mana orang-orang pilihan disegarkan kepada keselamatan, dan bau dari mana orang-orang jahat menerima suatu kejutan yang mematikan’. Di sini kita mempunyai suatu text yang hebat / luar biasa, oleh mana kita diajar bahwa bagaimanapun hasil dari pemberitaan kita, itu tetap menyenangkan bagi Allah, jika Injil diberitakan, dan pelayanan kita akan berkenan kepadaNya; dan juga, bahwa itu sama sekali tidak mengurangi kewibawaan dari Injil, bahwa itu tidak membawa kebaikan bagi semua; karena Allah dimuliakan bahkan dalam hal ini, dimana Injil menjadi penyebab dari kehancuran bagi orang-orang jahat, tidak, itu harus berakhir demikian) - hal 159-160.

 

2)   Janji penyertaan Tuhan Yesus (ay 20b).

 

Perintah untuk memberitakan Injil dalam ay 19-20a memang berat, tetapi Tuhan berjanji untuk menyertai orang yang mau mentaati perintah itu!

 

Penerapan:

 

Kalau saudara mau untuk memberitakan Injil, saudara harus menyadari bahwa akan ada serangan setan bagi saudara. Tetapi jangan takut, karena Tuhan Yesus beserta dengan saudara, dan karena itu, sekalipun ada konflik, teruslah memberitakan Injil!

 

 

-o0o-

 


email us at : gkri_exodus@lycos.com